“Hentikan tangismu itu” decak Dave saat kembali memasuki kamar, kali ini ditangannya ada kotak pertolongan pertama dan sebuah paperbag berlogo nama restoran.Zara tak menjawab, dia masih memunggungi Dave bahkan saat merasakan sisi ranjang yang agak turun karena Dave duduk disana.Entah apa yang Dave lakukan, Zara tidak perduli, namun ketika rasa dingin mengenai kakinya yang terluka, perhatian Zara teralihkan.Dia menatap Dave yang dengan ahli membersihkan dan mengobati lukanya lalu melilitkan perban disana. Tindakan tersebut, meski dilakukan oleh Dave, memberikan Zara sedikit ketenangan. Sesuatu yang tak pernah dia kira akan datang dari pria kejam itu.“Andai kaki ini terluka lagi akan kubuat dia tidak berguna sekalian” desis Dave dengan nada penuh kebencian, setelah selesai mengobati Zara.Zara mendelik, hancur sudah rasa terharunya akibat perlakuan Dave yang mengobatinya.“Apa kamu bisa berbicara dengan lebih
Sebuah lamborghini huracan silver baru saja meninggalkan halaman rumah dan Harry yakin jika mobil itu milik Dave.Tampaknya pria itu sibuk dengan istrinya, dan bayangannya saja sudah membuat hati Harry sakit.Saat mobil Dave menghilang dari pandangan, Harry meMasuki halaman dan bergegas Masuk ke rumah untuk melihat kondisi Zara.Harry Masuk ke dalam kamar, dia lega melihat bahwa tidak terjadi apa-apa padanya Zara. Zara sedang makan sambil bersandar pada kepala ranjang lalu pandangan Harry turun menuju kaki ZaraRasa leganya tadi hilang bergantikan dengan khawatir begitu melihat perban yang membalut telapak hingga punggung kaki Zara.“Kakimu kenapa?” Tanya HarryZara tersentak sejenak, dia baru sadar jika Harry berada di kamar dengannya“Terkena pecahan kaca Mas” jawab Zara sambil tersenyum tipis lalu menyuapkan bubur ke mulutnya. Bubur itu hampir sama seperti bubur ayam biasa, yang membedakannya hanyalah penyaj
Zara menatap gedung besar dan megah didepannya dengan mulut yang nyaris menganga. Bangunan pencakar langit itu begitu mengesankan baginya, dengan arsitektur modern yang mencerminkan kekayaan dan kekuasaan."Dia benar-benar memiliki segalanya, kecuali sifatnya" gumam Zara, matanya melihat setiap detail gedung tersebut sambil melangkah menuju pintu masuk.Zara menuju meja resepsionis. Seorang wanita dengan setelan abu-abu dan rambut yang tertata rapi menyambutnya.“Selamat datang di PT Carpen tbk, ada yang bisa dibantu bu?” Tanyanya ramahZara tersenyum “Saya punya janji dengan pak Dave” Jawab Zara“Boleh saya tanya nama ibu siapa?”“Zara Adelia Putri”“Ah, Ibu yang akan jadi sekertaris pak Dave?”“Iya mbak” Jawab Zara“Baik, sebentar ya bu”Setelah beberapa saat resepsionis itu kembali berbicara “Sebentar lagi Pak Dave akan da
“Dion?”Zara tidak bisa menyembunyikan kejutannya saat melihat Dion masuk ke ruangan. Matanya membelalak, mencoba memproses kejutan yang begitu tiba-tiba.”Halo, sekertaris Zara. " ucapnya dengan suara yang tenang namun penuh arti.Zara menatap Dion "Kamu Dion temanku dengan Layla dulu?” tanyanya, mencoba mengendalikan getaran dalam suaranya.“Ekhem” Deheman itu membuat percakapan singkat mereka terhentiDion mengangguk kearah Zara dengan sopan sebelum menatap Dave. “Ada apa Tuan?” tanya Dion“Jelaskan pekerjaan yang akan Zara lakukan dan antar dia ke tempatnya”“Baik Tuan” Dion nampak sedikit menunduk hormat lalu menatap Zara “Mari sekertaris Zara”Zara mengikuti Dion keluar dari ruang kerja Dave. Dion membuka pintu disisi kiri “Sudah lama sejak Tuan Dave memiliki sekertaris pribadi jadi ini ruang dadakan yang dibikin” Jelas Dion
