Share

Jatah Tambahan

Penulis: Yosi Hanr
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Ini tambahan uang belanja bulan ini.” Setumpuk uang diletakkan Mas Agus di sampingku yang sedang mengulek cabe.

Mungkin karena terlalu fokus pada ulekan di depanku, aku tidak menyadari derap langkahnya yang mendekat.

Emak tidak suka cabe yang dihaluskan blender seperti yang sering aku lakukan, maka selama emak di sini aku harus sabar menghaluskan cabe dengan tangan.

“Besok beli semua lauk kesukaan emak ke pasar. Jangan sampai emak nggak betah tinggal bersama kita,” ujar Mas Agus lagi menjelaskan kegunaan uang yang dia berikan.

Sekilas aku menoleh pada tumpukan uang yang barusan diletakkan Mas Agus. Jumlahnya aku rasa hampir sama banyak dengan jatah yang dia berikan awal bulan kemarin.

Bukannya senang, hatiku justru kian perih rasanya. Seperti ditetesi cuka pada luka yang menganga. Baru kemarin dia meminjam uang karena alasan pegangannya habis. Dan sekarang, dia malah menambah jatah belanjaku demi bisa menyenangi emak.

Memang tidak salah sebagai bentuk pengabdian seorang anak, tap
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Wildatuz Zaqiyyah
Agus gitu amat, sih. Pen tak hiiiihhh...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   Rumah bagai neraka

    Aku seperti menjadi orang asing dalam keluarga sendiri. Ketika aku memutuskan untuk ikut berbaur dengan mereka di ruang tengah, keberadaanku seperti tidak di anggap. Emak sibuk berbincang dengan Mas Agus tanpa membawaku ikut serta.Sementara anak-anakku diajak bermain oleh dua ponakan Mas Agus. Mereka seperti sengaja mengabaikanku.“Benar-benar nggak nyaman rasanya,” gumamku bicara sendiri.Dari pada terabaikan sendiri, aku memilih untuk bermain ponsel. Namun, aku tetap ikut duduk bersama mereka. Tidak sopan rasanya jika aku melipir ke kamar, padahal sekujur badan terasa remuk karena seharian hilir mudik di dapur. Hanya aku sendiri yang memasak untuk makan kami semua. Padahal Vely, ponakan Mas Agus itu sudah berusia 16 tahun. Seharusnya sudah tahu pekerjaan rumah dan sadar diri jika sedang bertamu ke rumah orang. Setidaknya ikut membantu lah meringankan pekerjaanku. Lah, ini seharian sibuk dengan ponselnya. Jika Mas Agus sudah pulang baru dia melupakan ponselnya dan ikut bermain be

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   Keceplosan

    “Gus, Emak mau pulang besok,” ucap Emak memecah senyap ketika kami sedang sarapan.“Kenapa mendadak ingin pulang, Mak? Baru juga dua minggu di sini.” Mas Agus mendelik curiga padaku. Mungkin dia mengira emaknya itu ingin pulang karena diriku.“Emak mulai tidak betah di sini. Lebih enak di rumah sendiri, lagi pula bebek dan kambing tidak ada yang jagain di sana kalau ditinggal lama,” ujar Emak mengutarakan alasannya.“Apa karena sikap Selvi, Emak nggak betah di sini?” tebak Mas Agus kembali melayangkan tatapan curiga ke arahku.“Mas!” Sontak saja aku protes. Sebenci apa pun aku pada emak karena perubahan sikapnya, tapi aku tidak pernah membalas sikapnya. Aku masih tahu diri, takut kualat jika melawan orang tua.Meski tidak bisa dipungkiri, aku tentu senang mendengar keinginan emak yang ingin segera hengkang dari rumahku. Capek lama-lama menghadapi kenyinyirannya.“Emak hanya ingin pulang saja. Lagi pula, Vely juga akan segera mendaftar ke SMA. Jika terlalu lama di sini, ponakanmu ini

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   Pertengkaran lagi

    “Rafni! Jangan tidak sopan begitu, dia adalah nenekmu!” hardik Mas Agus memarahi putri sulung kami.“Kamu didik lah anakmu itu baik Gus. Masih kecil tapi sudah kurang ajar, mau jadi apa dia besar nanti.” Emak ikut memarahi Rafni.“Begini akibatnya kalau anak salah asuhan. Tidak tahu sopan santun terhadap orang tua. Kamu masih bilang capek mengurus anak di rumah? Mendidiknya supaya melawan pada orang tua begini yang kamu maksud kan?” Mas Agus berbalik memarahiku. Matanya menatap nyalang padaku, seakan mampu membunuhku dengan tatapannya itu.Sementara aku masih syok mendengar Rafni berani bicara seperti itu pada neneknya. Memang sebelumnya aku sudah pernah melihat dia meneriaki papanya, tapi tidak menyangka jika Rafni juga berani memarahi neneknya.“Papa dan nenek sama kurang ajarnya. Suka memarahi mama, padahal mama tidak melakukan kesalahan,” cecar Rafni kembali meninggikan suaranya, dia tidak gentar melihat kemarahan papanya.“Rafni ....”Mas Agus segera berdiri, bersiap melayangkan

