Mau menolak, atau berontak sekalipun, sudah pasti suara Adelia tidak akan pernah didengar oleh Reno.
Reno terlalu kaku, angkuh, dan enggan mendengarkan pendapat orang lain. Apalagi ini mengenai hidupnya."Saya terima nikah dan kawinnya Adelia Puspita binti Andre dengan mas kawin tersebut tunai!" ucap Reno dalam satu tarikan nafas.Rasanya memang mengharukan bagi Tuan Wirawan, karena pada akhirnya anak semata wayangnya itu menikah, meski di usianya yang sudah 40 tahun.Tak banyak yang tahu memang, apa alasan Reno sebenarnya memilih tidak menikah. Padahal usianya sudah sangat matang. Dari segi finansial pun sangat mapan. Bahkan Reno sudah berhasil menjadi pengusaha sukses, dengan mengembangkan bisnis sang Papa."Ayo Adelia, cium tangan suami kamu, jangan diam saja," bisik Ibu Mirna, yang duduk tepat di belakang Adelia.Malas sebenarnya melakukan apa yang ibunya itu katakan. Tapi masalahnya, Reno adalah suaminya. Terlepas ini karena pernikahan paksaan atau tidak, yang namanya suami tetaplah suami. Seperti apa kata almarhum Pak Andre, Adelia harus menghargai, menghormati, dan tidak boleh meremehkan suaminya.'Kuat Adel, kamu pasti bisa melakukan ini,' gumam Adelia di dalam hatinya.Sedikit gemetar, tangan Adelia mengulur, menjabat tangan Reno, lalu mengecup pada bagian punggung tangan Reno.Reno pun melakukan apa yang semestinya seorang suami lakukan. Tanpa ragu, Reno meninggikan kepalanya, menyambut kening Adelia yang semakin mendekat ke arahnya.“Jangan berharap sesuatu yang berlebihan. Ini semua hanya sementara. Setelah aku mendapatkan anak darimu, kamu harus pergi dari hidupku," bisik Reno, tepat saat mengecup kening Adelia.Sengaja tidak mengadakan pesta resepsi besar-besaran di gedung mewah dengan kapasitas ribuan orang, Reno sengaja mengundang teman dekatnya saja. Sementara Tuan Wirawan pun juga sama, beliau tidak mengundang rekan bisnisnya, melainkan hanya sanak saudara yang dekat saja. Semua ini semata karena keinginan Reno, yang enggan pernikahannya diketahui oleh banyak orang.*****Ceklek!Pintu kamar terbuka, Adelia langsung menurunkan kakinya, yang semula berada di atas sofa. Tadinya, Adelia sedang mengoles body lotion ke seluruh tubuh sebagai rutinitas sebelum tidur.Tak sengaja melihat paha mulus untuk pertama kalinya, Reno memalingkan wajah enggan memandang. Di dalam pikiran Reno, pasti Adelia sengaja menggodanya tadi."Bibik sudah menyiapkan kamar untuk kamu di sebelah kamarku. Kamu bisa tidur di sana," ucap Reno, tanpa memandang sedikitpun ke arah Adelia.Adelia langsung beranjak dari sofa, menghampiri Reno."Jadi, kita tidak tidur ... satu kamar?" tanya Adelia. Matanya berbinar, tampak sedang senang.Reno mengernyit, berbalik badan. Sialnya, pergerakannya itu malah membuat posisi tubuhnya sangat dekat dengan Adelia. Bahkan dengan keadaan seperti sekarang ini, Reno bisa melihat dengan sangat jelas, seperti wajah cantik Adelia yang sangat Papanya itu banggakan."Kalau kamu mau tidur di sofa, silakan saja," ucap Reno, benar-benar tanpa ekspresi.Bahkan tanpa menjelaskan maksudnya, Reno pergi begitu saja, masuk ke dalam kamar mandi."Astaga, kok ada ya orang seperti dia?" batin Adelia bergumam. "Tapi malah bagus sih, kalau aku tidur di kamarku sendiri. Malas juga lama-lama sama kulkas dua pintu."Adelia keluar dari kamar Reno, namun saat hendak membuka pintu kamar yang dimaksud tadi, Tuan Wirawan memanggil Adelia."Adelia, kenapa kamu masuk ke kamar itu?"Mendengar suara Tuan Wirawan, Adelia menggigit bibir bawahnya. 