“Oiya, Ma. Bu. Apa aku boleh bicara berdua dengan Silvia sebentar?Sulastri melihat ke arah Iyes dan Iyes pun memberi izinnya dengan baik.Dokter Dana menuntun tangan tunangannya untuk menjauh dari mama dan ibunya, serta adik-adiknya dan juga Rani.Rani memandang kepergian mereka dengan tatapan yang sulit diartikan. Tidak ada satu orang pun yang menyadari betapa tercabik-cabiknya perasaannya hingga membuat matanya memanas.“Ada apa, Mas? Kan gak enak sama Mama dan Ibu.” Silvia pura-pura ikut dengan terpaksa, padahal hati kecilnya memang ingin selalu berdua dengan Dokter Dana.Dokter Dana tahu kalau Silvia hanya berpura-pura dan dia pun pura-pura mengikuti ke pura-puraannya.“Iya, ya. Gak enak juga sama Mama dan Ibu. Sebaiknya kita kembali ke mereka.” Sambil pura-pura berbalik dan menuntun tangan Silvia lagi ke arah Mama dan Ibunya senyumnya tersimpul tanpa terlihat oleh Silvia.Silvia menyesal telah berpura
Saat hendak pulang, Silvia berpapasan dengan Pazel yang sama-sama hendak memasuki lift.Pazel ingin menghampirinya, tapi di halangi oleh para pengawal Silvia dan Dokter Dana. Dokter Dana mencegah para pengawalnya untuk menghalangi Pazel.“Ada apa Pak? Bukankah Bapak yang waktu itu membuat keributan saat acara pertunangan kami?” Dokter Dana bertanya seolah-olah dia tidak mengenal Pazel.“Iya, Pak. Saya mohon maaf untuk itu. Kenalkan Pak. Nama saya Pazel.” Dia mengulurkan tangannya.Dokter Dana menjabat tangannya seraya tersenyum. “Saya Perdana Kusuma. Senang berkenalan dengan anda. Sebenarnya saya ingin ngobrol lebih lama, tapi sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat, karena kami akan ada keperluan lain,” ucap Dokter Dana sambil melepaskan tangannya dari Pazel.“O, maaf kalau begitu Pak. Bolehkah saya mengundang Bapak dan Silvia untuk makan malam di rumah saya Pak?” tanyanya dengan ragu dan darah yang dag, Dig, dug.
Jantungnya berpacu. Sekujur badannya terasa dingin. Dia diam seribu bahasa. Bahkan untuk menoleh ke samping pun dia tidak bernyali.“Pak Pazel. Maaf pak. Apa saya membuat Bapak takut?”Seketika Pazel pun menoleh. Ternyata yang mengikutinya adalah mang Budi. Petugas bersih-bersih di kantornya.“Mang Budi? Syukurlah. Ternyata tadi mamang yang di tangga darurat.”“Iya, Pak. Apa saya menakuti Bapak? Maaf ya Pak.”“Iya, gak apa-apa, Mang. Memangnya ada apa mang?”“Ini ponsel Bapak ketinggalan Pak.”Pazel memeriksa kantong celana dan bajunya. Ternyata memang Tidak ada.“O, iya. Mang. Aduh, terima kasih ya, Mang.” Pazel mengambil ponselnya dan ia juga menyerahkan uang lima puluh ribu sebagai ucapan terima kasihnya.“Ini untuk Mamang.”“Gak usah, Pak. Mamang gak mau nerima imbalan. Itu sudah tugas Mamang, lagian mamang kan sudah digaji perusahaan, Pak.”“Gak apa-apa, Mang. Terimalah, anggap saja ini sebagai ucapan terima kasih saya ke Mamang.”“Baiklah, Pak. Kalau Bapak memaksa. Terima kasih
