Beranda / Romansa / Diary Istri CEO / Cinta itu Berbunga-Bunga

Share

Cinta itu Berbunga-Bunga

Penulis: Anung DLizta
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-21 13:39:11

            Tatapan Aisyah kosong memandang ke luar jendela. Pikiran Aisyah semakin tidak karuan. Terlalu berlama-lama di rumah Rahman, seakan menambah daftar dosa dalam hidupnya. Meski semua ini bukanlah keinginannya.

            Sebuah tangan meraih gagang pintu. Mata Aisyah melihat gagang pintu itu turun ke bawah akibat ada yang membuka dari luar. Antara Rahman atau Mbok Darsih yang muncul di benak pikiran Aisyah.

            Saat pintu terbuka, hati Aisyah merasa lega. Mbok Darsih yang muncul dari balik pintu. Mbok Darsih meminta Aisyah untuk membantu di dapur. Kejadian semalam ternyata diketahui oleh Mbok Darsih.

            “Non Aisyah mau membantu saya di dapur?” tanya Mbok Darsih diiringi senyuman.

            “Iya, Mbok.” Jawab Aisyah.

            Sudah sepuluh menit Aisyah membantu Mbok Darsih di dapur menyiapkan sarapan namun hatinya masih saja merasa gelisah. Pikiran Aisyah masih memikirkan kejadian semalam. Apa yang dilakukan oleh Rahman sangat membuat dirinya merasa tersiksa. Namun anehnya juga, kenapa muncul perasaan cinta untuk laki-laki itu. Rahman sangat jauh sekali dari prediksi calon imam terbaik.

            “Non, maafkan Tuan Rahman, yah…” ucapan Mbok Darsih membuyarkan lamunan Aisyah.

            “Mbok, apakah Tuan Rahman memang seperti itu orangnya?” tanya Aisyah.

            “Tidak Non. Tuan Rahman orang yang baik. Mungkin takdir Non ketemu dengan Tuan Rahman, disaat yang kurang tepat saja alias apes.” Ucap Mbok Darsih.

            “Ah, Mbok, bisa saja.” Sanggah Aisyah.

            Orang yang sedang dibicarakan tiba-tiba muncul. Rahman penuh keringat, tampaknya dia baru saja dari ruang gym. Tubuh kekarnya tampak menawan. Mata Aisyah kaku memandang.

            Tanpa bersuara Rahman membuka pintu kulkas. Dia mengambil botol juice orange lalu mengambil gelas. Aisyah melihati Rahman yang memasukkan air warna orange itu ke dalam mulutnya. Terlihat jakun Rahman naik turun.

            “Maaf Tuan, kalau minum sebaiknya duduk.” Aisyah mengingatkan Rahman.

            Dua mata Rahman memandang Aisyah. Matanya lama menahan berkedip untuk menangkap bola mata Aisyah. Akibat pandangan mata Rahman membuat Aisyah merasa serba bingung.

            “Mbok siapkan koper saya.” Rahman meninggalkan gelas kosong di atas meja begitu saja.

            “Baik, Tuan.” Jawab Mbok Darsih.

            Aisyah merasa bingung, kenapa tiba-tiba Rahman meminta koper untuk disiapkan. Apakah Rahman akan ke luar negeri. Sungguh tidak mempunyai hati nurani, setelah kejadian semalam, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

            Aisyah mengikuti Mbok Darsih menyiapkan koper yang diminta Rahman. Koper warna hitam sudah disiapkan Mbok Darsih di kamar Rahman. Aisyah menunggu Rahman ke luar dari kamar mandi. Meski Mbok Darsih meminta Aisyah untuk tidak bertanya apa-apa, takutnya Rahman akan mengamuk. Namun Aisyah meminta Mbok Darsih agar tidak khawatir.

            Punggung Mbok Darsih sudah tidak kelihatan. Aisyah duduk di atas kasur sambil memandang foto keluarga Rahman. Bibir Aisyah melengkung mengukir senyuman. Tidak ada tampang ‘ganas’ sebenarya di raut wajah Rahman.

            Rahman mengeringkan rambutnya ke luar dari kamar mandi. Rahman merasa tertegun melihat ada Aisyah.

            “Kenapa kamu di sini?” tanya Rahman.

            “Aku menunggumu selesai mandi.” Kata Aisyah sambil berdiri.

            “Ada apa?” suara Rahman terdengar lembut.

