“Darimana?” Tanya Zara begitu Dave membuka pintu kamarDave terkejut melihat Zara belum tidur. "Darling, kau belum tidur?"Zara menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan foto tersebut. "Apa ini, Dave?"Dave mendekat, melihat foto yang membuat wajahnya seketika berubah.Mata Zara mulai berkaca-kaca. "Kapan foto ini diambil, Dave? Apakah sebelum makan siang tadi Melisa menemui kamu?"Dave menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. "Siapa yang mengirimnya padamu??"“Dave”Zara terisak, bukannya menjelaskan Dave justru menanyakan siapa pengirimnya, bukankah itu berarti apa yang mereka lakukan ini benarDave merasa hatinya hancur melihat Zara terisak. Dia menyadari kesalahannya dan mencoba meraih tangan Zara. "Maaf Darling. Aku hanya ingin tahu siapa yang mencoba mengacaukan kita."Zara menarik tangannya, matanya penuh dengan rasa sakit dan kecewa. "Tidak penting siapa yang mengirimkannya, Dave. Yang penting adalah apa yang terjadi di foto ini. Apa yang kau lakukan dengan Mel
“Enghhh-“ Napas Zara terengah saat jemari Dave memasuki miliknya dan menggerakannya dengan kencang“D-Dave.. pelan..”Dave perlahan menurunkan ciumannya dari bibir ke leher Zara, memberikan kecupan dan gigitan kecil yang membuat Zara mendesah lebih keras. "Dave..." lirih Zara, tubuhnya bergetar karena sensasi yang diciptakan suaminya.Ciuman Dave terus turun, melewati tulang selangka hingga mencapai perut Zara yang mulai membesar. Dave berhenti sejenak, memberikan ciuman lembut pada perutnya, seolah-olah berbicara dengan bayi mereka. "Cepat tumbuh didalam sana Kids, jangan merepotkan mamamu" bisiknya dengan penuh kasih sayang.Zara merasakan kehangatan dari ciuman Dave, hatinya dipenuhi dengan cinta dan kebahagiaan. Bibirnya tersenyum menatap Dave“Terimakasih” Gumam Zara“kau seharusnya tidak mengucapkan itu Darling”“Aghh Ahh..”Dave melanjutkan ciumannya, turun lebih jauh hingga mencapai tempat yang paling sensitif. Dia memberikan perhatian penuh pada setiap sentuhan, memastikan Za
Dave mengangkat dagu Zara, menatap dalam mata hazel istrinya. "Aku tidak bisa cukup denganmu, Darling. Kau membuatku gila."“Bukan, tapi kamu yang nafsuan sekali” jawab Zara sambil terkekehDave melumat bibir Zara dengan penuh gairah, tangannya mengelus punggungnya dengan lembut. Ciuman itu semakin dalam, semakin panas, dan Zara membalas dengan semangat yang sama“Dave cukup…”“I want more” Bisik Dave serakZara menggoda Dave dengan tatapan matanya yang penuh canda. "Aku jadi penasaran, apa kamu selalu seperti ini atau hanya padaku saja?"Dave mengangkat alis, seolah berpikir keras. "Hmmm, mungkin hanya padamu. Kamu memiliki cara khusus untuk membuatku kehilangan kendali" balasnya sambil menyentuh lembut pipi Zara.Zara mendekat, menempelkan tubuhnya ke tubuh Dave yang hangat. "Aku senang mendengarnya, aku tidak ingin orang-orang melihatmu yang seperti ini" bisiknya dengan suara rendah, penuh godaan“Cemburu huh?” Smirk Dave terangkatZara mendongak, tatapannya tertuju pada mata keabu
