Senja memegang pisau dan garpu dengan erat seperti hendak meremukkannya. Kini ia makan malam dengan sangat ibu dan juga Adam, selaku calon ayah tirinya. Rasanya ia muak, mengamati keduanya yang sedang bertukar makanan dengan mesra. Senja bukannya iri namun ia geli saja, Adam pemain peran yang apik.
"Senja kok makanannya gak kamu makan?" Adam berlagak sok perhatian. Menunjukkan gelagat sebagai calon ayah yang baik."Sebelum ke sini Senja udah makan tadi." "Harusnya kamu tadi pesen desert aja." Senja terpaksa tersenyum, sedang sang ibu yang tengah berbahagia. Menyesap anggur mahal yang mungkin mereka tak pernah konsumsi. "Mamah mau ngasih tahu kalau mungkin dua bulan lahir kita akan menikah." Senja tak kaget, hanya saja ia berharap skripsinya akan segera usai. Kan ia bisa pergi, dengan alasan mendapat pekerjaan di luar kota. "Selamat ya Mah. Semoga kalian bahagia selalu." "Lalu Senja, kapan kamu wisudanya?" "Mungkin akhir tahun, bulan Desember nanti kalau bisa." Adam tersenyum sedikit, ah calon anak tirinya begitu cantik dan cerdas tapi sayang sudah punya pacar. Mana pacar Senja itu galaknya kayak preman. "Oh ya aku belum cerita. Om Hermawan tetap akan melanjutkan perjodohan kamu sama anaknya!" Dahi Senja menukik tajam, ia geram. Penolakan kerasnya tidak di anggap sama sekali. "Kalau itu terserah mamah." "Perjodohan apa? Ada yang aku lewatkan?" Tentu saja adam. Yang notabene adalah orang asing mana bisa di sangkut pautkan dengan pembicaraan mereka. Helen menggenggam tangannya lalu mencoba menjelaskan. "Begini, Senja akan di jodohkan dengan anak Almarhum suamiku." Singkatnya begitu. "Perjodohan?" Adam malah tertawa konyol, "ini jaman apa? Kenapa masih ada sistem seperti itu?" Untuk kali ini, Senja setuju dengan Adam. "Ada alasan kuat kenapa aku ngelakuin ini. Semua berhubungan dengan masa depan Senja." "Jangan bilang kalau temen Almarhum ayah Senja itu kaya?" Helen diam, karena merasa tak enak. "Jangan apa-apa selalu kamu ukur dengan uang." Karena memang segalanya butuh uang. "Banyak alasan kenapa aku jodohin Senja. Aku gak mau munafik keluarga Mas Herman kaya, Senja bisa hidup lebih baik, punya masa depan lebih cerah." Adam menggidikkan bahu. Lalu matanya melirik ke arah calon anak tirinya yang menghela nafas panjang. Siapa pun tak akan mau di pilihkan masa depannya. Apalagi menyangkut pasangan. Karena bagi Senja menikah itu hanya sekali seumur hidup. Lalu bagaimana jika pernikahannya nanti hanya sekedar uji coba atau trial? Senja tak mau jika pada akhirnya dirinya hanya akan jadi janda seperti sang mamah.🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Di saat pikiran penat, kalut dan juga sedang mengalami mood buruk. Senja selalu main ke tempat kos temannya Faradilla. Penat sungguh bisa membunuhnya perlahan. Hembusan angin rindang pohon mangga tak bisa menyejukkan sanu bari. Ah Senja rasa jika kabur bisa ia lakukan. Pastilah ia memilih jalan itu.
