Wanita yang berbaring di samping Akbar terlihat gelisah. Sesekali ia mengusap layar ponsel yang menyala, kemudian mematikannya lagi. Sudah tiga hari, Wisnu meninggalkannya dan tidak kunjung kembali. Hanya beberapa kali lelaki itu menghubunginya, itupun untuk menanyakan keberadaan Akrab dan hanya sesekali, lelaki berlesung pipi itu menanyakan kabar Asma. Seperti tidak ada sedikitpun kerinduan untuk Asma. Bahkan sepanjang hari ini, Wisnu sama sekali tidak menghubungi Asma. "Kamu sibuk apa, sih bang!" gerutu Asma menatap pada langit-langit kamar. Rindu itu benar-benar menyiksa Asma."Aku kangen, Bang!" ucapnya.Sejenak Asma nampak berpikir keras. Akhirnya ia memberanikan diri untuk menelepon Wisnu. Beberapa saat hanya suara sambungan telepon yang terdengar. Hingga panggilan itu berakhir, tidak ada satupun orang yang mengangkat telepon Asma pada ponsel Wisnu.Asma menarik ponsel dari dekat telinganya, menata pada layar yang masih menyala."Kenapa tidak diangkat?" monolog Asma pada diriny
Pertempuran semalam cukup memanas. Bahkan hampir membuat Nada tidak sanggup mengikuti kemauan Wisnu. Entah apa yang membuat Wisnu seperkasa itu. Yang pasti, Wisnu yang menemaninya semalam, tidaklah seperti Wisnu yang dulu.Senyuman sesekali terbit dari kedua sudut bibir Nada. Menatap pada lelaki yang masih bergumul dengan selimut tebal. Nada merasa cinta Wisnu telah kembali seutuhnya untuknya saat ini. Tidak peduli adanya gundik lain, yang menjadi duri di dalam ikatan cinta mereka.Ponsel yang berada di atas nakas bergetar cukup keras. Nada yang sedang duduk pada bangku Sofa bergegas bangkit, ia tidak ingin suara itu membangunkan kekasih hatinya yang masih buai dalam mimpi. Setelah Nada mendekat, rupanya suara itu berasal dari ponsel milik Wisnu, bukan ponsel miliknya yang juga berada di atas nakas. Nama Asma tertulis pada layar ponsel yang menyala. Membuat hatinya terasa nyeri.Dengan cepat Nada meraih benda pintar milik Wisnu dan menekan tombol merah pada layar ponsel. Ia juga mengh
Sudah beberapa hari semenjak kepergian Wisnu kembali ke Jakarta. Nomor lelaki itu sama sekali tidak bisa dihubungi. Membuat Asma yakin jika Wisnu memang marah kepadanya. Subuh buta, Asma sudah menitipkan Akbar kepada Umi. Rencananya ia akan menemui Tuan Hamzah di perkebunan untuk meminta tolong pada lelaki itu agar mau mengantarkannya ke Jakarta.Bakul-bakul yang berada di atas punggung para pemetik teh sudah hampir penuh. Cahaya matahari sudah sepenggalan naik saat Asma tiba di perkebunan. Wanita berbalut gamis hitam itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari sosok lelaki bertubuh tegap yang ia kenal sebagai kaki tangan keluarga Sangir. "Mbak cari siapa?" seloroh mandor yang pernah Asma temui saat Wisnu menghilang beberapa waktu yang lalu. Wanita itu tergeragap dan segera memutar tubuhnya ke belakang punggung."Tuan," ucap Asma."Oh, ibu Asma," ucap lelaki itu dengan wajah terkejut saat wanita yang berdiri di depannya tidak lain adalah Asma, istri dari pemilik perkebunan t