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   Tua Semakin Menjadi

    “Astaga! Memang dasar nenek-nenek mata duitan. Semua mau diembatnya,” umpat Mbak Jum kesal.Aku pun tak kalah kesal mendengarnya. Tak puaskah dengan uang pemberian Mas Agus yang diambilnya?“Buruan pulang, Mbak Sel. Selamat kan peralatan tapertupermu,” desak Mbak Jum tak sabar. “Mau aku bantuin memarahi nenek peot itu, nggak?” sambungnya menawarkan diri.“Nggak usah, Mbak Jum. Aku nggak mau menambah masalahku dengan mereka. Ini aja aku belum bertegur sapa dengan emak,” ujarku mencegah Mbak Jum untuk ikut campur. Aku merasa masih sanggup menghadapi mereka.Rafni berdiri dengan napas terengah di depanku. Dia sepertinya menghabiskan seluruh tenaganya untuk sampai ke sini. Pantas aku tidak melihatnya wara wiri di dekat warung Mbak Jum bersama Ayuni. Ternyata dia kembali ke rumah untuk mengintip neneknya. Padahal tadi dia ikut serta denganku ke warung Mbak Jum. “Ya udah, kalau gitu aku pulang dulu, Mbak,” ucapku pamit yang langsung dibalas anggukan oleh Mbak Jum.“Sebaiknya kamu tetap di

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   Mengalah pada yang lebih tua

    “Gus, istrimu itu baik banget, deh. Liat nih, semua barang-barangnya dia berikan pada Emak.” Baru saja Mas Agus menghempaskan tubuhnya di sofa ruang depan, emak sudah mengadu lebih dulu.Putranya yang baru pulang kerja itu tidak begitu menghiraukan ucapan emaknya. Mas Agus pun belum sadar jika lemariku sudah kosong.Berbeda saat berbicara dengan Mas Agus yang begitu lembut, Mak barubah ketus ketika berbicara denganku. “Awas ya kalau kau menjelek-jelekkan Emak pada Agus,” ucapnya mengancamku.“Nggak dijelek-jelekkan pun Emak sudah jelek, bukan di mata Mas Agus melainkan di mata semua orang,” gumamku berbisik. Beruntung emak yang mendekati usia lanjut itu tidak mendengar ucapanku, mungkin pendengarannya pun sudah mulai berkurang.Aku teringat dengan ekspresi Mbak Jum yang begitu jijik terhadap emak ketika menceritakan kelakuan mertuaku itu saat berada di warungnya.“Parah banget kelakuan mertuamu, Mbak sel. Sama busuknya kayak Agus. Memang benar kata orang, buah jatuh tidak jauh dari

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   Memperlebar Sayap

    “Mulai lagi, baru juga aku pulang. Tapi kamu sudah mau ngajak berantem. Emak pun belum meninggalkan Pulau Sumatera ini tapi kamu sudah membawa-bawa namanya untuk menutupi kelakuanmu,” ujar Mas Agus dengan setengah terpejam. Aku yakin dia ingin marah padaku, tapi tubuhnya seperti tidak mau diajak kompromi, harus segera diistirahatkan. Dia bahkan sudah terlelap sebelum mendengar balasanku.“Jika kamu tidak percaya, ya sudah. Tapi memang itu kenyataannya. Uangnya nggak ada sama aku, kalau Mas tetap mau silakan minta sama emakmu.”Aku seperti berbicara sendiri ketika mata Mas Agus sudah tertutup sepenuhnya.“Habis ngapain sih dia? Sampai kecapean banget gitu?” gumamku heran melihat Mas Agus cepat sekali tertidur.Hari itu aku terlepas dari kemarahan Mas Agus. Dia bahkan tidak lagi mengungkit masalah jatah belanja tambahan itu.***Semenjak kecil aku tidak pernah berjuang. Boleh dikatakan begitu, karena aku terbiasa menerima dari orang tuaku yang sudah berada. Apa pun yang aku inginkan sud

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   Pesanan mulai berdatangan

