“Selamat lagi ya Runa..” Fathan tiba-tiba ada di dekat Aruna dan memberikan ucapan selamat yang tulus pada wanita itu. “Makasih Mas..” senyum Aruna. “Mohon maaf, saya ingin mengamankan seseorang di sini yang berpotensi merusak acara pernikahan ini,” ujar pria berkacamata itu lagi sambil memandang Shanti lekat. “Hah? Gue?” Shanti menunjuk dirinya sendiri tak terima. “Oh boleh, silakan..” jawab Aruna cepat. Pengantin wanita itu mengulum senyum. Fathan lalu menarik tangan Shanti dan membawanya menjauh setelah sekali lagi meminta izin dari Aruna. Jasmine dan Najla terdiam dan saling melempar pandangan. “Apa undangan pernikahan lainnya akan segera datang ke kita?” Najla bergumam. “Kayanya…” respon Aruna. “Hah? Siapa yang nikah?” Jasmine menoleh bergantian pada Aruna dan juga Najla, yang kemudian sama-sama menepuk jidat atas kelemotan teman mereka yang satu itu. Kedua sahabat itu tertawa lagi, menggoda Jasmine. Sedang asyiknya mereka bertiga, seseorang menghampiri meja Aruna dan
Holaaaa GoodReaders teman setia Aruna dan Brahmana! Akhirnya kita sampai di penghujung cerita mereka berdua. Terima kasih yaa kalian sudah melanjut bersama Author hingga di bab terakhir. Terima kasih juga Author sampaikan pada kalian untuk semua gems, ulasan positif, komentar penyemangat yang membuat Author terus dalam Mode On menulis... ^^ Maapken juga kalau ada beberapa typo dan kesalahan-kesalahan diksi pada penuturan kalimat yang Author tulis. Semoga ke depan Author lebih baik lagi. Ditunggu saja ya, karya lain author di aplikasi GoodNovel ini. ^^ By the waayyyy..... Apakah ada yang mau extra part Runa dan Agha di malam pertama mereka?? Cungg yang mau, berikan ulasan dan komentar kalian di bawah ini yaa. Extra Part akan segera meluncur malam ini juga, jika author mendapatkan selusin lebih komentar kalian..! Ditunggu komennya! Muuacch!
Okee baiklaah.. Author luncurkan nih extra part malam pertama Aruna dan Brahmana.Plis, yang dibawah umur, menyingkir dulu yaa ^,^=== * * * ===Aruna membuka pintu kamar mandi lalu berjalan menyusuri walk in closet untuk tiba di ruang tidur utama dalam kediaman Brahmana.Malam ini adalah malam pertama Aruna tidur di kediaman ini dengan status sebagai Nyonya Muda Dananjaya.Dadanya berdebar cepat dengan irama tak beraturan, hingga tanpa sadar ia menekan dadanya dengan tangan.Ia baru selesai membersihkan diri dan menunggu kedatangan Brahmana ke kamar, karena sebelumnya, Brahmana menyelesaikan satu pertemuan melalui video call conference di ruang kerjanya.Langkah wanita muda itu terhenti di tengah kamar besar dengan mata terpaku pada satu sudut di dalam kamar itu.Napasnya tercekat dan tertahan, saat melihat sosok bak patung dewa Yunani itu berdiri di dekat jendela kaca besar menghadap balkon.Helaian vitrase yang lembut
Aruna mengangguk. Lalu matanya yang telah sayu menatap Brahmana yang bergeser dan kian merapatkan diri pada tubuh Aruna. Ia juga merasakan kaki Brahmana yang mendorong kedua kaki miliknya untuk membuka lebar. Brahmana merunduk dan kembali mengecup dan menggigit kecil telinga Aruna. Istri Brahmana itu mengerutkan kening menahan satu benda asing yang menempel di area tubuh bawahnya. “Rileks Sayang…” Aruna menarik napas dalam untuk mematuhi perkataan Brahmana dan mencoba tenang. “Bukan!” pekiknya spontan tiba-tiba. “Hm?” “Bukan yang itu lubangnya…” “Oh?” Brahmana menarik kepalanya menjauh. “Maafkan suamimu yang tidak berpengalaman ini..” Aruna menatap sang suami hingga sesaat kemudian pecah tergelak, diikuti Brahmana yang menggigit gemas bahu sang istri. “Kau suka sekali merusak suasana, Agha!” “Benarkah?” Brahmana mencium sekilas bibir Aruna lalu bergerak turun dengan cepat dan mendorong tungkai kaki mulus istrinya untuk membuka lebar. “Ahh!!” Pria itu membenamkan kepalany