Nada begitu setia mengusap lembut bahu Wisnu yang duduk di sampingnya. Wajah' lelaki berlesung pipi itu mendadak berubah setelah mendengar kalimat menyakitkan yang beberapa saat lalu keluar dari bibir Tuan Sangir. Kalimat yang seolah menganggap semuanya itu begitu mudah."Sudahlah Mas, itu hanya rencana ayah. Aku sama sekali tidak ada niatan untuk melakukan hal itu," ucap Nada pada Wisnu. Lelaki itu terus berusaha untuk meredam gemuruh di dalam dadanya mengalihkan tatapannya pada Nada."Tapi Nad, harusnya ayah' tidak bicara seperti itu," jawab Wisnu menarik tubuhnya yang sedari tadi bertumpu pada kedua tangannya yang ia jadikan sebagai penyangga di atas kedua pahanya.Nada tidak bergeming. Ia menemukan apa yang selama ini ia takutkan dari tatapan Wisnu yang kini telah beralih darinya. "Bagaimana pun Asma juga istriku, Nad! Jadi tidak semudah itu," imbuhnya."Apakah Mas sekarang lebih mencintai istri muda, Mas Wisnu?" Kalimat itu dengan mudah lolos dari bibir Nada. Lelaki yang sempat
"Asma, ayo masuk!" ajak Nada membuyarkan lamunan wanita yang berdiri di samping Wisnu. Asma segera tersadar, mengalihkan tatapannya pada Nada."I-iya Mbak!" sahut Asma cepat. Ia bergegas mengikuti langkah Nada masuk ke dalam rumah. Di susul oleh Wisnu yang menggendong Akbar dibelakang punggung Asma."Bagaimana kabar kamu, As?" tanya Nada sekilas ia menoleh ke arah belakang punggungnya. Tatapan dan senyuman itu terkesan begitu hangat sekali."Baik, Mbak Nada," jawab Asma mengalihkan tatapannya kepada Nada setelah ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah megah milik keluarga Sangir yang sama sekali tidak berubah. Tatapan foto-foto suaminya yang tidak lain adalah seorang yang sukses."Aku baik, As!" jawab Nada menyunggingkan senyuman simpul.Netra Asma tertuju pada kaki Nada yang sudah sembuh. "Kaki Mbak Nada sudah sembuh?" tanya Asma melirik sekilas pada kaki Nada. Lalu menjatuhkan tatapan akhir pada wajah Nada yang terlihat sangat cantik sekali.Nada mengalihkan tatapannya pada
Bergegas Wisnu bangkit dari bibir ranjang. Netranya menatap penuh keterkejutan kepada wanita yang berdiri di ambang pintu. Begitu juga dengan wanita berbalut kerudung yang berada di sana. Wisnu tidak bisa membayangkan apa yang saat ini ada di dalam pikiran Asma, saat melihatnya bersama Nada."Asma!" lirih suara Wisnu yang terdengar sangat pelan sekali. Netranya sedikit membola."Apa yang sedang Abang lakukan di sini?" ucap Asma hendak melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar. Wisnu dengan cepat melangkahkan kakinya menghampiri Asma di ambang pintu. Ia tidak ingin wanita itu melihat foto-foto pernikahan antara dirinya dengan Nada yang pasti akan mengundang bencana dengan pernikahan bersama Asma."Aku, aku hanya ...!" Kerongkongan Wisnu tercekat, debaran jantungnya bertalu-talu. Mendadak semua kata-kata hilang di dalam pikirannya. Ia terlihat pucat dan nampak sangat gugup sekali."Aku hanya sedang merindukan suamiku saja, As, makanya aku menangis. Dan Mas Wisnu kebetulan mendengar tang
"Bang!" panggil wanita yang muncul dari balik pintu kamar mandi. Wisnu tercekat seketika. Jakunnya bergerak naik turun, menelan salivanya menatap pada Asma."Bagaimana, Bang? Aku pantes kan memakai pakaian ini?" ucap wanita yang mengenalkan lingerie berwarna merah muda itu. Dengan berjalan seperti seorang foto model, Asma menghampiri Wisnu.Bukannya tergoda, Wisnu justru menatap penuh kebingungan pada Asma. Ia merasa wanita yang kini berdiri di depannya bukanlah istri yang selama ini ia kenal. "As, ada apa denganmu?" tanya Wisnu pada wanita yang sedang berpose di depannya. "Kenapa kamu berpakaian seperti itu, As?" tanya Wisnu menjatuhkan tatapan penuh keheranan.Asma menurunkan satu tangannya yang berkecak pinggang, bergaya seperti seorang foto model. Dengan cepat Asma segera membenarkan posisi berdirinya. Senyuman yang tersungging dari bibirnya pun memutar seketika."Aku hanya sedang mencoba baju baru hadiah dari Rani saja, Bang!" lirih Asma terbata. Niatanya untuk menggoda Wisnu, t
