Beranda / CEO / Dibuang Mantan, Dikejar CEO Sultan / BAB 8 : Pria Itu Si Bos Besar ?

Share

BAB 8 : Pria Itu Si Bos Besar ?

Aruna masih terpaku di tempatnya berdiri, ketika beberapa pegawai staf senior hilir mudik dengan tergesa, seolah tempat ini akan diterpa bencana.

Selang beberapa helaan napas, Aruna bergegas menuju ruang pantri di lantai itu dan dengan seksama mengikuti petunjuk yang tertera pada botol.

Ia melakukannya dengan sangat hati-hati meskipun hal ini baru pertama kali ia lakukan. Menyeduh teh aneh yang ia baru dengar namanya, dengan langkah demi langkah yang harus sesuai petunjuk.

Begitu selesai, Aruna meletakkan tiga cangkir teh yang telah berhasil ia buatkan ke atas nampan lalu membawanya keluar dengan hati-hati.

Aruna sempat mendengar sedikit suara gaduh di lorong area lift, ia menduga bahwa sang CEO telah datang.

Dengan langkah yang terjaga ia keluar dari pantri dan bergegas menuju ruang pak Direktur yang berada satu lantai di atas.

Ada keceriaan terpampang di wajah Aruna, karena ia berkesempatan melihat sang CEO yang konon katanya sangat sulit terlihat oleh khalayak umum. Ia membayangkan hari ini bisa saja sebagai hari keberuntungannya.

Membayangkan bisa menyerap aura karismatik CEO dan mendapat sedikit dari keberuntungan dari yang dimiliki oleh orang nomor satu di perusahaan ini.

Langkah Aruna terhenti, manakala ia melihat satu rombongan pria berjas berjalan menuju ruang direktur.

Pak Direktur berjalan di sisi pria tinggi berjas abu muda, berada paling depan dengan sedikit mengobrol.

Sementara satu orang yang tampak seperti seorang asisten berada di belakang pria berjas abu bersisian dengan General Manager, lalu dua orang lainnya yang bertubuh tinggi tegap dengan semacam earpiece terpasang di telinga mereka, berada paling belakang.

Rombongan itu sempat berhenti sejenak saat berada tepat depan pintu direktur. Pak direktur membukakan pintu sendiri dan mempersilahkan pria dalam setelan jas abu muda untuk masuk.

Pria berjas abu muda itu memutar tubuh lalu melangkah masuk. Dan tepat saat itulah mata Aruna menangkap sosok pria berjas muda itu dari samping, dengan jelas.  

Aruna mendesak keningnya hingga berkerut. Ia mencoba mengingat pria yang tampak familiar itu. Wajah dengan hidung mancung itu. Memorinya berputar pada malam dan siang kemarin.   

Bola mata Aruna membelalak seolah hendak lompat keluar dari tempatnya.

“Di-dia… CEO Da-Dananjaya Group??!”

Ia mengingatnya sekarang.

Pria yang memberikan lembaran-lembaran uang seratus ribuan di plaza kemaren malam dengan anak yang terjebak di toilet, itu adalah pria yang sama dengan yang dilihatnya barusan!

Pria itu CEO Dananjaya Group?!

Dananjaya Group, sebuah holding company dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar negara ini. Belasan anak perusahaan yang tergabung di dalamnya adalah perusahaan-perusahaan yang memimpin di industri masing-masing.

Sebuah entitas yang membuat merinding pesaing-pesaingnya dalam lini bisnis yang sama. Dan di pucuk pimpinannya, adalah pria Tak Sopan dan Tak Peka itu!

Ayah dari anak yang membasahi celananya di toilet karena tak tahan dan malah dimarahi sang ayah.

Dan PT Niskala Construction ini, hanyalah salah satu perusahaan di bawah Dananjaya Group!  

“Mampus! Mampus!” umpat Aruna berbisik pada dirinya sendiri.

Dirinya langsung teringat kata-kata makian yang dilontarkan di hadapan sang CEO itu, belum lagi jemarinya yang benar-benar lancang menunjuk-tunjuk muka sang CEO, saat pria itu mengabaikan dirinya sehabis menyenggolnya.

Keringat dingin mulai mengucur di pelipis Aruna. Kepalanya celingukan kanan dan kiri berusaha mendapati seseorang menggantikan dirinya membawakan minuman ini ke ruang Direktur.

“Kemana si om Yan dan Nunik, sih?! Giliran lagi begini, tu orang dua kaya makhluk goib aja, ngilang!” Aruna merasakan seluruh sendi tubuhnya lemas.

“Habislah riwayatku di perusahaan ini. Tamat sudah mimpi bekerja di sini. Aruna, kau akan menjadi pengangguran…” ratapnya lirih.   

“Aruna, ngapain kamu masih berdiri di sini? Cepat bawakan minumannya ke dalam!” tegur pak Dharma Manager Produksi, mengagetkan Aruna.

“Pak, Sa-saya…”

“Ayo cepat. Kalau kau masih doyan kerja di sini, jangan buang waktu lagi,” tegas pak Dharma.

Ingin rasanya Aruna menangis dan berteriak, ‘ngga buru-buru masuk ke dalam sana pun karena aku masih doyan kerja di sini, Pak!’

“Tunggu apalagi? Ayo cepat!” Pak Dharma tampak mendelik dan berkata kesal pada Aruna.

Tak punya pilihan lain, Aruna mengangguk gugup.

Dengan langkah setengah diseret, ia akhirnya mengikuti pak Dharma yang mendorong pintu ruang Direktur. Mempercepat langkah, Aruna berusaha bersembunyi di belakang punggung pak Dharma.

“Kamu ngapain? Sana letakkan minumannya di meja,” bisik pak Dharma dengan kepala menoleh sedikit ke belakang. Lalu ia segera beralih kepada tamu agung di depannya yang duduk di sisi kanan Direktur. “Maaf Pak, saya baru saja memesankan teh kesukaan Bapak, jadi agak telat menghidangkannya.”

Menggunakan kesempatan semua orang dalam ruangan itu yang tengah memperhatikan pak Dharma berkata, Aruna dengan kepala menunduk dalam-dalam, meletakkan tiga cangkir teh ke atas meja.

Ia bergegas membungkuk sekilas dan berbalik cepat untuk keluar dari ruangan tersebut.

“Tunggu,” suara rendah dan tegas itu menghantam jantung Aruna.

‘Tamat riwayatku!’

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Mustafida
bagus ceritay seru
goodnovel comment avatar
wiji Utami
tegaaaang, menggelitik
goodnovel comment avatar
NormaJeans
suka, seru ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status