Dengan perlahan, Dave membuka kaos dan celana panjangnya, membiarkan tatapannya yang penuh nafsu tak pernah lepas dari tubuh Zara.
Dalam sekejap, mereka berdua sudah telanjang, terbuka tanpa belenggu apapun. Dave menindih tubuh Zara, sepenuhnya terfokus pada hasratnya yang meluap-luap.
Ketika bibir Dave hampir menyentuh bibir Zara, sentuhan yang penuh nafsu itu terhenti secara tiba-tiba.
Plak!
Sebuah suara bergema di ruangan yang dipenuhi oleh ketegangan. Wajah Dave terpental ke samping, terkena tamparan keras yang datang dari Zara.
Rasa sakit dan kejutan menyelimuti wajahnya, membuatnya terdiam sejenak, tak percaya pada apa yang baru saja terjadi.
“Aku membencimu!” Ucap Zara dengan ekspresi datar, suaranya terdengar dingin dan tanpa emosi.
Dave tertawa mengerikan, gelak tawa yang menyiratkan kenikmatan atas kekuasaannya yang tak terbantahkan. Tanpa ragu, ia mencengkram leher Zara dengan kasar, memaksa Zara untuk menatap mata tajamnya yang tidak menangkap perubahan ekspresi apapun.
“Kau kucing liar yang perlu kujinakan” bisik Dave di telinga Zara dengan suara yang penuh dengan ancaman, mengancam akan meruntuhkan setiap sisa martabat dan keberanian yang tersisa dalam dirinya
Dengan brutal, Dave memperkosa Zara, membuang segala belas kasihan dan kemarahan yang menyala-nyala di dalam dirinya.
Dia membuka kedua kaki Zara dengan paksa dan memasukkan kejantanannya dengan kasar ke dalam kewanitaan Zara, tanpa mempedulikan rintihan dan penolakan Zara.
Ciuman dan gigitan bercampur dengan desahan yang terengah-engah, menciptakan suasana yang penuh dengan kekerasan dan keinginan yang liar.
Zara berusaha memberontak, tetapi usahanya percuma. Tenaga Dave jauh lebih besar darinya, dan dengan mudahnya pria itu kembali memborgol tangannya, membuatnya terjebak dalam belenggu yang menyiksa
Zara merasakan dirinya tenggelam dalam lautan kegelapan yang tidak berujung, terperangkap dalam permainan penuh kekejaman yang diatur oleh pria yang mengklaimnya.
Sementara itu, Dave seakan haus akan nafsunya pada Zara, hingga tidak ada batas waktu yang mengikatnya. Keinginannya tak terpuaskan, dan dia tidak membiarkan Zara beristirahat sejenak pun.
Setiap gerakannya dipenuhi dengan hasrat yang ganas, setiap sentuhan membawa rasa sakit yang menyengat.
Dave tidak puas dengan apa yang telah dia miliki dari Zara, dia ingin menggali lebih dalam lagi, mengeksplorasi setiap sudut tersembunyi dalam diri Zara.
Tak peduli betapa Zara merintih dan berteriak dalam kesakitan, tak peduli betapa dia meronta-ronta untuk melepaskan diri, Dave terus saja mengejar ambisi dan obsesinya yang gelap.
Baginya, Zara hanyalah benda yang dia dapatkan untuk memuaskan keinginannya, dan dia tidak akan berhenti sampai dia merasa telah menguasai sepenuhnya setiap aspek dari kehidupan dan keberadaan Zara.
“Akhh…um-” Zara melenguh, mencoba menahan desahan yang hampir meledak dari bibirnya. Dia mengigit bibir bawahnya dengan keras, mencoba menekan rasa sakit dan keinginan yang tak terlukiskan dalam dirinya. Setiap sentuhan Dave menyulut api yang menyala di dalam dirinya, membakar hati dan jiwanya.
Namun, di tengah keputusasaan dan penderitaan yang melumpuhkan, suara halus terdengar di dalam benak Zara. "Ingat suamimu, Zara." Kata-kata itu menyala sebagai nyala kecil di dalam kegelapan yang menyelubungi pikirannya
“Mas Harry..” Zara bergumam lirih, menyebut nama suaminya dengan harapan akan membangkitkan kekuatan di dalam dirinya.
Mendengar itu, gerakan Dave terhenti, dan dia menatap Zara dengan tatapan yang tidak berarti, sebelum sesuatu di matanya mulai menggelap.
