“Mau apa lagi sih, Niko? Jangan-jangan kalian janjian ya, ketemuan di sini?” Ceryl mendelik pada Niko yang barusan menyapaku itu.Itu hanya sapaan biasa. Bukan sesuatu yang berarti. Mana bisa Ceryl sampai sebegitunya cemburu?Kalau melihat wanita cemburu sepertinya itu kekanak-kanakkan sekali. Apa iya aku juga seperti itu kalau cemburu pada Ed?Astaga, jangan sampai deh seperti itu.Tapi serius aku tidak seperti itu, kok. Jangankan teriak-teriak, kalau aku cemburu pada suamiku, bawaanya malah murung dan malas berdebat. Tapi Ceryl begitu pasti karena sayang pada Niko. Jadi mending aku meminta maaf dan pergi saja agar tidak menganggunya. Sebagai sesama wanita, aku tahu bagaimana rasanya cemburu itu.“Maaf, Ceryl. Aku sudah ditunggu anak-anak dan suamiku di depan. Aku pergi dulu, ya?” ujarku langsung melipir pergi.“Ya, sana! Mobil trukmu sudah menunggu di depan. Pasti punya suamimu itu. Jadi istri sopir truk saja belagunya minta ampun. Sok cantik, lu!”Dan kata-kata itu masih meluncu
Kucium bibir suamiku dengan penuh rasa cinta dan segenap kerinduanku. Ciumanku menyusuri rahang tegasnya dan turun ke leher dan sedikit berlama-lama di jakunnya yang sudah naik turun itu.Sembari itu tanganku melepas kancing kemejanya secara perlahan sedangkan pria yang aku duduki kedua pahanya itu nampak tidak sabar, dan langsung meloloskan tangannya untuk menelusup ke bawah kaosku meraup dengan gemas benda yang terbungkus bra itu.“Ugh, Yang, Sakit!” kuingatkan bahwa Ed terlalu bersemangat hingga sedikit kasar mengadon benda kenyal itu.Tapi aku memahaminya.Ed hanya terlalu merindukanku hingga hasyrat dan emosinya bercampur, memberikan efek gerakan yang mendesak.Bukannya mendengar keluhanku, Ed malah mengangkat kaus ketatku itu dan dengan cepat menarik pengait bra yang kupakai hingga tubuh bagian atasku sudah menantangnya.Ed membalikan posisi sehingga aku kini direbahkan di atas sofa itu dan dia dengan rakusnya melahap dua benda kenyal itu bergantian. Kubiarkan dan kunikmati
“Enak saja mau minta balik. Dulu sudah punya istri baru Mbak Lilis dibuang-buang, keluarganya ikutan menghina Mbak Lilis, sekarang giliran tidak punya apa-apa dan istrinya juga tidak kunjung hamil, masih punya muka dia pengen minta balikan? Mana mau perkosa Mbak Lilis lagi!” Aku ngedumel sendiri dengan kesal ketika selesai dengan pembicaraan serius tadi di rumah Mbak Lilis.Untungnya semua sudah selesai dengan cara kekeluargaan. Atas permintaan Ibu dan Mbak Lilis sendiri, mereka menolak untuk didatangkan Pak RT agar masalahnya tidak malah runyam dan menjadi buah bibir tetangga. Apalagi Kang Parto adalah ketua RT sebelumnya di sini.Lagi pula, Ed sudah menyuruh anak buahnya mengurus Kang Parto. Pria itu juga harus diberi sedikit hukuman agar tidak seenaknya pada orang yang sudah bukan muhrimnya.“Masih cinta dia sama Mbak Lilis,” ujar Ed yang tadi sempat mengintrogasi Kang Parto sendiri bersama anak buahnya. Sebagai sesama lelaki, mungkin Ed paham bahwa Kang Parto masih mencintai Mbak