“Mamah gue nikah. Perjodohan gue tetap di lanjut!” Fara menajamkan telinga. Di jodohkan di saat mereka akan keluar dari zona mahasiswa. Rasanya begitu menyebalkan. Kita mau lulus terus kerja, tiba-tiba di sodorkan undangan pernikahan. “Kenapa lo gak nolak?” tanyanya sambil mengucek pakaian yang kini berbusa banyak. “Nyokap mau nikah, gue lebih baik keluar dari rumah. Mungkin dengan cara nikah.” Fara membanting sikat cucian karena tak suka nada bicara temannya yang terdengar putus asa. “Loe itu gak jelek, loe pinter, lo punya masa depan yang gue bisa jamin bakalan indah. Berhenti lo mikirin bakal nikah. Semoga aja cowok yang di jodohin sama lo nolak!!” “Semoga aja. Btw gue suntuk, ntar malam keluar cari angin. Gue bosan di rumah terus. Pinginnya sih jalan-jalan tapi lo malah nyuci pakaian.” Fara mendapat hadiah potongan uang saku karena nilainya jeblok. Jadinya ia hemat nyuci baju sendiri, gak pakai jasa binatu atau laundri kiloan. “Lo salah ngajak gue. Gue mau jalan-jalan tapi gak ngeluarin uang banyak. Lo tahu gue bokek. Ortu gue tega banget. Apa gue anak angkat ya sebenarnya?” Fara selalu begitu, yah salah orang tuanya juga selaku saja memperlakukan tak adil. Kakak Fara yang pintar selalu di unggulan sedang Fara selalu di nomer duakan. “Jalan-jalan tapi gak ngabisin duit itu kemana?” Fara memutar otak mulai mengurutkan tempat nongkrong yang asik tapi minim dana jamannya. Dia jadi pingin ke suatu tempat, untuk melihat seseorang. “Gue tahu tempat nongkrong asyik tapi hemat.” “Kemana?” “Ah udah ngikut aja!!” Fara akan mengajak Senja ke suatu tempat yang sahabatnya tak akan duga. Tempat banyak berkumpulnya anak laki-laki yang mengendarai motor dan melakukan balapan liar🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷💐💐🌷🌷🌷
Bremmm...bremmm.....bremmm Suara motor balap yang sedang di setel gasnya memekakkan telinga. Asap yang keluar dari knalpot memenuhi udara di arena balap liar. Senja bisa kehabisan nafas kalau terlalu lama di sini sedang Fara malah manggut-manggut karena suara berisik motor bercampur musik pop serta rap yang enak di nikmati telinga “Ra, kita pulang yuk. Di sini banyak anak cowok.” Senja tak terbiasa di kelilingi laki-laki apalagi laki-laki yang memakai jaket kulit dan juga menyalakan rokok. “Tunggu, gue belum lihat balapannya. Jagoan gue malam ini mau terjun langsung di arena balap.” Jagoan Fara juga siapa? Di sini laki-laki hampir bermuka sama, sama-sama muka berandal. “Ituh... itu jagoan gue. Troy.... ya ampun cakep banget sih.” Senja memutar leher, matanya melihat seorang pria berhidung mancung, berwajah tampan dan juga tingginya hampir 180an. Itu yang namanya Troy, pemuda yang tampang dan perawakan tubuhnya begitu menonjol di banding yang lain. “Tr
"SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA SENJA HAULA BINTI PRASETYA DHARMA DENGAN MAS KAWIN TERSEBUT DIBAYAR TUNAI,” ucap Saga mantap dengan satu helaan nafas. "Saksi sah?...sah?.." "SAH". terdengar kata sah diucapkan serempak oleh para tamu. Kemudian doa pernikahan mulai di lantunkan. Sekarang Saga dan Senja sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Pernikahan mereka hanya di hadiri dan kerabat terdekat saja. Flashback seminggu lalu "Ini terakhir kali papah ke sini dan jadi penjamin kamu!!" Ancaman Hermawan hanya di jadikan dengusan lirih. Saga tak merasa bersalah sama sekali. Ayahnya berkata seperti itu dulu dan kini buktinya ayahnya juga kemari. "Oke pah. Temen-temen Saga juga jangan lupa." Hermawan menggeleng pelan sambil menahan wajahnya yang bewarna merah padam. Ia tentu marah sekali dan sikap Saga yang suka tawuran, membuatnya pusing tujuh keliling. "Boleh. Temen-t
