Beberapa menit yang lalu
“Kenapa matamu sembab?”
Nona kaget mendengar pertanyaan Bu Dewi, dia buru-buru menunduk lalu mengusap matanya agar tak terlalu kentara. Nona beralasan acara pernikahan saudara Segara tadi penuh keharuan, hingga dia tidak bisa menahan deraian air mata.
"Ya ampun, ibu kira kamu kenapa-kenapa," ucap Bu Dewi. Ia menepuk lengan Nona sebelum pergi meninggalkan wanita itu menuju ruang bermain anak-anak panti.
Nona bergegas mandi, dia mencuci rambut dan entah kenapa tiba-tiba tangisannya meledak di bawah shower. Hatinya sakit, dia benci melihat Segara yang mencemaskan keadaan Senja tadi. Nona merasa dicampakan setelah dinikahi. Wanita itu pun semakin membuka lebar kran agar tangisannya tak terdengar dari luar.
Setelah tidak tahan akan dinginnya air, serta puas dengan tangisannya, barulah Nona kembali ke kamar dan berbaring di ranjang. Rambutnya masih setengah basah, dia tak peduli dirinya
“Ga-ga ganti tabung gas?”Segara tak percaya mendengar permintaan Nona, seumur hidup bahkan bisa dihitung jari dia menyalakan kompor di rumah. Meski begitu, Segara jelas tidak ingin menunjukkan kalau dirinya tidak mampu melakukan apa yang Nona minta. Gengsi, bisa-bisa wanita itu bertambah marah dan berujung tak mau bicara kalau sampai dia menolak.“Iya ganti tabung gas.” Nona mengulangi ucapan. “Ya sudah kalau tidak mau, memang tidak bisa diandalkan,”gerutunya dengan nada kesal.Nona meletakkan mie instan dan gunting di dekat kompor, dia keluar dari sana sambil melirik Segara, tapi pria itu lebih dulu menahan dengan berdiri menghalangi pintu seperti saat dia hendak pergi dari hotel siang tadi."Aku akan melakukanya, di mana tabung gas penggantinya?" Segara buru-buru keluar dari dapur, menyadari Nona tadi hendak keluar dia yakin tabung gas ada di ruang penyimpanan.Segara meminta Nona untuk menunjukkan
**Mina menghabiskan waktu menemani Senja di rumah sakit, dia mendengarkan keluh kesah putri angkatnya itu dengan baik. Mina terus saja meminta Senja agar tidak berpikir macam-macam, dia tidak tahu bahwa Senja sedikit manipulatif bahkan sudah berani memanfaatkan rasa sayang yang dia punya. Mina bahkan dengan telaten mengupas buah dan memotongnya kecil-kecil agar Senja bisa menikmatinya dengan mudah.Namun, tak mereka duga Segara datang bersama Nona, pasangan pengantin baru itu terlihat saling bergandengan tangan masuk ke kamar dan membuat Senja iri. Gadis itu mengembalikan piring berisi buah ke Mina, berkata kalau dia sudah tidak berselera lagi.Mina tahu Senja sepertinya tidak senang melihat Nona datang bersama Segara, tapi sebisa mungkin tidak berspekulasi, dia menyambut anak dan menantu barunya dengan senyuman ramah. Mina lega mendapati amarah Nona yang tak berlarut-larut ke putranya."Nona!"Mina menyapa lantas m
***“Semua ini pasti rencananya untuk membuat papa dan semua orang benci aku,”amuk Senja. Ia masih tidak mau menerima bahwa dirinya lah yang suka mencari gara-gara.“Jangan memfitnah istriku! Kamu terlalu dimanja, kamu memanfaatkan rasa sayang kami!”Segara tak terima dengan ucapan Senja, dia kini semakin membenci adik angkatnya itu. Mungkin, Nona memang keterlaluan, tapi ini satu-satunya cara yang bisa membuat Segara benar-benar menghindari Senja.Saat pernikahan mereka saja, Segara berlari untuk memeriksa kondisi gadis itu meninggalkannya. Bagi Nona mungkin saja ke depan hal-hal semacam ini akan terus terulang, jika dia tidak mencabut penyebabnya sampai ke akar.