            “Aku ingin memastikan tentang kejadian semalam… aku ingin kamu bertanggung jawab untuk menikahiku.” Aisyah mengambil handuk yang dipegang Rahman lalu mengeringkan rambut Rahman.

            Rahman membiarkan Aisyah melakukan itu. Namun tidak lama tangan Rahman menghentikan tangan Aisyah. Hanya ada jarak dalam hitungan sentimeter. Kedua jantung mereka berdetak semakin kencang. Rahman mendekatkan bibirnya ke telinga kanan Aisyah dan membisikkan kata-kata.

            “Aku akan berangkat ke Singapura.”

            “Aku akan menunggumu kembali.” Jawab Aisyah.

            Rahman dan Aisyah semakin sama-sama memiliki perasaan yang membuat hati mereka berdebar. Ucapan ‘aku dan kamu’ tidak lamu memberatkan lidah berucap. Rahman namun masih merasa egois untuk menyembunyikan tentang isi hatinya. Berbeda dengan Aisyah yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta. Laki-laki itulah yang membuat Aisyah jatuh cinta.

            Tidak seperti cerita teman-teman di penjara suci, katanya jatuh cinta itu menyenangkan bisa membuat hidup berbunga-bunga. Berbalik dengan yang dialami Aisyah oleh Aisyah. Meski jatuh cinta ada perasaan takut dan berdosa dengan ujian yang diberikan oleh Tuhan. Kini Aisyah seperti sedang berjuang untuk mendapatkan keadilan.

            “Nur Aisyah…”

            Mendengar Rahman memanggil namanya terasa sejuk hati Aisyah. Bola mata Rahman memandang wajah Aisyah.

            “Kamu bebas jika mau pergi.” Ucap Rahman, namun dalam hatinya berkata lain.

            “Aku tidak akan pergi ke mana-mana sampai kamu kembali dari Singapura.” Jawaban dari Aisyah membuat hati Rahman merasa lega.

            Saat Rahman ingin menyentuh pipi Aiysah, tiba-tiba dia mengurungkan niat. Rahman meminta Aisyah untuk membantu packing pakaiannya. Melihat sikap Rahman yang berubah drastis membuat Aisyah tersenyum, hatinya sedikit berbunga-bunga.

                                                                         ***

            Rahman menuruni anak tangga. Tubuh kekarnya menghipnotis Aisyah untuk tidak memalingkan kekaguman pada pria itu. Meski sikapnya sangat acuh dan dingin namun, Aisyah yakin ada sisi lain di sebelah hatinya yang menyimpan kesejukan.

            Aisyah mengambil botol air putih dari tangan Mbok Darsih.

            “Sini, biar saya saja Mbok.” Ucap Aisyah diiringi dengan senyuman.

            Aisyah menuangkan air putih ke gelas Rahman.

            “Terima kasih Mbok.”

            “Aisyah, Tuan…”

            Rahman langsung menolehkan wajahnya. Aisyah tersenyum melihat bibir Rahman akhirnya menciptakan senyuman balik. Rahman memandang Aisyah sekian detik lalu mengedipkan kedua mata.

            “Duduklah temani saya makan.”

            “Baik Tuan.”

            Pak Darto memasukkan koper ke dalam bagasi. Mbok Darsih dan Aisyah mengantar sampai di depan pintu. Ingin sekali Rahman memeluk Aisyah sebelum berangkat. Namun, terbesit rasa malu melihat Mbok Darsih dan Pak Darto.

            “Sudah tidak ada yang ketinggalan, Tuan?” tanya Pak Darto.

            “Tidak Pak.” Rahman masuk ke dalam mobil.

            Aisyah melambaikan tangan. Rahman membuat perjanjian untuk dirinya sendiri. Dia akan kembali dan membuat lembaran baru.

                                                                        ***

            Niken berjalan tegap menghampiri Rahman yang sedang duduk membaca majalah. Masih ada waktu satu jam sebelum check in. Penuh wibawa sebagai sekretaris, Niken menyodorkan berkas-berkas yang harus ditanda tangani terlebih dahulu sebelum keberangkatan Rahman.

            “Setelah kepulangan Anda, sudah saya jadwalkan untuk meeting.”

            “Baik, terima kasih.”

            Rahman selesai menandatangani berkas-berkas. Niken hendak berlalu, tiba-tiba Rahman menghentikan.

            “Niken, ada tugas tambahan untuk kamu.”

            “Tugas apa Pak?”

