"I-Ibu?" Anna buru-buru meraih tubuh wanita paruh baya yang hampir saja terjerembab di lantai toilet. Mata wanita yang dikenalnya itu masih menunjukkan keterkejutan yang luar biasa hingga tak satu pun kata-kata yang keluar. "Ibu nggak apa-apa?""A-Anna ... apa ini kamu, Nak? Apa ibu ha-hanya mimpi?" Rahma akhirnya bisa mengeluarkan suaranya setelah beberapa saat kemudian. Pinggangnya masih dipegang erat oleh Anna.Anna tak menjawab, hanya rasa haru yang datang menghampirinya. Ia mengingat, kalau selama menjadi istrinya Danu, kedua mertuanya selalu memperlakukannya dengan baik. Sahabat orang tuanya yang kemudian menjadi mertuanya itu sangat menyayanginya. Walaupun Anna sudah merencanakan akan mengabari kedua orang tua Danu tersebut, tapi ia tak menyangka kalau akan bertemu di situasi seperti saat ini. Ia bahkan berada bersama Harry di restoran itu. Anna sangat tidak ingin, keluarga dari mantan suaminya itu tahu keberadaannya bersama dengan pria lain. Walaupun Harry adalah bosnya di kan
“Yaa … kalau Bapak ikut dengan saya, bukannya menyelesaikan masalah dengan keluarga mantan suami saya, malah tambah kacau.” Anna tanpa sadar menghentak kesal kaki jenjangnya yang menawan. Rok selutut yang ketat itu bahkan sampai tertarik sedikit ke atas. Tentu saja, membuat mata Harry melotot melihat pemandangan indah di pagi hari itu.“Wait … wait. Mendingan kamu duduk dulu deh, jangan main angkat-angkat kaki kayak gitu di depan saya. Saya sih nggak keberatan, sekalian saja kamu angkat rokmu itu ke atas,” protes Harry tanpa berusaha memalingkan wajahnya yang menatap lekat kaki putih mulus milik sekretarisnya itu. “Ceritain sama saya, kenapa kamu tidak boleh terlihat dengan pria lain. Katanya udah jandes? Ya, bebas dong kalau ingin cari suami baru lagi.”“Ya, masalahnya bukan se-simple itu, Pak. Tapi, masa saya harus cerita rahasia saya ke Bapak?” Anna masih berusaha membuat Harry mengerti akan kondisinya.“Pokoknya, saya harus tahu, kenapa kamu sebegitu takutnya pada keluarga mantanm
“Anna … ternyata ini memang kamu, ya, Nak?” Irsyad menatap lekat wajah Anna yang berdiri menyambutnya dan mencium punggung tangannya. “Iya, Ayah. Aku senang bisa bertemu Ayah lagi,” balas Anna penuh haru.Terkadang, Anna merasa heran, mengapa Danu sangat berbeda dengan kedua orang tuanya yang penuh kasih sayang. Mengapa kedua orang tua yang sangat dihormatinya itu melahirkan seorang putra yang berhati dingin dan kejam. Sungguh, Anna tidak bisa mengerti sama sekali.“Bagaimana kamu bisa hilang selama ini, Anna? Padahal kami semua sangat berharap kamu bisa ditemukan.” Rahma bertanya usai pelayan mengantar minuman dan makanan yang dipesan Anna untuk mereka. Ia sudah tidak sabar ingin mendengar cerita menantu pertamanya itu.“Jadi, saat aku jatuh itu, aku nyangkut di pohon besar, Bu. Aku baru sadar pas udah subuh. Terus, ada Pak Ilham namanya yang bantu. Cuma … aku nggak ingat apa-apa saat itu. Kenapa aku sampai jatuh, juga aku nggak ingat siapa pun. Akhirnya aku tinggal bersama Pak Ilha
“Bapak jangan macem-macem, deh. Ngapain juga ke apartemen Bapak malam-malam begini. Enggak, ah.” Anna menarik paksa tangannya dari genggaman Harry. Tapi, tidak bisa lepas. Tenaga Harry jauh lebih kuat.“Ini belum malam, baru juga jam tujuh,” balas Harry sembari mendekatkan tubuhnya pada sekretarisnya itu. Menatap lekat paras cantik Anna. “Kenapa? Kamu takut sama saya? Katanya ban hitam?”“Ya … gak pantas ajalah, saya ikut ke sana. Bapak kan bukan siapa-siapa saya.” Anna membalas tatapan pria tampan itu dengan wajah sedikit mendongak.“Apa perlu, kamu jadi pacar saya dulu, baru kamu gak takut saya ajak pergi kemana aja, gitu? Ya, gak apa-apa, deh. Saya sih oke-oke saja.” Harry mengedipkan sebelah matanya. Membuat Anna jadi salah tingkah.“Gak gitu juga, Pak. Itu sama saja bo'ong. Asal Bapak tahu, saya gak mau pacaran lagi, apalagi hanya untuk main-main. Nanti, kalau ada yang serius sama saya, kami akan langsung nikah aja. Gak usah cinta-cintaan, yang penting tujuannya baik, yaitu untuk