Warning 21+Zara merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku setelah berjam-jam tenggelam dalam pekerjaan.Dave telah memintanya untuk merekap beberapa data penjualan perusahaan yang telah dikerjakan oleh tim marketingMeskipun ini hanya hari pertamanya bekerja, Dave menyuruhnya untuk merekap laporan keuangan selama lima bulan secara keseluruhan. Kata Dave hal ini akan membantu Zara mengasah ketelitiannya, dan tampaknya, kerja kerasnya membuahkan hasil.Setelah beberapa jam fokus, Zara menemukan beberapa perbedaan antara angka dalam laporan dan hasil tinjauannya. Rasanya seperti upaya keras Zara selama empat jam nonstop telah membuahkan hasil. Dengan rasa bangga dan sedikit kelelahan, Zara menekan tombol interkom di mejanya."Pak Dave, saya sudah menyelesaikan rekapan yang anda minta" ucapnya dengan suara yang agak lelah. “Bawa masuk” ucap Dave memerintahZara bangkit dari kursinya dan mengarahkan langkahnya ke pintu kaca di sebelah kanan dinding ruangan.Saat Zara membukanya, dia terkeju
Zara tersenyum menatap kedatangan Harry yang menjemputnya dengan sepeda motor matic pria itu. Harry menyerahkan helm tambahannya pada Zara.Setelah memastikan Zara naik dengan aman, Harry kemudian memulai perjalanan pulang ke rumah lama mereka di Jakarta.Mereka sudah kembali tinggal di rumah peninggalan orang tua Zara yang dikembalikan oleh Dave. Saat mereka tiba di depan pintu gerbang rumah, Zara merasakan perasaan campur aduk, ada banyak beban dalam hatinya yang sulit diucapkan“Hey, kenapa melamun?” Tanya HarryZara menggeleng lalu memasuki rumah, dia merasa lega bisa melarikan diri dari kekacauan di tempat kerja. Zara meletakan tasnya diatas ranjang lalu ikut duduk disana"Bagaimana hari pertamamu kerja?" tanya Harry sambil memandang wajah Zara dengan penuh perhatian.Zara menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, mencoba menghilangkan tegangnya. "Hari ini... agak sulit, tapi rasanya menyenangkan bisa bekerja sendiri" ucap
Warning 21+“Tuan Dave”Dave menatap sosok pria yang berstatus sebagai suami Zara itu dengan tatapan datar“Jadi Dion menempatkanmu sebagai keamanan?”“Iya Tuan” Ucap Harry dengan senyum lebarDave berdecih “pergilah” Usir Dave“Baik Tuan”Setelah melihat kepergian Harry, sebuah seringai lebar tercipta dibibirnya, jika Harry disini maka Zara akan sendirian dirumah.Baru saja Dave hendak beranjak berdiri namun tangannya ditahan oleh Hans, pria yang akan menjalin kerja sama dengan perusahaannya.Hans Huston adalah pemilik beberapa club malam yang secara tidak langsung menjadi saingannya namun kali ini nampak ada angin baik yang membawa mereka dalam kerja sama"Ayolah. Satu gelas lagi Dave. Setelah ini kau boleh pulang"Dave melirik jam tangannya. Ia sudah terlalu lama mendengarkan ocehan pria itu"Ayo!" Tanpa pikir panjang Dave menerima gelas dari seorang wanita penghibur disana lalu meneguknya hingga tandas.Setelah itu ia langsung keluar dari ruang khusus itu. Dave berjalan sempoyongan
"Enghh" Zara melenguh pelan kemudian membuka matanya. Ia melihat ke kanan dan kiri kemudian mendesah kecil. Ada sedikit perasaan lega saat tidak menemukan Dave disana dan Harry yang belum pulang.Zara perlahan bangun dan beranjak menuju kamar mandi. Tadi malam, Dave menyerangnya dengan sangat ganas. Pertama kali bagi Zara merasakan sensasi bersetubuh seperti itu. Dia mendesis perih saat membersihkan area kewanitaannya.Sepertinya Dave membuat daerah itu lecet hingga terasa sakit. "Hahh" Zara mendesah pelan lalu memulai mandinya dengan keramas kemudian membersihkan seluruh tubuhnya.Diruang kerjanya, sesekali Zara menutup mulutnya yang menguap. Dia hanya tidur 2 jam semalam dan itu karena Dave.Merasa sudah diambang batas, Zara beranjak dari ruangannya menuju pantry kantor untuk membuat kopi.“Pagi sekertaris Zara” seorang wanita dengan setelan rapi menyapanya dengan senyum lebar“Pagi mbak Dinda. Panggil Zara aja mbak&rdquo
“Darling” Suara itu sontak mengagetkan Zara. Tubuhnya membatu dan sontak beberbalik. Dave sedang bersandar di pintu sambil bersedekap dada menatapnya dengan tatapan tajam mengintimidasi“D..Dave.. kamu sudah kembali?” Tanya Zara tersendat-sendatDave tidak menjawab. Sekarang, ia melangkah mendekati Zara. Zara merasa seperti penjahat yang tertangkap basahDan di sana, di ambang pintu, berdiri Dave. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa Zara baca dengan jelas—apakah itu penyesalan, rasa bersalah, atau bahkan sesuatu yang lebih gelap?"Mencari sesuatu?" tanya Dave dengan nada yang sulit ditebak, matanya tertuju pada tumpukan foto di tangan Zara.Zara menelan ludah, merasa seluruh tubuhnya menegang. "Dave... apa maksud semua ini? Mengapa ada foto-foto ini? Siapa yang memotretku?" tanyanya dengan suara yang bergetar, menuntut jawaban.Dave melangkah lebih dekat, tetapi Zara mundur selangkah, menjaga jarak di antara mereka. Dia tidak ingin mempercayai b