“Astaga, Mila! Mau apa pakai baju seperti itu?” Ibu sudah heboh saja saat melihatku memakai seragam anak SMP.“Ya Allah, Bu. Kan Mila sudah bilang tadi, sore ini ada acara reoni,” kuingatkan tentang acara reoni yang aku sudah bahas dengan ibu tadi pagi. Sekalian mau nitip anak-anak dulu.“Ngapain reoni pakai begituan, Mila. Mana ngepas di badan kamu, lagi, seragamnya. Enggak pantas seperti itu, Nak. Kamu ini sudah ibu-ibu. Nanti suamimu marah, lho!” Ibu mengomeliku.“Dres code nya pakai seragam SMP, Bu. Enggak apa juga, Bu. Nanti Mila pakai sweter kok.” Aku mengulurkan tangan meminta salim pada ibuku. Namun wanita itu masih keberatan.“Ed tahu tidak kamu ada acara reoni?” Ibu masih mengintrogasi.“Tahulah, Bu. Aku sudah minta izin tadi sama dia. Dia nyuruh Danang yang ngantar karena masih ada kerjaan.” “Tahu kalau kamu pakai beginian?” Ibu masih tidak terima anaknya memakai baju yang tidak sesuai usia. Takut saja menantunya marah. Jadi sebel juga sama ibu yang terlalu sayang anak m
“Utusan Keluarga Ramzi datang. Katanya, mereka mau membatalkan pernikahan ini!”Deg!Rasanya duniaku berputar seketika. Hari ini adalah hari pernikahan kami. Penghulu, tamu, sampai kerabat jauh sudah berkumpul di sini.Bagaimana bisa calon suamiku dan keluarganya itu membatalkan pernikahan ini secara sepihak? Padahal, kami sama sekali tidak ada masalah sebelum ini.Bugh!Tiba-tiba saja, Ibuku oleng. Dia bahkan sampai harus berpegangan pada dinding, saking syoknya.“Bu?!”Segera kupapah tubuh ringkih itu untuk masuk ke dalam kamar. Tapi, Ibu menolak. “Tidak usah, Mila. Ibu baik-baik saja!” Jantungku mencelos mendengarnya. Seminggu sebelum acara pernikahan, ibu padahal sudah pontang-panting menyiapkan semuanya karena merasa tidak bisa menyumbang banyak untuk acara pernikahan putrinya ini.Tunggu….Bicara soal biaya pernikahan, pamanku dan istrinyalah yang membiayai semua keperluan pernikahan ini. Sebab, tanteku itu ingin kolega yang pernah dikasih sumbangan, balas memberi amplop yang
“Apa dia pria baik-baik?”Ibuku cemas kala melihat Ed yang penampilannya 180 derajat berbeda dari Mas Ramzi.Mantan calon suamiku itu memang merupakan pria berpendidikan dan seorang dosen di sebuah universitas ternama di kota ini.Sementara pria yang akan menggantikannya kali ini hanyalah pria yang bahkan aku sendiri tidak tahu persis bagaimana dia.Tapi, dalam situasi begini, apa aku masih bisa memilih pria lain?Sungguh aku sudah sangat beruntung Ed menerima pernikahan ini.Setelahnya, kuharap kami bisa kembali kehidupan masing-masing. “Semoga saja, Bu.” jawabku lelah, menyembunyikan kenyataan yang bertolak belakang tentang Ed.Sesaat kemudian ibu mendekat dan memelukku erat. Mungkin dia sadar bahwa aku saat ini sedang hancur dan down. “Ibu hanya bisa berdoa agar Allah selalu melindungimu, Nak. Sabar ya...?”Elusan di pundakku itu justru membuatku begitu lemah dan hancur. Aku lalu rebah di pundaknya dan menangis hingga tergugu di sana. Teringat betapa selama ini hidupku dipenuhi mas
“Astaga! Bisa-bisanya kau menendang suamimu?!”Kulihat Ed terduduk di lantai karena ulahku.Aku jadi tak enak. Tapi, tadi itu gerakan refleks untuk perlindungan diri.“Tentu saja aku menendangmu, apa yang kau lakukan?” tukasku masih enggan merasa bersalah malah melototi pria yang kini berjalan mendekatiku.“Dengar Nona Mila! Aku tidak mungkin membiarkanmu tidur di mobil sepanjang malam, ’kan? Makanya aku menggendongmu ke kamar. Apa kau lupa kalau aku ini suamimu sekarang?” gerutunya tampak sebal sembari mencekal daguku tepat di kedua matanya.Aku sudah berpikir pria ini akan langsung memaksa mendapatkan haknya saja lantaran sok merasa menjadi suami.