“Danu, besok jam tujuh malam, ibu dan Ayah mau ketemu teman lagi, kalian harus ikut,” ujar Rahma begitu mereka sudah tiba di rumah Danu kembali. Wanita itu langsung menghenyakkan tubuhnya di kursi tamu. Irsyad pun ikut duduk di samping istrinya.“Katanya, Ayah dan Ibu mau lihat kami di sini, tapi kok tiap hari janjian terus sama teman-temannya,” sindir Danu pada orang tuanya. “Dan lagi, kenapa aku harus ikut sih, Bu? Capek lho, udah seharian kerja, pulangnya masih mampir-mampir lagi. Besok mau ketemuan di mana lagi?”“Iya, ini pertemuan penting. Kali ini, kamu harus ikut sama istrimu,” jawab Rahma sembari melirik suaminya yang duduk diam di sebelahnya, lalu melirik Andara yang masih berdiri usai mengunci pintu rumah. “Tempat ketemuannya, besok ibu dikabari. Paling juga dekat-dekat café tadi.”“Lho? Apa hubungannya dengan kami sih, Bu? Ini mau ketemu siapa sebenarnya?” tanya Danu menatap kedua orang tuanya heran.“Ketemu seseorang lah. Udah … gak usah nanya-nanya terus, kalau penasaran
Anna menatap wajah tampan yang tampak begitu terkejutnya oleh kenyataan. Wajah yang begitu mirip dengan putranya. Tapi, walaupun ikut panik, Anna berusaha untuk menenangkan diri. Ia akan berusaha mengatasi respon Harry yang masih memegang bahunya dengan erat.“Iya, saya istrinya Mas Danu. Maksud saya ... setahun yang lalu. Harusnya sekarang sudah menjadi mantan suami saya. Sepertinya Bapak kenal dengan dia?” Anna masih berusaha mengelak. Belum saatnya, Harry tahu semuanya. Ia akan mengulur waktu.“Kamu tidak ingat dengan saya, Tasya? Kenapa kamu ganti nama panggilan kamu?” tanya Harry semakin meneliti wajah wanita yang sudah didandaninya begitu cantiknya malam ini. Ia berusaha mengingat, apakah wajah itu benar-benar orang yang sama, yang pernah berbagi peluh dengannya dengan sangat luar biasa.“Emangnya sebelum saya menjadi sekretaris Bapak, kita pernah bertemu?” Anna pura-pura berpikir keras sembari mencontoh cara Harry menelusuri wajahnya. Matanya pun bergerak menyusuri dagu yang ter
Mendengar ucapan dari ayahnya Danu, Anna langsung mengalihkan tatapannya pada pasangan yang telah membuatnya menjadi manusia tak bernilai sama sekali selama ini. Wajah ramah Anna yang tadi ditunjukkan pada ibunya Danu, kini yang tersisa hanya wajah datar dengan tatapan penuh rasa benci dan muak. Ia tak menyapa seperti yang diucapkan oleh Irsyad, Anna lebih memilih untuk duduk di kursi yang telah disediakan oleh Rahma di sebelahnya.Danu dan Andara masih melotot melihat penampakan wanita cantik yang mereka kira sudah tak ada lagi di dunia ini. Terutama Danu, ia sampai melihat tubuh Anna dari atas sampai ke bawah. Tidak mungkin hantu yang telah dipeluk erat oleh ibunya tadi. Di mata Danu, tubuh Anna tidak begitu jauh berbeda sejak terakhir kali mereka bertemu. Yang berubah hanya rambutnya sudah dipotong menjadi pendek sekali dan warnanya bukan pirang lagi tapi diwarnai coklat. Pinggul dan dada Anna juga lebih montok dari sebelumnya. "Astagaa, dia masih hidup jatuh setinggi itu? Duh ...