‘Kau bisa mencaritahunya sendiri dirumah itu’ Pesan terakhir yang Sylvia tinggalkan membuat Zara gelisah dan penasaranZara mempercayai Dave namun dia ingin tahu apa yang Dave sembunyikan darinya. Zara berjalan perlahan-lahan menyusuri lorong rumah besar itu menuju ruang kerja DaveZara nampak ragu sejenak sebelum dia masuk dan menatap isi ruangan itu. Zara mengigit bibir bawahnya lalu mengeluarkan sebuah kunci yang Sylvia berikan.Dalam ruang kerja Dave, terdapat sebuah pintu yang selalu terkunci rapat dan kini kunci itu ada ditangannyaCtak..Saat dia mendorong pintu itu perlahan, ruang rahasia terbuka di depannya. Ruangan itu dipenuhi oleh berkas-berkas, dokumen, dan peta besar yang tergantung di dinding. Mata Zara tertuju pada satu dokumen yang tergeletak di atas meja besar, seperti sesuatu yang sengaja dibiarkan terbuka. Tangan Zara gemetar saat dia meraih dokumen itu.Mata Zara mulai membaca, dan semakin dia membaca, semakin cepat jantungnya berdetak.Tubuh Zara membeku di tempa
“Aku baru tahu jika sepupuku ini bodoh” Ucap Sylvia yang ditujukan pada DaveDave mengernyit, menatap Sylvia kesal “Apa maksudmu, Sylvia?” tanyanya, suaranya masih diliputi amarahSylvia mendesah, menyilangkan tangan di depan dada sambil menatap Dave dengan tatapan penuh penilaian. “Kau selalu memikirkan segalanya dengan begitu terencana, begitu strategis. Tapi ketika menyangkut Zara, kau benar-benar buta, Dave” katanya dengan nada tajam.“Kau menjadi lemah karena perasaan tak bergunamu itu” SambungnyaDave menahan diri untuk tidak memaki atau bahkan memukul Sylvia.Marcus, yang sedari tadi hanya menonton, tertawa kecil. “Lihatlah kau, Dave. Bahkan adik perempuanku bisa melihat betapa bodohnya kau dalam hal ini. Kau mungkin seorang pemimpin yang hebat, tapi dalam urusan hati, kau hanya seorang amatir.”Dave menoleh tajam ke arah Marcus, tetapi dia tahu bahwa Sylvia dan Marcus, meski
Dave tiba di markas dengan langkah cepat, pandangannya menyapu ruangan yang penuh dengan kesibukan. Anak buahnya bergerak cepat, mencoba mengendalikan situasi yang jelas sedang berada di luar kendali. Beberapa dari mereka tampak terluka, dan suasana tegang terasa di udara."Apa yang terjadi di sini?" tanya Dave dengan nada tajam, suaranya memotong kebisingan di ruangan itu. Semua orang berhenti sejenak dan menoleh ke arahnya, merasakan otoritas yang dibawa Dave ke dalam ruangan.Seorang pria dengan luka di bahu mendekati Dave, wajahnya penuh kecemasan. "Tuan Carpenter, ada penyerangan mendadak. Kami tidak tahu dari mana mereka datang, tapi serangan itu terorganisir dengan sangat baik.""Siapa yang menyerang kita?" Dave mendesak, matanya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Dia merasa marah dan frustasi, tidak percaya bahwa markas mereka bisa diserang dengan begitu mudah.Pria itu menelan ludah, tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Kami masih mencari ta
"Selamat, Tuan Carpenter. Istri Anda mengandung anak kembar" ucap Dokter kepada Dave yang menemani Zara saat memeriksakan kesehatan kehamilannya."Benarkah?" sahut Dave sambil menatap Zara yang duduk di sampingnya. Tatapan bahagia jelas terlihat di wajahnya"Iya, bayinya dalam kondisi sehat, tolong jaga kesehatan dan jangan mudah lelah.""Itu pasti, Dok. Aku akan menjaga istriku selalu."Zara tersipu malu saat Dave mencium pipinya di hadapan dokter itu. "Ini resep vitamin, jangan lupa diminum secara teratur" kata Dokter sambil memberikan selembar kertas pada Dave."Terima kasih, Dok." Ucap Zara. Setelahnya dia berdiri dan Dave menggandeng tangan Zara keluar ruangan itu."Setelah ini kita mau kemana, Dave?" Tanyanya"Makan malam. Kau mau makan di restoran mana?""Emm aku tidak mau di restoran mana pun."Dave mengernyit bingung. "Lalu kau mau makan dimana?"“Aku ingin kau yang masak” kata Zara sambil ter