Saga ternyata semalam tidak pulang. Senja sedikit merasa khawatir. Khawatir kalau suaminya ketahuan Devi. Pada saat malam pertama mereka, Saga malah pergi ke arena balap. Mendengar suara motor Senja menajamkan telinganya. Ia bergegas turun ke bawah untuk menyambut suaminya. Bagaimanapun juga Saga itu suaminya walau belum ada rasa tapi dia punya kewajiban untuk berlaku baik. Senja kira Saga akan lewat ruang tamu, nyatanya pria itu malah lewat pintu samping garasi yang melewati area dapur. "Mau makan?" sapanya tiba-tiba, yang membuat jantung Saga merosot terjun. Perempuan yang baru ia nikahi sehari sukses membuatnya kaget. "Loe ngagetin gue. Gue kira gue ketahuan mamah." Senja memejamkan mata sejenak. Ingat kata mamah atau ibu mertua. Membuatnya miris, memang benar adanya ibu mertua itu layaknya ibu tiri. Untunglah Devi kini pergi keluar. "Mamah arisan." &
Atroya meneguk minuman beralkohol, ia mabuk. Setiap titik terendahnya ia selalu melampiaskan pada minuman keras. Kakeknya menginginkan Troy tampil sempurna tanpa cacat. Troy si pintar, Troy yang tak boleh kalah atau melakukan kesalahan, Troy yang terbaik. Jujur ia lelah, ia butuh sandaran. Dia juga hanya seorang manusia, butuh kasih sayang dan pelukan hangat seorang wanita. Harapan di peluk seorang wanita yang ia cinta Seketika musnah Ketika sang kakek berniat akan menjodohkannya, dengan Vivian m. Anak rekan bisnis kakek. bukannya Troy tak kenal Vivi ... kenal baik malah. Vivian hanya gadis manja yang hobi belanja dan clubbing. Tak cocok dengan cara pandang hidup yang dijalani Troy. Vivian jauh dari kata istri idaman Di saat ia sedih seperti ini,. Troy langsung ingat ibunya,,,, dan sangat merindukan sang adik Lala."Kenapa kalian tinggalin aku sendiri, Harusnya kalian juga bawa aku." Racau Troy sambil menangis memandangi foto usang milik keluarg
Jam baru menunjukkan pukul 5 pagi saat Saga membuka sedikit matanya. Ia menepuk ranjang sebelah, eh kok kosong. Senja ke mana? Matanya membuka sempurna, ia mencari sosok istrinya. Mata sayu Saga menangkap pemandangan yang indah. Seorang perempuan itu tengah bersujud sambil mengenakan mukena. Hati Saga bergetar hebat, ia si brengsek yang tak pernah ibadah bahkan lupa surat al fatehah. Mendapatkan istri solehah. Apa pantas? Saat Senja selesai menunaikan shalat subuh, Saga sudah duduk bersila di sampingnya. "Kok shalat gak ngajak ngajak? Gue kan pingin jadi imam!" "Besok aku bangunin kamu, habis aku gak pernah lihat kamu shalat." Sindir Senja telak. Saga juga lupa kapan terakhir dia shalat wajib. Eh Jumat kemarin ia juga shalat berjamaah di masjid kampus. "Balik tidur yuk, masih pagi juga." Jadi Saga enak, dia kan anak emas mamah Devi. Lah Senja cuma anak mantu, di sini statusnya cuma numpang idup. Gak boleh berbuat seenaknya.
Saga masih menemani Senja duduk di bangku pinggir jalan. Ia tak tega bila meninggalkannya dalam keadaan kalut seperti ini. Baru saja Saga menemaninya untuk mengambil motor tapi kabar tak sedap harus didengar oleh istrinya. Ibunya, Helen akan menikah dengan om-om mesum bernama Adam dua minggu lagi. "Mereka akan nikah sebentar lagi!! Aku gak suka apa aku mesti hancurin kebahagiaan mamah??" Gumamnya lirih tatapannya tertuju ke jalan kosong. Dalam benaknya pasti tak setuju tapi Senja hanya punya seorang ibu, ia ingin ibunya juga Bahagia. "Gimana ya stel, gue gak tahu tapi jujur lebih baik." Jawaban yang Benar meski kejujuran itu pahit harus kita ungkap. "Kamu, kalau mau kuliah,, kuliah aja. Aku gak apa-apa kok." Saga memang berat meninggalkan Senja di dalam keadaan kalut tapi mau gimana, ia juga punya urusan. "Gue tinggal, kalau ada apa-apa hubungin gue." Dia pamit pergi dan bergegas menaiki motor sportnya menuju bengkel. Karena ha