'Aduh, bagaimana ini, jawab apa aku,' gumam Adelia di dalam hatinya.Gemetaran, Adelia berbalik badan, tersenyum, untuk menyembunyikan rasa gugupnya."Om ...." Adelia menganggukkan kepalanya sekali."Kok Om sih? Panggil Papa saja Adel. Kamu kan sudah menjadi menantu Papa," pinta Tuan Wirawan."Ah, iya Pa." Adel tersenyum, menganggukkan kepalanya lagi."Oh iya Adel, kamu ngapain di sini? Kamar Reno kan ada di sebelah. Cepat masuk, Reno pasti sudah menunggu kamu di kamarnya," ucap Tuan Reno.Masalahnya, Adelia tidak mungkin mengaku sekarang, kalau Reno yang memintanya tidur di kamar sebelah. Tapi mau masuk ke lagi ke kamar Reno pun rasanya enggan. Adelia tidak mau Reno berpikiran macam-macam padanya.Melihat Adelia yang hanya diam saja, Tuan Reno seolah paham dengan apa yang sedang terjadi. Beliau sedikit melangkah lebih dekat, mengusap pundak Adelia."Adelia, Papa tahu, Reno memang dingin orangnya. Sikapnya juga angkuh, dan mungkin saja tidak bisa menghargai kamu sebagai istrinya. Tapi, Reno sebenarnya tidak begitu. Reno sangat penyayang, dia juga memiliki hati yang sangat baik. Papa berharap, kamu bisa bantu Reno, Papa percaya sama kamu, Adel. Papa yakin kamu memang wanita terbaik untuk Reno," tutur Tuan Wirawan, sedikit menceritakan seperti apa anak tunggalnya itu.Mendengar cerita Tuan Wirawan, sebenarnya ada sedikit rasa iba di hati Adelia. Sebab Adelia pun merasa dirinya begitu. Sebelum ayahnya meninggal, Adelia adalah sosok yang ceria, dan suka bercanda. Tapi, semua berubah, apalagi setelah Adelia mengenal Farhan. Rasa-rasanya Adelia terlupa, kapan terakhir kali ia bisa tertawa lepas."Papa tenang aja, Adel yakin kok, Adel bisa menjadi istri yang baik untuk Reno. Tapi ...." Adelia menghentikan ucapannya."Tapi apa, Adel? Apa Reno kasar sama kamu? Reno pukul kamu?""Ah, tidak Pa!" Adelia menggelengkan kepalanya, menepis dugaan Tuan Wirawan."Soal rumah," ucap Adelia.Sekarang, Ibu Mirna pasti dengan berpesta pora, karena bisa memiliki rumah mewah pemberian Tuan Wirawan. Sejujurnya, Adelia ingin mengembalikan rumah itu, tapi ibunya menolak, dan bersikeras tidak ingin memiliki rumah itu seorang diri."Papa ikhlas, Sayang. Papa berikan rumah itu bukan karena ingin menukar kamu. Tapi Papa hanya ingin menyenangkan ibumu saja. Anggap saja ini sebagai imbalan, karena ibu kamu sudah melahirkan anak secantik dan sebaik kamu," tutur Tuan Wirawan, tampak begitu tulus dari dalam hatinya."Sini ...."Tuan Wirawan merentangkan kedua tangannya, memeluk Adelia."Jangan anggap Papa ini mertua kamu. Anggap Papa seperti Papa kandung kamu, Adel. Bisa kan?" tanya Tuan Wirawan meminta.Merengkuh Adelia seperti itu, membuat Tuan Wirawan merasa menemukan kebahagiaan yang sudah lama hilang. Tuan Wirawan berharap Adelia lah, yang mampu merubah Reno, menjadi sedikit saja lebih terbuka, dan menghargai orang lain."Terima kasih, Pa," Adelia menarik tubuhnya dari Tuan Wirawan.Meski yakin pernikahannya akan sangat sulit dijalani, tapi Adelia merasa bersyukur, karena sekarang ia memiliki Tuan Wirawan, yang menyayangi dirinya begitu tulus. "Cepat masuk kamar, pakai baju yang seksi. Jangan bikin Reno menunggu!"Tuan Wirawan mendorong Adelia, memaksa menantunya itu untuk cepat masuk ke dalam kamar."Tapi, Pa. Adel harus --"Ceklek!Tuan Wirawan malah membuka pintu, mendorong Adelia masuk ke dalam kamar, lalu menutup