DUAAGG!! BRUKK! “Agh..!” Shanti menahan rasa nyeri ketika hantaman kaki salah satu penjaga Katrina mendarat di perutnya. Ia terhuyung mundur. Pandangannya mulai berbayang dan tertutup tetesan peluh dari kening. Ia berusaha menegakkan tubuh, namun matanya menangkap si penjaga yang tadi menendangnya telah mengangkat tangan hendak melayangkan pukulan ke arah wajahnya. Pasrah. Shanti sungguh pasrah. Ia memejamkan mata kuat dengan tangan yang bahkan terasa sangat berat untuk ia angkat demi menangkis pukulan mendatang itu. BUGG! DUAAGG! Shanti bergeming. Telinganya menangkap suara benturan itu, namun tidak terjadi apa-apa pada wajahnya ataupun anggota tubuhnya yang lain. Segera ia membuka mata. Dan di situlah ia melihat sosok bertubuh tinggi dan pemilik wajah serius yang beberapa kali ia lihat, tengah menghajar dua penjaga Katrina yang semula mengeroyok dirinya. “Astaga, kerennya…” Shanti tercengang. Ia bergumam di antara rasa kaget, sakit di perut dan rasa takjub. Matanya le
“Ba-baik Pak! Segera saya lakukan, Pak!” Direktur PT Niskala mengangguk, bahkan membungkuk memberi hormat, padahal seseorang di seberang sana --yang tengah berbicara di telepon padanya, tidak bisa melihat. Sambungan telepon yang terhubung itu tampaknya selesai, karena Direktur dengan tergopoh-gopoh keluar dari ruangannya dan bergegas menuju lift. Tangan masih memegang ponsel, tatkala sekretaris Direktur menyapanya terkejut. “Pak, apa terjadi sesuatu?” tanya sekretaris itu saat melihat raut wajah Direktur yang sangat serius. “Urgent.” Hanya itu yang sempat dikatakan sang Direktur, lalu pintu lift membuka, ia pun segera masuk ke dalamnya. Meninggalkan sang sekretaris yang masih bingung di sana. Pria di akhir usia lima puluhan itu berjalan tergopoh dengan tujuan terarah, begitu pintu lift membuka. Tidak ia hiraukan sapaan hormat dari semua pegawai yang tengah sibuk di dalam kubikel masing-masing dan hanya menatap lurus ke arah satu ruang dengan raut wajah serius. Tentu saja itu me
Aruna turun dari mobil, setelah seorang pekerja di kediaman Brahmana --yang juga menjadi tempatnya tinggal sekarang-- membukakan pintu untuknya. Aruna menganggukkan kepala untuk membalas salam hormat pekerja itu padanya dan melangkah dengan tenang menuju teras depan. Pelayan membukakan pintu dan menyapa hormat padanya, tatkala langkah kaki jenjang milik Aruna melewati pintu itu dan menuju anak tangga besar. Ia harus bergegas membersihkan diri, sebelum sang suami pulang. Tangannya mendorong pintu kamar mereka lalu masuk, tanpa prasangka apa-apa. “Aah!!” Aruna terpekik kaget. Tubuhnya ditarik paksa oleh satu lengan kekar yang melingkari pinggangnya dengan posesif. “Kenapa baru pulang, hm?” Brahmana menaikkan lengan lainnya di pinggang Aruna dengan kepala merunduk dan mengendus tengkuk Aruna. “Kau bikin aku kaget, Agha!” omel Aruna. Ia mencubit tangan sang suami yang melingkar di pinggangnya. “Geli! Lepasin dulu.” “Hm…” Brahmana tak menggubris ucapan istrinya dan terus memainkan
Di satu sudut emperan toko, seorang wanita paruh baya berpakaian lusuh, tengah duduk sambil memegang kaleng bekas susu kental manis yang telah dibersihkan. Bagian tutup kaleng susu itu telah terbuka penuh dan terlihat ada beberapa koin serta lembaran uang nominal dua ribu rupiah ada di dalamnya. “Hah! Apa ini?!” gerutu wanita itu kesal. Ia membalikkan kaleng itu dan mengeluarkan semua isinya. “Lagi-lagi hasilnya cuman segini doang,” keluhnya dengan raut wajah masam. “Kapan bisa makan enak?” Dengan kesal ia menghitung lembaran demi lembaran uang dua ribu rupiah dan juga koin recehan itu. “Cuman sekali doang dapat uang gede banget. Gak tau mimpi apa, bisa dikasih tujuh ratus ribu ama orang dalam mobil Bentley itu…” Wanita itu berdecak. “Kapan lagi ya mobil itu lewat… Siapa tau ntar dia ngasih lebih gede dari itu.” Wanita itu menggaruk kepalanya lalu mengambil dompet kain yang ada di balik blus lusuhnya. Ia lalu berdiri dan berjalan menyusuri emperan toko yang ia singgahi dan ter