“Senja, Papa kecewa sama kamu. Kamu benar-benar sudah keterlaluan.”Ucapan Nic semakin membuat Senja terpojok. Ia menepis tangan Kimi yang hendak mengobati lukanya hingga menyenggol nampan berisi obat dari atas nakas.“Senja!&r
"Mengurus surat-surat pernikahan kita."Jawaban Segara cukup membuat Nona kaget, wanita itu kembali menanyakan apakah Segara memang mau melanjutkan pernikahan mereka.Berniat hanya untuk memastikan, tak disangka Nona malah mendapat amukan dari pria itu."Apa maksudnya melanjutkan atau tidak? Kamu pikir kita sedang apa?""Kok kamu ngegas kayak pembalap motogp? Aku 'kan cuma sekadar tanya." Nona memajukan bibir. "Galak sekali," cicitnya.Segara yang sadar nada bicaranya meninggi langsung meminta maaf. Ia raih tangan Nona, tapi wanita itu menepisnya dengan kasar. Hingga terjadilah perebutan ingin pegang dan menghindar."Apa sih?""Sudahlah Non, jangan mulai lagi!" Bujuk Segara. Ia berhasil mendapatkan tangan Nona lantas menciumnya dengan sangat mesra. "Kita pergi mengurus surat-surat ya, kita 'kan belum punya buku nikah.""Terserah!" Ketus Nona.Dari pengalamannya berhubungan dengan wanita selama ini
"Apa kamu itu samsonwati?" Tanya Segara yang masih terheran."Kardus ini enteng banget kok, coba saja angkat kalau tidak percaya!" Nona menepuk ke dua tangannya seolah sedang membuang sisa-sisa kotoran. Dia baru saja memasukkan satu kardus tepung serbaguna ke keranjang belanjaan."Karena kamu bilang akan membelanjakan apapun, maka aku tidak segan untuk membeli kebutuhan sebanyak-banyaknya. Aku akan ambil troli lagi."Nona tersenyum senang, dia tidak peduli Segara berpikir dirinya matre, jika itu menyangkut kebutuhan anak-anak panti.Selesai belanja, Nona baru sadar dia terlalu kalap. Belanjaannya sampai tidak muat masuk ke dalam bagasi mobil Segara, padahal mereka sudah dibantu karyawan untuk menyusunnya agar lebih rapi. Alhasil Segara harus menekuk dua kursi penumpang agar belanjaan itu bisa terangkut semua.Di dalam mobil, Nona duduk memandangi struk belanjaan dengan wajah bersalah. Baru kali ini dia berbelanja bah
“Menikah?”Semua pekerja panti terkejut saat Nona memberitahu dirinya sudah menikah dengan Segara. Mereka senang saat Nona datang bersama pria itu membawa banyak barang dan kini sedang merapikan bahan makanan di dapur.“Iya, kami sudah menikah.” Nona tersenyum tipis. “Aku hari ini akan berkemas dan pindah dari panti, tapi tenang saja! Aku akan sering berkunjung,”ucapnya.“Kami belum memberimu kado pernikahan.”Nona menoleh saat temannya mengatakan itu, dia menggeleng dan berkata doa adalah kado yang paling dia harapkan. Dia juga merasa tidak layak mendapat hadiah, dia sudah bersyukur bu Dewi mau menampungnya tinggal di sana.Sementara itu, Segara bermain bersama anak-anak panti sambil menunggu Nona yang sibuk menata barang di dapur dan kini mengemas baju yang akan dibawa. Saat ada kesempatan, bu Dewi pun mengajak Segara bicara, terutama tentang Nona yang beberapa kali berkata meras