pintu itu lagi."Aakh, gimana ini!" Adelia mengusap wajahnya, lalu berbalik badan. Tapi, di depannya kini malah nampak dada bidang dan perut berotot, yang tidak tertutup apapun."AAAAAAKH!""Astaga Mas Reno, pakai bajumu!" Dua tangannya menutup mata. Tapi, pandangannya mengintip dari celah jari-jari yang terbuka. Adelia dibuat tertegun, melihat otot-otot dada dan perut Reno yang menyembul nampak kuat dan keras itu."Tidak usah mengintip. Aku bisa melihat matamu!" Sama sekali tidak gugup, Reno berbalik mengambil bajunya yang ada di atas ranjang, lalu memakainya."Hah?" Adelia membuka penutup matanya, menurunkan tangannya ke samping. "Aku tidak mengintip. Aku cuma --""Keluar!" Reno menoleh ke arah Adelia, tatapannya sangat dingin. "Aku sedang tidak bernafsu melakukan malam pertama denganmu!"Reno beranjak dari samping ranjang, kembali menghampiri Adelia. Tapi yang Reno lakukan malah membuka pintu, dan langsung mendorong Adelia keluar dari kamarnya."Mas Reno!" teriak Adelia kesal.Adelia menghela nafasnya kasar. Sunggung dia tak pernah menyangka kalau Reno benar-benar sedingin ini padanya."Lihat saja nanti, aku bikin kamu menyesal. Dasar kulkas dua pintu. Lagian siapa j
Mengikuti apa keinginan suaminya, Adelia bergegas menuju ke mobil. Tapi, saat tiba di sana, langkah Adelia langsung terhenti. Ia dibuat terkejut, oleh Reno yang sudah berdiri di samping mobil sembari memegangi pintunya yang terbuka. "Cepat masuk!" Suara Reno membuyarkan apa yang Adelia pikirkan. Ternyata, suaminya masih saja ketus, meski sedikit perhatian. "Terima kasih ya Mas. Em, udah bukain pintu buat aku. Tapi, kalau kamu senyum dikit aja, pasti kelihatan ganteng banget deh." Selesai berucap demikian, Adelia langsung masuk ke dalam mobil. Berharap suaminya bisa sedikit saja murah senyum padanya setelah ini.Melirik Adelia, Reno menutup pintu. Tanpa di sadar, senyum terukir di bibir pria dingin itu. ***** "Dina!" Adelia memeluk hangat wanita berambut sepundak. Dia adalah sahabat Adelia yang hendak menikah. "Ah, jadi ini suami tampan yang kamu ceritakan padaku? Uuh, memang benar-benar tampan. Pantas saja kamu selalu menolak aku ajak jalan, ternyata ini alasannya. Kalau aku pu
"Mas, kamu kenapa ...." "Diamlah, Adelia! Jangan bicara atau bertanya apapun. Biarkan aku memelukmu sebentar saja." Baru juga Adelia bersuara, Reno sudah menyuruhnya untuk diam. Dalam pelukan Reno, Adelia seolah membeku. Meski jantungnya berdebar sangat kencang, tapi Adelia tak bisa berbuat apa-apa. Matanya hanya mengerjap, menikmati debaran jantung Reno yang terdengar sangat keras dengan irama yang cepat. Sementara Reno, pria itu malah terhanyut dengan apa yang dilakukan sendiri. Tubuh hangat wanita mungilnya ini mengingatkan Reno akan sosok wanita yang sangat Reno rindukan. Andai Reno memiliki kesempatan bertemu lagi, Reno akan meminta maaf, dan memperbaiki semuanya. "Astaga, detak jantungnya kencang sekali." Tak tahan Adelia bergumam lirih. Bibinya tersenyum, mengira jantung Reno berdebar karena dirinya. Sialnya, ucapan Adelia yang lirih itu terdengar di telinga Reno. Reno mendorong tubuh Adelia, terkejut, menyadari apa yang sudah ia lakukan. "Menjauh dariku, Adelia!" Mata