Dave mulai terkekeh. Awalnya terdengar lembut dan lambat, sebelum berubah menjadi tawa yang penuh dengan kekejaman dan kenikmatan yang sadis.
Tawa itu memicu getaran keguncangan di seluruh tubuh Zara, membuatnya merinding hingga ke tulang belulangnya.
“Humph”
Dave mencium dan mengigit bibir Zara dengan kasar, menyebabkan rasa sakit yang menusuk dan membuatnya merintih. “Mulut sialan” umpat Dave dengan suara penuh dengan kebencian
“Akh sakit..” Zara merintih, tubuhnya meronta-ronta dalam usaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman Dave. Tubuh bagian bawahnya sakit karena gerakan yang semakin tak terkendali.
Dave tidak kenal ampun. Dia terus memompa kejantanannya dengan kuat, tanpa belas kasihan, tanpa memperdulikan derita yang Zara alami.
Pria itu memeluknya erat, mengubah posisi mereka sambil tetap memeluk Zara dengan kuat, menambah intensitas dari segala penderitaan yang dia derita.
“Mas Harry..” Zara berbisik, suaranya teredam oleh kesakitan dan putus asa. Dia mencoba menyelamatkan diri dengan menyebut nama suaminya, mencoba menemukan sedikit kekuatan dan perlindungan dalam kenangan akan cinta yang pernah mereka bagi.
“Aku cinta Mas Harry..” Zara mencoba lagi, berharap kata-kata itu bisa menjadi penyembuh, tanpa menyadari bahwa itu hanya akan menjadi pemantik kemarahan Dave.
“Sungguh luar biasa, Zara. Mengungkapkan kata cinta pada suami yang menjual istrinya sendiri” kata Dave dengan nada sinis.
Dave memperlembut gerakannya, menyeka air mata dari sudut mata Zara sebelum kembali menatapnya sambil tersenyum lebar. "Bahkan aku tidak bisa menahan tangis memikirkannya!" lanjutnya dengan sarkasme yang menusuk hati
“Kamu biadab!” Seru Zara
Dave terkekeh, suaranya penuh dengan kesenangan yang menyakitkan. “Aku hanya ingin membantumu, Zara sayang..” Bisiknya serak, dengan nada yang mencerminkan kegembiraan yang jahat. “Siapa tahu jika melakukannya denganku maka perutmu akan menggembung selama sembilan bulan seperti keinginanmu selama ini.”
Kata-kata itu seperti pisau yang menusuk langsung ke dalam hati Zara. Kekejaman Dave begitu nyata, begitu tak terbantahkan.
Zara merasa hancur, tidak hanya secara fisik tetapi juga secara emosional.
Dave Carpenter, berusia 32 tahun, merupakan putra tunggal keluarga Carpenter yang memiliki akar dari California dan Jerman.Kedua orangtuanya telah meninggal akibat sebuah insiden, kini Dave hanya memiliki kakeknya yang mengurus bisnis keluarga CarpenterKeluarga Carpenter dikenal memiliki bisnis yang kuat di bidang otomotif, namun Dave, anak tunggal dari keluarga tersebut, memiliki pandangan yang berbeda.Meskipun kakeknya telah berhasil di industri tersebut, Dave lebih suka mengembangkan bisnis klub malam miliknya. Salah satu klubnya bahkan menjadi yang terbesar di kota Jakarta.Dave carpenter memiliki penampilan yang memikat, mata abu-abu gelap yang misterius, rambutnya yang hitam bergelombang dan tubuh atletis yang menawan. Dave memiliki daya tarik yang tak terbantahkan.Namun, di balik pesonanya yang memikat, tersembunyi pandangan yang sangat berbeda mengenai hubungan serius.Bagi Dave, wanita hanyalah untuk memenuhi kebutuhan di tempat tidur. Ia tidak pernah percaya pada cinta s