Anna tak menjawab. Ia masih berusaha menyadarkan diri. Bahkan, ia merasa benci akan dirinya sendiri. Harry kembali berhasil membangkitkan kenangan malam panas mereka. Malam yang sangat luar biasa yang belum pernah didapatkan Anna dari suaminya dulu. Ia terlalu bernafsu saat itu.Suara klakson di belakang mobil mereka menyadarkan Harry juga Anna, kalau mereka masih berada di depan lobby.“Kita harus bicara malam ini!” Harry buru-buru beranjak dari sisi Anna, menutup pintu mobil, lalu sedikit berlari menuju belakang kemudi. Kemudian, meninggalkan tempat itu.Anna yang bermaksud ingin protes tidak jadi karena ponselnya berbunyi. Dari pemilik taksi online. Ia pun buru-buru menjawab panggilan itu.“Mas, maaf, saya tidak jadi naik mobilnya, tapi saya tetap bayar kok sesuai tarif tadi. Bisa ya? Kan bayar pake gogo.”[…]“Oh, ok, trims ya.”Setelah menutup aplikasi taksi online dan menyelesaikan pembayarannya. Anna menoleh pada Harry dengan wajah galak. “Bapak gak sopan! Enak saja main cium-c
Akhirnya, keesokan harinya, Anna bersama Harry dan kedua orang tuanya datang ke kantor polisi membezuk Danu. Mereka juga membawa dokter ahli jiwa yang terkenal untuk memeriksa kondisi Danu. Mereka ingin mendengar langsung dari dokter itu, apakah Danu perlu dirawat dokter jiwa atau depresi pria itu hanya sesaat saja akibat terguncang karena tiba-tiba masuk penjara.Di sana sudah menunggu Irsyad dan Rahma. Kedua orang tua Danu itu sudah tiba sejak pagi. Anna langsung menyapa dan menyalami mantan mertuanya itu dengan tulus. Bahkan, Anna memeluk Rahma. Ia benar-benar kasihan melihat kedua orang tua yang juga sangat ia sayangi sejak masih remaja dulu."Gimana keadaan Ayah dan Ibu?" tanya Anna usai menyalami Irsyad dan memeluk Rahma."Alhamdullillah, keadaan kami baik, Nak. Cuma kemarin habis pulang dari rumah kamu, Ayah sedikit drop kondisinya, tapi tadi habis subuh, alhamdullillah sudah membaik," jawab Rahma sambil tersenyum haru melihat kebaikan hati mantan menantunya itu. Andai dulu, Da
Semuanya menatap pada Harry, tak menyangka Suami Anna itu akan langsung bertanya seperti itu pada orang tua Danu.Tak lama, Rahma menunduk, lalu terlihat mengusap matanya dengan ujung jilbabnya. Sedangkan Irsyad, hanya menghela napas panjang."Pas datang ke Jakarta, kami langsung ke kantor polisi menjenguk Danu. Polisi yang menjawab Hp Danu saat Bapaknya telpon Danu hari Minggu itu." Setelah cukup tenang, Rahma menjawab pertanyaan Harry."Bapak tetap memarahi Danu ketika kami bertemu di sana walaupun wajah Danu terluka," sambung Rahma lagi."Dia pantas menerima semua itu! Aku tidak pernah mendidiknya jadi manusia jahat! Kamu yang selalu memanjakannya sejak dulu!" Irsyad malah balik memarahi istrinya."Sudahlah, semua ini sudah terjadi. Semoga Danu bisa menjadi lebih baik setelah masa tahanannya berakhir nanti." Thohir akhirnya tidak tahan juga. Jauh disudut hatinya, ia juga tidak tega pada mantan besannya itu sekaligus sahabat karibnya sejak masa kuliah dulu. Hubungan mereka merenggan
