Share

Bab 68 Dukungan

Penulis: SILAN
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-17 15:52:41

Suasana meja makan terasa hening, hanya suara denting sendok beradu dengan piring yang terdengar. Luna mencuri pandang ke arah Jacob beberapa kali, ragu-ragu untuk memulai pembicaraan. Tapi akhirnya, Jacob yang membuka suara lebih dulu.

"Besok, jadwalmu untuk terapi," ucap Jacob tanpa menoleh dari makanannya. "Maaf, aku tidak bisa menemanimu. Jadi, aku sudah meminta Hazel untuk membawamu ke sana."

Luna mengangguk pelan, meski ada sedikit rasa kecewa yang ia sembunyikan di balik senyumnya. Jacob menatapnya sejenak, memastikan bahwa Luna tidak keberatan, sebelum kembali fokus pada makanannya.

Namun, kebersamaan mereka tak berlangsung lama. Ponsel Jacob yang tergeletak di meja ruang tamu tiba-tiba berdering, memecah keheningan. Jacob menghela napas, meletakkan sendoknya, lalu bangkit untuk menjawab panggilan tersebut.

Suara tegasnya segera menggema di ruang tamu saat ia berbicara dengan seseorang di ujung telepon. Tanpa sadar, Jacob berjalan menuju ruang kerjanya, meninggalkan Luna sendi
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 69 Kebetulan bertemu

    Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Hazel dan Luna tiba di klinik tempat Luna akan menjalani terapi. Mereka disambut oleh seorang wanita dengan senyum ramah, yang langsung mengarahkan mereka ke ruangan yang sudah disiapkan. Namun, Hazel diberitahu bahwa ia tidak diperbolehkan ikut masuk."Kalau begitu, aku menunggu di luar," ujar Hazel sambil tersenyum kepada Luna, mencoba memberikan semangat sebelum gadis itu masuk ke dalam ruangan.Setelah pintu ruangan tertutup, Hazel duduk di bangku luar. Ia menghela nafas panjang, pikirannya mulai melayang-layang. 'Ibu kejam macam apa yang tega membunuh putrinya sendiri?' batinnya.Kalau memang wanita itu tidak menginginkan anaknya, kenapa membiarkan dia lahir?"Jadi ini alasan Jacob begitu protektif terhadap Luna," gumam Hazel pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Kini, ia memahami betapa seriusnya Jacob saat memperingatkannya agar menjaga Luna jauh dari ibunya. Namun, Hazel tetap merasa kebingungan karena ia bahkan tidak tahu seperti

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-17
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 70 Dunia yang sibuk

    “Selidiki Leah Hamilton dan cari tahu keberadaan Luna. Pastikan kau menemukannya. Aku ingin tahu dimana putriku berada,” ujar Russel dengan nada dingin namun tegas.Anak buahnya mengangguk patuh, keluar dari ruang kerja tanpa sepatah kata. Setelah pintu tertutup rapat, keheningan melingkupi ruangan mewah yang dihiasi rak penuh buku dan perabot kayu mahal. Russel menghela nafas pelan, lalu tangannya terulur ke foto kecil yang terletak di mejanya.Foto itu memperlihatkan seorang gadis kecil berusia tujuh tahun dengan senyuman manis dan mata penuh keceriaan. Foto itu adalah satu-satunya kenangan yang masih tersisa. Ia memandanginya dengan ekspresi yang sulit ditebak.“Kau pasti sudah tumbuh menjadi wanita cantik sekarang. Aku sangat merindukanmu, Luna,” gumamnya lirih, suaranya hampir tenggelam dalam kesunyian ruangan.Pikirannya melayang ke masa lalu. Ia pernah mencoba memperjuangkan hak asuh Luna, tetapi Leah terlalu licik dan gesit, dia berhasil melarikan diri bersama putri mereka. Ia

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 71 Kelicikan Leah

    Pagi itu, Jacob kembali terbangun di kamar yang terhubung dengan ruang kerjanya. Semalaman, ia bekerja tanpa henti, mencoba menyelamatkan proyek besar yang hampir lolos dari tangannya. Matahari sudah mulai meninggi, dan ruang kerjanya dipenuhi oleh sisa-sisa lembur, dokumen-dokumen yang berserakan di meja, secangkir kopi yang sudah dingin, dan lampu meja yang masih menyala.Pintu ruangannya terbuka perlahan. Dari kamar kecil yang terhubung dengan ruang kerjanya, Jacob muncul dengan wajah lelah. Di dekat meja, asistennya sudah berdiri dengan ekspresi tenang namun penuh urgensi.“Tuan, ini sarapan Anda,” kata sang asisten sambil meletakkan nampan di atas meja. “Hari ini adalah hari penting. Sidang untuk memutuskan siapa yang akan mengelola proyek itu akan segera dimulai.”Jacob menyisir rambutnya dengan jari, mencoba mengusir rasa lelah. “Aku memang terlalu ceroboh...” gumamnya, setengah pada dirinya sendiri. Dalam hati, ia mengutuk kelalaiannya. Russel benar-benar memanfaatkan momen ini