“Sepertinya aku mual jika kau menciumku.”“Hah?” Untuk sesaat, Dave memasang ekspresi linglung, kebingungan tertulis jelas di wajahnya.“Aku membenci ciumanmu” Zara mengungkapkan dengan tegas, meskipun suaranya lemah dan penuh rasa tidak nyaman.Dave tampak terkejut. “Kau membenci ciumanku?” tanyanya, suaranya penuh dengan keheranan.Zara mengangguk pelan, merasakan perutnya masih tidak nyaman. “Sepertinya ciumanmu membuatku merasa semakin mual. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku benar-benar tidak bisa mentolerirnya saat ini… rasanya aku alergi dengan ciumanmu”Dave merasa bingung, tetapi dia segera mengatur kembali ekspresinya menjadi lebih penuh perhatian. “Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu merasa seperti itu” kata Dave dengan nada yang penuh penyesalan.Zara tersentak, tidak menyangka jika Dave akan merespon dengan begitu penuh perhatian dan pengertian. “Aku... aku merasa tidak enak, Dave. Aku tidak bermaksud membuatmu-”Dave menatap Zara dengan lembut, mencoba memahami peras
Dave mengangkat Zara dengan lembut, menggendongnya seperti seorang putri. Mereka berdua keluar dari kamar, menuju mobil yang sudah siap mengantar mereka ke kantor.Di dalam mobil, Dave terus memperhatikan Zara, memastikan dia merasa nyaman. “Jika kau merasa tidak enak di kantor, kita pulang, oke?”Zara mengangguk, memegang tangan Dave dengan erat. “Oke”Sesampainya di kantor, Dave tetap menggendong Zara hingga mereka masuk ke dalam gedung. Para karyawan yang melihat mereka tampak terkejut, tetapi segera mengangguk hormat, memberikan ruang bagi mereka.“Dave, kamu bisa menurunkanku sekarang” bisik Zara dengan malu-malu.Dave tertawa kecil tetapi menurunkan Zara dengan hati-hati.“Dimana Dion?” Tanya Zara membuat raut wajah Dave menjadi datar“Kenapa mencarinya?” Dave berusaha untuk mengurangi nada sinis dalam ucapannyaZara tersenyum tipis, mengetahui bahwa Dave selalu cemburu tanpa alasan. “Aku ingin menanyakan sesuatu.”“Tentang apa?” tanya Dave lagi“Hubungannya dengan Layla” Jawaba
"Terima kasih, Dion. Kau bisa kembali ke pekerjaanmu sekarang" jawab Dave sambil mengambil tas itu dan menyerahkannya kepada Zara.“Jangan! Dion disini saja” Zara bersuara keras “Aku mau Dion menyuapiku es krim”Hah??Dion tampak bingung sekaligus cemas, sementara Dave memandang Zara dengan ekspresi kaget. "Darling, kau serius?" tanya Dave, nada suaranya berusaha tetap tenang.Zara mengangguk dengan tegas. "Ya, aku serius. Aku ingin Dion yang menyuapiku."Dion melirik Dave dengan ragu, berharap mendapat petunjuk apa yang harus dilakukannya. Dave menghela napas panjang, matanya masih tajam memandang Dion."Baiklah, Dion. Penuhi keinginan istriku" katanya akhirnya, meskipun nada suaranya menunjukkan bahwa dia tidak sepenuhnya setuju.Dengan tangan gemetar, Dion mengambil es krim dari tangan Zara dan memulai tugas yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Dia menyuapkan es krim dengan acar ke mulut Zara, yang ta
Zara menatap Dave yang sedang fokus mengemudi disebelahnya. Tatapannya tertuju pada milik Dave yang masih nampak menggembung dibalik celana kain yang ia gunakan"Dave" panggil Zara, suaranya lembut namun menggoda.Dave menoleh sekilas, mencoba untuk tidak kehilangan fokus pada jalan. "Ya, Darling?"Zara mendekat, tangannya mulai menjelajahi paha Dave. "Maaf untuk yang tadi" bisiknya pelan namun penuh hasrat.Dave menghela napas, berusaha menjaga kendali atas mobil. "Darling, ini berbahaya..."Zara tidak menjawab, melainkan mulai membuka sabuk pengaman Dave dan meraih kancing celananya. Tangannya yang lembut namun tegas membuat Dave merinding."Darling, hentikan” gumam Dave dengan suara serak.Zara hanya tersenyum, merasakan ketegangan di tubuh Dave semakin meningkat. Dia perlahan menurunkan ritsleting celana Dave, membebaskan kejantanan suaminya yang sudah tegang. Dengan hati-hati, Zara mulai menyentuh dan menggerakkan tangannya naik turun.“Ini semakin membesar Dave” bisik Zara sensu