"Mas, kamu mau ap --" Belum sempat Adelia meneruskan ucapannya, tangan Reno sudah membungkam mulut Adelia, membenturkan tubuh Adelia kasar ke dinding pintu toilet yang baru saja Reno tutup. "Eeeeemb!" Adelia mengernyit, bibirnya yang tersembunyi di balik tangan Reno meringis kesakitan. Tidak mempedulikan itu, Reno malah sengaja mendekat, menatap dalam Adelia. Matanya yang merah sedikit sembab tak dapat menutupi batapa kacaunya perasaan Reno sekarang. "Adelia ...." Nama itu lolos dari mulut Reno. Tak bicara apapun lagi, Reno menyambar bibir Adelia. Dua tangannya melingkar ke pinggang, memeluk erat tubuh Adelia. Emosi yang menguasai hati dan pikiran Reno, membuat pria itu menggila. Tanpa memikirkan apa resikonya, Reno nekat menggagahi tubuh Adelia, melakukan hubungan itu di dalam toilet pesawat. Entah berapa ronde Reno melakukannya. Adelia sampai memekik kesakitan merasakan panas dan perih yang teramat sangat. Hingga satu jam pintu toilet itu terkunci dari dalam akhirnya baru ke
"Mas Reno, Kenapa diusap begitu sih pipinya!" Adelia merengut, bibirnya maju ke depan, kesal karena Reno malah mengusap bekas kecupan darinya. Padahal tadi Adelia sudah mengumpulkan seluruh keberaniannya, untuk menunjukkan rasa cintanya pada Reno. Tapi, sikap Reno malah membuat Adelia kesal kecewa.Kalau pun tidak mau dikecup, harusnya tidak perlu mengusap seperti itu."Lagian kamu ngapain kaya gitu tadi?!" Reno memalingkan padangannya. Menyembunyikan wajahnya yang sudah bersemu merah. Hanya ingin bertanya kenapa Adelia mengecup pipinya saja itu sudah membuat Reno sangat gugup. Hingga sulit untuk mengatakannya. Reno malah berbalik badan, sengaja menghindari kontak mata dengan Adelia. Adelia beranjak dari ranjang, berkacak pinggang."Kenapa kamu ini, Mas? Bukankah kemarin kita sudah ... harusnya kamu stop dong bersikap dingin sama aku! Memangnya semalam kamu tidak ingat kalau kita ...." Adelia terdiam tidak meneruskan ucapannya.Rasanya, mau marah juga percuma. "Kenapa diam? Ter
Reno terkejut. Pandangannya seketika menunduk, memperhatikan perut Adelia yang rata. Rasanya mustahil Adelia bisa hamil secepat ini. Mereka baru melakukannya sekali dan itu baru beberapa hari yang lalu."Kamu hamil?" tanya Reno"Tidak! Bukan itu, aku tidak hamil, Mas!" Adelia menggelengkan kepalanya cepat. Padahal tadi ia mengusap perutnya hanya karena lapar, tapi Reno malah mengiranya sedang hamil.Tapi, setelah mendengar itu, nafas Reno berhembus lega. Meski dirinya juga ingin memiliki anak, tapi jika secepat ini Reno juga belum siap. Masih banyak masalah pribadi yang belum dia bereskan."Lalu apa?" tanya Reno lagi.Adelia tersenyum, meski takut, dia meraih tangan Reno. "Aku ingin memperbaiki hubungan kita. Kamu mau kan kasih aku kesempatan? Aku ingin menjadi istri kamu dalam artian yang sebenarnya. Bukan cuma sekedar status saja," jawab Adelia.Matanya terlihat berbinar, tidak seperti biasanya.Tapi, kening Reno malah mengkerut, matanya mengerjap lambat. Reno sungguh tidak menyangk
"Mas, tolong rendahkan suaramu. Jangan berbicara tidak sopan begitu!" tegur Adelia.Dari raut wajah cantiknya, terlihat ada kekecewaan saat Reno meninggikan suaranya seperti tadi."Kamu masih membela Ibu kamu, Adelia?" Reno sampai geleng kepala, tidak tahu lagi wanita macam apa istrinya ini.Selama ini, Reno juga tahu, seperti apa sikap Ibu Mirna pada Adelia. Bahkan terkesan sangat jelas, kalau Ibu Mirna hanya memanfaatkan Adelia saja. Rasa-rasanya jika Adelia tidak menikah dengan pria kaya, mungkin tidak dianggap sebagai anak."Beliau ibuku, Mas, Ibu yang mengandung dan melahirkan aku. Aku mohon jangan membentak lagi." tutur Adelia suaranya melirih.Reno terdiam, ia melemparkan pandangannya kesalnya ke samping, enggan memandangi wajah sendu istrinya.Entah terbuat dari apa hati Adelia itu, sampai menerima begitu saja diperlakukan kasar dan semena-mena oleh ibu kandungnya sendiri."Mas ...." Adelia meraih jemari Reno."Aku tahu, Ibu kadang memang keterlaluan. Tapi cuma Ibu yang aku p