            “Selama aku berada di Singapura, tolong cek dan penuhi kebutuhan Aisyah.”

            “Aisyah yang…”

            “Betul. Kamu koordinasikan dengan Mbok Darsih.”

            Rahman memotong ucapan Niken, sebelum dia berbicara terlalu panjang. Rahman kemudian mengambil jas dan tasnya, berjalan menuju ke arah check in. Niken masih belum mengerti, kenapa Rahman bisa memiliki hubungan dengan Aisyah, sedangkan secara penampilan, sosok Aisyah sangat jauh berbeda dengan perempuan-perempuan yang selalu dibawa pulang oleh Rahman.

            Niken mengempaskan napas agar bisa merasakan oksigen yang tadi sempat membuat hidungnya sedikit tersumbat.

            “Apakah dia sudah mau taubat?” batin Niken.

            Sambil berlalu dari bandara, Niken menuju ke mobil Rahman, di sana sudah ada Pak Darto yang menunggu dengan sabarmuntuk mengantarkan Niken kembali ke kantor. Kepergian Rahman ke Singapura bukan semata-mata untuk urusan pekerjaan namun ada sesuatu hal yang ingin dia lakukan di sana. Tanpa sepengetahuan Niken maupun keluarganya. Rahman harus memastikan sebelum mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Sambil berharap ucapan Aisyah dapat dipercaya, bukan semata karena ketakutan Aisyah terhadap dirinya.

            Sebelum pesawat terbang, Rahman melihat foto-foto Aisyah yang dicuri olehnya saat Aisyah tertidur. Rahman bahkan sampai men-zoom foto Aisyah. Bibirnya yang lama jarang tersenyum, kini seperti ada kekuatan untuk bisa merasakan bahagia. Memandangi wajah Aisyah walau hanya sebatas lewat handphone namun, dia sudah merasa senang.

            “Tunggu aku kembali, Aisyah.” Bisik hati kecil Rahman, lalu mematikan handphonenya karena pesawat sebentar lagi akan terbang.

                                                                        ***

           

Anung DLizta

Terus lanjutkan baca yah, bab Rahman di Singapura akan ada kisahnya. Jangan lupa like dan dukungan teman-teman pembaca. Terima kasih.

| 3
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ida Dimara
ceritanya sangat menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Diary Istri CEO   Meeting Pertama

    Pesawat mendarat dengan mulus di bandara international Changi. Perbedaan waktu satu jam antara Singapura dan Indonesia. Rahman lolos dari pengecekan imigrasi. Dia bergegas menuju ke arah pengambilan koper. Sementara Antonio Lim sudah menunggu Rahman. Anton, begitulah orang-orang memanggil namanya supaya lebih gampang. Anton merupakan teman kuliah Rahman dulu di Singapura. Mereka tetap menjalin hubungan baik, meskipun jarak telah memisahkan. Selain menjalin hubungan bisnis, mereka juga menjalin persahabatan yang baik. Rahman melambaikan tangan melihat Anton sudah melambaikan tangan juga. Mereka saling berjabat tangan dan berpelukan. “Welcome, Bro. How are you?” ucap Anton. “I

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-24
  • Diary Istri CEO   Hari Kedua

    Hidangan makan malam sudah tersaji di meja makan. Ibu Reta memang memiliki hobby memasak. Sehingga setiap makan malam, selalu terhidang makanan yang lezat. Rahman dan Ayahnya masih sedikit canggung. Keduanya memang pernah terlibat perbedaan pendapat yang sempat membuat hubungan keduanya sedikit renggang. Namun seiring waktu Ayah Rahman dapat menerima setiap keputusan yang Rahman ambil. Perbedaan pendapat setelah gagalnya pernikahan Rahman dengan Cindy, menciptakan celah yang kurang baik. Untung saja semua itu tidak berlarut terlalu lama. “Take this.” Ayah Rahman mengambilkan sepotong shell yang diracik dengan taburan cabai merah dan peresan jeruk nipis. Rasanya sangat enak bagi yang menyukainya. “Thank Dad.”&n

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-25
  • Diary Istri CEO   Mengenal Karakter