Setelah selesai makan malam, Silvia berpamitan dengan Bu Rohana, Pazel dan istrinya. Saat Dokter Dana hendak berdiri, salah satu pengawalnya datang dan berbisik padanya. Terlihat Dokter Dana mangut-mangut.“Ada apa, Mas?” tanya Silvia cemas.“Tidak apa-apa, Sayang. Ayo kita pulang sekarang.”Mereka pun segera pergi dari rumah itu.Mobil berjalan dengan laju yang tidak terlalu kencang. Silvia kembali bertanya kepada Dokter Dana yang hanya duduk terdiam seperti memikirkan sesuatu.“Ada apa, Mas? Sepertinya ada yang membuatmu cemas.” Dia menggenggam tangan tunangannya.“Tidak ada masalah apa pun kok, Sayang. Kamu jangan khawatir. Aku akan menjagamu selamanya.”Dokter Dana mencium kening Silvia dengan lembut. Karena aroma tubuh Dokter Dana yang selalu di sukai Silvia terhirup ke dalam panca penciumannya, dia memejamkan matanya untuk menikmati wanginya itu.Dokter Dana tak kuasa mengendalikan dirinya melihat bibir tunangannya yang menantang. Dia pun melumat bibir itu, hingga beberapa deti
Daripada dia hanya mengkhayal sendiri, lebih baik dia menghubungi tunangannya dengan panggilan video.Setelah melakukan dua panggilan akhirnya dia melihat wajah cantik tunangan kesayangannya.“Halo wanita cantikku, bagaimana kabarmu, Sayang?”“Aku baik, Mas. Mas sendiri bagaimana? Apa urusannya sudah selesai?”“Belum, Sayang. Tapi sudah ada titik terangnya.”“Apakah aku tidak boleh tahu tentang masalah yang Mas hadapi itu?” Sesaat Dokter Dana terdiam. Dia tidak ingin membuat tunangannya merasa takut dan tidak nyaman jika mengetahui ada orang yang ingin menghabisinya. Tapi dia juga tidak ingin merahasiakan sesuatu darinya.Akhirnya setelah menimbang-nimbang dia memutuskan untuk memberitahu Silvia. Dia tidak mau membuat tunangannya itu merasa ada rahasia di antara mereka. Ia ingin menjalin hubungan atas dasar saling percaya dan saling jujur.“Jadi begini, Sayang. Waktu kita mengadakan acara penandatanganan pemindah kepemimpinan Perusahaanmu ada seseorang yang ingin melenyapkanmu. Dan t
“Adikku itu, Yah. Ya jelas dong. Kebanggaanku. Oiya. Tadi ayah nanya soal asisten. Apa ayah ada rekomendasi?” tanya Silvia sambil membersihkan mulut dan tangannya dengan tisu meja setelah minum segelas susu yang dibuatkan ibunya.“Kalau kamu mau, Ayah ada satu orang wanita. Umurnya tidak jauh beda dari ibumu. Tapi kalau soal penampilan dia masih o_ke.”Silvia melihat wajah ibunya berubah seketika. Dia dapat merasakan apa yang dirasakan ibunya. Dia jadi ingat masa lalunya, saat suaminya dulu mengatakan kalau penampilannya tidak jauh beda dari pembantu. Hanya kalimatnya yang berbeda, tapi Silvia dapat merasakan kesedihan yang dirasakan ibunya sama dengan yang pernah ia rasakan.“Soal penampilan itu nomor dua, Yah. Yang terpenting itu kwalitas dulu. Seperti Ibuku ini, Yah. Pintar, baik, dan juga penuh dengan kasih sayang.”Silvia berdiri dari duduknya dan memangku pundak ibunya yang sedang duduk. Rohana membalas rangkulan anaknya dengan memegang kedua tangan Silvia.“Terima kasih, Anakk
Dokter Dana tidak menyadari bahwa ada seseorang yang merekam pertemuannya dengan wanita itu sampai adegan berpelukan.Setelah tubuhnya kembali seimbang, Dokter Dana pun mendorong tubuh wanita itu dan berkata. “Apa yang sedang kamu lakukan di sini?”“Sayang. Maafkan aku karena telah meninggalkanmu dan anak kita.”Dokter Dana menautkan kedua alisnya. Dia membuah penglihatannya untuk meredam emosinya. Setelah dirasa dia bisa mengendalikan amarahnya, dia mulai bicara.“Anak kita?” senyum mengejek tersungging di bibir indah Dokter Dana. Sesaat kemudian dia pun melanjutkan ucapannya yang terjeda. Dia menarik napas dalam, kemudian menghempaskannya sebelum bicara.“Heh, kapan aku pernah melakukan hubungan badan denganmu? Dia hanya anakmu dari benih lelaki bajingan yang telah menodaimu! Eh sorry, maksudku yang telah melakukan perbuatan kotor denganmu secara sukarela, atau lebih tepatnya dengan penuh rasa cinta dan nafsu. Setelah itu menghasilkan seorang bayi. Dan kamu merasa jijik dengan keh