    “Lagi ngomongin apa, nih? Seru banget keknya sampe tertawa kompak gitu. Tapi kenapa pas aku datang kalian mendadak berhenti tertawa?” Yuni melangkah masuk ke warung Mbak Jum, dia menatap kami satu persatu curiga.Aku juga sedikit terkejut mendengar ucapan Tika barusan. Memang sebelumnya aku sempat curiga pada Yuni tapi sudah kutepis kecurigaan itu. Mana mungkin wanita berkelas seperti Yuni mau menjadi perempuan perusak rumah tangga orang. Dia bisa mendapatkan bujangan yang jauh lebih baik dari bekas pakai orang.Selain itu, aku kira Tika sama sepertiku yang jarang berkumpul dengan ibu-ibu komplek, jadi kurang tahu informasi. Ternyata, sekali Tika berbicara langsung mengejutkan aku dan Mbak Jum.“Tau nih, Tika ngelucu aja. Dia minta carikan kerja tuh, Mbak Yun,” ujar Mbak Jum membuka suara.“Ngapain kerja, kan sudah ada suami yang memberi nafkah. Aku kalau ada yang nafkahin juga ogah capek-capek kerja,” balas Yuni sambil ikut duduk di sampingku.“Ya kan, Mbak Selvi,” lanjutnya seraya

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   Dejavu

    ‘Apa lagi ini?’ batinku.Baru juga aku berharap bisa bernapas lega setelah kepulangan emak, kini datang lagi masalah baru.“Mungkin mereka ada kerjaan bareng, Mbak. Secara kan satu tempat kerja,” ucapku berusaha menghalau pikiran buruk. Foto perempuan yang mirip Yuni di whatsapp Mas Agus kembali membayang di kepalaku.“Tapi aku liatnya mereka datang boncengan berdua ke sana, Mbak Selvi. Terus malamnya baru keluar, itu pun suamimu sudah berganti pakaian dan tampak rapi pula.” Mbak Tisna terus saja mengurai apa yang dilihatnya.Perasaanku semakin tak enak saja. Sejak kapan pula Mas Agus membawa pakaian ganti ketika bekerja. Aku pun selama ini tidak terlalu memperhatikan dirinya, perasaanku dia selalu pulang dengan pakaian yang sama dengan saat dia berangkat.“Entah lah, Mbak. Aku memang sedikit renggang dengannya sekarang. Mungkin saja dia bersenang-senang di sana.” Aku menyerah menutupi hubunganku dengan Mas Agus, toh semua orang di komplek ini juga sudah mengetahui jika aku memang m

Bab terbaru

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   103

    Tanpa menjelaskan apa-apa, Salman langsung memerintahkan dua orang pria berseragam polisi untuk menangkap Mas Agus.Bukan Mas Agus saja yang terlonjak kaget, aku pun heran mendapati Salman yang langsung membawa polisi masuk ke ruanganku, terlebih untuk menangkap Mas Agus, ayah dari anak-anakku.Dua orang polisi itu pun langsung bergerak sesuai perintah Salman mendekati Mas Agus yang tidak sempat melawan. Dengan gerakan sigap keduanya memegang tangan Mas Agus kemudian memborgolnya.. Mas Agus yang masih kaget tidak bisa berbuat apa-apa, terlihat pasrah ketika gelang besi itu sudah melingkar di pergelangan tangannya.“Ada apa ini, Salman? Kenapa kamu menyuruh polisi menangkap Mas Agus?” tanyaku heran. Protes lebih tepatnya, kenapa dia membuat keputusan sepihak begitu tanpa persetujuanku.Memang secara nyata hanya gelar CEO yang aku miliki, sementara semua pekerjaannya dia yang handle. Tapi tidak begini juga.Aku tahu Mas Agus telah banyak berbuat salah. Namun, di sisi lain dia salah

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   102

    Ternyata perkenalan dengan para karyawan tidak semenakutkan yang aku bayangkan. Mereka menerimaku dengan sambutan yang meriah, meski masih ada beberapa pandangan tak suka yang kutangkap dari yang duduk di kursi bagian depan, yang kuduga mereka adalah para staf.Aku mencoba tak peduli dengan mereka yang tidak suka, toh masih banyak para karyawan yang menyambutku dengan baik. Aku anggap itu sebagai dukungan.“Lega akhirnya bisa berdiri memperkenalkan diri di hadapan mereka semua,” ucapku semringah pada Salman yang terus mendampingiku hingga acara selesai.Kini kami melangkah beriringan kembali ke ruanganku setelah acara selesai.Semenjak acara berlangsung tadi aku menahan diri supaya tidak berbicara dengannya. Padahal tanganku sudah bergerak-gerak ingin menyentuhnya untuk meluapkan kebahagiaan yang memuncak di dada. Tak ku pikirkan lagi Mas Agus yang sekarang entah berada di mana.Kebahagiaan ini hanya ingin kubagi dengan Salman saja.“Kamu kira menghadapi gerombolan monster sampa

