Namun, belum sampai menyentuh wajah Agatha, Dirga menghentikan pergerakan gadis itu. "Apa yang ingin kau lakukan? Please, jangan membuat masalah sebelum aku marah." Dirga menatap nanar ke arah Denada karena dia tidak ingin tunangannya itu sampai menyakiti Agatha."Kenapa kau lebih membela gadis ini dari pada aku, Ga?" tanya Denada mulai kesal dan berniat ingin mendorong tubuh Agatha ke dalam kolam renang karena kebetulan sekali memang mereka seang berda di pinggir kolam."Aku hanya ingin mengantarnya pulang dan akan kembali ke sini lagi nanti, jadi biarkan aku pergi mengantarnya dahulu karena selama ini dia yang telah merawatku," terang Dirga menjelaskan. Denada belum melakukan tindakannya itu namun melihat Dirga yang terus bersikeras untuk mengantar perempuan itu maka Denada tidak bisa menunda rencananya itu. Gadis itu mendorong tubuh Agatha dan dia jatuh ke dalam kolam. Dirga terkejut dengan tindakan Denada yang telah dengan sengaja mendorong Agatha, tanpa berpikir panj
"Apa yang telah kau pikirkan, Agatha! sadar pria di sampingmu ini telah menjadi milik orang lai, jangan pernah emnganggu hubungan orang." Agatha menyakinkan dirinya bahwa dia harus berhenti sampai di situ karena Dirga akan segera menikah dengan Denada. Gadis manik mata cokelat bening itu beranjak dari tidurnya, dengan begitu pelan dia bergerak supaya Dirga tidak terbangun. "Bersamamu sungguh membuatku tersudut jadi aku akan menjauh darimu sebelum semuanya menajdi sulit," ujarAgatha melangkah pergi dari rumah Dirga. Tanpa menoleh ke belakang Agatha langsung keluar gerbang dari rumah mewah milik Dirga, tetapi belum juga ada taksi yang lewat. Menatap jam tangannya gadis itu melanjutkan perjalanannya namun siapa sangka di saat itu ada sebuah mobil berwarna putih mencegatnya. Agatha mengernyitkan dahinya ketika melihat mobil tersebut berhenti tepat di depannya, 'Mobil siapa ini?' gumamnya nampak penasaran. Dari mobil tersebut keluarlah seorang perempuan cantik yang tidak la
Cinta sudah terlambat, itulah yang dirasakan Agatha. Dirga telah memberikan sebuah undangan pernikahan untuknya melalui sebuah paket pos, Agatha terduduk lemah dan merasa terluka, kenapa dia dulu menyia-nyiakan Dirga dan sekarang ia harus merelakan pria yang dicintainya menikah dengan perempuan lain untuk kedua kalinya."Mungkin memang aku tidak ditakdirkan untuk bahagia! Andai saja pertahananku kuat untuk menutup diri dari cinta, mungkin aku tak akan merasakan patah hati seperti ini." Agatha menarik napas panjang. Duduk di depan jendela kamarnya membuat gadis cantik itu terus melamunkan Dirga, bagaimana awal pertemuan mereka, bagaimana mereka menghabiskan tragedi malam nahas itu. "Begitu sulit melupakanmu," ucap Agatha tanpa terasa meneteskan air matanya membasahi pipinya. Mendengar seseorang mengetuk pintu apartemennya, lamunan Agatha buyar saat itu. Ia pun beranjak dari duduknya untuk melihat siapa yang telah mengetuk pintu apartemennya. Ketika pintunya terbuka, al
"Kenapa Anda ke sini?" tanya Agatha membuka mulutnya hingga mejadi huruf o."Memangnya kenapa aku tdiak boleh bertemu denganmu?" ucap Dirga malah balik bertanya. Dia memaksa masuk dan membuat Agatha terus mundur ke belakang, "Apakah kau tak menyuruhku duduk?" utimaplnya lagi tanpa disiuruh lansgung menghempaskan pantatnya di atas sofa."Lebih baik Anda tidak ke sini, Pak karena aku ingin beristirahat," ketusnya tanpa melirik Dirga."Kau istirahat saja, tak masalah!""Lantas bagaimana aku bisa istirahat bila Anda di sini?" tanya Agatha mulai memberanikan diri untuk menatapnya. Dirga tersenyum dan balik menatap Agatha, sebenarnya maksud kedatangan pria bule itu adalah ingin memastikan apakah gadis itu baik-baik saja atau tidak. Selama beberapa hari tidak bertemu dengannya memunculkan sebuah rasa rindu yang tersimpan di dalam hati Dirga. Dia tidak menyangka bila rasa rindu itu akan berefek begitu besar pada dirinya, "Apakah jatuh cinta seperti ini? Kenapa bila menatap wajahnya,