“Non, sudah biar mbok saja yang siapin. Non ke kamar aja sama Tuan.”Mbok Munah melarang Nona yang ingin membantu menyiapkan makan malam. Namun, bukannya menurut dia malah mengambil apron dan memakaianya. Nona meraih pisau lalu bicara-“Ini pertama kali aku memasak untuk suamiku, jadi biarkan aku ya Mbok.”Mbok Munah jelas tidak bisa melarang jika keinginan Nona seperti ini. Wanita paruh baya itu memilih mundur sambil melihat dari kejauhan bagaimana cepatnya Nona mencuci dan memotong sayuran.“Non, apa butuh dibantu motong-motong sayur?”Nona menggeleng, dia menoleh mbok Munah dan memintanya untuk pergi istirahat.“Aku akan masak banyak, jadi nanti Mbok dan yang lain juga bisa ikut makan. Aku tahu masakanku biasa saja, tapi aku harap Mbok dan yang lain suka.” Senyuman Nona terlihat begitu sangat tulus, dia kembali ke sayuran yang sudah dikeluarkan dari kulkas oleh sang pembant
“Sebenarnya … “ Nona masih ragu untuk berterus terang, dia menguatkan diri lalu berkata,”Sebenarnya aku takut, aku tidak bisa menutup mata dengan masa lalumu yang suka gonta ganti wanita, aku tidak ingin …. ““Aku selalu memakai kondoom,”potong Segara.“Tapi, bisakah kamu meyakinkanku dengan satu hal, apa kamu bisa melakukan tes HIV lebih dulu, maaf aku bukannya curiga tapi aku ….”“Aku akan melakukannya.” Segara tersenyum dan meraih tangan Nona. Ia menepuknya lembut meski di dalam hati sedikit kecewa karena sang istri curiga.Namun, menurutnya Nona memang patut untuk cemas, dia malah merasa sangat bodoh kenapa tidak berpikir sampai sejauh itu.“Nanti saat hasil tesnya keluar dan aman, aku janji akan melayanimu dengan baik dan sepenuh hati,”kata Nona. Ia takut Segara marah, wajahnya jelas menggambarkan bahwa dia merasa tak enak hati.“Tentu saja! Aku akan bersabar untuk itu, lagi pula aku tidak ingin kamu berpikir aku men
Delapan bulan kemudian.Suasana sebuah rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Di salah satu ruang inap yang ada di sana, Nona berbaring dengan wajah pucat dan tampak lemas karena baru saja melahirkan.Nona memandang orang-orang yang ada di ruangan bersamanya, meski dia lelah, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senyum orang-orang yang ada di sana, terutama Segara.“Dia menggemaskan, ‘kan?” tanya Segara ke Mina yang sedang menggendong anaknya dan Nona.“Iya, dia tampan sekali,” balas Mina dengan tatapan tidak teralihkan dari bayi yang ada di gendongan.Nona melahirkan anak laki-laki yang sangat tampan. Di saat Nona bahagia dengan kelahiran bayinya, ada Senja yang dua kali lipat merasakan kebahagiaan, sebab sebentar lagi dia bisa menikah dengan Biru.“Bisa tampan begini, dia mirip siapa ya?” Mina memperhatikan dengan seksama wajah cucunya.“Sepertinya mirip Nona dan Se
Setelah makan siang di kantin. Nona kembali ke ruang kerja bersama Segara. Di sana dia duduk di sofa sambil memandang suaminya yang kini sudah fokus ke pekerjaan.“Apa benar kalau kamu yang melaporkan Austin ke polisi?” tanya Nona yang sejak tadi penasaran.“Bukan, aku hanya cepu,” jawab Segara dengan entengnya.Nona berdecak mendengar jawaban sang suami. “Itu sama saja,” balasnya gemas.Segara melirik Nona yang terlihat cemberut dan kesal karena ucapannya, hingga dia tersenyum-senyum dan membuat Nona akhirnya tertawa.“Oh ya. Tante Maya ingin pergi dari panti asuhan bu Dewi untuk melanjutkan hidupnya.”Segara mengerutkan kening menatap Nona sekilas, kemudian berkata, “Baguslah, setidaknya dia tidak patah semangat dan tidak terus bergantung kepada orang lain.”“Hem … meski sebenarnya aku merasa sangat kasihan, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Nona sambi