“Kau benar-benar akan pulang” Tanya DaveAnggukan acuh Zara membuat Dave menghela napas pelan “Biar supirku mengantarmu” Ucapnya.Lagi-lagi, Zara hanya mengangguk, tanpa sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Zara duduk di dalam mobil dengan tenang, namun hatinya dipenuhi oleh kegelisahan yang tak terungkapkan.Hatinya terasa berat, terbelenggu antara keterpaksaan dan keinginan untuk mengakhiri semua ini.Sesekali, Zara bisa merasakan tatapan supir pribadi Dave yang mencuri-curi pandang ke arahnya melalui cermin tengah.“Apa kamu juga ingin tidur denganku, Tuan?” Tanya Zara dengan nada ringan,Zara merasa maklum dengan pandangan itu. Dia pulang dalam keadaan kacau, mengenakan piyama tidurnya yang kini terlihat kusut dan berantakan. Lehernya yang penuh dengan jejak yang ditinggalkan oleh Dave bahkan terlihat dengan jelasSang supir yang tiba-tiba melotot kaget mendengar pertanyaan tersebut.“Apa maksud anda, Nona? Saya mohon jangan mengatakan hal seperti itu dan jangan panggil saya Tua
Warning 21+Dengan tangan lentiknya, Mirabel mencoba membuka celana Dave. Tatapan matanya penuh gairah. Dave menikmati sentuhan wanita itu.Ketika gesper dan kancing celana itu telah terbuka, Mirabel mengambil posisi diatas Dave, menduduki kejantanan besar yang nampak sedikit padat dibalik celana kainnya“Seperti rudal” Bisik Mirabel tak tahan “Akan lebih menyenangkan jika dia mengujamiku tanpa henti, Tuan..” DesahnyaDave berdecak “Kau tidak bisa merangsangku hanya dengan kata-kata”Mirabel tersenyum tipis, dia bergerak kebawah, hendak menurunkan celana Dave hingga tanpa bisa diduga Dave mendorongnya, menyebabkan wanita itu terjatuh."Kau jalang yang payah" ejek Dave dengan kejam.“Anda keterlaluan Tuan” Ucap Mirabel dengan marah.Dave mencengkaram rahang Mirabel dengan keras, mengangkat wajah itu berhadapan dengannyaSeketika bayangan wajah cantik Zara muncul dibayangannya. Ekspresi Zara yang menatapnya takut yang berbanding dengan tatapan tajamnya. Mata coklat terang alami yang mena
Seorang pria duduk gelisah di ruang tamu rumahnya, wajah tampannya pucat, sesekali meringis karena luka di wajah dan tubuhnya.Berkali-kali dia mencoba mengubungi sang istri namun nomor itu tidak aktif. Hingga dua hari kemudian Zara datang dengan wajah datarnya.Harry segera berdiri dan melangkah menuju pintu, terlihat khawatir akan keadaan istrinya. "Sayang, apa yang terjadi? Apa mereka menyakitimu? Mengapa tidak ada kabar darimu selama dua hari ini?" tanyanya dengan cemas saat Zara meMasuki rumah.Zara hanya diam dan memasuki rumah tanpa berkata apa-apa. Harry mengamati istrinya yang berjalan lunglai menuju kamar, lalu dengan langkah terburu-buru dia mengejar Zara."Sayang, mau ke mana?" tanya Harry dengan sedikit panik ketika melihat Zara mulai memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Raut wajahnya mencerminkan kebingungan dan kecemasan akan perilaku Zara yang tidak biasa itu.“Zara.. Sayang.. mau kemana?” Tanya Harry dengan nada lebih lembut“Pulang” Jawab Zara singkat“Pulang kemana
Warning 21+Hari-hari terasa berat untuk dijalani oleh Zara. Ia menatap hampa ke arah suaminya yang tertidur pulas.Zara melirik jam yang menunjukkan pukul 11 malam. Dia mengusap rambut suaminya lalu turun dari ranjang, meraih jaket lalu keluar rumah. Matanya menatap sebuah mobil mewah yang terpakir sekitar 20 meter dari rumah sewaannyaZara menghela napas dan mengeratkan jaket yang digunakannya. Andai tadi siang dia tidak ke warung dan bertemu dengan orang suruhan Dave, maka dia tidak perlu cemas seperti sekarangMario, orang kepercayaan dari Dave itu mencegatnya, mengatakan jika Dave ingin bertemu dengannya.Katanya ada hal penting yang ingin disampaikan oleh Dave dan pria itu akan datang malam ini jam 11 malam, Zara diminta keluar menemuinya atau dia akan membakar rumahnya.Akhirnya mau tak mau berjalan kearah mobil itu, dia hanya berharap tidak ada tetangga yang melihat apa yang dilakukannya ini.Di dalam mobil, Dave menatap Zara dengan penuh bara, melihat wajah Zara saja sudah mem