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 72 Wanita ular

    Suasana ruang sidang perlahan memudar, menyisakan rasa kekalahan yang membekas di wajah Jacob. Keputusan telah dijatuhkan, dan proyek besar yang seharusnya menjadi miliknya kini jatuh ke tangan Russel Calderon. Jacob berdiri mematung, menyaksikan Russel berjalan mendekat dengan langkah penuh kemenangan. “Aku sudah bilang, anak muda sepertimu tidak akan pernah bisa menandingi orang berpengalaman seperti aku,” Russel berkata dengan nada lirih, namun sarat dengan ejekan. “Siapa yang akan bersulang malam ini? Tentu saja aku.” Jacob menatap Russel tanpa berkata sepatah kata pun. Senyum mengejek pria tua itu terasa seperti duri yang menghujam, semakin menyakitkan ketika Russel berjalan pergi dengan punggung yang tegak, diiringi para pengikutnya. Di luar ruang sidang, Jacob menghela nafas panjang, mencoba menahan rasa frustasi. “Pak tua ini benar-benar cari masalah,” gumamnya dalam hati. Asistennya yang setia mendekat. “Tuan, kekalahan ini bisa mempengaruhi saham perusahaan. Kita perlu se

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 73 Kecurigaan

    Hari yang sudah direncanakan sebelumnya akhirnya tiba, Leah sengaja mendandani Keith sesederhana mungkin dengan penampilan yang tidak terlalu berlebihan. Mereka berjalan melewati koridor panjang menuju sebuah ruang vip yang sudah di pesan oleh Russel sebelumnya, sepanjang jalan, Keith tampak gugup karena imajinasinya yang terlalu besar."Bu, apa aku sudah cukup baik untuk melakukan sandiwara ini?" tanya Keith.Leah menoleh cepat, menatap Keith dengan sorot tajam, seolah mengingatkan agar gadis itu tetap fokus. "Percaya padaku. Kau hanya perlu mengikuti instruksiku, Russel tidak akan tahu kau sedang bersandiwara."Keith mengangguk ragu, namun mencoba menenangkan dirinya. Di dalam benaknya, ia memikirkan kehidupan yang akan ia nikmati jika rencana ini berhasil.Pintu kayu besar di ujung koridor perlahan dibuka oleh seorang pelayan. Leah masuk lebih dulu dengan Keith mengikuti di belakangnya. Ruangan itu megah, tetapi atmosfernya terasa tegang. Russel sudah duduk di sana, dengan wajah ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-20
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 74 Akhirnya ketemu

    Apartemen luas itu begitu sunyi hingga suara detak jam dinding terdengar jelas. Luna duduk di sofa, menatap Jacob yang duduk di seberang dengan mata terfokus pada layar iPad-nya. Pria itu tampak sangat serius, tenggelam dalam pekerjaan, meskipun sepanjang hari sudah dihabiskannya di kantor. Kini, di apartemen pun Jacob justru tetap asyik bekerja.Luna memperhatikannya cukup lama, berharap Jacob sadar akan kehadirannya. Hingga akhirnya, pria itu menoleh, matanya bertemu dengan tatapan Luna.“Ada apa?” tanyanya dengan nada datar, tapi ada sedikit rasa bersalah di wajahnya.“Kau terlihat begitu sibuk,” jawab Luna pelan.Jacob menurunkan iPad-nya dan menghela nafas, menyadari dirinya telah mengabaikan Luna terlalu lama. Ia tahu gadis itu pasti merasa bosan, mungkin juga tidak nyaman, hanya duduk diam tanpa tahu harus melakukan apa.Jacob tersenyum tipis. “Mau jalan-jalan keluar?” tawarnya, mencoba memperbaiki suasana.Rona cerah langsung menghiasi wajah Luna. Senyumnya melebar, matanya be

