“Bang untuk edisi bulan ini kita ada beberapa baju couple, jadi nanti Abang akan dipasangkan sama Alea.” Akhirnya apa yang Andi khawatirkan terjadi juga. “Loh, berpasangan?” tanya Andi sedikit terkejut. “Kenapa? Abang takut istrinya cemburu ya?” Anwar tersenyum mengejek, kemudian ia memutar kursi ke belakang tangannya bergerak lantas berbalik dan menyerahkan dokumen yang tempo hari Andi tanda tangani. “Di sini sudah tertulis jelas, memangnya Abang enggak baca dulu? Kalau ke depannya Abang setuju kalau ada adegan yang mengharuskan Abang berpasangan.” Lembar demi lembar ia buka, hingga berhenti di poin ke 18. Pihak kedua setuju melakukan sesi foto bersama model lain yang ditentukan oleh pihak pertama. “Sudahlah, tidak akan ada adegan macam-macam bukan?” “Tenanglah, Abang tegang banget kayak mau main film biru aja.” Bukan begitu, ada hati yang harus kujaga. Membohonginya dengan kembali ke dunia modeling saja aku sudah sangat merasa bersalah. “Oh, ya Bang setengah jam lagi sudah s
“Apa yang akan kamu lakukan kalau ternyata Abang sudah kembali terjun ke dunia itu lagi.” “Aku mungkin akan pergi dari rumah,” ucap Ayu datar. Sungguh aku benar-benar takut jika ia benar-benar melakukan apa yang dia katakan. “Aku membenci seseorang yang berbohong, tetapi aku akan bersimpati pada orang yang jujur meski itu begitu menyakitkan.” Aku benar-benar bingung mengapa Ayu seakan tahu apa yang telah kulakukan di belakangnya. “Abang capek banget, hmm tidurlah Dek besok bangunkan Abang salat subuh.” “Hmm.” Dia tersenyum lagi. Kurasa akhir-akhir ini dia menjadi lebih banyak tersenyum. Kau tahu aku selalu mencurigai sesuatu yang dilakukan secara berlebihan dan berulang-ulang. Hanya satu yang kutakutkan dia tahu dari mana aku mendapatkan uang yang jumlahnya tentu lebih banyak dari biasanya. Aku masih berusaha memejamkan mata, sayangnya tak kunjung terlelap jua. Entah berapa kali aku membolak-balikkan tubuhku. Untung saja hal itu tak membuat Ay
“Mana bisa kamu mundur begitu aja. Aku begini juga demi kamu, demi Ilham dan Rania yang butuh uang untuk masuk ke sekolah terbaik,” ucapku.“Demi anak-anak atau demi impianmu, Bang?” Ayu menatapku nanar. Meski dia tetap merendahkan suaranya aku bisa tahu ada kemarahan yang memancar dari netranya yang memerah, juga setiap embusan nafas yang dia keluarkan dengan perlahan.“Ayu, tolonglah mengerti aku! Apa salah kalau aku punya impian punya kehidupan yang lebih baik? Aku berani bersumpah, kami hanya sebatas profesionalitas. Enggak ada yang lain.” Ayu hanya diam saja, tak ada kata yang terucap darinya. Dia malah memalingkan wajahnya ke arah lain.“Semua orang punya impian begitu pun aku, tapi apa enggak ada cara lain sehingga kamu menghalalkan cara yang salah?”“Aku tidak selingkuh, Ayu.”“Aku tahu.”“Lalu, apa masalahnya aku hanya bekerja.”“Abang p