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   101

    Dalam perjalanan menuju ke perusahaan aku tidak berani bersuara. Aku hanya menjawab setiap tanya yang dilontarkan Salman. Wajah merah padamnya terus terngiang di benakku. Bagai mana jika dia melampiaskan kemarahannya padaku karena Mas Agus sudah tidak ada?“Kenapa diam saja? Tak suka suamimu aku bentak-bentak?” Terdengar Salman berbicara di sampingku.“Bukan gitu, aku hanya takut melihat rautmu, kayak ... siap menerkamku.” Jujur aku mengakui perasaan di hati. Biar saja dia beranggapan apa padaku.Terdengar lagi suara keluar dari mulut Salman, kali ini seperti dia sedang membuang napas. Kulihat dia memukul dadanya pelan.“Kenapa? Kamu sakit?” tanyaku berubah cemas.“Nggak, cuman terasa nyeri di sini.” Salman menekan dadanya dengan telapak tangan yang masih menempel di sana.Kecemasanku kian bertambah ketika melihat dia meringis menahan sakit. “Kita ke rumah sakit dulu aja kalau terlalu sakit. Aku nggak mau nanti terjadi apa-apa sama kamu,” pungkasku ikut mengernyit. Aku paling ti

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   100

    Ceklek! Bam! Pintu bagian belakang terbuka lalu di tutup kembali, bersamaan dengan itu muncul penumpang lain di bagian belakang. Salman yang hendak menghidupkan mobil menjadi urung karena kaget dengan kedatangan penumpang tak diundang itu.Netranya beralih menatapku tajam, bisa kutebak dia ingin menuntut penjelasan padaku mengenai keberadaan Mas Agus bersama kami. Dia mungkin tidak tahu, jika pria yang masih bergelar suamiku itu semalam menginap di rumahku.Aku hanya mengangkat bahu sekilas sebelum berbalik pada Mas Agus.“Mas, kamu ngapain?” pekikku setengah tertahan melihat Mas Agus sudah duduk di bangku belakang. Kudengar geraman rendah keluar dari mulut Salman. Dia pasti kesal melihat penumpang gelap di belakang.“Mau pergi ke perusahaan bareng kamu,” jawab Mas Agus santai. Dia menyugar rambutnya yang masih setengah basah, entah apa maksudnya. Ingin terlihat keren di depan Salman kah? Atau ingin memanasi Salman.“Kamu bisa pergi sendiri, Mas. Nggak harus bareng denganku,” ucapku

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   99

    Hampir meloncat jantungku mendengar ucapan Mas Agus yang berdiri di depan pintu.Dia bilang apa barusan? Memintaku untuk tidur sekamar dengannya? ‘Dasar laki-laki rakus! Tak akan pernah aku mau satu ranjang dengannya lagi!’ rutukku dalam hati.Bayangan dia bergumul penuh mesra dengan Yuni membuat perutku mual dan perasaan jijik memenuhi dada. Nggak akan pernah aku mau memakai cangkul yang sudah merambah di ladang orang lain, apalagi itu ladang milik Yuni. Najis!“Suaminya manggil tuh, Ma. Cepat temani sana, bukannya Mama yang mengizinkan dia tinggal di sini?” ujar Rafni menyindirku.Baru saja aku hendak menolak Mas Agus, tapi ucapan Rafni yang menohok langsung ke ulu hatiku membuat kuurung untuk bersuara.Jika kutolak Mas Agus sekarang di depan Rafni, dan Rafni juga menolakku tidur bersama mereka akan membuat posisiku tak menguntungkan. Bisa saja Mas Agus mengambil kesempatan untuk mendesakku supaya bisa tidur dengannya.Kupaksa otakku bekerja keras untuk memikirkan jalan keluarnya d