"Hoeeeek!"Adelia mencengkeram perutnya. Rasanya sangat sakit, seperti ada tekanan yang mencuat ke tenggorokan, membuat Adelia mual."Adelia, kamu kenapa?"Panik mendengar suara Adelia, Reno melompat dari ranjang, menuju ke kamar mandi."Adelia, buka pintunya Adelia!" Reno berteriak, menggedor pintu.Tapi Adelia tak membuka. Malah suara muntahan semakin jelas dan intens.Khawatir wanitanya kenapa-kenapa, Reno mengobrak pintu kamar mandi. Ia memasang badannya yang berotot, mendobrak pintu kamar mandi.Brak!Pintu itu berhasil terbuka, membuat Adelia terkejut, dan rasa mualnya menghilang seketika ketika melihat Reno ada di hadapannya."Mas, ya ampun, kamu rusak pintunya?!" Adelia menatap lemas pintu yang rusak pada bagian handle penguncinya. Padahal tadi Adelia tidak mengunci pintu tersebut. Harusnya Reno bisa menarik handle pintu lalu masuk dengan cara biasa, bukan malah merusaknya seperti itu.Sepertinya rasa panik, membuat Reno enggan berpikir panjang, dan langsung terjang asal ter
Adelia menarik tangannya dari genggaman Ken, matanya memicing tajam, seolah menuntut penjelasan. Dia benar-benar terkejut dengan pengakuan Ken yang begitu tiba-tiba."Apa maksud kamu, Ken?" tanya Adelia, wajahnya yang manis berubah menjadi ketus dalam sekejap. Ken tersadar bahwa dirinya berada dalam situasi sulit. Dengan terpaksa, Ken menggantungkan senyum di bibir dan tertawa terbahak-bahak. "Ha ha ha! Serius banget sih muka kamu, Adelia. Aku hanya bercanda kok," kilah Ken untuk menyelamatkan diri. Dalam hatinya, Ken merasa lebih baik menyimpan perasaan itu rapat-rapat daripada membuat Adelia tahu dan membencinya. Lagipula, Ken sudah berjanji kepada Nyonya Farida untuk menjaga istri kakak iparnya ini, meskipun dengan syarat tak boleh terungkap bahwa dirinya adalah saudara tiri Reno. "Ayolah, jangan terlalu serius begitu! Aku hanya bergurau tadi," ujar Ken berusaha mencairkan suasana. Namun Adelia masih terdiam, te
"Em, tidak deh!" Adelia menggelengkan kepalanya. Lagi pula, selama ini memang tidak ada yang peduli dengannya. Jadi, kalau Adelia pergi pun pasti tidak akan ada yang mencari dirinya."Kamu yakin? Kamu pindah ke Yogyakarta itu dalam waktu yang cukup lama lho, apa kamu tidak mau memberitahu suamimu?" tanya Ken lagi, hanya ingin memastikan.Tapi, bukannya bergegas menjawab, Adelia malah tersenyum. "Tidak Ken, Mas Reno bahkan tidak berusaha mencariku. Kemungkinan, sekarang Mas Reno sudah hidup bahagia dengan istri barunya, dan aku tidak mau mengganggunya."Dari cara Adelia berbicara sekarang dengan yang dulu memang sangat berbeda. Adelia kini lebih sering tersenyum dan auranya terlihat bersinar. Tubuhnya pun ikut menggemuk, membuat Adelia terlihat gemoy tapi tetap cantik."Em, okey! Kalau begitu, aku mau menemui Mama Farida dulu ya di kamarnya, sekalian mau pamitan."Adelia menganggukkan kepalanya. Kemudian kembali memasang wajah datar sembari melihat Ken pergi ke kamar Nyonya Farida.Se