    Pagi-pagi sekali Niken sudah datang ke rumah Rahman. Sudah tiga hari ini Aisyah seperti sedang dimata-matai. Untung saja kedatangan Niken tidak membuat Aisyah merasa terganggu, hanya saja merasa tidak enak diperhatikan. Niken hanya melaksanakan tugas yang disuruh oleh Rahman untuk memenuhi kebutuhan Aisyah. Hari ini Niken akan mengajak Aisyah pergi ke sebuah mall untuk membeli baju, karena setelah kepulangan Rahman akan ada pertemuan penting. Aisyah harus terlihat lebih menarik memakai baju, bukan gamis lusuh yang dipakai setiap hari. Pakaian baru atau lama bagi Aisyah tidak begitu penting, kehidupan di penjara suci telah mengajarinya banyak hal tentang keprihatinan hidup. Asalkan hati bahagia itu sudah cukup untuk merasa bahwa hidup ini benar-benar memiliki makna.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • Diary Istri CEO   Gamis untuk Aisyah

    Setelan jas warna hitam menempel di badan Rahman dengan pas. Seperti tidak ada celah. Tubuh kekarnya kelihatan bertambah gagah. Shelin menggoda Rahman dengan sindiran ringan. “Are you happy going to see your girlfriend?” Rahman hanya senyum saja. Candaan Shelin tidak mempan bagi Rahman. Sementara Ibu dan Ayahnya tampak tersenyum melihat dua anaknya itu masih seperti anak kecil saja. Tiba-tiba Ayah Rahman memanggil Rahman ke ruang tamu. Ada obrolan yang ingin disampaikan untuk Rahman. Berita tentang Robi yang mengincar anak cabang resort baru sudah sampai ke telinga Ayah Rahman. Saham yang dimiliki Robi semakin hari semakin melonjak sangat cepat. Jika Rahman masih bersikap santai terharap rivalnya bisa-bisa Rahman akan kehilangan peluang untuk menjadi pe

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-27
  • Diary Istri CEO   Merasakan Sensasi

    Pesawat S-airline mendarat dengan mulus di bandara Soekarno Hatta. Rahman menjinjing tasnya menuju ke penjemputan. Pak Darto sudah stand bye di sana. Rahman langsung mengintruksikan Pak Darto untuk langsung ke kantor. Ada urusan penting yang harus dibicarakan langsung dengan Niken. Pak Darto pun mengiyakan. Siapa yang tidak tahu kalau jalanan di ibukota pasti macet. Rahman sesekali memandang jam tangannya. Pak Darto melirik dari kaca. Rahman mengeluarkan handphonenya dan menelepon rumah. Lama tidak ada yang mengangkat. “Apa Mbok Darsih tidak di rumah?” “Di rumah Tuan.” Jawab Pak Darto. Sebelum berangkat menjemput Rahman tadi, Mbok Darsih sedang membersihkan kamar tuan

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-28
  • Diary Istri CEO   Bermain Hati

    Makan siang tersaji dengan komplit. Rahman duduk sambil memandang piring kosong di depannya. “Aisyah…” “Iya, Tuan.” “Temani aku makan.” “Baik Tuan, tapi saya tidak makan.” “Kenapa?” “Sunah, puasa Kamis.” Rahman menganggukkan kepalanya, l

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-29
  • Diary Istri CEO   Menikah Bukan Mainan

    Lampu di taman mala mini tampak lebih berbeda. Pancaran redupnya di bawah langit malam menambah kesahduan. Langit yang ditemani bintang-bintang kelihatan menghidupkan suasana malam.Rahman menuruni anak tangga dengan pakaian rapi dan bau wangi yang tidak terlupakan. Bahkan sepintas saja lewat, aroma parfum masih dapat tercium oleh hidung. Malam ini tidak ingin ada yang terlewatkan untuk menentukan pilihan.Awalnya Aisyah merasa bingung kenapa ada Niken malam ini di rumah Rahman. Apakah sebagai sekretaris pribadinya bisa sampai malam begini. Ternyata tidak enak menjadi seorang sekretaris pribadi.Niken menyiapkan dinner dengan cahaya lampu lilin merah di tengah meja. Bunga mawar juga tertata sangat cantik. Melihat Niken yang cantic membuat Aisyah menjadi berpikir yang tidak-tidak.Dengan langkah tegak Niken menghampiri Aisyah yang bersama Mbok Darsih sedari tadi mengintip. Melihat Niken yang berjalan ke arah mereka, dua orang itu lalu membuat kesibukkan ma

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-30
  • Diary Istri CEO   Serba Salah

