Layla mengaduk kopi didalam gelas yang sudah diseduh dengan air, setelah teraduk sempurna, Layla menyingkirkan sendok dan meletakan gelas itu pada meja tepat dihadapan Dion
“Terima kasih”
"Kamu kelihatan lelah" ujar Layla perlahan, suaranya penuh perhatian.
Dion menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk mengulas senyum tipis “Aku agak sibuk belakangan ini" jawabnya akhirnya
“Masalah pekerjaan?”
“Engga kok, cuma sibuk beberapa waktu belakangan”
“Oh..”
Dion menghela napas frustasi. Beberapa pekerjaan Dave harus dia handle karena pria itu sedang sibuk ‘berlibur’ dengan kedok kerjaan bersama Zara
Layla mengambil posisi duduk di sofa depan Dion
“Minum kopinya habis itu kamu pulang, udah malam gak baik”
Dion terkekeh “Sejak kapan kamu tinggal sendiri?” tanya Dion sambil meraih pegangan gelas dan menyesap kopi hitamnya
&
Zara mengikuti Dave dengan langkah hati-hati. Mereka turun ke lantai 50, suasana ballroom sudah mulai ramai dengan para tamu undangan yang datang.Sepanjang perjalanan, Dave terus menggenggam tangan Zara, membuatnya merasa campur aduk antara kenyamanan dan kecanggungan.Ketika tiba di ballroom, mereka disambut dengan kilatan lampu kamera dan tatapan penasaran dari para tamu.Beberapa pria berseragam hitam dengan sigap mengawal mereka.Dave memimpin Zara menuju salah satu meja di depan ruangan. “Duduklah di sini” ucapnya dengan ramah sambil menarik kursi untuk Zara.Zara mengangguk, mencoba menyerap suasana di sekitarnya. Ruangan yang elegan dipenuhi dengan para peserta lelang yang mulai berdatangan.Mereka terdiri dari kolektor anggur yang serius, pemilik restoran ternama, dan para ahli anggur dari berbagai penjuru dunia.Sang MC mempersilahkan Dave untuk menyampaikan kata sambutan sebagai pembukaan.Dave namak meraikan jasnya
Zara berusaha meredakan kegelisahannya saat berada di antara Dave dan Dylan.Dia mencoba menenggak wine yang tersedia di meja, berharap alkohol bisa menenangkan pikiran yang kacau. Satu gelas berubah menjadi dua, dan dua berubah menjadi tiga, sampai Zara merasa dunia di sekitarnya mulai berputar.“Pusing...” gumam Zara, suaranya lemah dan bergetar. Kepalanya terasa berat, seolah dipenuhi oleh kapas.Dalam keadaan mabuk, Zara tidak lagi mampu membedakan antara kebingungan yang dia rasakan dengan kenyataan yang sebenarnya. Pandangannya kabur, dan pikiran-pikiran yang tadinya jelas kini berbaur menjadi satu.“Sepertinya wanitamu mabuk” kekeh Dylan pada Dave. Nada suaranya menggoda, tapi ada juga sebersit kekhawatiran yang tak bisa dia sembunyikan sepenuhnya. Dylan memandang Zara dengan mata yang prihatin.Dalam hati dia mengasihani Zara karena terjebak bersama DaveDave tersenyum tipis, matanya memancarkan kepuasan &ldqu
Zara mengecup jakun pria itu, membuat Dave menggeram bak hewan buas. “Kamu seksi” lirih Zara dengan pandangan sayu nan erotis."Ah... Shit!" desis Dave, tidak lagi mampu menahan dirinya. Ia membalik posisi mereka, memegang kendali penuh atas situasi. Pandangannya menatap Zara dengan intensitas yang membara, tangannya menjelajahi tubuh Zara dengan keahlian yang terlatih.“Dave...” desah Zara, tubuhnya merespons setiap sentuhan dengan getaran halus. Keadaan mabuknya membuat semua terasa lebih intens, lebih nyata.“Aku akan menunjukkan padamu apa artinya kendali, Darling” ucap Dave, suaranya rendah dan penuh dengan kekuatan. Ia melanjutkan eksplorasinya, setiap gerakan dirancang untuk membuat Zara merasa diinginkan, tapi juga sepenuhnya berada dalam genggamannya.Zara menggeliat di bawah sentuhan Dave, setiap sentuhan menyalakan api di dalam dirinya. Ia merasakan campuran antara gairah dan ketakutan, sebuah kombinasi yang memabukkan.“Dave, tolong...” gumam Zara, suaranya penuh dengan ke