Rekaman itu menunjukkan Dokter Dana yang sedang berpelukan dengan seorang wanita di sebuah taman.Dia terduduk di kursi kantornya. Dia heran, kenapa ada orang yang sengaja merekam dan mengirim video itu kepadanya. Sesaat kemudian dia tersenyum. Karena dia baru menyadari, bahwa hubungannya dengan Dokter Dana telah membuat perasaan beberapa orang menjadi hancur tak berbentuk. Mungkin banyak yang terluka, karena Dokter Dana pria yang sempurna untuk dijadikan imam dalam keluarga. “Namun di antara mereka siapakah yang paling membenci hubungan kami, sehingga rela melakukan banyak cara untuk memisahkan kami? Apa kalian pikir rekaman seperti ini akan bisa mempengaruhi hubungan kami? Mm tapi aku akan mengapresiasi usaha kamu atau kalian andai aku tahu siapa pengirimnya,” gumamnya dalam hati.Dia kembali berdiri dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangannya. Tapi saat itu, karyawannya memberitahu kalau ada seseorang yang menemuinya
Karena melihat raut sedih di wajah istrinya yang berkepanjangan, akhirnya Dokter Dana mendekap istrinya dan berkata dengan yakin. "Kamu jangan khawatir lagi, Sayang. Aku pastikan bayi kita akan segera bersama kita lagi, dan penculiknya akan segera mendapat hukuman yang sangat berat.""Bagaimana, Mas bisa seyakin itu? Sudah hampir seminggu lamanya kita kehilangan bayi kita. Bahkan kita sudah mencari ke mana-mana, tapi hasilnya nihil," keluhnya dalam kesedihannya."Tapi, kita tidak boleh berputus asa, Sayang," pinta Dokter Dana yang sebetulnya menahan kesedihannya demi memberi kekuatan kepada istrinya."Lalu, apa ada perkembangan dari pencarian kita dan polisi, Mas? Aku gak sabar ingin segera bertemu sama anakku, Mas. Aku rindu, aku juga khawatir orang yang menculik anak kita tidak memberikan asupan makanan yang layak untuk anak kita. Atau jangan-jangan...." Kata-katanya terhenti saat pikirannya melayang ke hal-hal yang membuatnya takut. Air matanya tidak berhenti menetes. Melihat keka
Sebenarnya Rani merasa sangat terhina saat dia diperiksa di pos keamanan untuk bisa masuk ke rumah Perdana. Sebelumnya dulu dia tidak pernah diperiksa dulu sebelum masuk. Tapi hari ini dia harus melewati beberapa pemeriksaan dulu. "It's ok. Ini demi melancarkan rencanaku," ucapnya dalam hati. Dia melangkah masuk bersama dua orang anak buahnya yang masing-masing memegang bingkisan."Assalamualaikum," ucap Rani saat dia telah berada di ruangan tamu. Di sana sudah ada Pak Efendi dan istrinya, Pak Herman dan istrinya dan juga Dokter Dana dengan istrinya. Mereka serempak menjawab salam dari Rani."Wa'alaikummussalam.""Maaf, Dana. Om dan Tante. Juga Silvia. Aku tidak tahu, kalau Dana dan Silvia sedang ada acara kumpul keluarga," ucapnya basa-basi."Tidak apa-apa kok, Rani. Tidak ada acara penting. Silakan duduk. Perdana mencoba bersikap biasa."Iya, silakan duduk." Silvia pun berusaha bersikap ramah, walau di hatinya ada kecurigaan bahwa dialah dalang dibalik hilangnya anaknya."Terima ka