Selang infus masih menancap pada pergelangan tangan Rani. Semakin hari kondisinya semakin membaik. Setelah paskah pemerkosaan yang dilakukan Bagas secara membabi-buta kepadanya di acara peresmian produk baru di perkebunan keluarga Sangir.Dengan lantang Rani mengatakan di depan Umi dan Asma agar lelaki alim itu mau menikahinya dan ternyata Ustaz Azhar mengiyakan permintaan Rani. Seketika hati Rani melambung tinggi terbang ke awang-awang. Ia berpikir jika Ustaz Azhar juga memiliki perasaan yang sama seperti dirinya. Tapi sayangnya, pikirin itu tidak sama dengan kenyataan yang akan terjadi saat ini. Di mana lelaki yang masih mengenakan seragam kerja itu, terpekur cukup lama berdiri di sampingnya."Ada sesuatu yang ingin aku katakan kepada kamu, Ran!" ucap Ustaz Azhar mengalihkan tatapan Rani yang sedari tadi dilanda penasaran. Gadis dengan pakaian pasien rumah sakit itu pun menoleh."Ada apa, bang?" tanya Rani menjatuhkan tatapan penasaran.Lelaki dengan pakaian kerja itu menghela nafas
Tidak ada yang bisa menyembuhkan kerinduan kecuali pertemuan. Segalanya nelangsa sirna, saat raga mampu mendekap tubuh yang terkasih secara sempurna. Jarak yang membelah, kini hanya menjadi sepenggal cerita manis. Melebur menjadi sebuah kisah bahagia."Ibu!" Gala terisak di dalam pelukan Nada. Tangis dua manusia yang tidak memiliki hubungan darah itu pecah. Menumpahkan segala dahaga yang selama ini tertahan."Maafkan ibu, Gala!" lirih Nada di sela-sela tangisannya. "Jangan tinggalkan ibu!" pinta Nada, memohon.Gala mengusap lembut pipi Nada yang basah oleh air mata. Menjatuhkan tatapan teduh pada wanita yang lebih tinggi darinya itu."Tidak Bu, aku tidak akan meninggalkan ibu!" ucap Gala, suaranya terdengar sumbang. Karena terlalu banyak menangis.Wisnu yang mematung di halaman rumah hanya terdiam seraya menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum kecil. Ia tidak menyangka jika darah dagingnya bisa sesayang itu pada Nada. Wanita yang telah ia benci selama ini._____Satu bulan telah berl
Nada memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Melihat ke arah wanita dengan setelan seragam kerja yang sedang menatap ke arahnya."Saya sedang mencari pemilik apartemen ini?" Nada mengarahkan jari telunjuknya pada pintu apartemen yang ada di depannya."Saya pemilik apartemen ini!" jawab Hanum dengan tatapan sedikit bingung. Tetapi entah mengapa ia merasa pernah melihat sosok Nada sebelumnya. Tetapi lupa di mana ia pernah melihatnya.Kepulan asap putih dari gelas yang berada di depan Nada menyeruak ke udara. Aroma terapi Jasmine sedikit menghilangkan perasaan khawatir yang sejak tadi melanda hati Nada."Saya Nada, saya mencari keberadaan Gala?" seloroh Nada setelah meletakkan gelas teh yang baru saja ia sesap.Wajah Hanum berubah sesaat. Tatapan yang sulit sekali untuk Nada artikan."Apakah anda orang itu?" celetuk Hanum menebak. Puzzle kisah cinta segitiga Wisnu, Asma dan wanita yang duduk di sudut bangku ruangannya telah sempurna. Sekarang ia bisa membingkainya dengan baik.Dari pert