Berita tentang pelelangan yang dilakukan oleh sang cucu pertama Carpenter menjadi perbincangan di media sosial.Pasalnya kali ini, Dave Carpenter mengenalkan seorang wanita sebagai kekasihnya.Ada banyak berita dan komentar yang ditinggalkan dalam laman tersebut, entah itu pujian untuk kecantikan Zara maupun hujatan yang mengatakan jika Zara menjajakan tubuhnya untuk mendapatkan DaveNamun dari semua itu, hujatan mengenai latar belakangnya yang seorang janda menjadi perbincangan di kolom komentar.“Para netijen ini..” Gumam Layla"Lihat apa?" tanya Dion, muncul dari balik pintu dengan alis terangkatLayla menoleh ke arah Dion, lalu menunjukkan layar laptopnya. "Berita tentang Zara dan Dave. Komentar-komentar di sini benar-benar mengerikan. Aku bersyukur Zara tidak memiliki media sosial apapun."Dion mengernyit saat membaca beberapa komentar. "Aku sudah memikirkan dampak ini, tenang saja Tuan Dave bisa membereskan semuanya."kali ini, seo*** ***“Sial.. sial” Makian terus keluar dari m
“Ah.. Dave… lagi” Pinta Zara mendesah. Zara melingkarkan kedua kakinya di pinggang Dave“Ahh yaa..” Desah Zara keenakan“Enghh. Yes Dave… Lebih cepat”Plak..Sesekali tangan Dave menampar bokong Zara. Zara merasakan tubuhnya memanas lebih lagi, setiap sentuhan Dave membuatnya merasa seolah-olah dia terbakar. Dia tidak bisa menahan erangan yang keluar dari bibirnya, tubuhnya merespons setiap gerakan Dave dengan intensitas yang luar biasa“Apa yang kau rasakan, Darling?” tanyanya, suaranya rendah dan penuh dengan keinginan.Zara menggigit bibirnya, berusaha menemukan kata-kata di tengah lautan sensasi yang melanda dirinya. “Aku... aku merasa seperti... aku terbak... terbakar, Dave” jawabnya dengan suara yang penuh dengan keinginan dan kerentanan.Dave menatap Zara dengan mata penuh gairah, bibirnya melengkung menjadi senyuman kecil saat dia mendengar permintaan Zara. "Seperti terbakar, ya? Aku akan memastikan kau merasakan lebih dari itu," bisiknya, suaranya serak dengan hasrat.Dia mem
Keesokan paginya, Dave tampak membuka matanya. Dia menatap Zara yang berbaring di lengan kanannya.Dave menatap Zara dengan lekat. Kondisi tubuh mereka juga masih tidak mengenakan sehelai kain pun, hanya sebuah selimut yang menutupi tubuh keduanya.Di saat seperti ini, Dave benar-benar harus menahan gairahnya agar tidak mengganggu Zara, meskipun harus diakui jika kejantanannya kembali bangun hanya dengan bersentuhan dengan Zara.“Cantik..” Gumam Dave. Tangan kiri Dave mengelus wajah tenang Zara, dia tidak tega membangunkan wanita cantik itu. Ada senyum tipis yang tersungging di bibirnya ketika dia menatap mata hazel yang terbuka itu.“Morning” sapanya lalu mengecup hidung Zara.Zara tersenyum. “Morning, Dave” Zara menyapa balik dengan suara sayu kemudian mengecup rahang Dave, karena hanya bagian itu yang dekat dengan bibirnya.Dave tidak bisa menyembunyikan perasaannya yang semakin membuncah. Dia menarik Zara ke dadanya, memeluk Zara dengan erat.“Tolong kondisikan bagian bawahmu” uca