“Baik. Maafkan aku. Tapi jangan lakukan hal ini padaku. Kita harus bicara dulu,” ucapku penuh kecemasan.Untungnya Ed terlihat kasihan. Dia melepasku, lalu berjingkat pergi keluar kamar begitu saja.Baru saja aku bernapas lega, tapi pria pengganti calon suamiku itu sudah masuk lagi ke dalam kamar.“Aku lapar. Kau mau makan apa biar aku pes
“Ini tasmu?” ujar Ed menyadarkanku dari lamunan sembari menyodorkan tasku.Pria itu ternyata mau juga mengambilkannya.“Terima kasih, Ed,” tukasku.Mungkin tadi dia masih makan dan harus menyelesaikannya dulu. Akulah yang kurang sabaran!Hanya saja, saat aku hendak mengambil tas itu dari tangan Ed, pria itu malah menahan tanganku.Bugh!Tubuhku menubruk dada bidangnya.Aku mendongakan pandangku memandangnya yang begitu dekat sekali di wajahku.Namun, bibir Ed mendarat begitu saja di bibirku. Dia bahkan melumatnya tanpa membiarkan aku bisa protes.“Ehhmmm…”Kucoba untuk mendorong dadanya sekuat tenaga namun aku tetap tidak bisa bergerak.Mengapa tubuh pria ini begitu keras dan setegar karang?“Ed, lepaskan aku!” panikku.Tanpa sadar, setitik air mata bahkan lolos di pipiku.Anehnya, kulihat tatapan gelap Ed memudar dan dia mengendurkan dekapannya.“Makan dulu, aku sudah pesankan makanan untukmu. Kalau kau menolak aku akan menciummu lagi seperti tadi!” tukasnya mengambil tasku dan memba
“Astaga, Mila! Mau apa pakai baju seperti itu?” Ibu sudah heboh saja saat melihatku memakai seragam anak SMP.“Ya Allah, Bu. Kan Mila sudah bilang tadi, sore ini ada acara reoni,” kuingatkan tentang acara reoni yang aku sudah bahas dengan ibu tadi pagi. Sekalian mau nitip anak-anak dulu.“Ngapain reoni pakai begituan, Mila. Mana ngepas di badan kamu, lagi, seragamnya. Enggak pantas seperti itu, Nak. Kamu ini sudah ibu-ibu. Nanti suamimu marah, lho!” Ibu mengomeliku.“Dres code nya pakai seragam SMP, Bu. Enggak apa juga, Bu. Nanti Mila pakai sweter kok.” Aku mengulurkan tangan meminta salim pada ibuku. Namun wanita itu masih keberatan.“Ed tahu tidak kamu ada acara reoni?” Ibu masih mengintrogasi.“Tahulah, Bu. Aku sudah minta izin tadi sama dia. Dia nyuruh Danang yang ngantar karena masih ada kerjaan.” “Tahu kalau kamu pakai beginian?” Ibu masih tidak terima anaknya memakai baju yang tidak sesuai usia. Takut saja menantunya marah. Jadi sebel juga sama ibu yang terlalu sayang anak m
“Enak saja mau minta balik. Dulu sudah punya istri baru Mbak Lilis dibuang-buang, keluarganya ikutan menghina Mbak Lilis, sekarang giliran tidak punya apa-apa dan istrinya juga tidak kunjung hamil, masih punya muka dia pengen minta balikan? Mana mau perkosa Mbak Lilis lagi!” Aku ngedumel sendiri dengan kesal ketika selesai dengan pembicaraan serius tadi di rumah Mbak Lilis.Untungnya semua sudah selesai dengan cara kekeluargaan. Atas permintaan Ibu dan Mbak Lilis sendiri, mereka menolak untuk didatangkan Pak RT agar masalahnya tidak malah runyam dan menjadi buah bibir tetangga. Apalagi Kang Parto adalah ketua RT sebelumnya di sini.Lagi pula, Ed sudah menyuruh anak buahnya mengurus Kang Parto. Pria itu juga harus diberi sedikit hukuman agar tidak seenaknya pada orang yang sudah bukan muhrimnya.“Masih cinta dia sama Mbak Lilis,” ujar Ed yang tadi sempat mengintrogasi Kang Parto sendiri bersama anak buahnya. Sebagai sesama lelaki, mungkin Ed paham bahwa Kang Parto masih mencintai Mbak