Cuaca panas tidak hanya terjadi di kota Medan. Hampir di seluruh kota yang berada di Indonesia. Hal seperti ini akan terjadi selama kurang lebih enam bulan ke depan. Hingga musim kemarau berakhir dan berganti dengan musim penghujan.Pengacara Arif membawa Nada menuju sebuah restauran cepat saji yang berada di pusat kota. Sebuah restoran yang menjual makan khas Padang."Nyonya mau makan apa?" ucap pengacara Arif mengalihkan tatapannya dari buku menu pada Nada. "Terserah Pak Arif saja," balas Nada tanpa menunjukkan ekspresi apapun. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas meja. Netranya terus mengawasi Sekertaris Arif yang semakin lama menjadi salah tingkah oleh tatapan Nada.Setelah memesan makanan lelaki itu mulia dengan tujuannya untuk mendatangi Nada ke pulau seberang.Wajah pengacara yang tidak lagi muda itu berubah lesu, penuh dengan penyesalan. Sesekali ekor matanya melirik pada Nada yang sejenak tadi mengawasinya dengan tatapan tidak suka."Saya minta maaf, Nyonya Nada. Karen
Tubuh Gala terhuyun jatuh di lantai. Wisnu tidak sempat menghalangi peluru yang hendak menembus dada Gala. Timah panas itu melesat cepat dan berhenti tepat di jantung Gala."Gala, bangun Gala!" Wisnu menarik tubuhnya Gala di atas pangkuannya. Dar*h dengan cepat menyebar pada bagian dada Gala yang tertembus timah panas. Kemeja putih yang Gala kenakan, berubah warna menjadi merah dar*h"Polisi, tolong!" teriak Wisnu panik.Wajah Danil mendadak berubah cemas. Para polisi yang sejak tadi memang mengintai cepat mengeluarkan diri dari persembunyiannya. "Sialan!" decak Danil meradang. Beberapa lelaki berseragam kepolisian muncul satu persatu masuk ke dalam ruangannya."Gala, bangun Gala!" Wisnu mengucang tubuh' Gala. Nafasnya yang mulia melemah membuat Wisnu semakin takut.Kedipan mata Gala melemah. Sakit yang mendadak menyiksanya, perlahan menjalar ke seluruh tubuhnya."Ibu ....!" lirih Gala sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya dan tidak sadarkan diri."Gala, bangun!" teriak Wisnu
Memilih tidak menceritakan apapun pada Wisnu adalah pilihan Gala. Sekalipun lelaki itu terus mendesaknya dan hampir seperti memaksa. Tetapi Gala tetap menyimpan permasalahan yang terjadi antara dirinya dan Danil sendirian.Berita kematian Gala semakin menyebar luas. Setelah sebulan berlalu di temukannya mobil yang Gala kendarai meringsek ke dalam jurang. Meskipun jenazah Gala tidak di temukan, tetapi media membuat berita sedemikian rupa. Jurang yang dalam menjadi dugaan tempat jasad Gala berada. Apalagi di bawah jurang itu ada aliran sungai yang cukup deras. Membuat pihak sars menyudahi pencarian setelah semua usaha tidak mendapatkan hasil.Selama pemulihan Gala memilih bersembunyi di rumah Wisnu. Hanya lelaki itulah yang menjadi andalan Gala saat ini. Menghilang dari Danil agar lelaki itu senang karena mengetahui jika Gala telah tiada."Sudah tidak terlalu sakit, Hanum!" suara yang terdengar seperti rengekan itu menghentikan langkah kaki Wisnu yang hendak menuju pintu utama rumah.Ke
Aroma anyir menusuk pangkal hidung Wisnu. Perlahan setelah kesadarannya kembali. Tetapi entah mengapa kepalanya terasa sangat sakit sekali. Tanpa sadar, tangan kanan Wisnu memegangi sudut pelipisnya. Dan ia bisa merasakan ada sesuatu yang keluar dari pelipis lelaki itu dan sangat perih sekali.Wisnu membiarkan tubuhnya terbaring di atas rerumputan beberapa saat. Rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu berputar kembali di dalam kepalanya. Bergegas ia bangkit saat teringat dengan Gala dan mobil yang terperosok hampir masuk ke dalam jurang."Gala, di mana dia?" Wisnu bangkit dengan wajah panik duduk di atas rerumputan. Tatapannya menyapu ke sekeliling tebing. Tetapi ia tidak melihat keberadaan Gala. Hanya sebuah mobil yang terangkut pada pohon yang ada di bibir jurang.Perasaan khawatir seketika menguasai Wisnu. Seingatnya sebelum mobil yang kini tersangkut pada pohon yang berada di tepi jurang itu meringsek, Wisnu telah mendorong tubuh Gala ke arah pintu. Tetapi dia tidak