Bukan pandangan khawatir yang didapat Senja saat pulang atau sedikit keterkejutan mengingat keadaannya yang tak baik-baik saja tapi sebuah cibiran bahkan sindiran dari Devi, ibu mertuanya. Wanita itu bersedekap sambil Mengamati penampilan Senja dari ujung kaki sampai kepala."Dari mana kamu? Pulang kok bawa tongkat gini!! Kamu kenapa??" Tanyanya acuh tak acuh sambil mengikir kuku jarinya yang mulai memanjang. "Senja habis jatuh dari motor." Jawabnya tanpa berani menatap ibu mertuanya. "Hah?? Makanya Jangan sok-sokan mandiri naik motor kalau luka gini yang ngurus siapa?? Oh.... kamu mau bikin suami sama anak saya khawatir. Biar kamu dapet perhatian dari mereka. Lagian kamu kecelakaan naik motor siapa? Perasaan kamu tadi berangkat aja bareng Saga." "Saya ambil motor Di rumah mamah." Ucapnya lirih. Sebenarnya ia ingin Segera pergi dari pada mendengar ucapan mertuanya yang menusuk hati tapi merasa tak sopan kalau tib
“Mau pesan apa mas?” tanyanya pada seorang pelanggan laki-laki yang masih menutupi wajahnya dengan buku menu. “Senja?” Mata indah dan hitam Senja membesarkan pupil. Ia menatap penuh keterkejutan begitu melihat siapa laki-laki yang jadi pengunjung cafe, yang menempati meja 7. “Devano?” “Aku gak nyangka bisa ketemu kamu ,,, kamu kerja di sinj??” Devano mengamati mantan kekasihnya itu yang berpakaian putih hitam. Mirip pegawai yang baru di training.” Kebetulan banget aku langganan cafe ini!!” Kebetulan yang berubah jadi kesialan, umpat Senja dalam hati. “Mau pesan apa?” tanyanya ketus membuat senyum Devano yang mengembang lebar seketika sirna. Senja masih sama, bersikap tak ramah kepadanya. “Pesen, thai tea sama lava chocolate satu.” Gadis mantan kekasih Devano itu cepat cepat mencatat pesanannya. “Tunggu sebentar!!” "Nja, bisa kita Bicara dulu?” “Maaf, aku lagi kerja.” Begit
Kejutan selalu terjadi tapi tawa khas Regan dan suara seorang perempuan yang ia tak kenali. Mempercepat langkah Senja untuk mencapai rumah. Ia penasaran saja karena biasanya dia kan yang jemput Regan di rumah Bibik Ratmi."Ini apa sayang?""Ni obot..." Regan membawa sebuah robot transformer besar yang dapat berubah jadi mobil. Robot itu harganya lumayan mahal. Senja bisa membelinya tapi kan sayang, uangnya cuma beli buat mainan. Di sebelah Regan terdapat berbagai macam mainan, gak cuma satu tapi banyak. Ada mobil remot, bis tayo, pistol yang menyala dan mainan canggih lainnya."Mamah?" sapa Senja yang sudah berdiri di hadapan kedua orang yang berbeda generasi itu."Eh.. kamu sudah pulang?" Senja mencium tangan Devi. Bagaimana buruknya perlakuan mertuanya di masa lalu tapi kini wajah tak suka serta tatapan muak milik Devi tak terlihat lagi. Mungkin jarak yang membuat wanita paruh baya ini terasa kangen."Udah mah. Mamah kapan sampainya?""Tad
Saga pada akhirnya tahu hal ini akan terjadi. Senja dengan otak pintar, serta nilai IP tinggi. Tak akan sulit mendapatkan pekerjaan yang bagus. Ibu dari Regan itu kini sudah di terima sebagai apoteker di sebuah rumah sakit besar di Semarang. Melihat istrinya berseragam hijau muda, ia jadi pangling sekaligus bangga. Istrinya itu akan berangkat jam tujuh lalu pulang jam tiga siang. Ia merasa kasihan pada Regan yang masih butuh asupan ASI."Aku merasa minder. Penghasilanku gak lebih besar dari gajimu." Senja menengok ke arah sang suami sambil menggendong Regan. Ia pernah bahas ini berkali-kali, tak apa jika terjadi perbedaan penghasilan di antara mereka."Aku udah bilang, kita kan bisa sharing kebutuhan rumah tangga sama-sama. Jangan berdebat lagi masalah uang. Aku gak suka Van. Uangku, uang kamu juga." Saga merasa dunia terasa terjungkir balik. Dulu yang bukan masalah, kini malah jadi perdebatan besar. Harusnya dari dulu ia tak menyia-nyiakan masa muda. Senja begitu pint