Harry memeluk Zara, lalu menyimpan sapu tangan yang sudah dibasahi kloroform ke saku celananya. Perlahan, Harry menggendong Zara yang sudah tak sadarkan diri keluar dari rumah menuju mobilnya.Dalam kesunyian malam, Harry mengemudi melaju ke luar kota, menuju tempat yang dijanjikan Belinda. Sebuah rumah tua di tengah hutan, jauh dari pandangan dan jangkauan orang lain.Jalan yang ditempuhnya semakin sempit dan gelap, hanya diterangi oleh lampu mobilnya yang menembus kepekatan malam.Sesampainya di rumah itu, Harry melihat Belinda menunggunya di depan pintu dengan ekspresi penuh kepuasan.“Lebih cepat dari dugaanku,” gumam Belinda melihat mobil Harry tiba di rumah itu. Dia tersenyum tipis, senang melihat rencana mereka berjalan lancar.Harry membawa Zara yang masih pingsan ke dalam kamar yang telah disiapkan Belinda, lalu menurunkan Zara di ranjang. Dia menatap wajah Zara yang tak berdaya dengan campuran perasaan marah dan penyesalan."Apa yang kita lakukan, Belinda? Apakah ini benar-b
Dave menatap wanita dengan setelan glamour didepannya.Emma Turon, Ibu dari Belinda, wanita yang sialnya adalah tunangannya“jadi kapan pernikahan akan dilakukan, putriku sudah sangat matang dan Dave sendiri dalam usia yang seharusnya sudah menikah. terlebih beberapa waktu ini media sedang heboh karena Dave mengenalkan wanita sebagai kekasihnya”Dave tersenyum miring “Mrs Turon" gumam Dave dengan senyum licik di wajahnya, matanya menyelidiki wanita itu dengan tajam. “Sepertinya anda lupa jika tunanganku adalah Melisa, namun sayangnya wanita itu sudah meninggal”Emma tersenyum tipis namun nampak menahan geram “dan sepertinya kita sudah membicarakan ini, jika Belinda yang menggantikan Melisa”"Ibu yang begitu bijaksana. Saya kira memang begitu, tidak semua ibu akan menjual anak perempuannya hanya demi perlindungan dan satu lagi, saya tidak tertarik dengan wanita yang bermain dengan pamannya sendiri"Ucapan Dave memuat Emma menegang sedangkan kakek Erman menggelengkan kepala.Dave mengu
“Darling” Suara itu sontak mengagetkan Zara. Tubuhnya membatu dan sontak beberbalik. Dave sedang bersandar di pintu sambil bersedekap dada menatapnya dengan tatapan tajam mengintimidasi“D..Dave.. kamu sudah kembali?” Tanya Zara tersendat-sendatDave tidak menjawab. Sekarang, ia melangkah mendekati Zara. Zara merasa seperti penjahat yang tertangkap basahDan di sana, di ambang pintu, berdiri Dave. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa Zara baca dengan jelas—apakah itu penyesalan, rasa bersalah, atau bahkan sesuatu yang lebih gelap?"Mencari sesuatu?" tanya Dave dengan nada yang sulit ditebak, matanya tertuju pada tumpukan foto di tangan Zara.Zara menelan ludah, merasa seluruh tubuhnya menegang. "Dave... apa maksud semua ini? Mengapa ada foto-foto ini? Siapa yang memotretku?" tanyanya dengan suara yang bergetar, menuntut jawaban.Dave melangkah lebih dekat, tetapi Zara mundur selangkah, menjaga jarak di antara mereka. Dia tidak ingin mempercayai b
‘Kau bisa mencaritahunya sendiri dirumah itu’ Pesan terakhir yang Sylvia tinggalkan membuat Zara gelisah dan penasaranZara mempercayai Dave namun dia ingin tahu apa yang Dave sembunyikan darinya. Zara berjalan perlahan-lahan menyusuri lorong rumah besar itu menuju ruang kerja DaveZara nampak ragu sejenak sebelum dia masuk dan menatap isi ruangan itu. Zara mengigit bibir bawahnya lalu mengeluarkan sebuah kunci yang Sylvia berikan.Dalam ruang kerja Dave, terdapat sebuah pintu yang selalu terkunci rapat dan kini kunci itu ada ditangannyaCtak..Saat dia mendorong pintu itu perlahan, ruang rahasia terbuka di depannya. Ruangan itu dipenuhi oleh berkas-berkas, dokumen, dan peta besar yang tergantung di dinding. Mata Zara tertuju pada satu dokumen yang tergeletak di atas meja besar, seperti sesuatu yang sengaja dibiarkan terbuka. Tangan Zara gemetar saat dia meraih dokumen itu.Mata Zara mulai membaca, dan semakin dia membaca, semakin cepat jantungnya berdetak.Tubuh Zara membeku di tempa