[Terima kasih Nona, karena kamu sudah mau membantu kami.][ Oh… ya apa mungkin kamu mau membeli rumah Papa? Kami akan menjual rumah itu untuk mencari rumah yang agak kecil ]Nona terdiam. Ia tiba-tiba saja merasa kasihan, tapi tidak mungkin bisa membantu dengan membeli rumah itu. Mencoba untuk bersikap biasa, Nona pun membalas pesan Sandra.[Bagaimana kondisi Paman?]Nona mengirimkan pesan itu dan menunggu jawaban dari sang sepupu, hingga beberapa saat kemudian Sandra membalas.[ Kondisi Papa sudah membaik setelah menjalani operasi.]Meski membenci prabu, tapi Nona merasa lega. Ia pun meminta Sandra untuk terus menjaga Prabu dengan baik.Segara yang baru selesai rapat tampak berjalan sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Ia pun menyapa Emir dan diberitahu kalau Nona ada di ruangan. Segara terlihat senang dan langsung masuk. Begitu melihat Nona yang sedang fokus menatap ponsel, pria itu pun mendekat dan langsung mereb
Mata Nona langsung berbinar, dia senang mendengar kata rujak yang baru saja Senja ucapkan.“Kamu turun dulu, aku akan menyusul,” balas Nona.Senja mengangguk dan meninggalkan Nona lebih dulu. Kakak iparnya itu berniat pamit ke Segara.“Mama bikin rujak, aku mau ikut makan,” kata Nona tanpa mendekat karena takut ditahan oleh sang suami.“Tidak! kamu tidak boleh keluar dari sini. Kamu harus membayar hutang dulu,” balas Segara.“Tapi aku pengen banget. Kamu harus tahan dulu nafsumu, ini demi anak kita.”Setelah mengatakan itu, Nona pun kabur keluar kamar. Ia berjalan cepat takut jika sampai sang suami mencegah.Segara pun berteriak-teriak frustasi melihat Nona kabur, hingga akhirnya dia pun memilih keluar dari kamar dan menyusul Nona ke bawah.Segara ikut makan rujak, sengaja menunggui Nona agar cepat selesai dan segera kembali ke kamar.
Hari Minggu pagi Nona memilih pergi ke rumah mertuanya bersama sang suami. Pembantu rumah mengatakan jika Mina dan Senja ada di belakang sedang berkebun, sehingga Nona pun memilih menyusul ke sana meninggalkan Segara yang berbelok ke dapur untuk mengambil minum.Saat sampai di belakang rumah. Nona melihat Senja sedang membantu Mina menanam bunga, Nona pun mendekat dan langsung menyapa.“Eh, kamu datang sama Segara 'kan?” tanya Mina saat melihat sang mantu.“Iya, Ma. Dia di dalam tuh, langsung mau minum katanya,” jawab Nona.“Kayak habis lari-lari aja dia, datang-datang langsung minum,” seloroh Senja.Mina dan Nona pun tertawa mendengar candaan Senja. Semenjak dibantu gadis itu dari penculik yang ingin membuatnya celaka, Nona memang bersikap baik ke Senja.“Ngomong-ngomong Nona, apa kamu tidak ngidam?” tanya Mina tiba-tiba. Ia sampai menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sekop kecil untuk menoleh Nona.&nb