PoV Ayu“Mamah, kenapa banyak orang yang narik-narik Papah? Aku takut mereka bawa Papah pergi. Ayo balik lagi. Biar kita pulang sama Papah. Ayo Mah, jangan diam aja. Aku enggak suka kalau Papah di foto sama orang lain. Papah cuma boleh foto sama Mamah.”“Mamah ayo, ke sana. Jangan diem aja!” Ilham masih saja menarikku.“Mamah ‘kan yang bilang kalau kita dilarang berdekatan dengan seseorang yang bukan mahramnya. Kenapa Mamah membiarkan Papah begitu?”“Mah?”“Kita pulang saja ya, Nak.”“Mah, tapi Papah berdosa. Kita harus tegur Papah biar mau pulang.”Tapi, bagaimana jika Papahmu sendiri yang tak mau diingatkan. Dia yang sudah berani mengingkari Tuhan dan nuraninya. Apa lagi yang bisa kita lakukan. Harta telah membuatnya kembali pada titik awal.“Kaka, Mamahnya mau nangis,” kata Rania sambil menar
“Aku tahu hatimu sakit, tapi jangan biarkan kezaliman yang menang.” Dian masih saja mencoba meyakinkanku untuk melakukan hal yang sama dengan yang baru saja Bu Siti perbuat pada selingkuhan suaminya. Dia seolah menganggap bahwa wajar bagi seorang istri untuk bertindak seperti itu.“Kamu tahu Dian, sebanyak apa pun kamu menjelaskan, aku tidak mungkin melakukannya. Untuk apa memperebutkan seorang pengkhianat sampai melupakan fitrahku sebagai perempuan. Aku tak mungkin meninggikan suaraku hanya untuk menunjukkan aku lebih kuat, lebih berhak atas suamiku. Sedangkan, hatinya jelas telah berpaling dariku.”“Mbak bagaimana kamu bisa seikhlas itu, dia mengambil suamimu loh?”Tidak ada yang benar-benar ikhlas, aku hanya mencoba menutupinya darimu.Ketika rasa cinta pada Rabbnya semakin memudar, bukan tidak mungkin perlahan imannya akan semakin terkikis. Jika telah hilang sepenuhnya. Bagaimana aku bisa bergantung pada imam
Ayu tersenyum kecut, menyaksikan bagaimana egoisnya Andi yang menginginkan dirinya selalu berada di sisi, tapi senang sekali menyakiti. Pria itu masih menatap tajam ke arahnya. Nafasnya yang memburu menjadi pertanda bahwa ia bersungguh-sungguh kalau yang ia katakan adalah sebuah keputusan mutlak yang tak boleh dilanggar.“Oke aku beri kamu waktu sampai kontrak itu selesai, tapi dengan satu syarat.”“Apa.”“Aku ingin mulai sekarang kita melakukan pemisahan harta.” Pria itu membelalak, tak menyangka jika Ayu yang sejak dulu tak pernah peduli soal harta, tiba-tiba berubah. Andi justru terkekeh pelan.“Sekarang siapa yang berubah? Aku atau kamu, siapa di dunia ini yang tidak butuh uang. Kalau kamu saja ingin melakukan pemisahan harta. Bukankah berarti kamu sama denganku? Tidak ada manusia yang bisa hidup tanpa uang, hahaha.”“Aku hanya ingin meminta hakku, bukan datang
“Harusnya kalian sadar, pernikahan seperti ini sudah tidak sehat, untuk apa masih memaksa bertahan!”Argh! Reno berteriak keras, ia membanting lengannya ke udara. Melepas amarah yang terlanjur membelenggu jiwanya.“Sejak kapan Mamah mengajarkanmu untuk memukul orang tuamu sendiri.”“Kenapa memangnya, apa aku tidak boleh membelamu, Mah? Aku sudah tak tahan melihat Mamah terus menangis sepanjang malam. Mau berapa kali lagi Papah selingkuh? Mau tunggu sampai mati baru tobat? Papah tidak pernah belajar dari kesalahan. Dulu Papah membuatku kehilangan wajah di depan teman sekolahku, sekarang bukannya jera, justru melakukan hal yang sama lagi.” Andi semakin terpojok. Ia tak berpikir banyak saat itu. Mengingat Ayu bukan penggila fashion, jadi kemungkinan untuk tahu kalau ia telah menerima tawaran menjadi model untuk majalah fashion.“Papah mungkin berpikir kalau kami tidak akan tahu, picik sekali.
