Happy reading!
"Ini bayaran buat Lo berdua." ucap seorang pemuda memberikan lembaran uang merah yang sangat banyak pada dua orang preman.
"Sipp, terima kasih bos." ucap preman tersebut mencium uang itu.
"Tapi bos, bos mukulnya kuat banget, sakit beneran ini!" salah satu preman menunjukkan wajahnya yang lebam akibat pukulan kuat pemuda tersebut.
"Tapi bayarannya setimpal kan?" alis pemuda itu terangkat.
"Setimpal kok bos, lain kali kalau butuh bantuan, panggil kita aja ya bos." Fikar tersenyum mengangguk.
Setelahnya kedua preman tersebut pergi, Fikar tampak tersenyum puas dengan rencananya hari ini, awal mula dia akan mendekati gadis cantiknya.
Fikar menghayalkan wajah Tisha, wajah cantik nan pesona yang sangat menggoda Fikar. tapi selain itu, ada maksud tujuan tertentu lainnya, selain ingin mendapatkan Tisha sepenuhnya.
"Aku harus bisa! Tisha hanya untukku!" ucapnya dengan ekspresi yang menakutkan.
********
Sekar mendorong tubuh Gavin hingga terbaring di ranjang. "hei Sekar, ada apa denganmu?" tanya Gavin heran melihat sikap wanita itu.
Perlahan Sekar membuka kancing atasannya bajunya, dua kancing terbuka dengan ekspresi Sekar yang sarat ingin menggoda Gavin.
"Sentuh aku Gavin!" pintanya dengan sendu.
Gavin membulatkan matanya tak percaya dengan ucapan Sekar, wanita yang selama ini terlihat kalem dan lugu bisa bertindak seperti ini.
"Kau sudah gila ya!" maki Gavin saat Sekar semakin maju ke arahnya.
Sekar terkekeh. "siapa yang gila disini? aku atau kau?"
"Apa maksudmu?"
"Sentuh aku seperti kau menyentuh adikmu! cumbu diriku dengan ganas dan liar!" teriak Sekar.
Gavin tertegun dengan ucapan Sekar, apakah kemarin malam Sekar melihat dirinya dan Tisha di kamar? Sekar semakin tersenyum menang saat kening Gavin berkerut tengah berpikir.
Flashback on.
Sekar menunggu di luar rumah Gavin, seharusnya ia sudah pulang. namun ia merasa tidak enak melihat ekspresi Gavin, bagaimana pun juga pastilah Gavin marah padanya, dan untuk itu ia harus minta maaf.Lama menunggu Gavin keluar membuat Sekar penasaran, entah dorongan dari mana yang membuatnya untuk masuk ke dalam, sayup-sayup ia mendengar suara percakapan antara Gavin dan Tisha, suara itu berasal dari kamar Tisha.
Perlahan ia membuka pintu kamar Tisha dengan sangat hati-hati, pintu terbuka sedikit memberi celah untuknya melihat.
Awalnya ia melihat Tisha yang mulai turun dari ranjang dan berusaha berjalan ke arah kakaknya, lalu setelah itu, hal yang tak pernah di duga Sekar pun terjadi.
Gavin mencumbu adiknya begitu liar dan ganas, belum lagi tangan Gavin yang mulai merambat ke bagian tertentu milik Tisha, suara erangan Tisha membuat mata Sekar semakin melotot.
"Aaaah kak." erang Tisha.
Tak lama Gavin melepaskan ciumannya, ia berjalan menjauhi tubuh Tisha, dan meremas kuat rambutnya.
Tapi hal tak terduga lainnya juga terjadi, Sekar melihat Gavin yang tengah memperhatikan Tisha membuka pakaian di dalam kamar mandi.
Terlihat jelas jika Gavin terangsang melihat tubuh telanjang adiknya sendiri, tapi Gavin malah memilih keluar, dengan gerakan cepat Sekar juga keluar dari kamar Tisha.
Sekar membekap mulutnya tak percaya, apa yang di lihatnya ini nyata!
Flashback off.
"Kau melihat semuanya kemarin malam?" tanya Gavin menatap tajam Sekar.
Sekar hanya merespon tersenyum, Gavin menghela nafasnya dalam, sifat bernafsunya pada Tisha sudah ketahuan orang lain. pikirnya.
"Jadi, apa yang kau inginkan?" tanya Gavin seakan menantang.
"Bercinta lah denganku!" Gavin menaikkan kedua alisnya hingga terangkat.