"Di ujung jalan rumah kita. Dia parkir mobilnya di sana. Pas dia mau masuk mobil, kami datang sama polisi," jelas Harry sembari merengkuh bahu istrinya. "Sekarang kamu tenang ya, akan kupastikan dia mendekam di penjara dalam waktu yang lama, biar nggak bikin masalah lagi sama kita!" "Iya, Pi. Aku juga lega sekarang. Tapi, aku nggak habis pikir sama sikapnya tadi. Aku nggak nyangka aja dia bakal minta maaf dan sikapnya sama Arez juga baik banget. Padahal aku sempat kepikiran pas Arez hilang, dia bakal jahatin anak kita, tapi malah diantar sendiri ke sini." Anna mengungkapkan kebingungannya atas sikap Danu yang tidak seperti biasanya. "Mungkin pas bersama Arez dia jadi sadar. Ya, nggak ngertilah, tiba-tiba, dia bisa berubah baik kayak gitu. Tapi yang pasti, kita jangan sampai lengah gara-gara sikapnya itu. Dia harus dihukum, biar tahu rasa," ujar Harry. "Betul, walaupun Arez tidak apa-apa, papa juga tidak mau memaafkannya begitu saja. Dia harus mendapat balasan dari semua perbuatan
"Oh, Alhamdulillah. Ayo, Pa, kita jemput Arez." Harry sampai ingin menangis mendengar ucapan ayah mertuanya itu. Ia tak bisa membayangkan, kalau anak balitanya itu tak bisa ditemukan malam itu juga. Memikirkan anaknya yang ketakutan, atau mungkin kelaparan dan kehausan, membuat Harry merasa frustasi. Apalagi membayangkan respon istrinya, kalau ia gagal membawa pulang anak sulung mereka ke rumah malam itu juga. * Anna duduk di ruang tamu dengan mata merah dan sembab. Ia ditemani Adinda yang juga sama kondisinya dengan sang kakak. Keduanya menunggu khabar Arez dengan harap-harap cemas. Tak ada yang berbicara. Keduanya terus berdoa dalam hati. Sedangkan ibu mereka yang juga sangat terpukul oleh peristiwa itu sudah disuruh Anna untuk istirahat di kamar saja berapa saat yang lalu, begitu juga dengan Bu Ningsih, yang masih setia tinggal di rumah Anna untuk mengawasi para pengasuh kedua anak Anna. Suasana hening di ruangan itu dipecahkan oleh suara bel pintu yang berbunyi. Anna dan adik
Harry berjalan mengikuti di belakang tiga orang petugas polisi bersama ayahnya, ayah mertua, dan asisten ayahnya.Satu orang petugas polisi langsung mengetuk pintu rumah Danu. Awalnya tidak begitu keras, lama-lama semakin keras. Tapi, tetap tidak terdengar apa-apa dari dalam rumah. Tidak sabar, polisi itu pun kemudian memegang handle pintu dan menekannya ke bawah. Tiba-tiba, pintu itu terbuka dengan mudahnya. "Sialan! Ternyata tidak dikunci!" umpat aparat polisi itu kesal sembari mengibas-ngibaskan tangannya yang kebas karena cukup lama menggedor-gedor pintu itu. Kemudian, ia kembali siaga dengan senjatanya. "Ayo, kita masuk!"Dua orang temannya menganggukkan kepala sembari mengacung pistolnya ke depan. Tiga orang polisi itu pun mengendap masuk ke dalam rumah yang lampunya tidak dinyalakan. Tapi, sinar lampu teras yang masuk cukup untuk menerangi ruang tamu yang terhubung dengan ruang keluarga itu.Harry pun ikut mengendap masuk bersama Thohir dan Hendrawan, sedangkan Bimo, asisten H
"Kamu tunggu di sini, Mi. Jangan kemana-mana. Aku akan coba cari tahu ke ruangan CCTV," jawab Harry yang juga terlihat panik. Apalagi melihat Anna dan ibu mertuanya sudah mulai menangis."Papa akan telepon polisi." Ayahnya Anna pun segera mencari bantuan."Sialan! Siapa yang berani menculik cucu berhargaku! Akan kucincang sendiri orangnya nanti!" Hendrawan, ayah Harry yang juga hadir di acara ulang tahun cucu kesayangannya sekaligus sang penerusnya itu ikut mencak-mencak panik. Pria paruh baya itu pun kemudian mengajak Bimo, pengawalnya untuk turun tangan sendiri. Kedua orang itu pun buru-buru pergi dari tempat itu.***"Mami...Mami...." Arez langsung menangis lagi begitu mulutnya bebas dari bekapan Danu. Bocah kecil itu menatap takut pria yang kini mendudukkannya di jok depan mobil, lalu memasang safetybelt di tubuh mungilnya."Cup, cup, Sayang. Jangan nangis. Kita akan jalan-jalan berdua, ya?" Danu mengusap pelan pipi dan rambut bocah tampan itu."Om ciapa? Alez mau cama Mami...." A
