“Ammi, jawab dulu pertanyaanku. Bagaimana bisa mengenal Aruna?” Tatapan Brahmana juga beralih pada wanita yang ia panggil Ammi itu, meminta penjelasan. “Kekasihku itu bahkan sempat berpikir bahwa kau adalah kekasihku yang lain..” imbuhnya sambil melirik Aruna. “Agha!” Wanita muda itu memekik protes. “Kenapa?” Kerlingan Brahmana pada Aruna menandakan ia tidak akan menghentikan kalimatnya. “Bahkan dia tadi menangis begitu banyak, karena merasa aku menduakannya, Ammi.” “Jangan mengadu!” Tatapan Aruna memelas. “Benarkah? Sayangku menangis banyak?” Wanita berpakaian serba putih itu mengulur tangan ke bawah dagu Aruna dan mengusapnya penuh kasih. “Lagian siapa yang gak curiga, mendengar dia berucap ‘I love you too’ terus ‘rindu’. Lalu panggilannya padamu, Bu. ‘Ammi’, itu kan seperti nama wanita!” protes Aruna, dengan menggebu membela diri di hadapan ibu kandung Brahmana. Wanita paruh baya cantik itu terkekeh. “Ammi adalah panggilan kesayangan almarhum suamiku, Pandhu, ditujukan untuk
Tantri menarik napas dalam. “Kedekatan dan pengungkapan kasih sayang yang sangat tulus, begitu terlihat antara Aruna dan Erwin. Aku betul-betul tersentuh. Sejak saat itu pula, aku bertekad untuk keluar dari depresi-ku demi Bram dan menjadi ibu yang baik baginya.”“Ibu memang sangat ekspresif, sejak saat itu,” goda Aruna.“Ya kau benar!” Tantri mengiyakan. “Aku merasa perlu mendengar semua kata-kata cinta. Baik yang aku ucapkan sendiri, maupun dari mulut orang-orang yang kucintai. Rasanya, seperti tidak cukup untuk menebus semua waktuku yang hilang bersama Bram.”“I love you, Ammi..” Brahmana tersenyum saat mengucapkannya penuh kelembutan.“I love you too, Cintaku..”“Bukankah takdir itu sangat lucu?” ujar ibu kandung Brahmana. “Tidak aku sangka, bahwa putraku akan menikahi wanita yang sudah seperti putriku ini. Aku dan Runa begitu dekat, aku menceritakan banya
Sesak padat orang-orang memenuhi ballroom mewah yang telah dihiasi begitu indah dan megah. Ribuan bunga mawar segar dirangkai cantik dengan anggrek bulan, menghiasi langit-langit ballroom. Seluruh sudut pun telah penuh dengan hiasan kristal bak stalaktit dengan pendar cahaya kebiruan nan cantik. Sungguh, tidak akan ada mata yang mampu menutupi sorot kekaguman yang terpancar, tatkala langkah kaki memasuki pintu ballroom yang juga telah disulap bak lorong yang penuh dengan gemerlap kristal. Chocolate fountain menjulang tinggi di empat sudut ballroom dengan hamparan bermacam bentuk permen cantik yang mengelilinginya. Beberapa anak-anak bergaun indah tampak tengah mengagumi coklat pancur yang mengalir berundak-undak itu. Sementara para orang dewasa --juga dengan pakaian mahal dan bagus milik mereka, terlihat saling bercakap dengan akrab dan menikmati limpahan hidangan beraneka ragam yang ditata sangat artistik dan cantik. “Ah! Aku bosan. Aku mau ke temenku. Boleh Yah? Kak Una?” Mair
“Selamat lagi ya Runa..” Fathan tiba-tiba ada di dekat Aruna dan memberikan ucapan selamat yang tulus pada wanita itu. “Makasih Mas..” senyum Aruna. “Mohon maaf, saya ingin mengamankan seseorang di sini yang berpotensi merusak acara pernikahan ini,” ujar pria berkacamata itu lagi sambil memandang Shanti lekat. “Hah? Gue?” Shanti menunjuk dirinya sendiri tak terima. “Oh boleh, silakan..” jawab Aruna cepat. Pengantin wanita itu mengulum senyum. Fathan lalu menarik tangan Shanti dan membawanya menjauh setelah sekali lagi meminta izin dari Aruna. Jasmine dan Najla terdiam dan saling melempar pandangan. “Apa undangan pernikahan lainnya akan segera datang ke kita?” Najla bergumam. “Kayanya…” respon Aruna. “Hah? Siapa yang nikah?” Jasmine menoleh bergantian pada Aruna dan juga Najla, yang kemudian sama-sama menepuk jidat atas kelemotan teman mereka yang satu itu. Kedua sahabat itu tertawa lagi, menggoda Jasmine. Sedang asyiknya mereka bertiga, seseorang menghampiri meja Aruna dan
Holaaaa GoodReaders teman setia Aruna dan Brahmana! Akhirnya kita sampai di penghujung cerita mereka berdua. Terima kasih yaa kalian sudah melanjut bersama Author hingga di bab terakhir. Terima kasih juga Author sampaikan pada kalian untuk semua gems, ulasan positif, komentar penyemangat yang membuat Author terus dalam Mode On menulis... ^^ Maapken juga kalau ada beberapa typo dan kesalahan-kesalahan diksi pada penuturan kalimat yang Author tulis. Semoga ke depan Author lebih baik lagi. Ditunggu saja ya, karya lain author di aplikasi GoodNovel ini. ^^ By the waayyyy..... Apakah ada yang mau extra part Runa dan Agha di malam pertama mereka?? Cungg yang mau, berikan ulasan dan komentar kalian di bawah ini yaa. Extra Part akan segera meluncur malam ini juga, jika author mendapatkan selusin lebih komentar kalian..! Ditunggu komennya! Muuacch!