Posisi Sekar berdiri dengan bibir dan jari yang ia gigit sensual, menggoda Gavin agar bernafsu padanya.
Gavin perlahan mulai berjalan ke arahnya, sambil berjalan Gavin berkata. "kau ingin permainan yang kasar atau yang lembut?"
Pertanyaan vulgar Gavin membuat pipi Sekar bersemu merah, lain hal dengan Gavin yang merasa jijik melihatnya.
Setelah Gavin dekat dengannya, Sekar menangkup kedua pipi pria itu. "aku mencintaimu Gavin." desisnya pelan di depan wajah Gavin.
Gavin tersenyum mengerikan. "puaskan aku malam ini!"
Awwww!
"Aaahhh Gav." rintih Sekar merasakan perih karena Gavin meremas dadanya kuat."Bukankah ini yang kau mau hm?" tanya Gavin menggertakkan giginya geram melihat Sekar."Awwhh! ku mohon pelan-pelan." pinta Sekar lagi.Dengan posisi berdiri menyudutkan punggung Sekar ke dinding tembok, Gavin menyeringai menatap Sekar.Sangat kasar Gavin melumat bibir Sekar, di gigitnya kuat bibir bawah Sekar hingga mengeluarkan darah Segar.Bukannya megap-megap keenakan, Sekar malah megap-megap meringis kesakitan, sungguh tidak ada kelembutan dari Gavin padanya.Di cengkram kuat kedua bahu Sekar. "kau ingin bercinta denganku kan?" Sekar mengangguk."Apakah kau juga ingin vagina mu ini di masuki oleh milikku hah!" desis Gavin di depan wajahnya.Lagi-lagi Sekar mengangguk sambil menitikkan air matanya, satu kata yang tergambar saat ini pada Sekar. memalukan!
Gavin menyelimuti tubuh polos Tisha, tampak raut kelelahan dari wajahnya. ia kecup kening sang adik dengan sayang, setelah itu ia bangkit untuk membersihkan tubuhnya.Kalian pasti berpikir jika mereka berdua sudah berhubungan intim bukan? tapi kenyataannya tidak!Gavin memang melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuh Tisha, ia cumbu semua tubuh adiknya habis-habisan. sangking bernafsunya membuat tubuh Tisha memiliki banyak tanda hasil perbuatan Gavin, terlebih di bagian leher dan dada, semua tak luput dari perhatian Gavin.Dan untuk pertama kalinya Gavin menjadi pria brengsek sekaligus kakak yang tidak tau diri, karena dengan lancang dan gairahnya yang tersulut. ia melebarkan paha adiknya hingga terpampang lah milik adiknya yang indah, ia cumbu dengan semangat sampai Tisha menjerit nikmat mendapatkan orgasmenya, yang langsung Gavin hisap habis.Setelahnya Tisha kelelahan dan tertidur, Gavin tersenyum meli
"Sekar? kaukah itu?" panggil Tisha."Cantik, iya ini aku."Tisha berjalan dengan pelan ke ranjang milik kakaknya, saat dekat Sekar langsung meraih tangan Tisha."Apakah tadi malam kau menginap disini?""Iya cantik, Gavin yang menyuruhku menginap." bohong Sekar."Benarkah?""Iya.""Kenapa aku tadi mendengar kau menangis?" tanya Tisha."Ah itu, aku tidak menangis, aku tadi bersenandung, mungkin saja terdengar seperti menangis." bohong Sekar lagi."Justru aku sangat bahagia cantik, apa kau tau?""Apa itu?""Gavin kakakmu, menyatakan cinta padaku, dia juga yang menyuruhku menginap di rumahnya."Deg.Ucapan Sekar bagaikan petir di pagi hari, hati Tisha perih mendengarnya."Dan dia juga sangat bersikap manis padaku, ah
Keesokan harinya, Sekar datang kembali ke taman kemarin, ia sengaja datang ke situ menunggu seseorang, siapa tau saja orang itu kesini lagi. pikirnya.Lama menunggu, seseorang itu tak menampakkan batang hidungnya, tak ada tanda-tanda kehadirannya datang. dengan lesu Sekar bangkit dan kembali pulang.Fikar tersenyum menang di dalam mobilnya, ia sudah menebak jika wanita itu akan kembali lagi ke tempat ini untuk mencarinya, dugaannya benar setelah melihat Sekar.Ia terus memperhatikan Sekar dari jauh tanpa berniat untuk menghampirinya, karena Fikar tau tujuan Sekar menunggunya untuk menyetujui rencana kerjasama memisahkan Gavin dan Tisha.Tapi tak semudah itu, jika kemarin Sekar menolak dan jual mahal terhadap tawarannya, maka inilah bayaran yang setimpal untuk wanita itu, Fikar akan terus membuat Sekar merasa frustasi mencari keberadaannya.Sudah puas dengan apa yang ia lihat, Fikar memutuskan kembali ke kantornya. dengan bersiul senang ia melajukan laju