Zara melangkah masuk ke dalam rumah dengan langkah yang lunglai, tubuhnya terasa lelah dan hampir tidak berdaya. Dia merasakan beban yang begitu berat di pundaknya, beban yang terus menghantui pikirannya.Dave telah membuatnya merasa remuk, pria itu memiliki gairah yang benar-benar gila, menyetubuhinya didalam mobil dengan nafsu besar pria itu.Zara berjalan menuju kamar tidurnya, langkahnya terasa berat dan terbebani oleh rasa penyesalan yang memenuhi hatinya.Saat dia memasuki kamar, dia melihat suaminya yang masih tertidur lelap di tempat tidur mereka. Pemandangan itu membuatnya menghela napas lega, meskipun di dalam hatinya dia tahu bahwa dia telah melakukan kesalahan besar."Maafkan aku, Mas…" gumam Zara dengan suara yang lemah, tetapi penuh dengan penyesalan. Dia merasa bersalah karena telah melakukan tindakan yang tidak seharusnya dilakukannya.Zara merasa seperti dia telah kehilangan sebagian dari dirinya sendiri. Dia tidak tahu baga
Harry melaju pergi dengan sepeda motornya, menuju ke kantor-kantor dan perusahaan tempat dia telah mengirimkan lamaran kerja. Namun, di setiap tempat yang dia datangi, dia hanya mendapat tatapan datar dan jawaban singkat yang mengecewakan.“Maaf kami tidak bisa menerima anda, silahkan pergi” Percakapan singkat yang terjadi selalu berakhir dengan jawaban yang sama.Harry menghela napas lelah. Setiap penolakan itu seperti pukulan yang menyakitkan bagi Harry. Dia merasa putus asa, terjebak dalam lingkaran keputusasaan yang tak terhindarkan.Setelah beberapa percobaan yang tidak berhasil, Harry merasa kebingungan. Dia merasa ada yang aneh. Selama ini, dia memiliki kualifikasi yang cukup untuk pekerjaan yang dia lamar, tetapi mengapa tidak ada satu pun yang meresponnya dengan baik?Dengan perasaan frustasi dan kecewa, Harry memutuskan untuk kembali pulang. Dia tahu dia harus berbagi kejadian ini dengan Zara, meskipun itu akan membuatnya khawatir.
Suara dentuman musik memecah keheningan, menyambut kedatangan Harry yang baru saja memasuki klub. Langkahnya mantap, mencari seseorang yang mungkin bisa memberikan jawaban atas keberadaan orang yang dicarinya.Setelah beberapa langkah, ia menghampiri salah satu anak buah Tuan Dave yang tengah berdiri di pinggir ruangan."Dimana aku bisa menemui Tuan Dave?" tanya Harry dengan suara mantap, tetapi juga penuh kegelisahan."Tuan Dave tidak berada di sini, hanya ada asistennya. Kamu bisa menemui dia di ruangannya" jawab si pria sambil mengarahkan pandangan ke belakang, menuju ruang yang tersembunyi di balik kerumunan.Harry mengangguk, mengucapkan terima kasih pada pria itu, kemudian melangkah maju melewati kerumunan yang sedang berdansa.Dia sempat hampir terlena oleh dentuman musik disko yang mengalun keras, menciptakan suasana yang semakin membingungkan di dalam hatinya.Namun, di tengah gemuruh dan keriuhan, Harry tetap fokus pada tujuannya.