Kucium bibir suamiku dengan penuh rasa cinta dan segenap kerinduanku. Ciumanku menyusuri rahang tegasnya dan turun ke leher dan sedikit berlama-lama di jakunnya yang sudah naik turun itu.Sembari itu tanganku melepas kancing kemejanya secara perlahan sedangkan pria yang aku duduki kedua pahanya itu nampak tidak sabar, dan langsung meloloskan tangannya untuk menelusup ke bawah kaosku meraup dengan gemas benda yang terbungkus bra itu.“Ugh, Yang, Sakit!” kuingatkan bahwa Ed terlalu bersemangat hingga sedikit kasar mengadon benda kenyal itu.Tapi aku memahaminya.Ed hanya terlalu merindukanku hingga hasyrat dan emosinya bercampur, memberikan efek gerakan yang mendesak.Bukannya mendengar keluhanku, Ed malah mengangkat kaus ketatku itu dan dengan cepat menarik pengait bra yang kupakai hingga tubuh bagian atasku sudah menantangnya.Ed membalikan posisi sehingga aku kini direbahkan di atas sofa itu dan dia dengan rakusnya melahap dua benda kenyal itu bergantian. Kubiarkan dan kunikmati
“Mau apa lagi sih, Niko? Jangan-jangan kalian janjian ya, ketemuan di sini?” Ceryl mendelik pada Niko yang barusan menyapaku itu.Itu hanya sapaan biasa. Bukan sesuatu yang berarti. Mana bisa Ceryl sampai sebegitunya cemburu?Kalau melihat wanita cemburu sepertinya itu kekanak-kanakkan sekali. Apa iya aku juga seperti itu kalau cemburu pada Ed?Astaga, jangan sampai deh seperti itu.Tapi serius aku tidak seperti itu, kok. Jangankan teriak-teriak, kalau aku cemburu pada suamiku, bawaanya malah murung dan malas berdebat. Tapi Ceryl begitu pasti karena sayang pada Niko. Jadi mending aku meminta maaf dan pergi saja agar tidak menganggunya. Sebagai sesama wanita, aku tahu bagaimana rasanya cemburu itu.“Maaf, Ceryl. Aku sudah ditunggu anak-anak dan suamiku di depan. Aku pergi dulu, ya?” ujarku langsung melipir pergi.“Ya, sana! Mobil trukmu sudah menunggu di depan. Pasti punya suamimu itu. Jadi istri sopir truk saja belagunya minta ampun. Sok cantik, lu!”Dan kata-kata itu masih meluncu
“Yang benar, Mila? Kau menikah dengan sopir truk?” Niko langsung mengkonfirmasi.Aku jadi serba salah. Enggak mungkin juga kan kalau aku bilang menikah dengan seorang pengusaha kaya raya, bukannya seorang sopir truk.Dulu, yang tersebar memang aku menikahnya dengan sopir truk. Karena Ed sendiri waktu itu memang mengakunya hanya sopir truk biasa.Tapi ya udahlah. Sesuka mereka saja. Toh, kami juga tidak keberatan kok dipandang seperti itu.“Sayang banget, wanita cantik dan anggun sepertimu harus menikah dengan sopir truk? Kasihan amat nasibmu, Mila!” Niko masih mengomentari.“Ya biar saja, sudah nasibnya. Dulu juga dia ngrebut dosen itu dariku. Kualat kan dia malah dapat sopir truk!” Dari nada bicaranya, Ceryl masih tidak suka saja padaku. Padahal semuanya sudah menjadi masa lalu. Dia juga sudah punya suami. Kenapa masih mengungkit masa lalu yang dia hanya salah paham itu. Aku tidak merebut Ramzi darinya, lho!Sepertinya dia masih sebal padaku bukan hanya tentang masa lalu itu.