Okee baiklaah.. Author luncurkan nih extra part malam pertama Aruna dan Brahmana.Plis, yang dibawah umur, menyingkir dulu yaa ^,^=== * * * ===Aruna membuka pintu kamar mandi lalu berjalan menyusuri walk in closet untuk tiba di ruang tidur utama dalam kediaman Brahmana.Malam ini adalah malam pertama Aruna tidur di kediaman ini dengan status sebagai Nyonya Muda Dananjaya.Dadanya berdebar cepat dengan irama tak beraturan, hingga tanpa sadar ia menekan dadanya dengan tangan.Ia baru selesai membersihkan diri dan menunggu kedatangan Brahmana ke kamar, karena sebelumnya, Brahmana menyelesaikan satu pertemuan melalui video call conference di ruang kerjanya.Langkah wanita muda itu terhenti di tengah kamar besar dengan mata terpaku pada satu sudut di dalam kamar itu.Napasnya tercekat dan tertahan, saat melihat sosok bak patung dewa Yunani itu berdiri di dekat jendela kaca besar menghadap balkon.Helaian vitrase yang lembut
Aruna mengangguk. Lalu matanya yang telah sayu menatap Brahmana yang bergeser dan kian merapatkan diri pada tubuh Aruna. Ia juga merasakan kaki Brahmana yang mendorong kedua kaki miliknya untuk membuka lebar. Brahmana merunduk dan kembali mengecup dan menggigit kecil telinga Aruna. Istri Brahmana itu mengerutkan kening menahan satu benda asing yang menempel di area tubuh bawahnya. “Rileks Sayang…” Aruna menarik napas dalam untuk mematuhi perkataan Brahmana dan mencoba tenang. “Bukan!” pekiknya spontan tiba-tiba. “Hm?” “Bukan yang itu lubangnya…” “Oh?” Brahmana menarik kepalanya menjauh. “Maafkan suamimu yang tidak berpengalaman ini..” Aruna menatap sang suami hingga sesaat kemudian pecah tergelak, diikuti Brahmana yang menggigit gemas bahu sang istri. “Kau suka sekali merusak suasana, Agha!” “Benarkah?” Brahmana mencium sekilas bibir Aruna lalu bergerak turun dengan cepat dan mendorong tungkai kaki mulus istrinya untuk membuka lebar. “Ahh!!” Pria itu membenamkan kepalany
DUAAGG!! BRUKK! “Agh..!” Shanti menahan rasa nyeri ketika hantaman kaki salah satu penjaga Katrina mendarat di perutnya. Ia terhuyung mundur. Pandangannya mulai berbayang dan tertutup tetesan peluh dari kening. Ia berusaha menegakkan tubuh, namun matanya menangkap si penjaga yang tadi menendangnya telah mengangkat tangan hendak melayangkan pukulan ke arah wajahnya. Pasrah. Shanti sungguh pasrah. Ia memejamkan mata kuat dengan tangan yang bahkan terasa sangat berat untuk ia angkat demi menangkis pukulan mendatang itu. BUGG! DUAAGG! Shanti bergeming. Telinganya menangkap suara benturan itu, namun tidak terjadi apa-apa pada wajahnya ataupun anggota tubuhnya yang lain. Segera ia membuka mata. Dan di situlah ia melihat sosok bertubuh tinggi dan pemilik wajah serius yang beberapa kali ia lihat, tengah menghajar dua penjaga Katrina yang semula mengeroyok dirinya. “Astaga, kerennya…” Shanti tercengang. Ia bergumam di antara rasa kaget, sakit di perut dan rasa takjub. Matanya le