“Apa hubungannya masalah gue sama Reno yang udah kerja?”“Ya jelas adalah, secara gue sering lihat anak itu sayang banget sama ibunya. Tinggal nunggu waktu aja buat dia bawa Ayu jauh-jauh dari lo.”“Bentar, jadi maksudnya lo juga ngira gue selingkuh sama Alea?”“Lah, memang kenyataanya begitu ‘kan?”“Gila, ngapain gue ngelakuin hal semacam itu.”“Sebenatar Memangnya lo beneran enggak naksir?”“Enggak lah, gila aja.” Syahru justru terkekeh pelan. Seluruh kru dan model yang berada di naungan FCN Entertaimant tahu jika Alea menyukai Andi, mereka juga mengira Andi juga demikian. Mengingat sikap Andi yang kadang memberikan perhatian kecil pada Alea, siapa yang tak akan berpikir kalau mereka tak punya hubungan khusus. Padahal smeua yang Andi lakukan masih dalam batas wajar. Seperti ia yang kerap memberikan jaketnya untuk menutupi bagian tubuh Alea ya
Aku tidak menyadari jika aku terlalu lama berada di toilet, sampai kemudian Mas Syahru menyusul ke sini. Aku buru-buru keluar agar ia tak khawatir.“Ada apa? Kenapa lama banget ke toiletnya? Perutmu sakit?”“Hm, sedikit, tapi udah lebih baik.”“Apa karena obat antidepressant itu?”“Enggak.”“Obatnya sudah habis dan aku udah enggak pernah minum lagi sejak sebulan yang lalu.”“Loh, kenapa?”“Maaf, tapi kepalaku sering sakit kalau terus-terusan minum obatnya.”“Terus sekarang kenapa bisa sakit?”“Mungkin cuma masuk angin. Aku mau ganti baju dulu, gamisku kena muntahan.”“Muntah? Memangnya dari tadi kamu muntah?”“Iya.”“Kapan terakhir datang bulan?”“Hm, ya Allah udah 2 minggu yang lalu.”Pria itu mendadak tersenyum, bukan hanya tersenyum ia bahkan tiba-tiba saja mengangkatku dan memutarnya.Ya Tuhan aku masih lemas karena muntah yang tak kunjung usai, ia malah membuatku pusing dengan berputar-putar.“Mas turunin dulu, aku mabok!”“Maaf ya, Mas seneng aja. Ini kamu pasti hamil Sayang.”
Bahkan sekarang melihatku tak berdaya. Pria ini tak hanya memanggilkan dokter, ia juga rela mengurus rumah bahkan menyuapiku makan dan membantu ke toilet.Entah kenapa dengan fisikku. Aku begitu takut dengan ancaman, setelah berbulan-bulan terus saja ditekan dengan berbagai hinaan, makian bahkan kadang-kadang ada juga beberapa akun yang mengancamku. Aku masih baik-baik saja, karena aku pikir itu hanya ucapan tanpa pembenaran. Namun, nyatatanya saat tahu jika kemarin aku benar-benar diancam. Pertahananku benar-benar runtuh.“Al, kita ke rumah sakit saja ya!”“Enggak Mas, aku baik-baik saja.”“Kamu terus saja waspada sejak kemarin bahkan belum tidur sama sekali.”Bagaimana aku bisa tidur jika, setiap waktu aku terus ketakutan kalau mungkin saja ada yang akan datang ke rumah. Ketakutan itu semakin menjadi mana kala tak ada orang di rumah.“Reza enggak akan ke sini Sayang, kalau kamu terus begini bisa ganggu kesehatan. Kita ketemu psikiater aja oke?”“Aku enggak gila.”“Enggak semua orang