Pagi harinya, Zara terbangun dan langsung merasakan kehampaan di sisinya. Tanpa Dave di sana, tempat tidur terasa terlalu luas dan dingin. Dia menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan energi untuk memulai hari tanpa kehadiran suaminya.Setelah beranjak dari tempat tidur, Zara keluar kamar dan berjalan menuju pintu depan. Namun, saat dia membuka pintu, dia terkejut mendapati seorang wanita berpenampilan tangguh berdiri di sana."Selamat pagi, Nyonya" sapa wanita itu dengan suara tegas namun sopan. "Saya Xena, pengawal yang ditugaskan untuk menjaga Anda selama Tuan Dave pergi."Zara menatap Xena dengan rasa campur aduk. Padahal Dave bilang jika Zara tidak akan merasakan keberadaan Xena namun apa ini? Xena justru berada didepannya dan menyapanya dengan ramah"Emm.. Xena. Aku sebenarnya tidak merasa perlu pengawal, tapi aku tahu Dave pasti memaksa."“Saya bisa menjadi pembantu anda, Nyonya atau jika anda tidak keberatan, anda bisa menganggap saja teman anda”Zara tersenyum kecil mende
“Darling” Suara itu sontak mengagetkan Zara. Tubuhnya membatu dan sontak beberbalik. Dave sedang bersandar di pintu sambil bersedekap dada menatapnya dengan tatapan tajam mengintimidasi“D..Dave.. kamu sudah kembali?” Tanya Zara tersendat-sendatDave tidak menjawab. Sekarang, ia melangkah mendekati Zara. Zara merasa seperti penjahat yang tertangkap basahDan di sana, di ambang pintu, berdiri Dave. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa Zara baca dengan jelas—apakah itu penyesalan, rasa bersalah, atau bahkan sesuatu yang lebih gelap?"Mencari sesuatu?" tanya Dave dengan nada yang sulit ditebak, matanya tertuju pada tumpukan foto di tangan Zara.Zara menelan ludah, merasa seluruh tubuhnya menegang. "Dave... apa maksud semua ini? Mengapa ada foto-foto ini? Siapa yang memotretku?" tanyanya dengan suara yang bergetar, menuntut jawaban.Dave melangkah lebih dekat, tetapi Zara mundur selangkah, menjaga jarak di antara mereka. Dia tidak ingin mempercayai b
‘Kau bisa mencaritahunya sendiri dirumah itu’ Pesan terakhir yang Sylvia tinggalkan membuat Zara gelisah dan penasaranZara mempercayai Dave namun dia ingin tahu apa yang Dave sembunyikan darinya. Zara berjalan perlahan-lahan menyusuri lorong rumah besar itu menuju ruang kerja DaveZara nampak ragu sejenak sebelum dia masuk dan menatap isi ruangan itu. Zara mengigit bibir bawahnya lalu mengeluarkan sebuah kunci yang Sylvia berikan.Dalam ruang kerja Dave, terdapat sebuah pintu yang selalu terkunci rapat dan kini kunci itu ada ditangannyaCtak..Saat dia mendorong pintu itu perlahan, ruang rahasia terbuka di depannya. Ruangan itu dipenuhi oleh berkas-berkas, dokumen, dan peta besar yang tergantung di dinding. Mata Zara tertuju pada satu dokumen yang tergeletak di atas meja besar, seperti sesuatu yang sengaja dibiarkan terbuka. Tangan Zara gemetar saat dia meraih dokumen itu.Mata Zara mulai membaca, dan semakin dia membaca, semakin cepat jantungnya berdetak.Tubuh Zara membeku di tempa