“Eng, itu... Papa tadi capek, Nak. Jadi mama mau pijitin. Iya, kan, Pa?”Kusenggol lengan Ed agar mau membantuku menjelaskan pada dua anaknya itu.Tapi Ed mengesalkan sekali. Dia bangkit berlalu ke kamar mandi dan malah memperkeruh suasana dengan mengatakan, “Mama memang suka gitu kalau marah sama papa. Suka nindihin papa.”“Eh, sembarangan!” sahutku. “Wah, mama mau ajak papa smackdown-an ya?” Gala justru terlihat tertarik, papa mamanya mau main smackdown.Sementara Meida sudah melototiku tidak terima karena lelaki kesayangannya kuperlakukan demikian. “Mama kok jahat sama papa?!”Suara deringan terdengar dari ponsel Ed yang tergeletak di sampingku mengalihkan perhatian mereka.Kulihat layar yang berkedip itu.Ada nama Erik.Aku jadi ingat, pria ini sudah membuat perasaanku tersayat-sayat karena sudah mengira yang bukan-bukan pada Ed.Kalau bukan karena hari ini kami saling menjelaskan, entahlah, mungkin aku sampai kena asam lambung dan migrain gara-gara sepanjang malam terus mena
“Nikahi aku lagi, ya?” ujarku dengan segenap keyakinan bahwa Ed tidak akan menolaknya.Bukankah pria ini yang selalu ingin kembali bersamaku. Yang setiap malam menelponku seperti pemuda yang mencoba menggoda anak gadis orang.Namun, Ed hanya menatapku dan tidak kulihat reaksi yang berarti di wajahnya saat kusampaikan hal itu.Membuat hatiku mencelos melihatnya.“Ed, kau tidak mau?” tanyaku sedih.Dia tidak lagi menjawabnya.“Kau pasti marah padaku, ya?” ujarku menyadari kesalahanku.“Maaf, ya, Ed. Aku memang menyebalkan.”Baru kemudian kulihat Ed tersenyum dan mencium keningku. Hatiku sudah berbunga-bunga kembali. Kutarik garis senyum di wajahku untuk menyambut senyumnya. Sayangnya kata-kata Ed kemudian mematahkan hatiku kembali. “Aku tidak mau menikahimu lagi.”Kutatap wajah Ed dengan serius. Memberinya waktu untuk menjelaskan apa yang dimaksud.Tapi kelamaan, aku jadi tidak sabar menanyainya, “Kenapa, Ed?”“Bukankah kau tadi mengatakan masih mencintaiku?” Suaraku sudah bergeta
“Ya Allah, Gala! Mana, Nak yang sakit?”Sedikit panik aku memeriksa ulang kaki Gala setelah Ed memeriksanya tadi.“Tidak ada apa-apa.” Ed berujar sembari melenguh lega ternyata Gala baik-baik saja.“Oh, untunglah. Mama sudah gemeter lho tadi dengar Meida teriak-teriak,” tukasku memeluk Gala dan mencium puncak kepalanya.“Meida suka berlebihan sekali, Ma. Tadi itu cacing, bukan ular!” tukas Gala yang bingung karena papanya langsung mengangkatnya dari tepi sungai dan mendudukannya di tempat kami tadi untuk memeriksanya. Ternyata tidak ada luka gigitan apapun di tubuh Gala. “Kemarin aku lihat anak ular yang baru menetas dari telurnya mirip cacing. Jadi ya aku kira itu ular. bentuknya sama 'kan?” Meida tidak mau disalahkan.Anak-anak masih mau lanjut main namun mendung yang datang tiba-tiba membuat mereka akhirnya mau juga di ajak pulang. Mungkin karena kecapaian, keduanya langsung tidur di kursi belakang. Apalagi hujan turun perlahan menjadi deras saat kami sudah berkendara pulang.
“Bagaimana, Sayangku? Kau masih meragukan kesetiaanku padamu?” Ed mencolek daguku yang sejak mengakhiri panggilan dengan Beni tadi sudah coba menghindari tatapannya.Sialan. Bagaimana Erik kemarin bilang tidak dekat dengan Tika padahal mereka selama ini bersama?Dan lagi, Tika juga pernah bilang kalau bukan Erik yang mengatakan tentang perceraianku, padahal tidak mungkin juga orang lain yang mengatakannya kalau bukan Erik. Apa mereka memang bekerja sama untuk mempermainkanku?Awas saja kalau memang itu benar!Tapi aku harus menyelidikinya dulu.“Sudah, sini cium aku. Aku butuh kompensasi loh sudah difitnah dengan kejam kalau aku berselingkuh!” Ed masih menggodaku.Kumat dia! Enak saja mau cium-cium. Belum halal juga.Tapi, ada satu hal lagi yang masih menganggu pikiranku. Jadi kutanyakan langsung mumpung masih di frekuensi pembahasan yang sama.“Semalam saat kau pulang larut, untuk apa kau minta maaf?”“Kenapa? Kau kira aku minta maaf karena sudah seharian pacaran bersama Tika?” Ed