“Aku baru tahu jika sepupuku ini bodoh” Ucap Sylvia yang ditujukan pada DaveDave mengernyit, menatap Sylvia kesal “Apa maksudmu, Sylvia?” tanyanya, suaranya masih diliputi amarahSylvia mendesah, menyilangkan tangan di depan dada sambil menatap Dave dengan tatapan penuh penilaian. “Kau selalu memikirkan segalanya dengan begitu terencana, begitu strategis. Tapi ketika menyangkut Zara, kau benar-benar buta, Dave” katanya dengan nada tajam.“Kau menjadi lemah karena perasaan tak bergunamu itu” SambungnyaDave menahan diri untuk tidak memaki atau bahkan memukul Sylvia.Marcus, yang sedari tadi hanya menonton, tertawa kecil. “Lihatlah kau, Dave. Bahkan adik perempuanku bisa melihat betapa bodohnya kau dalam hal ini. Kau mungkin seorang pemimpin yang hebat, tapi dalam urusan hati, kau hanya seorang amatir.”Dave menoleh tajam ke arah Marcus, tetapi dia tahu bahwa Sylvia dan Marcus, meski
Dave tiba di markas dengan langkah cepat, pandangannya menyapu ruangan yang penuh dengan kesibukan. Anak buahnya bergerak cepat, mencoba mengendalikan situasi yang jelas sedang berada di luar kendali. Beberapa dari mereka tampak terluka, dan suasana tegang terasa di udara."Apa yang terjadi di sini?" tanya Dave dengan nada tajam, suaranya memotong kebisingan di ruangan itu. Semua orang berhenti sejenak dan menoleh ke arahnya, merasakan otoritas yang dibawa Dave ke dalam ruangan.Seorang pria dengan luka di bahu mendekati Dave, wajahnya penuh kecemasan. "Tuan Carpenter, ada penyerangan mendadak. Kami tidak tahu dari mana mereka datang, tapi serangan itu terorganisir dengan sangat baik.""Siapa yang menyerang kita?" Dave mendesak, matanya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Dia merasa marah dan frustasi, tidak percaya bahwa markas mereka bisa diserang dengan begitu mudah.Pria itu menelan ludah, tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Kami masih mencari ta
"Selamat, Tuan Carpenter. Istri Anda mengandung anak kembar" ucap Dokter kepada Dave yang menemani Zara saat memeriksakan kesehatan kehamilannya."Benarkah?" sahut Dave sambil menatap Zara yang duduk di sampingnya. Tatapan bahagia jelas terlihat di wajahnya"Iya, bayinya dalam kondisi sehat, tolong jaga kesehatan dan jangan mudah lelah.""Itu pasti, Dok. Aku akan menjaga istriku selalu."Zara tersipu malu saat Dave mencium pipinya di hadapan dokter itu. "Ini resep vitamin, jangan lupa diminum secara teratur" kata Dokter sambil memberikan selembar kertas pada Dave."Terima kasih, Dok." Ucap Zara. Setelahnya dia berdiri dan Dave menggandeng tangan Zara keluar ruangan itu."Setelah ini kita mau kemana, Dave?" Tanyanya"Makan malam. Kau mau makan di restoran mana?""Emm aku tidak mau di restoran mana pun."Dave mengernyit bingung. "Lalu kau mau makan dimana?"“Aku ingin kau yang masak” kata Zara sambil ter