"Ya jelas bukan kamu, lah! Memangnya kamu ini siapa, percaya diri sekali jadi orang!" sungut Farhan, yang malah membentak Adelia. Sudah tersulut emosi, Adelia pun balas membentak Farhan, meluapkan amarahnya yang terbakar cemburu. "Kamu ini ya Mas, apa salahnya sih dijawab. Tidak usah merendahkan aku seperti itu. Aku ini istrinya Mas Reno, jadi aku berhak tahu apa yang terjadi sama suami aku!" Farhan sontak terdiam. Bertahun-tahun ia mengenal Adelia, bahkan mereka pernah menjalani rumah tangga bersama, tidak pernah sekalipun Farhan mendegar Adelia meninggikan suaranya seperti sekarang ini. Bahkan dulu, Adelia sangat tunduk dan takut padanya. Tapi ini, hanya karena Reno, Adelia bisa sampai marah, dan membentaknya. Apa mungkin Adelia benar-benar mencintai Reno? Setidaknya, pikiran itu yang sekarang sedang berputar-putar di kepala Reno. "Dih, biasa aja kali ngomongnya!" Farhan memalingkan pandangannya. Tak dapat Farhan pungkiri, melihat Adelia semarah ini, membuat Farhan takut. Dan
'Mas Reno!'Adelia memalingkan pandangannya. Cepat-cepat menghindari kontak mata dengan Reno. Jangan sampai Reno melihatnya."Adelia!" Reno berteriak. Tapi sialnya, mobil taksi itu keburu melaju, membawa Reno pergi."Haaah, untung saja!"Adelia menghela nafasnya lega. Untung saja mobil taksi itu pergi. Kalau tidak, pasti Reno sudah turun menghampiri Adelia.Memang, di dalam hati Adelia masih menyimpan rasa cinta untuk Reno. Tapi, Adelia belum siap, jika harus bertemu kembali dengan Reno. Lagi pula, ucapan suaminya itu selalu saja membuat Adelia tersinggung dan sakit hati.Ada tiga menit, Adelia berdiri di tempatnya sekarang. Ia terus menatap ke arah taksi yang membawa Reno semakin jauh. Sampai taksi itu benar-benar menghilang dari pandangan matanya, barulah Adelia pergi meninggalkan tempat itu.Saat tiba di perempatan jalan menuju ke rumah Nyonya Farida, tiba-tiba Adelia menghentikan langkahnya. Adeia terdiam sejenak di samping tiang listrik memikirkan Reno. Sampai detik ini, Adelia m
"Pak Yanto, di mana Papa, apa yang supaya terjadi Pak, kenapa sampai Papa bisa masuk rumah sakit?" tanya Reno, kepada Pak Yanto -- security yang bekerja di kediaman Tuan Wirawan. "Maaf Tuan Reno, tapi saya juga tidak paham dengan apa yang tadi terjadi. Setahu saya, tadi sih ada Mbak Yuna datang ke rumah, tapi tidak lama setelah Mbak Yuna pergi, Bibik berteriak minta tolong. Karena Tuan Besar sudah tidak sadarkan diri, jadi saya cepat-cepat bawa ke rumah sakit, Tuan," ucap Pak Yanto, menceritakan keadaan yang terjadi sesuai dengan versinya. "Terus Papa di mana?" tanya Reno lagi. "Tuan Wirawan masih ada di ICU. Saya tidak berani naik ke atas, jadi saya tunggu di lobby. Sekalian nungguin Tuan Reno." Reno menganggukkan kepalanya, lalu menepuk pundak Pak Yanto. "Kalau begitu Pak Yanto pulang saja, biar Papa saya yang jaga. Terima akasih ya, Pak, sudah mengantarkan Papa ke rumah sakit," ucap Reno. Yang langsung buru-buru masuk ke dalam lift, menuju ke lantai tiga Rumah Sakit, tempat di m
"Loh, apa salahnya sih? Kita kan kenal sudah lama, aku juga sayang banget sama kamu, jadi wajar dong kalau aku pengen hubungan ini lebih serius? Lagi pula sekarang kamu juga lagi hamil anak aku, kan emang mending kita langsung nikah daripada timbul fitnah nanti," ucap Farhan, yang langsung disanggah oleh Yuna."Tidak, Mas! Enak saja main nikah, aku masih punya impian, dan aku tidak mau semua yang aku cita-citakan selama ini hancur hanya karena aku menikah sana kamu!" tolak Yuna mentah-mentah.Dari mimik wajahnya saja terlihat jelas ada sesuatu yang Yuna sembunyikan. Bahkan rona cinta pada pandangan mata Yuna yang dulu ada kini juga menghilang."Apa maksud kamu, Yuna?" Kening Farhan mengekerut, terkejut mendengar ucapan Yuna yang rasanya sulit Farhan terima.Yuna menghela nafasnya kasar. Tubuhnya membungkuk, mengambil botol parfum dari lantai, lalu meletakkannya lagi ke atas meja rias."Aku rasa, hubungan kita harus selesai sampai di sini, Mas. Aku tidak bisa mengorbankan masa depanku