Bukan salahnya juga jika wanita itu menganggapnya lain. Dia hanya ingin berbuat baik kepada orang lain. Dia hanya ingin berbuat kebaikan kepada orang yang sedang terzalimi. Dan itu adalah perbuatan mulia. Namun, wanita itu salah kaprah terhadap kebaikan yang ditunjukannya, hingga menganggapnya sebuah tanda cinta sehingga dia menjadi tersanjung, lalu tidak terima saat melihat kenyataan yang terpampang di depan matanya."Kalau begitu, Perdana sudah melakukan perbuatan yang baik kepadamu. Lalu kenapa kamu membalasnya dengan menculik anaknya, Rani? Hentikan semua ini. Setidaknya demi Dana," bujuk Kanaya. "Bukan aku yang menculik anaknya! Tapi kamu! Kamu yang menculik anaknya, dan aku yang akan menyelamatkannya," kilah wanita itu dengan berteriak."Kamu ini sudah gila, Rani!" hardik Kanaya."Ya! Aku gila karena cinta, Kanaya. Dalam cinta semua adil," kekeh Rani yang tidak kehabisan kata-kata untuk membenarkan perbuatannya."M itueskipun begitu, tetap saja perbuatan kamu ini tidak benar, R
"Rani! Aku mohon, lepaskan aku. Aku janji akan melupakan ini semua. Kalau tidak, aku akan melaporkanmu ke polisi."Mendengar ancaman dari Kanaya, Rani jadi naik pitam. "Apa kamu bilang? Kamu mengancamku? Mau melaporkan aku ke polisi? Kamu gak sadar ya? kalau sekarang nyawamu ada di tanganku!" bentaknya. "Baiklah, kalau kamu menyetujui kesepakatan kita, aku mungkin bisa melepaskanmu," ujarnya. "Kesepakatan apa?" tanyanya dengan cemas. Ha ha ha....Setelah tertawa, dia mendekat ke muka Kania. "Sepertinya kamu sudah setuju, dan memang seharusnya kamu setuju," ocehnya yang terdengar seperti sampah di telinga Kanaya."Aku bukannya setuju. Aku hanya bertanya tentang kesepakatannya!" kilahnya dengan geram."Dengar, Kanaya. Kamu jangan menghabiskan tenagamu untuk marah-marah, karena selain kamu akan kehabisan tenaga, kamu juga akan kesulitan nantinya. kenapa? Karena aku bisa menyakitimu dan juga tiga orang yang sedang berada di ge
Sudah hari ketiga semenjak Savana menghilang. Puncak hidung Kanaya masih belum ditemukan. Nomornya sudah tidak aktif. Segala macam cara sudah dicoba untuk mencari keberadaan Kanaya, namun tak ada jejaknya. Dia bagaikan hilang ditelan bumi.Pihak kepolisian sudah menyatakan dia di daftar pencarian orang. Fotonya sudah disebar di berbagai media sosial dan di selebaran kertas sepanjang jalan di seluruh pelosok."Dasar perempuan tidak punya hati nurani," cerca Kanaya terhadap wanita yang kini tertawa lepas mendengar cercaannya. "Bisa-bisanya kamu menculik anak yang baru berumur dua hari, hanya untuk memuaskan egomu yang terluka!" hardiknya lagi.Perempuan itu menaikkan alisnya dan menghentikan tawanya lalu berkata, "Tunggu! tunggu. Tadi kamu bilang saya wanita yang tidak punya hati nurani karena menculik anak yang berumur dua hari. Betul begitu?" Perempuan itu diam sejenak seolah menunggu jawaban dari Kanaya. Namun belum sempat Kanaya berkata sepatah kata pun, dia sudah tertawa lagi terb
Ternyata ruangan itu kosong. Hanya tetesan air keran yang belum tertutup sempurna yang mengeluarkan suara tetesan air. "Sepertinya dia sengaja tidak menutup habis keran air," batin Perdana. "Dasar perempuan ular!" bentaknya sambil mengayunkan tinjunya ke udara.Dia kembali ke ruangan tengah dengan wajah yang masih merah padam.Silvia yang sudah tidak sabar mendengar keberadaan Kanaya pun bertanya."Bagaimana, Mas? Apa dia ada?"Pak Herman juga sudah tidak sabar menunggu jawaban dari menantunya itu. Dia menatap mata Perdana yang merah. Menunggu dengan tidak sabar. Meski dai tahu yang paling penting saat ini adalah keberadaan cucunya. Entah wanita itu yang menculik cucunya atau tidak, dia hanya ingin cucunya segera kembali.Pak Efendi juga satu pemikiran dengan Pak Herman. Dia ingin segera menemukan keberadaan cucunya. Tapi jika memang perempuan itu yang menculik cucunya, dia tidak akan memberikan ampun."Dia tidak ada di kamar tamu.""Jadi, dia yang menculik putri kita," ucapnya dengan