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 75 Merasa tidak tenang

    Leah memaksakan sebuah senyum saat matanya bertemu dengan Hazel. “Oh, Nona Dawson, mengapa Anda di sini?” tanyanya dengan nada ringan, meskipun ketegangan di wajahnya sulit disembunyikan.Hazel mengerutkan kening, pandangannya berpindah ke Luna yang tampak cemas. Dengan tenang, Hazel menjawab, “Aku ingin bertemu dengan Luna. Dan Anda sendiri, Nyonya Hamilton? Apa urusan Anda di sini? Bukankah tempat ini cukup jauh dari kediaman Anda?”Leah menyipitkan mata, pandangannya bergantian antara Hazel dan Luna. “Anda mengenal gadis ini?” tanyanya sambil menunjuk Luna dengan nada sinis.Dan tanpa ragu, Hazel pun merangkul bahu Luna. Perasaan tegang yang sempat Luna rasakan tadi seketika terasa jauh lebih baik saat merasakan keakraban yang ditunjukkan Hazel dengan terang terangan di depan Leah.“Tentu saja,” jawab Hazel tegas. “Aku mengenalnya dengan baik. Itulah mengapa aku datang menemuinya.”Tatapan Leah berubah dingin dan tajam, menghunus ke arah Luna. Di balik sikapnya yang tampak santai,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22
  • Diam-Diam Menikmati    Bab 76 Cara ampuh menghilangkan kecemasan

    Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tetapi Luna masih terjaga. Matanya menatap kosong ke langit-langit kamar, sementara pikirannya penuh dengan bayangan tatapan dingin Leah. Walaupun ibunya tidak mengucapkan ancaman secara langsung, tatapan wanita itu sudah cukup untuk membuat Luna yakin, Leah akan kembali untuk membawanya. "Bagaimana caranya aku bisa melarikan diri darinya? Dia pasti mengawasi setiap langkahku sekarang," gumamnya pelan. "Mimpi buruk saat bersamanya tak pernah benar-benar hilang dari ingatanku." Kenangan buruk itu kembali menghantamnya seperti gelombang. Bayangan tongkat baseball yang diangkat tinggi-tinggi lalu menghantam kakinya membuat tubuh Luna refleks tersentak. Ia mencengkram selimut erat-erat, sementara nafasnya menjadi lebih cepat. Tidak peduli seberapa keras ia mencoba menenangkan diri, ketakutan itu tetap bertahan seperti hantu yang menolak pergi. Akhirnya, setelah beberapa lama bergelut dengan pikirannya sendiri, Luna memutuskan untuk turun dari t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-22

Bab terbaru

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 114 Kemana perginya?

    Jam telah menunjukkan pukul dua siang, dan sejak kedatangannya, Hazel nyaris tak pernah meninggalkan Luna sendirian. Bahkan ia membawa MacBook-nya, duduk di sofa, dan fokus mengerjakan pekerjaan sambil sesekali melirik ke arah Luna yang terbaring lemah. Kebaikan Hazel membuat Luna merasa bersalah. Ia tak ingin menjadi beban bagi orang lain, apalagi Hazel yang sudah begitu baik padanya.“Hazel, kau bisa kembali ke kantor,” ucap Luna, Hazel mengalihkan pandangan dari layar, matanya bertemu dengan tatapan Luna yang penuh rasa bersalah. “Aku tidak apa-apa sendirian. Kau sudah menjagaku sejak pagi tadi,” lanjut Luna, mencoba meyakinkan.Hazel menghela nafas panjang, menutup MacBook-nya dengan perlahan. Ia berdiri dan menghampiri Luna yang sedang bersandar di tempat tidur. Bagaimana cara memberitahu Luna bahwa meninggalkannya sendirian adalah risiko besar? Hazel tak ingin membuat Luna khawatir, apalagi jika itu bisa memperlambat proses penyembuhannya.“Apa kondisimu sudah lebih baik sekaran

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 113 Bersiap untuk menjemput

    Jacob dan Hazel berdiri di koridor yang sunyi, menunggu dengan sabar hingga dokter selesai memeriksa Luna. Begitu pintu ruangan terbuka dan dokter keluar, Jacob langsung melangkah cepat, menghadang dokter dengan wajah penuh kecemasan. Sebuah pertanyaan yang mengusik pikirannya akhirnya meluncur dari bibirnya.“Dokter, bagaimana kondisinya?” tanya Jacob, suaranya tegang dan penuh harap.Dokter membuka mulut, bersiap untuk menjawab, tapi tiba-tiba Hazel menyela dengan pertanyaan yang lebih langsung. “Apa gadis itu hamil?”Pertanyaan itu membuat dokter tersenyum tipis, seolah memahami kecemasan yang melanda kedua orang di depannya.“Sayangnya tidak,” jawab dokter dengan tenang. “Pasien hanya mengalami kekurangan darah. Setelah diperiksa lebih lanjut, tidak ada masalah serius lainnya dalam tubuhnya. Pasien tidak dalam kondisi hamil. Setelah transfusi darah selesai, kemungkinan besar kondisinya akan membaik.” Dokter mengangguk ramah sebelum beranjak pergi, meninggalkan Jacob dan Hazel deng