“Darling” Suara itu sontak mengagetkan Zara. Tubuhnya membatu dan sontak beberbalik. Dave sedang bersandar di pintu sambil bersedekap dada menatapnya dengan tatapan tajam mengintimidasi“D..Dave.. kamu sudah kembali?” Tanya Zara tersendat-sendatDave tidak menjawab. Sekarang, ia melangkah mendekati Zara. Zara merasa seperti penjahat yang tertangkap basahDan di sana, di ambang pintu, berdiri Dave. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa Zara baca dengan jelas—apakah itu penyesalan, rasa bersalah, atau bahkan sesuatu yang lebih gelap?"Mencari sesuatu?" tanya Dave dengan nada yang sulit ditebak, matanya tertuju pada tumpukan foto di tangan Zara.Zara menelan ludah, merasa seluruh tubuhnya menegang. "Dave... apa maksud semua ini? Mengapa ada foto-foto ini? Siapa yang memotretku?" tanyanya dengan suara yang bergetar, menuntut jawaban.Dave melangkah lebih dekat, tetapi Zara mundur selangkah, menjaga jarak di antara mereka. Dia tidak ingin mempercayai b
‘Kau bisa mencaritahunya sendiri dirumah itu’ Pesan terakhir yang Sylvia tinggalkan membuat Zara gelisah dan penasaranZara mempercayai Dave namun dia ingin tahu apa yang Dave sembunyikan darinya. Zara berjalan perlahan-lahan menyusuri lorong rumah besar itu menuju ruang kerja DaveZara nampak ragu sejenak sebelum dia masuk dan menatap isi ruangan itu. Zara mengigit bibir bawahnya lalu mengeluarkan sebuah kunci yang Sylvia berikan.Dalam ruang kerja Dave, terdapat sebuah pintu yang selalu terkunci rapat dan kini kunci itu ada ditangannyaCtak..Saat dia mendorong pintu itu perlahan, ruang rahasia terbuka di depannya. Ruangan itu dipenuhi oleh berkas-berkas, dokumen, dan peta besar yang tergantung di dinding. Mata Zara tertuju pada satu dokumen yang tergeletak di atas meja besar, seperti sesuatu yang sengaja dibiarkan terbuka. Tangan Zara gemetar saat dia meraih dokumen itu.Mata Zara mulai membaca, dan semakin dia membaca, semakin cepat jantungnya berdetak.Tubuh Zara membeku di tempa
“Aku baru tahu jika sepupuku ini bodoh” Ucap Sylvia yang ditujukan pada DaveDave mengernyit, menatap Sylvia kesal “Apa maksudmu, Sylvia?” tanyanya, suaranya masih diliputi amarahSylvia mendesah, menyilangkan tangan di depan dada sambil menatap Dave dengan tatapan penuh penilaian. “Kau selalu memikirkan segalanya dengan begitu terencana, begitu strategis. Tapi ketika menyangkut Zara, kau benar-benar buta, Dave” katanya dengan nada tajam.“Kau menjadi lemah karena perasaan tak bergunamu itu” SambungnyaDave menahan diri untuk tidak memaki atau bahkan memukul Sylvia.Marcus, yang sedari tadi hanya menonton, tertawa kecil. “Lihatlah kau, Dave. Bahkan adik perempuanku bisa melihat betapa bodohnya kau dalam hal ini. Kau mungkin seorang pemimpin yang hebat, tapi dalam urusan hati, kau hanya seorang amatir.”Dave menoleh tajam ke arah Marcus, tetapi dia tahu bahwa Sylvia dan Marcus, meski
Dave tiba di markas dengan langkah cepat, pandangannya menyapu ruangan yang penuh dengan kesibukan. Anak buahnya bergerak cepat, mencoba mengendalikan situasi yang jelas sedang berada di luar kendali. Beberapa dari mereka tampak terluka, dan suasana tegang terasa di udara."Apa yang terjadi di sini?" tanya Dave dengan nada tajam, suaranya memotong kebisingan di ruangan itu. Semua orang berhenti sejenak dan menoleh ke arahnya, merasakan otoritas yang dibawa Dave ke dalam ruangan.Seorang pria dengan luka di bahu mendekati Dave, wajahnya penuh kecemasan. "Tuan Carpenter, ada penyerangan mendadak. Kami tidak tahu dari mana mereka datang, tapi serangan itu terorganisir dengan sangat baik.""Siapa yang menyerang kita?" Dave mendesak, matanya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Dia merasa marah dan frustasi, tidak percaya bahwa markas mereka bisa diserang dengan begitu mudah.Pria itu menelan ludah, tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Kami masih mencari ta