"Kau mencariku?" tanya Fikar tiba-tiba datang mengaggetkan Sekar.Fikar bukannya tidak tau, ia hanya berpura-pura saja, padahal selama seminggu ini tak lelah Sekar terus datang ke taman hanya untuk sekedar menemuinya."Tuan!" seru Sekar senang."Akhirnya kau datang kemari, aku selalu menunggu kau datang kesini." ungkap Sekar dengan polosnya."Untuk apa kau menunggu disini?" pancing Fikar.Sekar tampak diam memainkan ujung bajunya dengan gelisah, antara malu dan ingin ia mengungkapkan keinginannya."Itu...." "Itu apa?" Fikar masih terus memancing wanita itu untuk memohon padanya."Aku menunggumu disini karena aku mau, aku setuju dengan rencana kerjasama darimu." mata Fikar membulat sempurna."Apa aku tidak salah dengar?" tanya Fikar mendekatkan telinganya ke arah wajah Sekar.Sekar diam dengan reaksi Fikar, sungguh ia sangat malu."Ayolah Tuan!" rengeknya memaksa.Fikar menatap wajah Sekar dari jarak dekat. "kau yakin?" tanya
Akhirnya Fikar sampai di rumah Tisha, setelah ia berhasil membujuk Tisha untuk menjawab dimana alamat rumahnya, meskipun sebenarnya Fikar sudah tau dimana alamat rumah gadis itu."Sudah sampai." ucap Fikar memberitahu Tisha."Terima kasih Tuan," Tisha meraba-raba ingin melepaskan saefty belt-nya.Dengan cepat Fikar langsung membantunya membukakannya, tubuh Tisha menegang saat merasakan wajah Fikar sangat dekat dengan wajahnya, belum lagi harum nafasnya yang menerpa wajah Tisha."Sudah selesai." bisik Fikar di telinga Tisha.Tisha masih terdiam di posisinya, Fikar terkekeh melihat betapa tegangnya ekspresi dan tubuh Tisha. Fikar keluar dari mobil, lalu membuka pintu mobil untuk Tisha keluar.Dengan kikuk dan perlahan Tisha keluar. "sekali lagi terima kasih." "Sama-sama, aku permisi." pamit Fikar.Setelah Tisha mendengar suara mobil Fikar yang terasa menjauh, ia berjalan masuk ke dalam rumahnya.Sekar yang sejak tadi memperhatikan mereka,
Fikar dan Tisha kembali dalam waktu lebih dari satu jam, melanggar sesuai perintah Gavin pada mereka. Gavin sendiri sudah berdiri di depan rumah menyambut keduanya, melipat kedua tangan di dadanya, menatap tajam ke arah Fikar yang memasang wajah manisnya."Jam berapa ini?" tanya Gavin pada Fikar."Maafkan aku kak, aku membawa Tisha keluar lebih dari satu jam." ucap Fikar nyengir.Gavin malas sekali mendengar celotehan tak bermutu pria itu, ia segera menarik Tisha untuk masuk ke dalam rumah."Ah, sakit kak!" rintih Tisha karena Gavin menarik tangannya kasar.Gavin seakan tuli dengan rintihan sang adik, ia terus menariknya kasar hingga sampai ke dalam rumah. sebelum menutup pintu rumahnya, Gavin menatap Fikar yang juga menatapnya, tatapan mereka berdua benar-benar tidak bersahabat. setelahnya Gavin menutup pintu kuat seperti membanting."Dia cemburu?" gumam Fikar merasa aneh karena Gavin cemburu."Lucu sekali!" setelahnya ia terkekeh.Fikar pu
Happy reading!Gavin berdiri di depan gedung megah dan tinggi seperti pencakar langit, perusahaan yang bertuliskan D corperation. pria itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam untuk menepati janjinya kepada wanita yang di tolongnya waktu itu."Permisi, selamat siang mbak." sapa Gavin bertanya pada resepsionis."Iya mas selamat siang," sang resepsionis cantik berdandan menor itu memperhatikan penampilan Gavin dari atas ke bawah, dari bawah ke atas.Gavin yang merasa di perhatikan juga melihat ke arah tubuhnya, resepsionis tersenyum kikuk menyadari jika Gavin memperhatikannya."Saya ingin bertemu dengan pemilik perusahaan ini?" "Sudah buat janji?" tanya sang resepsionis meyakinkan jika pria di depannya ini tidak bergurau.Gavin menggeleng seraya berkata. "belum." "Kalau begitu t