Azan subuh berkumandang bersahut-sahutan membangunkan umat muslim untuk beribadah menghada sang pencipta. Dokter Dana juga bangun untuk melaksanakan ibadah dua rakaat. Dia sengaja tidak membangunkan Silvia karena Silvia masih dalam masa nifas.Tapi karena sudah terbiasa bangun di waktu subuh, dia tetap terbangun. Semalam tidurnya terasa nyenyak, sebab dia tidak menyusui anaknya secara langsung. Savana minum susu formula yang dibuatkan oleh pengasuhnya. Hanya beberapa menit Dokter Dana pun selesai melaksanakan shalat subuh. Dia mendekat ke arah istrinya untuk memberikan sebuah ciuman."Savana gak nangis semalam ya, Mas?" tanyanya saat dia memeluk lengan suaminya."Kayaknya gak, Sayang. Yuk kita lihat," ucapnya sambil beranjak ke kamar anaknya dengan memapah Silvia.Dokter Dana mulai memutar gagang pintu kamar anaknya. Mereka masuk dan melihat ke arah suster yang terlelap sambil mengorok. Lalu dialihkannya penglihatan mereka kearah kasur bayi. Alangkah terkejutnya mereka saat mendapati
"Kaila..." Silvia dan Perdana menyebut namanya dengan setengah berteriak. Silvia tidak bisa berlari mengejar Kaila. Dia hanya merentangkan tangannya menyambut Kalia yang berlari ke arahnya diikuti seorang wanita cantik dari belakangnya."Tante. Tila kangen sama tante.""Tante juga kangen sama Kaila. Bicaramu sekarang sudah jelas, Ya?" ucap Silvia sambil mencubit pipinya."Iya dong, Tante..., Kan sekarang Tila sudah punya dedek bayi. Ini kado buat dedek bayinya, Tante," ucapnya sambil menyerahkan sebuah bungkusan kepada Silvia."Mmm, Terima kasih ya, Sayang? Repot-repot deh, Kamu," ucap Kanaya gemes sambil menerima kado dari Kaila."Gak repot kok, Tante. Aku cuma bilang bagus aja.""Cuma bilang bagus gimana sih, Sayang?""Jadi, Yang cari kadonya mama sama aku. Aku cuma ditanya sama mama, yang ini bagus, gak? Aku bilang bagus. Jadi aku gak repot, Tante."Semua orang yang mendengar jadi tertawa."Jadi kamu gak repot ya, Sayang?""Gak, Tante. Mana dedek bayinya, Tante?""Ini dedek bayinya
"Aku tidak tahu. Tapi untuk sekarang ini kamu boleh tinggal di rumah ini. Demi Aira."Mira senang sekali mendengar jawaban dari Pazel. Dia segera mengemas semua pakaiannya ke dalam lemari lagi, saat Pazel beranjak ke ruang keluarga membawa Aira sambil bercanda dengan riang. Bercanda dengan sikecil Aira membuatnya bisa menghilangkan beban pikirannya. Dia memang sudah lama menginginkan seorang anak. Kali ini dia tidak ingin melepaskannya, meski dia tahu kalau anak itu bukanlah darah dagingnya.Sementara keesokkan harinya, di sebuah rumah besar nan megah, Silvia sedang berbahagia dengan kehadiran putri mungilnya. Hari ini sedang diadakan acara pemberian nama untuk bayinya. Sekaligus acara potong rambut pertamanya. Silvia tampil cantik dengan balutan busana yang tertutup tapi elegan dan anggun. Warna dan coraknya senada dengan pakaian yang dikenakan oleh Perdana dan putri kecilnya."Saya ucapkan banyak terima kasih kepada saudara, fami