“Ya Allah Mas, itu bukannya orang yang pernah datang ke rumah kita?”“Iya, itu anak buahnya Reza.”“Mau apa lagi coba? Kok bisa tahu kita ada di sini?”“Entah, nah itu Rezanya datang. Kamu jangan jauh-jauh dari Mas. Sini pegangan! Kita emang enggak bisa terus menghindar. Di sini banyak CCTV jadi kalau ada apa-apa banyak saksinya. Kamu jangan takut!”Pria itu menggenggam lenganku lantas mulai berjalan menuju Reza yang kini juga menatap kami ke arah yang sama. Di sampingnya sudah ada dua orang pria berbadan tegak dan besar yang melihat kami dengan tatapan sangarnya yang khas.Tak lama beberapa bawahannya yang lain juga datang dan berjajar di belakangnya. Namun, seolah tak kenal takut Mas Syahru terus melangkah.Sampai kemi berdiri tepat di depan pria itu, ia tiba-tiba saja menghadiahi pukulan yang cukup keras di perut sahabatnya. Hampir saja dua bawahannya membalaskan apa yang ia lakukan pada Reza, kalau saja tak dicegah oleh atasannya, aku yakin Mas Syahru juga sudah mendapatkan pukula
“Apa sih Sayang, pikiran kamu itu ya! Kotor banget.”“Memang kenyataannya begitu ‘kan?”“Suamimu ini masih normal. Mana mungkin mau melakukan hubungan sesama jenis. Membayangkannya saja sangat mengerikan.”“Ya terus kalau Reza nginep dia tidur di mana?”“Di bawah, di sofa tempat Mas biasa tidur.”“Memangnya dia mau.”“Ya, harus mau. Suruh siapa numpang tidur di sini. Sudah tahu rumahnya kecil.”Ternyata berbeda sekali perlakuannya padaku dan orang lain.“Meskipun Mas berteman baik, Mas juga enggak naif. Dia dari awal memang keliatan enggak normal sejak kasus pelecehan itu, jadi harus pintar jaga diri.”“Baguslah.”“Udah enggak marah lagi?”Aku hanya menggeleng.“Cie ada yang cemburu.”“Aku hanya bertanya, tolong jangan menafsirkannya sebagai cemburu.”“Orang enggak akan bertanya jika tidak cemburu.”Entah sejak kapan pria ini menjadi sangat narsis. Sepanjang jalan menuju rumah ia bahkan terus saja memaksaku untuk mengakui kecemburuanku padanya.“Iya, aku cemburu sama Reza. Puas?”Seka
“Loh, memangnya sudah?”Aku bahkan bisa melihat matanya yang sejak tadi meredup, mendadak berbinar.Aku hanya mengangguk, tetapi pria itu malah kembali memelukku. Kali ini ia bahkan mendaratkan kecupan singkat di kening.“Sejak kapan?”“Memangnya harus aku kasih tahu?”“Ya harus dong, Sayang.”“Mungkin sebelum Mas mengutarakan semuanya.”“Ya Allah, ih masa sih. Enggak nyangka deh.”“Terus kenapa kemarin kesannya kamu kayak mau nolak Mas.”“Siapa yang enggak shock lihat pasangan sendiri punya hubungan yang cukup dekat dengan sesama jenis lagi. Aku hanya perlu waktu meyakinkan diriku sendiri, kalau memang semua in hanya salah paham.”“Jadi sekarang ceritanya sudah yakin?”“Insyaallah, melihat bagaimana Mas bersikeras untuk melindungiku. Itu saja sudah cukup untuk membuktikan semuanya.”“Kalau begitu ayo!”“Ke mana?”Ia malah menatap pintu kamar kami yang saat itu masih terbuka. Siapa lagi yang melakukannya kalau bukan Reza si pembuat onar itu bahkan tak menutupnya kembali.“Mas memangny
“Kamu di rumah aja. Mas yang ke sana. Kunci pintu ya, jangan keluar kalau ada yang ketuk. Mas ‘kan tahu sandinya jadi pasti langsung masuk.”“Oke.”Aku hanya bisa mengiyakan apa yang diperintahkan suamiku, sebelum akhirnya ia pergi untuk mengatasi kekacauan. Saat itu aku memang mengantarnya sampai ke depan.Namun, begitu aku akan kembali masuk, Luna yang kebetulan tengah membuang sampah malah menyapaku.“Pagi Ka, baik-baik aja ‘kan?” katanya.Entah kenapa ia bertanya seperti itu. Apakah memang wajahku terlihat bermasalah?“Alhamdulillah.”“Syukurlah, oh ya Ka, aku boleh minta tolong boleh enggak?”“Apa?”“Hari ini aku masak banyak buat acara nanti siang. Kakak bisa enggak cobain masakan aku, kurang apa gitu. Aku enggak percaya diri, masalahnya aku baru mau coba masak. Resepnya aja lihat di youtube.”“Boleh.”Gadis cantik berusia 22 tahun ini merupakan seorang karyawan di bank swasta. Setahuku ia memang tak suka memasak, bahkan pernah mengatakan jika ia tak tahu sama sekali tentang bu