Seorang gadis tengah menatap ke arah luar jendela rumah sakit dengan senyum mengembang, setelah selesai melewati rangakaian operasi dua minggu yang lalu. kini akhirnya Tisha sudah bisa melihat kembali seperti sedia kala.Cklek..."Tisha...." suara Sekar masuk ke ruangan dan memanggil namanya."Kau ini, kenapa kau sangat suka sekali melihat dari jendela rumah sakit?" tanya Sekar menggelengkan kepalanya melihat tingkah Tisha."Karena aku suka," jawabnya membalikkannya badan menghadap Sekar."Kapan Gavin akan menjemputku?" tanyanya merengek."Aku bosan jika kau, Fikar, tante Liana, dan om Darma saja yang datang ke rumah sakit melihat ku." "Bukankah kau sudah bertemu dengan Gavin." "Hanya lewat foto mana puas, aisshh, sebenarnya apa yang sedang kalian rencanakan?" Tisha menaikan sebelah alisnya tanda curiga."Se__sembunyikan apa
"Tisha, aku mencintaimu.""Aku juga mencintaimu Gavin." balasan ungkapan cinta dari Tisha untuk Gavin."Mari kita mulai kehidupan yang baru, awal yang baru untuk kita. kau mau kan sayang?" tanya Gavin yang di angguki Tisha.Gavin semakin mempererat pelukannya, rasa bahagia membuncah di hatinya melihat respon sang wanita pujaan hatinya.Dua orang manusia berbeda jenis kelamin masuk, dan tersentak kaget melihat pemandangan di depannya. namun rasa bahagia tak dapat mereka pungkiri."Wowowow, apa-apaan ini." goda Fikar.Cengkeraman tangan Tisha begitu kuat di baju Gavin, Gavin terperanjat jika ketakutan Tisha memicu karena kehadiran Fikar di tengah-tengah mereka."Berhenti di situ Fikar!" titah Gavin."Ke--kenapa?" tanya Fikar heran."Tisha takut denganmu.""Apa?" Fikar lemas mendengarnya namun malah terlihat lebay.
Sekar berjalan cepat menemui Gavin dan Fikar yang sedang berada di teras rumah, Sekar sudah tak sabar ingin mengatakan kepada dua lelaki itu, jika Tisha sudah menyetujui rencana mereka."Gavin!" panggil Sekar di ambang pintu.Fikar merasa sedih karena namanya tidak di panggil oleh Sekar, tapi sekuat tenaga ia bersikap biasa saja."Ada apa Sekar? kenapa wajahmu terlihat sama bahagia sekali?" tanya Gavin penasaran dengan ekspresi wajah bahagia Sekar sekarang ini."Tentu saja aku bahagia, sebab...?" Sekar menaikkan alisnya menggoda Gavin."Sebab?" Gavin semakin penasaran dengan lanjutan kalimat Sekar."Rencana kita berhasil!""Rencana?" tanya Gavin yang masih belum mengerti arah pembicaraan Sekar."Astaga! kau masih belum mengerti juga Gavin?"Kepala Gavin menggeleng, Sekar menepuk jidatnya melihat Gavin yang bel
Sekar mematung di tempatnya saat di depannya Fikar tengah berdiri menjulang menatapnya tajam. Sekar menelan air liurnya sendiri di tatap seperti itu, Fikar melangkah mendekat ke arahnya.Satu, dua langkah perlahan Fikar semakin dekat. saat itu juga Sekar melangkah mundur hingga mentok ke dinding tembok. Sekar tak bisa mundur lagi, Fikar menyeringai senang, di himpitnya tubuh Sekar dengan tubuhnya.Dengan cool-nya Fikar menempelkan kedua telapak tangannya di tembok, sehingga posisi mereka terlihat sangat ingin dengan Fikar yang mengurung tubuh Sekar."Sudah puas bermain-mainnya?" tanya Sekar tajam.Nafas Sekar tercekat, di tundukkan kepalanya ke bawah. Fikar yang gemas pun memegang dagu Sekar, di angkatnya wajah Sekar agar mendongak ke arahnya."Aku bertanya, kenapa kau tidak menjawab. huh?" geram Fikar dengan keterdiaman Sekar, sebelah tangan Fikar yang bebas mencengkram bahu Sekar kuat.