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 112 Luna sakit

    Sekitar pukul dua dini hari, Jacob mendengar kabar kalau Luna sudah tiba di rumah sakit. Jantungnya berdegup kencang, darahnya serasa membeku. Tanpa berpikir panjang, ia melesat keluar apartemen hingga akhirnya tiba di rumah sakit.Ruangan itu sunyi, hanya terdengar suara mesin yang berdetak monoton. Jacob melangkah pelan, matanya langsung tertuju pada sosok Luna yang terbaring lemas di atas tempat tidur. Wajahnya pucat bagai bulan yang kehilangan cahaya, tubuhnya lemas tak berdaya.Ketika Jacob menyentuh tangannya, ia merasakan dingin yang menusuk. Tangan Luna terasa tak bertenaga, seperti jelly yang kehilangan bentuknya. Tidak ada kekuatan, tak ada kehangatan. Jacob menahan nafas, dadanya sesak. Ia menoleh ke arah dokter yang baru saja selesai memeriksa Luna, matanya memancarkan kecemasan yang tak terbendung.“Apa yang terjadi padanya?” tanya Jacob.Dokter itu menghela nafas sebelum menjawab, “Pasien mengalami tekanan darah yang sangat rendah, membuat kondisinya tidak stabil. Kami p

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 111 Dihadapkan pilihan sulit

    Jacob merasa seperti terjebak dalam pusaran yang tak berujung. Pekerjaannya semakin menumpuk, bukannya berkurang, meski ia sudah mengerahkan segala tenaga dan pikiran untuk melawan Russel.Tapi kali ini, segalanya terasa berbeda. Russel bukan lagi musuh yang bisa diremehkan. Dia telah berkembang, menjadi lebih kuat, lebih licik, dan lebih berbahaya. Setiap langkah yang Jacob ambil seakan sudah diantisipasi oleh Russel, membuatnya seperti bermain catur dengan langkah yang selalu tertebak.Saat Jacob baru saja tiba di lobi, Hazel yang melihatnya langsung mengejar saudaranya yang terlihat buru-buru keluar. Wajah Hazel dipenuhi kekhawatiran, matanya menyiratkan pertanyaan yang tak terucap."Jacob, kau mau kemana?!" seru Hazel, suaranya memecah kesunyian lobi yang megah.Jacob tidak menjawab. Alih-alih berhenti, ia justru melangkah lebih cepat, masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu dengan asistennya siap membukakan pintu. Namun, sebelum pintu tertutup rapat, Hazel dengan gesit menerobos

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 110 Perang dimulai 

    Dua hari telah berlalu, dan ancaman yang dilontarkan Russel bukanlah sekadar gertakan. Jacob tahu itu. Ia juga tahu bahwa ia harus menyiapkan sesuatu untuk melawan. Menyerah bukanlah pilihan, apalagi jika itu menyangkut Luna. Gadis itu memiliki sesuatu yang tak dimiliki orang lain, sesuatu yang membuat Jacob rela mempertaruhkan segalanya untuk mempertahankannya.Tapi, tindakannya ini bisa dibilang nekat. Taruhannya bukan main-main, perusahaan yang ia kelola selama bertahun-tahun. Orang lain pasti akan menganggapnya gila jika tahu ia rela mempertaruhkan bisnisnya hanya demi seorang perempuan. Luna bahkan tidak bisa membantunya dalam urusan bisnis. Tapi entah mengapa, Jacob tidak bisa berhenti. Ia sudah tahu seperti apa masa lalu Luna, tahu bahwa gadis itu hanya menginginkan kebebasan. Dan jika Luna jatuh ke tangan Russel, kebebasan itu mungkin akan hilang selamanya.Yang lebih mengkhawatirkan, Jacob curiga Russel telah menyiapkan sesuatu sebelum Luna kembali, sesuatu yang akan membeleng