“Luna, aku ingin menamainya Luna”Dave terdiam sejenak. Wajahnya yang semula penuh kasih dan ketenangan berubah menjadi kaku, seperti baru saja ditampar oleh kenyataan yang menyakitkan. Tangannya berhenti bergerak di atas perut Zara, dan dia menariknya perlahan, seolah-olah menyadari bahwa nama itu adalah sesuatu yang tidak pernah ingin dia dengar lagi dalam konteks ini.Nama itu, Luna, membawa banyak kenangan yang bercampur antara manis dan pahit. Luna, wanita yang pernah ia cintai, dan wanita yang harus ia relakan pergi, kini kembali menghantuinya dalam bentuk yang sama sekali tidak ia duga—sebagai nama untuk anak yang ia nantikan bersama Zara.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tidak memperlihatkan ketegangan yang tiba-tiba melanda dirinya. "Darling... Luna adalah nama yang sangat indah, tapi...," suaranya sedikit serak, dan dia berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Apakah kau yakin itu nama yang kau inginkan untuk anak kita
Dave selesai mandi dan keluar dari kamar mandi dengan rambut masih sedikit basah. Dia mengenakan kaus sederhana dan celana panjang, terlihat lebih santai dari biasanya.Di meja makan, Zara sudah menyiapkan makan malam dengan tampilan yang rapi dan sempurna, seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang berbeda malam itu, sesuatu yang Dave tidak langsung sadari.“Bagaimana kondisimu?” tanya Dave“Lebih baik, tadi aku emosional karena hormone kehamilan” Jawab ZaraMereka duduk berhadapan di meja makan, tetapi percakapan yang biasanya hangat dan penuh canda terasa hambar malam itu. Zara menjawab setiap pertanyaan Dave dengan singkat, dan sering kali dia hanya mengangguk tanpa benar-benar melihat Dave.Ekspresi wajahnya datar, tidak ada senyum yang biasanya menghiasi wajahnya saat mereka makan bersama. Dave merasakan dingin yang perlahan merayap di antara mereka, tetapi dia memilih untuk tidak menanyakannya saat itu, berpikir mungkin Z
Dave yang baru saja pulang dibuat kaget melihat Zara yang bersandar pada ranjang sambil menangis“Darling?” Dave memanggil lembut, suaranya penuh dengan kekhawatiran saat melihat Zara. Pikirannya langsung dipenuhi oleh seribu kekhawatiranapa yang terjadi saat dia pergi?“Apa Sylvia melakukan sesuatu padamu?” tanya DaveDave segera mendekati Zara, duduk di tepi ranjang dan meraih tangannya.“Darling, katakan, apa Sylvia yang membuatmu begini?”Zara menggeleng, kepalanya mendongak menatap Dave. Air mata bercucuran dari netra hazel itu“D..Dave..” Rintih Zara"Aku disini Darling. Katakan, apa yang terjadi padamu?” matanya berusaha mencari penjelasan di wajah istrinya.Zara mencoba menahan isakan yang masih tersisa. "Dave… kenapa kau harus pergi? Kenapa semuanya terasa begitu sulit?" suaranya terdengar putus asa.Dave merasakan hatinya tercabik-cabik meliha
"Aku tidak bisa kehilangan dia, Sylvia. Aku butuh dia... kita butuh dia" ujarnya, suaranya hampir bergetar“Kau bodoh” Ucap Sylvia, kali ini nada bicaranya terdengar sinis “Kau lemah Zara, apa kau paham itu?”Zara mengangguk pelan, dia sadar bahwa yang Sylvia ucapankan adalah kebenaran“Kau terlalu percaya padanya, terlalu mudah jatuh ke dalam perangkapnya. Seorang Carpenter bukanlah orang tulus, Zara.”“Aku menasehatimu sebagai seorang wanita” lanjut Sylvia, suaranya kini lebih lembut namun tetap tegas. Ia bersandar pada sofa, pandangannya menjelajahi sekeliling rumah. "Dave memberikanmu sangkar yang bagus" gumamnya, seakan berbicara lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Zara.Zara mengikuti pandangan Sylvia, memperhatikan setiap sudut rumah yang indah ini. Rumah yang dulu terasa seperti tempat berlindung yang aman, kini terasa seperti penjara mewah. Setiap sudutnya mengingatkannya pada kebaha