“Aku baru tahu jika sepupuku ini bodoh” Ucap Sylvia yang ditujukan pada DaveDave mengernyit, menatap Sylvia kesal “Apa maksudmu, Sylvia?” tanyanya, suaranya masih diliputi amarahSylvia mendesah, menyilangkan tangan di depan dada sambil menatap Dave dengan tatapan penuh penilaian. “Kau selalu memikirkan segalanya dengan begitu terencana, begitu strategis. Tapi ketika menyangkut Zara, kau benar-benar buta, Dave” katanya dengan nada tajam.“Kau menjadi lemah karena perasaan tak bergunamu itu” SambungnyaDave menahan diri untuk tidak memaki atau bahkan memukul Sylvia.Marcus, yang sedari tadi hanya menonton, tertawa kecil. “Lihatlah kau, Dave. Bahkan adik perempuanku bisa melihat betapa bodohnya kau dalam hal ini. Kau mungkin seorang pemimpin yang hebat, tapi dalam urusan hati, kau hanya seorang amatir.”Dave menoleh tajam ke arah Marcus, tetapi dia tahu bahwa Sylvia dan Marcus, meski
Dave tiba di markas dengan langkah cepat, pandangannya menyapu ruangan yang penuh dengan kesibukan. Anak buahnya bergerak cepat, mencoba mengendalikan situasi yang jelas sedang berada di luar kendali. Beberapa dari mereka tampak terluka, dan suasana tegang terasa di udara."Apa yang terjadi di sini?" tanya Dave dengan nada tajam, suaranya memotong kebisingan di ruangan itu. Semua orang berhenti sejenak dan menoleh ke arahnya, merasakan otoritas yang dibawa Dave ke dalam ruangan.Seorang pria dengan luka di bahu mendekati Dave, wajahnya penuh kecemasan. "Tuan Carpenter, ada penyerangan mendadak. Kami tidak tahu dari mana mereka datang, tapi serangan itu terorganisir dengan sangat baik.""Siapa yang menyerang kita?" Dave mendesak, matanya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Dia merasa marah dan frustasi, tidak percaya bahwa markas mereka bisa diserang dengan begitu mudah.Pria itu menelan ludah, tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Kami masih mencari ta
"Selamat, Tuan Carpenter. Istri Anda mengandung anak kembar" ucap Dokter kepada Dave yang menemani Zara saat memeriksakan kesehatan kehamilannya."Benarkah?" sahut Dave sambil menatap Zara yang duduk di sampingnya. Tatapan bahagia jelas terlihat di wajahnya"Iya, bayinya dalam kondisi sehat, tolong jaga kesehatan dan jangan mudah lelah.""Itu pasti, Dok. Aku akan menjaga istriku selalu."Zara tersipu malu saat Dave mencium pipinya di hadapan dokter itu. "Ini resep vitamin, jangan lupa diminum secara teratur" kata Dokter sambil memberikan selembar kertas pada Dave."Terima kasih, Dok." Ucap Zara. Setelahnya dia berdiri dan Dave menggandeng tangan Zara keluar ruangan itu."Setelah ini kita mau kemana, Dave?" Tanyanya"Makan malam. Kau mau makan di restoran mana?""Emm aku tidak mau di restoran mana pun."Dave mengernyit bingung. "Lalu kau mau makan dimana?"“Aku ingin kau yang masak” kata Zara sambil ter