Danu kaget mendengarnya. Kantuknya langsung hilang. Buru-buru ia berjalan menuju pintu kamarnya. Sejak Andara kembali ke rumah dengan berita kehamilannya, Danu tidak mau lagi sekamar dengan wanita yang masih sah sebagai istrinya itu. Andara tidur di kamar tamu."Mas Danu, tolong antar aku ke rumah sakit, ya? Sakit banget...." Andara memohon sambil meringis kesakitan begitu melihat Danu akhirnya membuka pintu. Hanya saja pria itu masih tetap saja menatapnya dingin."Tunggu sebentar," ujarnya datar. Tak terpengaruh oleh kesakitan yang dirasakan istrinya itu. Danu masuk kembali ke kamar untuk mengambil dompet dan jaketnya.Tidak lama kemudian, mobil yang dikendarai Danu meluncur ke rumah sakit. Pria itu masih tetap bergeming. Ia hanya fokus akan kemudinya. Tak terpengaruh oleh suara rintihan Andara yang semakin kencang."Mas...cepatan...sakit banget...." Andara malah sudah menangis menahan rasa sakit yang semakin kencang."Sekarang nangis-nangis. Dulu, pas bikinnya sama suami orang enak-
Perasaan Danu seakan hancur berkeping-keping. Kata ‘cerai’ seolah menjadi palu yang menghantam harapannya. Ia mencoba meraih tangan Andara, tetapi wanita itu menarik tangannya. “Aku berharap kamu bisa berubah, Mas. Tapi sekarang aku tidak bisa terus menunggu kamu berubah,” ucap Andara pelan namun tegas. Danu hanya bisa memandangi punggung Andara yang pergi meninggalkannya. Dia merasa dunianya runtuh. Di saat bersamaan, pikirannya kembali terisi dengan bayangan Anna yang kini hidup bahagia bersama Harry. Perasaan iri, cemburu, dan kebencian bercampur aduk dalam hatinya. “Kenapa semua orang bisa bahagia kecuali aku?” gumam Danu, penuh amarah. Hari demi hari berlalu, semakin dalam pula rasa frustasinya Danu. Hingga pada akhirnya, ia menerima kenyataan bahwa Andara benar-benar ingin bercerai. Tak ada jalan kembali untuk mereka berdua. Kenyataan pahit ini membuat Danu semakin tenggelam dalam kebencian pada dirinya sendiri. Ia merenungi banyak hal dalam hidupnya. Mungkin Bagas bena
Danu duduk sendirian di meja makan rumahnya, kepalanya tertunduk, tangannya mengepal di atas meja yang penuh dengan gelas dan piring kotor. Bayangan Anna dan Harry di pelaminan beberapa hari yang lalu masih jelas terbayang di kepalanya. Rasa benci dan iri menyelimuti dirinya. Bagaimana bisa Anna, mantan istrinya, berakhir dengan pria yang ternyata bukan hanya seorang CEO, tetapi juga penerus konglomerat besar? Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Harry, pria yang pernah diperalatnya untuk menjebak Anna, adalah sosok yang kini bersanding dengan mantan istrinya itu dalam kebahagiaan yang melimpah.Pikirannya semakin gelap ketika teringat dengan Andara, istrinya sendiri yang kini telah pergi meninggalkannya lagi. Danu menghempaskan napas berat. Andara, wanita yang dulu ia harapkan dapat menemaninya selamanya, kini telah benar-benar meninggalkan dirinya. Bukan hanya pergi dari rumah, tetapi kali ini Andara juga membawa semua barang-barangnya dan sepertinya tidak ada niatan untuk kembali.