"Kenapa Anda menculikku?" tanya Agatha baru menyadari bahwa dua pria kekar tadi adalah anak buah Dirga. "Aku sengaja menculikmu karena ingin menawarkan sebuah kerjas sama," jawab Dirga sambil menyodorkan map biru tadi. Agatha menoleh ke arah Dirga dan mulai membuka map tersebut, matanya terbelalak kaget ketika membaca lembar pertama, "Apa maksudbapak?" tanya Agatha mulai curiga."Sebaiknya kau baca sampai habis saja, jangan terus berkomentar," ucapnya memicingkan matanya. Tiba-tiba Agatha mendongakkan wajahnya menatap Dirga, "Aku tidak setuju, Pak. Bagaimana bisa aku menggantikan pengantin perempuannya? Lalu bagaimana dengan Denada?""Kau ikuti saja keinginanku karena jika tidak aku akan membuatmu lebih sulit lagi, bukankah dengan menjadi istriku kau bisa melunasi hutang-hutangmu," ucap Dirga membujuk namun masih dengan nada kasar. Dirga memang paling tidak bisa membujuk seseorang, dia menatap Boy yang baru saja datang. "Apa yang dikatakan oelh pak Dirga itu benar, Agatha. Dia ter
"Biarkan aku membantumu," ucap Dirga begitu pelan. Tangan pria itu menyentuh punggung belakang Agatha, perlahan namun pasti dia membuka resleting tersebut sehingga Dirga melihat sebagian punggung belakang gadis itu. "Kau tak perlu takut, bukankah aku sudah sah menjadi suamimu," bisiknya sengaja menggoda Agatha."Apa yang Anda katakan, Pak. Ini hanya sebatas pernikahan kontrak saja bukan?" tukasnya balik bertanya."Tentu saja, memang hanya pernikahan kontrak namun kau harus satu kamar denganku setiap malam, meskipun tidak melakukan malam pertama seperti para pasangan suami istri pada umumnya.""Bukankah kita tidak boleh saling meny--" Agatha mengaatupkan bibirnya ketika satu jari Dirga menyentuh bibir ranumnya. Dirga memutar tubuhnya dan kini berdiri tepat di depan Agatha, "Benar sekali, bukannya hanya sekadar tidur bersama dan tidak bersentuhan." Pria bule itu melangkah pergi dan mempersilahkan Agatha untuk mengganti pakaiannya. Saat itu Agatha benar-benar di posisi sulit.
Dirga tak kuasa lagi untuk menahan hasratnya untuk tidak menyentuh bibir Agatha, semakin lama Agatha menghimpit ke arahnya membuat Dirga sulit untuk menolak. Al hasil, Dirga memberanikan diri untuk mengecup bibir ranum istrinya. Memeluk Agatha dalam tidurnya membuat Dirga begitu nyaman, kini diirnya tidak merasa kesepian lagi karena Agatha akan selalu menemaninya. Pagi hari yang diselimuti dengan cuaca yang tidak mendukung, Matahari saja enggan untuk menampakkan dirinya membuat Mentari yang masih terpejam tiba-tiba mencengkram lengan Dirga ketika indera pendengarannya menangkap suara petir yang menggelegar begitu kuat. Dirga yang sejak tadi sudah terbangun langsung menoleh ke arah Agatha, mengulas sebuah senyuman tipis di sudut bibirnya. Pria tampan itu langsung menyentuh jemari Agatha dan merangkul tubuh perempuan itu, "Selamat pagi Nona Agatha,” ucap seorang pria yang tak lain adalah Dirga. Mendengar namanya disebut, Agatha baru tersadar dari tidurnya. "Kau!" teriakn
Dirga begitu mengkhawatirkan Agatha, dia takut sesuatu hal buruk terjadi pada gadis itu. Baru kali ini Dirga begitu mengkhawatirkan seseorang, dia tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya. "Pak, kita sudah sampai," ujar Boy memberitahu. Dirga mengangguk dan langsung menggendong tubuh Agatha turun dari pesawat, dia memanggil taksi dan membawa gadis itu segera ke rumah sakit. Dirga terus mondar- mandir di depan ruangan ICU menunggu Agatha, "Kenapa Dokter belum keluar juga? Apakah Agatha baik-baik saja?" Pria bule itu belum bisa tenang sebelum mengetahui keadaan gadis itu. Melihat dokter yang kelaur dari ruangan Agatha, dia segera mendekat dan bertanya, "Bagaimana keadaan istriku, Dok?""Dia baik-baik saja, Pak. Namun kondisinya begitu lemah, sepertinya pasien belum terbiasa dengan suatu keadaan," ucap dokter menjelaskan."Maksud Dokter? Apakah tubuh Agatha sangat sensitif dengan cuaca dingin?" ucap Dirga balik bertanya karena kebetulan sekali saat di luar negeri sedang musi