“Luna, aku ingin menamainya Luna”Dave terdiam sejenak. Wajahnya yang semula penuh kasih dan ketenangan berubah menjadi kaku, seperti baru saja ditampar oleh kenyataan yang menyakitkan. Tangannya berhenti bergerak di atas perut Zara, dan dia menariknya perlahan, seolah-olah menyadari bahwa nama itu adalah sesuatu yang tidak pernah ingin dia dengar lagi dalam konteks ini.Nama itu, Luna, membawa banyak kenangan yang bercampur antara manis dan pahit. Luna, wanita yang pernah ia cintai, dan wanita yang harus ia relakan pergi, kini kembali menghantuinya dalam bentuk yang sama sekali tidak ia duga—sebagai nama untuk anak yang ia nantikan bersama Zara.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tidak memperlihatkan ketegangan yang tiba-tiba melanda dirinya. "Darling... Luna adalah nama yang sangat indah, tapi...," suaranya sedikit serak, dan dia berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Apakah kau yakin itu nama yang kau inginkan untuk anak kita
Dave selesai mandi dan keluar dari kamar mandi dengan rambut masih sedikit basah. Dia mengenakan kaus sederhana dan celana panjang, terlihat lebih santai dari biasanya.Di meja makan, Zara sudah menyiapkan makan malam dengan tampilan yang rapi dan sempurna, seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang berbeda malam itu, sesuatu yang Dave tidak langsung sadari.“Bagaimana kondisimu?” tanya Dave“Lebih baik, tadi aku emosional karena hormone kehamilan” Jawab ZaraMereka duduk berhadapan di meja makan, tetapi percakapan yang biasanya hangat dan penuh canda terasa hambar malam itu. Zara menjawab setiap pertanyaan Dave dengan singkat, dan sering kali dia hanya mengangguk tanpa benar-benar melihat Dave.Ekspresi wajahnya datar, tidak ada senyum yang biasanya menghiasi wajahnya saat mereka makan bersama. Dave merasakan dingin yang perlahan merayap di antara mereka, tetapi dia memilih untuk tidak menanyakannya saat itu, berpikir mungkin Z
Dave yang baru saja pulang dibuat kaget melihat Zara yang bersandar pada ranjang sambil menangis“Darling?” Dave memanggil lembut, suaranya penuh dengan kekhawatiran saat melihat Zara. Pikirannya langsung dipenuhi oleh seribu kekhawatiranapa yang terjadi saat dia pergi?“Apa Sylvia melakukan sesuatu padamu?” tanya DaveDave segera mendekati Zara, duduk di tepi ranjang dan meraih tangannya.“Darling, katakan, apa Sylvia yang membuatmu begini?”Zara menggeleng, kepalanya mendongak menatap Dave. Air mata bercucuran dari netra hazel itu“D..Dave..” Rintih Zara"Aku disini Darling. Katakan, apa yang terjadi padamu?” matanya berusaha mencari penjelasan di wajah istrinya.Zara mencoba menahan isakan yang masih tersisa. "Dave… kenapa kau harus pergi? Kenapa semuanya terasa begitu sulit?" suaranya terdengar putus asa.Dave merasakan hatinya tercabik-cabik meliha
"Aku tidak bisa kehilangan dia, Sylvia. Aku butuh dia... kita butuh dia" ujarnya, suaranya hampir bergetar“Kau bodoh” Ucap Sylvia, kali ini nada bicaranya terdengar sinis “Kau lemah Zara, apa kau paham itu?”Zara mengangguk pelan, dia sadar bahwa yang Sylvia ucapankan adalah kebenaran“Kau terlalu percaya padanya, terlalu mudah jatuh ke dalam perangkapnya. Seorang Carpenter bukanlah orang tulus, Zara.”“Aku menasehatimu sebagai seorang wanita” lanjut Sylvia, suaranya kini lebih lembut namun tetap tegas. Ia bersandar pada sofa, pandangannya menjelajahi sekeliling rumah. "Dave memberikanmu sangkar yang bagus" gumamnya, seakan berbicara lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Zara.Zara mengikuti pandangan Sylvia, memperhatikan setiap sudut rumah yang indah ini. Rumah yang dulu terasa seperti tempat berlindung yang aman, kini terasa seperti penjara mewah. Setiap sudutnya mengingatkannya pada kebaha