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   98

    “Ngapain dia di sini, Ma? Mau apa lagi dia ke sini?” Pertanyaan tidak suka itu dilayangkan oleh Rafni begitu melihat Mas Agus rebahan di depan televisi saat dia pulang.Dia menyusulku ke kamar khusus untuk menanyakan keberadaan Mas Agus. Sementara adiknya langsung mengambil mainan baru yang diberikan Sonia. Dia tidak begitu peduli pada Rafni terdengar marah. “Nak, Papa masih orang tuamu, tidak baik kamu berucap seperti itu.” Aku menegur ucapannya yang menurutku kata-katanya tidak cocok keluar dari mulutnya sebagai anak. Sebenci apa pun dia terhadap salah satu orang tuanya, aku tetap tidak suka mendengar dia berucap tak sopan mengenai mereka. Cukup membenci saja.“Aku tidak mempunyai orang tua yang suka menyakiti, Ma. Aku cuma punya Mama.” Meninggi suara Rafni, dadanya terlihat naik turun saat dia harus mengatur napas bersamaan dengan meluapkan emosi yang membuncah di dada.“Mama tidak menyuruhnya ke sini. Tadi, ketika Mama masuk ke rumah Papamu sudah berada di sini sedang bermain den

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   97

    “Ngapain di sini, Mas?” tanyaku kaget pada pria yang sudah lama tak kulihat itu.Di depanku, Mas Agus sedang bermain bersama Ayuni. Membuka perintilan mainan makeup yang tadi Sonia berikan.Tidak terlihat kaget dengan kedatanganku, Mas Agus tampak asyik mendengar ocehan Ayuni yang menjelaskan nama-nama alat makeup di tangannya.“Mas!” panggilku lagi. Sedikit membentak sehingga mampu mengalihkan perhatiannya. Salah sendiri, kenapa pura-pura budek.“Apa salahnya Mas pulang, Dek, ini kan rumah Mas juga.” Mas Agus mendongak sebentar ke arahku kemudian kembali meladeni Ayuni. Panggilannya itu, kembali memanggilku 'Dek' setelah beberapa waktu lalu terang-terangan membentakku dengan memanggil namaku demi membela istri mudanya.Dan, memang benar ini rumah dia, tapi sudah lama sekali dia tidak pulang ke sini. “Aku kira kamu sudah melupakan kami, Mas. Tampak tertutup matamu melihat jalan ke rumah belakangan ini,” sindirku. Ucapanku seperti tak masuk ke pendengaran Mas Agus, terlihat dia cuek

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   96

    “Emm, Salman ... aku bukan gadis remaja yang bisa kamu gombalin seperti itu. Jadi aku mohon berhenti merayuku dengan kata-kata yang bisa membuatku salah paham.” Aku bukannya perempuan yang terlalu polos sehingga tidak mengerti maksud ucapan Salman. Hati setiap wanita kurasa pasti akan sama, akan tergoyah jika terus-menerus mendengar kalimat gombalan. Sekuatnya aku menahan diri untuk tidak tergoda pada Salman tetap saja pesonanya kadang tak mampu kulewatkan, terlebih dia seperti memberi angin segar padaku yang terlihat juga menaruh perasaan padaku.“Siapa yang bilang kamu gadis remaja? Kamu itu emak-emak beranak dua,” timpal Salman dengan wajah sok polosnya.“Bukan secara harfiah juga, Salman! Au ah, males ngomong sama kamu.” Aku mendengkus seraya membuang muka membelakanginya. Kudengar kekehan di belakang kepalaku.Setelahnya tercipta keheningan cukup lama di antara kami. Aku sedang sibuk menyusun kalimat yang bagus untuk mengutarakan niatku menjodohkan Salman kembali bersama Sonia.

  • Dianggap Benalu Oleh Suamiku   Membalas Kebaikan dengan Menyatukan

    Sonia yang sedang fokus mencatat produk skincare untuk kugunakan mendongak mendengar ucapanku.“Bantu apa?” tanyanya.Dari cara dia bertanya bisa kutangkap dia tak percaya dengan bantuan yang akan kuberikan. Jika dibandingkan aku dengannya, memang tidak meyakinkan sih aku bisa memberinya sesuatu. Bukan dilihat dari segi materi karena aku yakin Sonia bukan wanita penggila harta. Dengan keterampilan yang dia punya aja, dia sudah bisa bebas finansial.“Memang terdengar tidak meyakinkan sih, tapi sebagai imbalan atas kebaikanmu, aku akan berusaha membantumu sebisaku,” imbuhku serius. Terserah dia percaya atau tidak, tapi saat ini sedang bersungguh-sungguh.“Bantuannya ini apa dulu? Aku nggak meragukan kamu kok. Tapi aku harus tau kamu mau membantuku dari segi apa? Biar aku bisa menjelaskan apa saja yang harus kamu lakukan kalau benar-benar mau membantu,” balas Sonia terlihat serius, tapi setengah detik kemudian bibirnya merekah mengeluarkan kekehan lembut.“Bercanda ... apa pun yang akan

DMCA.com Protection Status