"Selamat, Tuan Carpenter. Istri Anda mengandung anak kembar" ucap Dokter kepada Dave yang menemani Zara saat memeriksakan kesehatan kehamilannya."Benarkah?" sahut Dave sambil menatap Zara yang duduk di sampingnya. Tatapan bahagia jelas terlihat di wajahnya"Iya, bayinya dalam kondisi sehat, tolong jaga kesehatan dan jangan mudah lelah.""Itu pasti, Dok. Aku akan menjaga istriku selalu."Zara tersipu malu saat Dave mencium pipinya di hadapan dokter itu. "Ini resep vitamin, jangan lupa diminum secara teratur" kata Dokter sambil memberikan selembar kertas pada Dave."Terima kasih, Dok." Ucap Zara. Setelahnya dia berdiri dan Dave menggandeng tangan Zara keluar ruangan itu."Setelah ini kita mau kemana, Dave?" Tanyanya"Makan malam. Kau mau makan di restoran mana?""Emm aku tidak mau di restoran mana pun."Dave mengernyit bingung. "Lalu kau mau makan dimana?"“Aku ingin kau yang masak” kata Zara sambil ter
“Luna, aku ingin menamainya Luna”Dave terdiam sejenak. Wajahnya yang semula penuh kasih dan ketenangan berubah menjadi kaku, seperti baru saja ditampar oleh kenyataan yang menyakitkan. Tangannya berhenti bergerak di atas perut Zara, dan dia menariknya perlahan, seolah-olah menyadari bahwa nama itu adalah sesuatu yang tidak pernah ingin dia dengar lagi dalam konteks ini.Nama itu, Luna, membawa banyak kenangan yang bercampur antara manis dan pahit. Luna, wanita yang pernah ia cintai, dan wanita yang harus ia relakan pergi, kini kembali menghantuinya dalam bentuk yang sama sekali tidak ia duga—sebagai nama untuk anak yang ia nantikan bersama Zara.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tidak memperlihatkan ketegangan yang tiba-tiba melanda dirinya. "Darling... Luna adalah nama yang sangat indah, tapi...," suaranya sedikit serak, dan dia berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Apakah kau yakin itu nama yang kau inginkan untuk anak kita
Dave selesai mandi dan keluar dari kamar mandi dengan rambut masih sedikit basah. Dia mengenakan kaus sederhana dan celana panjang, terlihat lebih santai dari biasanya.Di meja makan, Zara sudah menyiapkan makan malam dengan tampilan yang rapi dan sempurna, seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang berbeda malam itu, sesuatu yang Dave tidak langsung sadari.“Bagaimana kondisimu?” tanya Dave“Lebih baik, tadi aku emosional karena hormone kehamilan” Jawab ZaraMereka duduk berhadapan di meja makan, tetapi percakapan yang biasanya hangat dan penuh canda terasa hambar malam itu. Zara menjawab setiap pertanyaan Dave dengan singkat, dan sering kali dia hanya mengangguk tanpa benar-benar melihat Dave.Ekspresi wajahnya datar, tidak ada senyum yang biasanya menghiasi wajahnya saat mereka makan bersama. Dave merasakan dingin yang perlahan merayap di antara mereka, tetapi dia memilih untuk tidak menanyakannya saat itu, berpikir mungkin Z
Dave yang baru saja pulang dibuat kaget melihat Zara yang bersandar pada ranjang sambil menangis“Darling?” Dave memanggil lembut, suaranya penuh dengan kekhawatiran saat melihat Zara. Pikirannya langsung dipenuhi oleh seribu kekhawatiranapa yang terjadi saat dia pergi?“Apa Sylvia melakukan sesuatu padamu?” tanya DaveDave segera mendekati Zara, duduk di tepi ranjang dan meraih tangannya.“Darling, katakan, apa Sylvia yang membuatmu begini?”Zara menggeleng, kepalanya mendongak menatap Dave. Air mata bercucuran dari netra hazel itu“D..Dave..” Rintih Zara"Aku disini Darling. Katakan, apa yang terjadi padamu?” matanya berusaha mencari penjelasan di wajah istrinya.Zara mencoba menahan isakan yang masih tersisa. "Dave… kenapa kau harus pergi? Kenapa semuanya terasa begitu sulit?" suaranya terdengar putus asa.Dave merasakan hatinya tercabik-cabik meliha
"Aku tidak bisa kehilangan dia, Sylvia. Aku butuh dia... kita butuh dia" ujarnya, suaranya hampir bergetar“Kau bodoh” Ucap Sylvia, kali ini nada bicaranya terdengar sinis “Kau lemah Zara, apa kau paham itu?”Zara mengangguk pelan, dia sadar bahwa yang Sylvia ucapankan adalah kebenaran“Kau terlalu percaya padanya, terlalu mudah jatuh ke dalam perangkapnya. Seorang Carpenter bukanlah orang tulus, Zara.”“Aku menasehatimu sebagai seorang wanita” lanjut Sylvia, suaranya kini lebih lembut namun tetap tegas. Ia bersandar pada sofa, pandangannya menjelajahi sekeliling rumah. "Dave memberikanmu sangkar yang bagus" gumamnya, seakan berbicara lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Zara.Zara mengikuti pandangan Sylvia, memperhatikan setiap sudut rumah yang indah ini. Rumah yang dulu terasa seperti tempat berlindung yang aman, kini terasa seperti penjara mewah. Setiap sudutnya mengingatkannya pada kebaha