'Mas Reno ... kok dia bisa ada di sini?' gumam Adelia di dalam hatinya. 'Apa mungkin Mas Reno ngikutin aku ya, terus dia tahu kalau aku kerja di sini?'"Mbak, kok malah bengong sih. Tolong ke depan sebentar, temani Om ganteng itu. Aku mau ambil box dulu buat bungkus cakenya," ucap Ratna, buru-buru ke belakang, menuju ke lemari penyimpanan box kue.Sementara Adelia yang harusnya menemani Reno itu malah kembali ke dapur, enggan menemui Reno. "Mending aku di sini saja deh, gawat kalau Mas Reno lihat aku kerja di sini."Takut ketahuan, Adelia berjongkok di depan oven besar, pura-pura mengecek kue yang dipanggang. Padahal, Adelia melakukan itu karena berniat sembunyi agar Reno tidak sampai melihatnya.Tak lama kemudian Ratna kembali. Dia langsung membungkus cake buatan Adelia itu, lalu memberikannya untuk Reno."Tidak udah bayar Tuan, ini bukan cake untuk dijual soalnya," ucap Ratna, membuat kening Reno mengkerut, karena tidak paham."Tidak dijual? Maksudnya?" tanya Reno."Ini cake coba-c
"Sebenarnya saya ...." Tak ada pilihan lain, Adelia menceritakan sedikit permasalahan yang sedang ia alami bersama Reno. Tidak menyeluruh memang, hanya rasa kegelisahan Adelia saat suaminya menolak anak yang tengah Adelia kandung. Sedikit cerita dari Adelia itu, membuat Nyonya Farida sedikit paham. Kemungkinan besar, selama ini apa yang Reno pikirkan tentang Adelia adalah salah besar. Ya, Nyonya Farida masih mengingat saat di mana Reno bercerita Adelia selingkuh sampai hamil, dan setelah mendengar cerita dari Adelia, entah kenapa Nyonya Farida lebih percaya dengan cerita Adelia. Mungkin, itu semua karena penjelasan dari Adelia lebih masuk akal. "Jadi, suami kamu menuduh kamu hamil dengan pria lain?" tanya Nyonya Farida. Adelia menganggukkan kepalanya, sembari mengusap perutnya yang sudah besar. "Iya, Bu." "Terus kenapa tidak kamu jelaskan? Kasihan anak kamu nantinya, Adelia," ucap Nyonya Farida, yang tidak bisa membayangkan akan bagaimana cucunya nanti saat hamil. Dulu, Nyonya
Kling!Suara lonceng pintu berbunyi saat dibuka. Adelia bergegas menuju ke belakang meja, untuk melayani pembeli yang baru saja datang itu.Sebenarnya, Adelia juga sengaja, karena tidak enak menceritakan sosok suaminya pada Nyonya Farida.Setidaknya sekarang, dengan adanya pembeli, Adelia bisa beralasan, dan tidak perlu menceritakan soal Reno pada Nyonya Farida."Adelia, Ibu pulang dulu ya, nanti malam Ibu ke sini lagi jemput kamu," ucap Nyonya Farida, lalu pergi dari toko kuenya.Nyonya Farida harus kembali pulang, untuk beristirahat. Sebab kesehatan beliau akhir-akhir ini sedang tidak baik-baik saja.Sementara itu di dalam mobil, Reno menghantam kasar stir mobilnya karena kesal. Kepalanya terasa sangat pusing, sudah berkeliling ke sekitaran rumah sakit, tapi tidak juga menemukan Adelia.Sekarang, Reno dalam perjalanan menuju ke kediaman Ibu Mirna, sengaja mencari Adelia ke sana.Selama ini Adelia tinggal di rumah ibunya, jadi tidak menutup kemungkinan juga sekarang Adelia pulang ke