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 109 Bendera perang

    Suasana ruangan terasa seperti ruang hampa, udara yang seharusnya mengalir justru terasa membeku, menekan dada Jacob hingga nafasnya terasa berat. Namun, di balik ketegangan yang menggumpal, Jacob berusaha keras untuk tetap tenang. Dia tahu, percakapan ini tak akan berakhir hanya karena Russel meminta Luna dengan nada memaksa. Ini lebih dari sekadar permintaan, ini adalah pertarungan."Apa sebenarnya yang ingin kau katakan, Tuan Calderon? Kenapa aku harus menyerahkan Luna padamu?" tanya Jacob, suaranya datar namun sarat dengan pertahanan.Russel mengambil jeda, membiarkan Jacob duduk lebih dulu sebelum melanjutkan. Nafasnya teratur, tapi matanya menyala dengan intensitas yang tak terbendung. "Aku hanya ingin putriku kembali. Luna yang kau akui sebagai wanitamu, adalah anak kandungku.""Dia tidak bersamaku saat ini," jawab Jacob singkat, mencoba menahan gejolak dalam hatinya.Russel terkekeh, suaranya dingin seperti es yang menusuk tulang. "Kau menyembunyikannya karena kau tahu aku tak

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 108 Sehari sebelum badai 

    Malam itu, udara terasa hangat meski langit telah gelap. Jacob dengan lembut membawa Luna naik dari kolam, tubuhnya yang basah diturunkan perlahan ke kursi santai. Refleks, Luna menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menyadari bahwa pakaiannya entah sejak kapan telah terlepas. Rasa malu menyergapnya, tapi Jacob tak memberinya kesempatan untuk bersembunyi.Dengan gerakan halus, Jacob meraih tangan Luna, menariknya perlahan. "Aku sudah melihat semuanya, Luna. Bagian mana lagi dari dirimu yang belum aku lihat?" ucapnya dengan seringai menggoda.Wajah Luna memerah, panas menyebar dari pipinya hingga ke seluruh tubuh. Pandangan Jacob menyusuri setiap lekuk tubuhnya, seolah-olah ia sedang mengagumi sebuah mahakarya. Luna merasa terbakar, tapi di saat yang sama, ada sesuatu yang membuatnya tak bisa menarik diri. Jacob sudah melihat segalanya, bahkan sudah menyentuh bagian-bagian yang paling rahasia dari dirinya."Cukup!" Luna menutup wajah Jacob dengan telapak tangannya, mencoba mengalih

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 107 Bermain di malam hari

    Mansion utama kini benar-benar sunyi. Para pelayan telah kembali ke tempat mereka masing-masing, menjauh dari area tempat tinggal Jacob, memberikan ketenangan yang hampir terasa asing di rumah sebesar ini. Setelah makan malam, Jacob melangkah menuju halaman samping, tempat kolam renang yang jarang digunakan tetap berkilauan di bawah cahaya bulan.Kolam itu memang tidak besar, kedalamannya kurang dari dua meter. Namun, airnya begitu jernih, seolah tetap terjaga meskipun tak ada sistem penyaringan canggih yang bekerja secara rutin.Jacob menjatuhkan tubuhnya di kursi santai, melemaskan otot-ototnya setelah seharian beraktivitas. Namun, baru saja ia hendak memejamkan mata, langkah ringan terdengar mendekat.Luna datang dengan anggun, membawa sebotol wine dan dua gelas di tangannya. Tatapannya menyiratkan sesuatu, bukan sekadar ingin menikmati anggur bersama, tapi juga ada pertanyaan yang mengganjal di benaknya.Jacob hanya menatapnya sekilas sebelum mengambil botol wine itu dan mulai men

  • Diam-Diam Menikmati    Bab 106 Bersama Luna 

    Suara tawa Luna yang riang bergema di sepanjang pantai, bercampur dengan desiran ombak yang bergulung-gulung menghantam pasir. Gadis itu berlari-lari kecil, memamerkan kerang-kerang hasil tangkapannya dengan wajah yang bersinar penuh kebahagiaan. Sementara itu, Jacob sibuk membongkar bebatuan di tepi pantai, mencari gurita kecil yang bersembunyi di balik celah-celah karang. Matanya fokus, tapi sesekali dia mencuri pandang ke arah Luna, menikmati keceriaan yang terpancar dari gadis itu.Di sekitar mereka, hanya ada kedamaian. Matahari sore yang mulai turun memancarkan cahaya keemasan, menerangi pantai yang sepi. Tak ada yang bisa merusak momen indah ini, setidaknya, untuk saat ini."Apa ini masih belum cukup banyak?" tanya Luna sambil mengangkat keranjang kecil yang berisi kerang hasil tangkapannya. Matanya berbinar penuh harap, seolah ingin mendapatkan pujian dari Jacob.Jacob menoleh, senyum kecil mengembang di bibirnya. Dia memasukkan dua gurita kecil yang berhasil dia tangkap ke da

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status