Setelah Danil menolak ajakan sarapan paginya, Gala terpaksa menikmati serapan itu sendirian. Sebenarnya ia tahu, pasti Danil saat itu sangat marah karena niatannya untuk menyingkirkan Gala tidak berhasil. Sementara nasib Bibik, Gala belum tahu pasti. Yang jelas wanita itu pasti kena hukuman berat. Begitu dugaan Gala.Ekor mata Gala melirik pada jam dinding yang masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu yang cukup lama untuk ia berangkat ke kantor.Rasa penasaran masih menganggu pikiran Gala. Tegang surat wasiat yang Nada katakan kepadanya. Jika sebenarnya dirinyalah pewaris utama seluruh harta Tuan Seno. Tetapi sampai detik ini, Gala tidak menemukan di mana lelaki bertubuh jangkung itu menyembunyikan surat wasiat itu.Cukup pelan Gala menyeret langkah kakinya menaiki anak tangga menuju kamar Danil. Dugaan Gala kali ini, Danil menyembunyikan surat wasiat itu di dalam kamarnya. Hanya ada dua tempat di rumah itu yang memungkinkan Danil menyimpan sesuatu. Yaitu ruang ke
Bergegas Gala turun dari bangku. Memperhatikan dengan seksama kucing berwarna orange yang mendadak kejang dengan mulut berbusa. Melihat dari tanda-tandanya kucing itu sepertinya mengalami keracunan."Tidak salah lagi!" guman Gala yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Jika ada seseorang yang menginginkannya mati.Gala bangkit berdiri. Tatapannya tajam melihat ke arah makanan yang tersaji di atas meja makan. Beruntungnya belum ada satupun makanan yang masuk ke dalam mulut Gala. "Aku harus lebih berhati-hati lagi!" monolog Gala dengan tatapan serius.____Danil menatap terkejut saat baru kembali ke rumah. Pemuda tampan itulah yang membukakan pintu rumah untuknya. Keringat dingin seketika membahasi sekujur tubuh Danil.Sepersekian detik Danil mematung di depan pintu rumah. Menatap pada Gala yang tengah melemparkan senyuman kepadanya dengan wajah yang sedikit malas khas seorang yang baru bangun dari tidur."Ayah, kenapa pulang larut malam sekali?" seloroh Gala terdengar malas. Ke
"Gala kamu kenapa?" seloroh Wisnu.Gala terseret kembali dari lamunannya. Sekarang ia sudah menemukan siapa wanita yang sudah melahirkannya ke dunia. Jawaban yang sudah sangat jelas sekali.Tidak terasa sudut mata Gala pun telah basah. Cepat ia mengusap genangan itu agar tidak berjejak. Ia tidak ingin Wisnu melihat hal itu.Bagaimana tidak sakit, menemukan wanita yang telah melahirkannya tetapi dalam perpisahan yang menyakitkan. Hanya sebait kenangan yang bisa Gala ingat. Jika Asma juga tidak kalah sayangnya kepadanya. Hingga hampir gila saat Nada mengambil Gala dari kehidupannya."Aku banyak sekali bersalah pada Asma." Helaan nafas Wisnu terdengar jelas. Suaranya yang menggelar terdengar penuh kesedihan.Kerongkongan Gala terasa kering. Hanya sedikit ia menelan salivanya. Selebihnya, tatapan matanya tidak beralih sedikitpun dari Wisnu."Memangnya kesalahan apa yang sudah Om Wisnu lakukan?" ucap Gala."Banyak Gala. Kesalahanku sudah tidak termaafkan oleh Asma." Tatapan mata Wisnu meli