Saga panik ketika tengah malah istrinya mengalami kontraksi. Maklum lah mereka hanya berdua saja di kota ini. Tak ada yang mereka bisa mintai tolong kecuali Ratmi. Ibu pemilik rumah. Senja di antar ke bidan dengan naik mobil pick up. Selama di perjalanan, Senja banyak meringis kesakitan dan terus menyebut mamanya."Mas, apa gak sebaiknya menghubungi mamanya mbak Senja. Atau masih hubungi keluarganya." Ragu menyergap. Selama ini Helen dan Senja tak putus kontak. Tapi ia benar-benar takut jika Troy tahu, dan memaksa membawa sang istri pergi."Iya bik, mungkin besok mamanya baru datang." jawabnya bohong. Senja sudah sampai di pembukaan sepuluh dan siap untuk melahirkan. Saga menunggu di luar Karena tak tega mendengar Senja berteriak dan mengerang kesakitan. Andai bisa, ia mau menggantikan sang istri di dalam sana."Oek... oek... oek..."Suara tangis kencang seorang bayi menggema. Saga tahu anaknya telah lahir dengan selamat. Ia sendiri tak tahu jenis kelamin
Dara menarik nafas, menyiapkan diri lalu banyak berdoa. Ia berjalan mondar-mandir dan penuh was-was. Troy itu kalau ngamuk menakutkan bahkan mungkin sampai bisa memukulnya. Bel berbunyi, ini sudah jam 5 sore. Biasanya pria itu akan pulang jam segini."Troy?" Dara berlaku baik, ia meraih tas Troy lalu menyuruh laki-laki itu masuk dan membuka alas kaki. "Kamu udah makan? Mau aku siapin air panas?""Mana Senja?" Dara kira perhatiannya bisa mengalihkan pikiran pria ini dari sang adik."Begini..." lambat laun juga akan ketahuan, tapi lebih baik Dara mengarang cerita. "Senja kabur dari apartemen. Dia di bawa Saga."Tentu saja Dara takut. Ia bilang dengan nada yang di buat lirih Nan lembut namun tetap saja amarah Troy tak sapat di antisipasi. Pria itu malah mencengkeram lengannya keras menuntut sebuah alasan logis. "Gimana adik gue bisa kabur? Ada dua bodyguard yang gue suruh jaga!!""Aku gak tahu. Tapi dia yang rela pergi sama suaminya atas kemauan sendi
Senja tak bisa bimbang lagi. Keputusannya sudah bulat. Ia memilih pergi. Troy memang satu-satunya saudara yang ia miliki tapi ia sadar jika hakekatnya tanggung jawab saudara laki-laki terputus ketika saudara perempuannya telah menikah. Sekarang Saga imannya. Tak peduli jika ke depannya akan menderita atau Saga yang tak kunjung mencintainya. Senja hanya berusaha taat pada agama yang ia anut. “Udah siap kan? Aku udah hubungi Saga. Dia bakal ke sini dan soal penjaga tenang aja. Aku udah kasih obat tidur ke minuman mereka. Paling sebentar lagi mereka tidur.” Dara membantu Senja kabur, masalah Troy ia pikir belakangan. “Tapi gimana sama kamu nanti? Kak Troy bakal marah.” Dara menepuk-nepuk bahu Senja, membiarkan adik Troy itu tenang. “Semarah-marahnya Troy, dia gak mungkin mukul aku kan?” Dara tersenyum was-was. Ia pernah di amuk Troy ketika kalah dan rasanya tak enak. Ia juga pernah kena tampar karena bertemu Vivian. “Ya udah, aku pamit. Kamu baik-baik aj