    Percuma menangisi nasib. Tidak akan mengubah apa pun. Itulah prinsip yang akan Aisyah lakukan. Menyanggupi syarat sebelum menikah sama saja semakin merendahkan dirinya sebagai seorang perempuan. Hatinya sudah cukup lega untuk keluar kamar. Baru saja tangannya hendak membuka pintu, bersamaan dengan Rahman sehingga membuat merasa kaget. Namun dia tidak melihatkan perasaan bersedihnya. Rahman langsung mendorong tangan Aisyah masuk ke kamar lagi. “Mau apa kamu?” “Ada yang ingin aku bicarakan.” “Maaf, tidak ada lagi yang harus dibicarakan.” “Kamu salah paham Aisyah.”&nb

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-31

Bab terbaru

  • Diary Istri CEO   Diary Istri CEO

    Pov Aisyah Dear Diary, Senyum ini menjadi saksi. Bahwa hati ini telah sepenuhnya merima dan menjalankan takdir yang Tuhan berikan. Bersanding denganmu di pelaminan, kuanggap sebagai baktiku sebagai seorang istri yang patuh terhadap wasiat terakhirmu. Bukan karena hasrat dunia yang sepi akan kesendirian setelah kepergianmu. Rahman Wijanto. Laki-laki yang hadir dalam napas langkah kaki ini. Di kota asing yang baru pertama kali kujajaki untuk mencari pencarian yang kini telah kusudahi karena pencarian panjang bagaikan langkah buntu yang tidak kutemukan titik pasti, meski aku belum menyerah hanya memilih pasrah. Penjara suc

  • Diary Istri CEO   Lembaran Terakhir

    Pov Aisyah Wajah itu perlahan mulai menghiasi hari-hariku. Semakin hari dunia ini seolah menuntunku untuk menemukan senyuman yang mulai memudar oleh kebimbangan. Saat ini, di sampingku masih setia sosok Bayu yang sigap membantu tanpa pamrih. Betapa khawatirnya hatiku saat mendengar dia ingin pergi. Bukan karena cinta itu tumbuh dalam hatiku, melainkan aku belum siap untuk memapah dunia ini sendirian. Menjaga anak-anak dan perusahaan. Ayah mertua sudah terbaring lemah dan tidak berdaya untuk mengurus semua perusahaan. Di tangan Bayu-lah kami menyerahkan semua kepercayaan. Sedangkan ibu Reta, ibu mertua yang selalu memberikanku keyakinan, akan pernikahan kedua membuat diri ini siap untuk membuka lembaran baru. Meski tidak mudah bagiku untuk membuka pint

  • Diary Istri CEO   Memilih Jalan

    Sebulan, dua bulan, tiga bulan, angina sore masih memberikan nuansa kebimbangan di dalam hati Aisyah. Perut semakin membesar dan masih menyimpan kewajiban serta tanggung jawab yang dia simpan seorang diri. Alhamdulilah, Bilal dan Kuwat tumbuh menjadi anak yang tidak merepotkan. Dua jagoan itu dapat merasakan kebimbangan yang sedang Aisyah rasakan. “Mommy…” Bilal mendekati Aisyah yang tadi tampak menyimpan kesedihan. Sudah satu jam lebih, pena di jemarinya tidak bergerak sama sekali. “Iya, sayang…” “Kapan Adik lahir, Mommy?” “Inysa Allah sebentar lagi sayang. Oh yah

  • Diary Istri CEO   Wajah 1

    Perut Aisyah sudah tidak lagi menahan lapar. Dalam hati yang masih merintih dalam diam menyaksikan Rahman terbaring lemah. Andai saja dia bisa berbuat sesuatu yang menyembuhkan sakitnya pasti sudah diberikan. Kini hanya doa dan memohon mujizat Tuhan. Apa pun yang terjadi semua itu karena campur tangan-Nya. Bayu berdiri dan berpaling meningglkan Aisyah yang masih menunggu Rahman dengan melantunkan dzikir-dzikir penenang hati. Sudah tugasnya untuk menjemput anak-anak pulang sekolah. Rahman seperti melihat kabut-kabut putih yang sangat lebat. Dia melihat pandangan yang tidak bisa ditembus oleh mata. Betapa pekatnya kabut putih yang menghalangi arah mata pandangan Rahman. Masih berdiri, Rahman menoleh ke kanan dan ke kiri untuk memastikan keberadaan posisi dirinya. Tid