“Luna, aku ingin menamainya Luna”Dave terdiam sejenak. Wajahnya yang semula penuh kasih dan ketenangan berubah menjadi kaku, seperti baru saja ditampar oleh kenyataan yang menyakitkan. Tangannya berhenti bergerak di atas perut Zara, dan dia menariknya perlahan, seolah-olah menyadari bahwa nama itu adalah sesuatu yang tidak pernah ingin dia dengar lagi dalam konteks ini.Nama itu, Luna, membawa banyak kenangan yang bercampur antara manis dan pahit. Luna, wanita yang pernah ia cintai, dan wanita yang harus ia relakan pergi, kini kembali menghantuinya dalam bentuk yang sama sekali tidak ia duga—sebagai nama untuk anak yang ia nantikan bersama Zara.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tidak memperlihatkan ketegangan yang tiba-tiba melanda dirinya. "Darling... Luna adalah nama yang sangat indah, tapi...," suaranya sedikit serak, dan dia berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Apakah kau yakin itu nama yang kau inginkan untuk anak kita
Dave selesai mandi dan keluar dari kamar mandi dengan rambut masih sedikit basah. Dia mengenakan kaus sederhana dan celana panjang, terlihat lebih santai dari biasanya.Di meja makan, Zara sudah menyiapkan makan malam dengan tampilan yang rapi dan sempurna, seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang berbeda malam itu, sesuatu yang Dave tidak langsung sadari.“Bagaimana kondisimu?” tanya Dave“Lebih baik, tadi aku emosional karena hormone kehamilan” Jawab ZaraMereka duduk berhadapan di meja makan, tetapi percakapan yang biasanya hangat dan penuh canda terasa hambar malam itu. Zara menjawab setiap pertanyaan Dave dengan singkat, dan sering kali dia hanya mengangguk tanpa benar-benar melihat Dave.Ekspresi wajahnya datar, tidak ada senyum yang biasanya menghiasi wajahnya saat mereka makan bersama. Dave merasakan dingin yang perlahan merayap di antara mereka, tetapi dia memilih untuk tidak menanyakannya saat itu, berpikir mungkin Z
Dave yang baru saja pulang dibuat kaget melihat Zara yang bersandar pada ranjang sambil menangis“Darling?” Dave memanggil lembut, suaranya penuh dengan kekhawatiran saat melihat Zara. Pikirannya langsung dipenuhi oleh seribu kekhawatiranapa yang terjadi saat dia pergi?“Apa Sylvia melakukan sesuatu padamu?” tanya DaveDave segera mendekati Zara, duduk di tepi ranjang dan meraih tangannya.“Darling, katakan, apa Sylvia yang membuatmu begini?”Zara menggeleng, kepalanya mendongak menatap Dave. Air mata bercucuran dari netra hazel itu“D..Dave..” Rintih Zara"Aku disini Darling. Katakan, apa yang terjadi padamu?” matanya berusaha mencari penjelasan di wajah istrinya.Zara mencoba menahan isakan yang masih tersisa. "Dave… kenapa kau harus pergi? Kenapa semuanya terasa begitu sulit?" suaranya terdengar putus asa.Dave merasakan hatinya tercabik-cabik meliha
"Aku tidak bisa kehilangan dia, Sylvia. Aku butuh dia... kita butuh dia" ujarnya, suaranya hampir bergetar“Kau bodoh” Ucap Sylvia, kali ini nada bicaranya terdengar sinis “Kau lemah Zara, apa kau paham itu?”Zara mengangguk pelan, dia sadar bahwa yang Sylvia ucapankan adalah kebenaran“Kau terlalu percaya padanya, terlalu mudah jatuh ke dalam perangkapnya. Seorang Carpenter bukanlah orang tulus, Zara.”“Aku menasehatimu sebagai seorang wanita” lanjut Sylvia, suaranya kini lebih lembut namun tetap tegas. Ia bersandar pada sofa, pandangannya menjelajahi sekeliling rumah. "Dave memberikanmu sangkar yang bagus" gumamnya, seakan berbicara lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Zara.Zara mengikuti pandangan Sylvia, memperhatikan setiap sudut rumah yang indah ini. Rumah yang dulu terasa seperti tempat berlindung yang aman, kini terasa seperti penjara mewah. Setiap sudutnya mengingatkannya pada kebaha