Segara benar-benar berubah menjadi suami idaman yang sangat perhatian. Sosoknya yang kaku seperti kanebo kering kini hangat bak selimut bulu.Nona melebarkan senyum, dia senang karena Segara menemaninya seharian. Mereka duduk sofa yang terdapat di kamar, menikmati buah sambil menonton acara televisi.Hingga saluran televisi yang sedang ditonton Nona, menayangkan acara sekilas info, yang berisi berita atau peristiwa terbaru.“Buka mulutmu,” perintah Segara yang siap menyuapi Nona dengan potongan buah mangga.Nona membuka mulut dan membiarkan sang suami menyuapi, bahkan mengabaikan pembawa berita yang sedang membacakan berita terkini.‘Seorang wanita menjadi korban penusukan. Di depan banyak pengunjung sebuah kafe, pria berinisial RF menusuk wanita bernama KR berulang kali, hingga membuat korban terluka sebelum akhirnya meninggal dunia.’Mendengar inisial nama yang seperti familiar di tel
“Ya, kacau. Aku yakin kalau Segara membeberkan masalah ini ke perusahaan-perusahaan yang bekerjasama denganku. Sehingga mereka kini juga ikut mundur dan tidak mau bekerjasama. Mereka tidak mau karena takut aku tipu!” geram Rafa hingga memukul pahanya sendiriKarin syok mendengar ucapan Rafa, jika seperti ini bisa dipastikan kalau perusahaan Rafa sebentar lagi akan bangkrut.“Jika mereka membatalkan kerjasama, apa itu artinya kamu akan bangkrut?” tanya Karin dengan ekspresi wajah cemas. Dia takut Rafa tidak akan memiliki apa-apa lagi dan tidak bisa menjadi ATM berjalannya. Tentu saja Karin tidak mau hidup miskin.Rafa mengusap kasar wajahnya berulang kali. Dia benar-benar tidak bisa berpikir dan otaknya terasa buntu.“Rafa, jawab! Apa kamu akan bangkrut dan kamu akan jatuh miskin!” Karin geram dan terus memastikan kelanjutan nasib perusahaan kekasihnya itu.“Kemungkinan itu akan terjadi, apalagi bebera
Hari itu Rafa berada di ruangannya sibuk mengecek berkas. Dia juga masih bingung karena tekanan dan ancaman Segara. Hingga tiba-tiba sekretarisnya masuk dan membuat Rafa terkejut.“Ada apa? Apa kamu tidak bisa mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk, hah!” bentak Rafa yang geram karena dia sendiri sedang banyak beban pikiran. Belum lagi Maya yang tiba-tiba menghilang dari rumah sakit, membuatnya cemas jika sampai wanita itu membocorkan perbuatan buruk yang sudah dia lakukan.Sekretaris Rafa tampak takut juga bingung, apalagi dia harus menyampaikan sesuatu yang mungkin akan membuat Rafa semakin murka.“Ada apa? Kenapa kamu sekarang diam?” Rafa membentak, wajahnya memerah sudah dipenuhi oleh amarah.“Itu, Pak. Kita baru saja mendapatkan konfirmasi pembatalan sepihak dari beberapa perusahaan yang ingin bekerjasama dengan kita,” jawab sekretaris Rafa.“Apa?” Rafa syok bahkan terbengong m
Beberapa menit berselang, Senja pun sudah berada di kafe tempatnya janjian bertemu Sandra, dia menunggu di sana cukup lama karena Sandra tidak kunjung datang. Hingga akhirnya sepupu Nona itu tiba dan Senja pun langsung memicingkan mata."Bukankah aku pernah bilang untuk tidak mendekati kak Biru, kenapa kamu masih terus mendekatinya!" ketus Senja."Ya, suka-suka aku. Biru juga tidak keberatan," balas Sandra.Senja dengan penuh percaya diri menunjukkan cincin yang tersemat di jari manis, kemudian berkata, "Aku dan kak Biru sudah kembali bersama, jadi kamu tidak usah macam-macam."Sandra terkejut, tapi tentunya tidak terima begitu saja."Kamu pasti bohong hanya agar aku tidak mendekati Biru."Senja kesal karena Sandra tidak percaya, dia pun bersiap menjawab, tapi terlebih dulu ada suara lain yang membalas."Dia tidak berbohong."Senja dan Sandra pun menoleh bersamaan, mereka sama-sama terkejut dan tak menyangka melihat