Dara dan Senja ter jingkat kaget saat pintu apartemen di tutup dengan kasar oleh Troy. Pandangan Dara dan Senja bertemu. Ada rasa tak enak yang menyergap. “Sorry Ra, aku gak bermaksud mempersulit kamu.” Dara paham namun secara tidak langsung ia juga ikut andil dalam kekacauan ini. “Gak apa-apa. Troy lagi marah suka ngambil keputusan seenaknya.” Dara mendekat, mengelus pundak Senja pelan. “Aku bakal sedih kalau kamu pindah. Aku gak ada temen lagi deh.” “Aku mau pulang ke rumah mamah.” Dara ikut sedih jika Senja terpasung. Troy memang kakak Senja tapi di tak ada hak atas hidup wanita ini. Apalagi Senja punya wali sah yaitu suaminya. “Kalau Troy lagi emosi gini. Jangan di lawan. Kita bisa ngomong pelan-pelan tapi nanti.” Kalau sudah begitu Senja hanya bisa memejamkan mata dan mengurut pelipisnya. Tindakan Troy terlalu jauh. Dia bukan anak kecil yang harus di awasi segala sisi. Senja sudah dewasa bisa mengambil yang baik serta benar untukny
Sebelum makan mereka pergi jalan-jalan ke taman dan juga ke suatu tempat yang mengejutkan Senja ketika sampai. “Ke rumah sakit?” “Iya, aku mau lihat perkembangan anak kita.” Senja memejamkan mata. Ia lupa, belum pernah sekali pun memeriksakan sang anak pada dokter kandungan. Untung saja sang suami mengingatkan. “Gak apa-apa kan setelah ini baru kita makan?” “Gak apa-apa.” Bolehkah kali ini Senja merasa terharu karena perhatian sang suami. Ia merasa tak apa kalau cinta Saga bukan untuknya, asal anaknya mendapat kasih sayang penuh dari sang ayah. “Usia kandungannya udah masuk delapan minggu. Lihat kantung janin sudah terbentuk. Janinnya sehat, tekanan darah ibunya normal. Masih sering mual atau muntah?” tanya dokter kandungan yang tengah menangani Senja. “Alhamdulillah selama hamil gak pernah ngalamin itu. Pas hamil juga gak sadar, sebelum akhirnya pingsan.” Dokter perempuan itu hanya mengulum senyum tipis lalu menyuruh sang asisten membersihkan perut S
“GA, kamu gak boleh gegabah mengambil keputusan.” Kemarin mamanya yang bertandang kini sang kepala keluarga. Kenapa kedua orang tuanya begitu ngotot memintanya untuk menceraikan Senja. “Kalau masalah anak. Itu gampang. Kita bisa ngambil dia setelah lahir.” “Papah sadar ngomong kek gituh? Papah punya anak juga. Apa jadinya kalau aku dulu Cuma di asuh papah dan gak punya mamah.” Hermawan diam seribu bahasa. Anggap saja ia egois. Tawaran saham itu begitu menggiurkan. Hingga ia rela mendepak sang menantu yang tengah hamil. “Seratus persen saham perusahaan kita akan jadi milik kita. Kamu gak usah membagikan dengan siapapun.” Itulah tujuan awal pernikahannya dengan Senja. Agar saham perusahaan yang ayahnya pegang tak berpindah ahli waris. Namun ayahnya terlalu serakah. Ingin memiliki semuanya sendiri. “Papah tahu kamu udah gak betah kan dengan pernikahan ini!” “Papah salah, demi apa pun aku akan mempertahankan Senja dan anakku. Lebih baik papah bawa pergi surat cer
Namun Senja dapat bernafas lega ketika sang kakak tak ada. Syukurlah perang tanding bisa di tunda dulu. Saga ternyata gigih, sampai berani mengikutinya ke ruangan Wisnu di rawat. "Kamu di luar aja." "Aku kan mau jenguk, sekalian datang sebagai cucu mantu." Senja yang memegang engsel pintu, memundurkan kepalanya sambil mengernyit jijik. Cucu mantu? Itu bahkan akan jadi mantan. "Ya udah tapi diem." Senja menempelkan telunjuknya di atas bibir di sertai pelototan galak. Saga merapikan pakaiannya sebelum bertemu Wisnu. "Ma... u apa ka... mu... ke sini!!" Astaga sudah stroke separuh badan tetap saja galak. Senja waspada karena tahu, kadar benci sang kakek pada ibunya dan juga dirinya. "Kita mau jenguk kakek." jawab Saga enteng. "Gak... per... lu!!" Aduh ngomong aja udh ngumpulin nafas masih aja gengsi sambil membuang muka. "Per... gi... kalian!! Per... gi!! Ke sini datang baik-baik kok perlakuan kakek Senja kasar. Untunglah Saga tak membawa