Hingga terdengar decit pintu yang terbuka barulah aku berani untuk membuka selimut. Untungnya yang datang suamiku.“Jangan takut Al, itu hanya ban motor yang tetangga yang pecah.”“Astaghfirrullah.”“Kejadian kemarin pasti bikin kamu trauma, ya?”“Enggak kok Mas, aku cuma sedikit takut aja. Enggak sampai ke tahap trauma. Terus bagaimana orang yang bawa motornya baik-baik aja ‘kan?”“Alhamdulillah. Mas Danu baik-baik saja kok. Dia baru aja pulang shift 3.”“Ada-ada saja.”“Iya, sampai tetangga kita keluar semua. Dikira bom.”Aku sampai tertawa karenanya. Memang bunyinya seperti itu.“Nah, begitu dong. ‘Kan tambah cantik kalau ketawa.”“Apa sih Mas, pagi-pagi bukannya sarapan malah gombal.”“Lihat wajah kamu aja sudah kenyang kok.”“Ih, malah tambah gombal. Sudahlah aku mau ke bawah dulu, kita sarapan roti bakar dulu ya.”“Hm, boleh. Asalkan buatanmu semuanya enak.”“Timbang masukin ke panggangan aja kok enak, Mas. Itu mah standar rasanya.”“Tapi, ‘kan beda rasanya kalau makanan dibuat
Tepat saat hantaman keras pada pintu itu semakin intens terdengar, petugas keamanan untungnya segera datang. Barulah aku berani menilik dari celah gorden yang terbuka. Itu pun dari balik kamar yang berada di lantai 2. Rupanya tak hanya ada petugas, orang-orang sekitar rumah pun ikut melihat kekacauan itu.Ya Tuhan aku pikir ia menghantam pintu dengan tangannya. Namun, setelah melihat halaman rumah yang berantakan barulah aku tahu jika ia bahkan tak sekedar datang, tetapi juga merusak.Melihat dari kejauhan saja, sepertinya postur tubuh itu sangat mirip dengan Reza.“Ya Allah jangan-jangan memang dia, yang menyebarkan berita itu. Lagi pula siapa lagi orang terdekat kami yang mengetahui rahasian ini, selain dia.”Aku bergegas turun, mengingat salah satu petugas keamanan mulai mengetuk pintu. Sepertinya mereka ingin aku memberikan keterangan.Luna yang tak lain salah satu tetangga rumahku, seketika menghambur dan memelukku erat.“Ka Alea baik-baik aja, ‘kan?” katanya dengan wajah yag kha
“Mas sebenarnya mau melakukan apa?”“Mas tahu siapa biang dari masalah ini.”“Siapa?”“Kamu juga kenal orangnya. Sudah nanti saja kita bahas!”Ia sudah akan beranjak, tetapi kemudian malah kembali berbalik dan mendekat padaku. Ia tangkupkan kedua telapak tangannya itu di wajahku.Aku harus apa? Bahkan, dalam suasana yang genting saja ia masih saja bersikap romantis.“Jaga diri baik-baik, ya!”“Hm.”Tiba-tiba saja ia menarik kepalaku mendekat, sampai kemudian kurasakan benda kenyal itu menempel di keningku. Ada bekas basah yang kian mengering seiring dengan hembusan angin yang menerpa wajah, begitu pintu rumah kami terbuka.Bodohnya kenapa aku hanya diam saja. Seharusnya berontak saja.“Aku harus pergi Al, jangan sedih. Semuanya akan baik-baik saja. Bahkan jika mereka berhasil mengantongi bukti itu, Mas yang akan membuktikan sendiri kalau pernikahan kita memang sungguhan.”“Terima kasih, tapi bisakah berjanji satu hal saja padaku.”“Apa?”“Aku cuma punya Mas di sini, janji buat kembali