  • Diary Istri CEO   Wajah

    Sudah satu jam tidak menemukan kata-kata mutiara. Aisyah tampak lelah dengan isi di dalam otaknya. Namun dia berusaha agar tidak membuat stress mengingat ada calon anak yang akan keluar ke dunia. Melihat betapa kehidupan ini tidaklah seindah harapan maupun senyaman dalam perut. Aisyah mengelus perutnya secara perlahan. Seakan menjajak calon bayinya berdialog antara hati ke hati. Langit sudah merona, buku diary di atas meja segera dia simpan dan membawanya kembali ke dalam laci. Anak-anak juga terlihat mengulet dengan perlahan matanya mencoba untuk bergerak. Namun muncul kepanikan saat melihat tubuh kekar Rahman seakan tidak merespon. Dia tampak tenang. Bahkan wajahnya kelihatan lebih pudar. Aisyah mencoba untuk tenang dan meminta anak-anak segera mandi. “Kali

  • Diary Istri CEO   The Show

    Dari deretan bangku baris ketiga Rahman dan Aisyah duduk untuk menyaksikan persembahan pentas anak-anak. Bayu yang duduk di sebelah Rahman sesekali melirik melihat Rahman yang wajahnya sudah kelihatan pucat. Rahman juga merasakan jika tubuhnya sudah tidak sekuat dahulu. Demi jagoan tercinta, dia paksakan untuk menjadi kuat. Tidak ingin terlihat lemah di depan anak-anak. Bagaikan menghitung hari yang pasti akan datang waktunya. Aisyah menggenggam tangan Rahman sambil tersenyum. Di dalam relung hatinya juga merasakan kekhawatiran. Suara MC sedikit melegakan hati Rahman, itu tandanya pertunjukan segera dimulai. Acara tampak sangat megah dengan hiasan panggung yang artistic. Semua wali murid yang hadir juga kelihatan dari kalangan atas. Rahman menutup mulutnya supaya tidak terlihat menguap.&n

  • Diary Istri CEO   Menghilangkan Cemburu

    Akhirnya Bayu sampai di depan sekolah Bilal dan Kuwat. Di tempat tunggu sudah ramai para asisten rumah tangga dan sebagian ibu dari anak-anak yang menunggu. Bagi Bayu jika ikut menunggu dengan mereka rasanya malu. Hingga dia memilih menunggu di dalam mobil dengan membuka kaca jendela. Sambil membaca majalah dapat menghilangkan pikiran yang membayangkan apa saja yang dilakukan majikannya di kamar tadi. Hal itu sangat membuat hati kecil Bayu merasakan cemburu namun dia tidak bisa berkata apa-apa. Tidak mungkin mengatakan kejujuran. Lima menit berlalu, Bayu mengarahkan pandangannya melihat ke gerbang sekolah. Satu persatu anak-anak keluar, mereka disambut oleh yang menjemput. Bayu pun bergegas turun dari mobil dan menuju ke depan gerbang. “Om Bayu…”

  • Diary Istri CEO   Ruang

    Di ruangan meeting sudah berkumpul dengan posisi genap. Ini adalah pertama kali Aisyah memimpin rapat. Dari Rahman, Aisyah belajar agar bisa seperti posisi suaminya walau itu tidak mudah. “Lalu anak cabang yang ada di Bali bagaimana proses untuk ke depannya Nyonya Aisyah? Resort itu harus dikelola ulang supaya lebih baik. Selama ini banyak laporan yang ternyata disalah gunakan oleh anak buah Robi.” “Soal resort di Bali, bukankah sudah menjadi tugas Anda Pak Johan untuk memantau? Lalu bagaimana bisa anak buah Robi bisa melakukan tindakan tersebut? Dimana tugas Anda?” “Oh, jadi Anda menyalahkan saya?” “Tidak!”

  • Diary Istri CEO   Meminta

    Jus yang dibuatkan oleh Aisyah telah habis. Tidak menyisakan sedikitpun di gelas. Rahman memang paling bisa menghargai Aisyah. Terkadang apa yang dibuat oleh istrinya untuk dimakan, walau tidak selalunya enak dan manis. Namun ada rasa getir yang membuat lidah merasa ngilu, Rahman tetap menghabiskannya. “Sayang…” Aisyah menghentikan langkah saat Rahman memanggilnya. Ada perasaan khawatir menjadi satu. Bola mata saling beradu menjadi satu ciptakan rasa kelu melanda kalbu. Antara gamam dan kaku lidah membuat mulut sukar mengeluarkan kata-kata. “Istirahatlah Mas…” Aisyah mendekati Rahman dan mengecup bibirnya. Meski Rahman sempat ingin menolak namun Aisyah me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status