Praaanngggg."Astaga! apalagi sekarang ini." dengan tergesa Fikar berlari masuk ke dalam rumah Gavin saat mendengar suara benda jatuh.Cklek.Fikar mematung di tempatnya saat melihat tubuh meringkuk ketakutan Tisha, wanita itu memeluk erat dirinya sendiri. Fikar melihat gelas kaca yang pecah, sedikit bisa bernafas lega karena Tisha tidak terluka."Sudah dua gelas kaca yang di pecahkannya hari ini." ucap batin Fikar.Fikar ingin sekali memeluk tubuh Tisha, memberinya ketenangan karena jujur saat ini Tisha terlihat seperti ketakutan."Kak Gavin...." panggilnya lirih menyebut nama Gavin.Fikar tertegun mendengarnya, bagaimana sekarang ini? Tisha merindukan Gavin.Tak lama tubuh Tisha terkulai lemas merosot ke lantai, Fikar panik langsung berlari ke arahnya mengangkat tubuhnya mungil Tisha. menggendong membawanya masuk ke dalam kamar.F
Fikar menggeram kesal pada sang kakak, entah sudah panggilan telepon yang ke berapa ia menghubungi Gavin. tapi pria itu tak kunjung mengangkatnya, hampir satu harian menjaga Tisha membuatnya letih. hei ayolah! Fikar juga butuh kebebasan dan bekerja, ia bukanlah seorang pengangguran bung."Siallll!" maki Fikar pada ponselnya.Saat ini ia tengah duduk di luar rumah Gavin, melihat Tisha semakin menambah pusing di kepalanya. wanita menyuruh pergi semua orang seakan-akan ia bisa sendiri melakukan banyak hal, apa dia tidak sadar dengan kondisinya sendiri.."Huffftt, Sekar." tiba-tiba saja Fikar merasa rindu dengan wanitanya.Wanita yang selama beberapa waktu ini menjungkir balikkan hidupnya, mengacak-acak pikirannya. memporak-porandakan hatinya yang selama ini hanya di isi dengan nama Tisha, tapi kali ini sudah berganti dan di isi penuh dengan namanya.Membuat perasaan bahagia membuncah di dadanya walau h
"Kau bisa membantuku?" tanya Gavin serius menatap Sekar dengan tatapan memohon."Bantu kamu untuk?""Jagain Tisha." pintanya sendu."Apa? jagain Tisha?" Gavin mengangguk."Bu--bukannya kau sudah memecat ku Gav?" tanya Sekar mengingatkan Gavin."Ini berbeda!" risau Gavin mengacak rambutnya."Setelah kau tak ada, keadaan semakin berbeda Sekar. banyak hal yang terjadi di hidup kami, semuanya semakin kacau.""Ma--maksudnya?" Sekar semakin bingung dengan ucapan Gavin."Kau tau Fikar?"Deg.Nama itu lagi, nama pria yang menjadi alasan bagi Sekar lari dan bersembunyi."Apa Fikar yang dimaksud Gavin adalah Fikar yang sama?" ucap batin Sekar bertanya-tanya.Memang Sekar tahu jika Fikar yang selama ini mendekati Tisha dan berusaha membuat wanita itu jatuh cinta adalah orang
Seorang gadis tengah berjalan menapaki jalanan yang terasa sepi, terlalu lama bersembunyi membuatnya lelah. akhirnya ia memutuskan untuk berani keluar dengan sedikit bebas, walaupun kata hati-hati itu ada.Ia harus selalu waspada akan sosok seseorang yang beberapa waktu ini menjadi alasannya untuk kabur dan bersembunyi. takut jika ia bertemu lagi dengan pria itu. ya, seorang pria yang sudah menjungkir balikkan hidup dan hatinya.Saat asyik berjalan, tak sengaja sepasang netra indah milik wanita itu melihat gestur tubuh seseorang yang sangat di kenalnya. punggung kokoh milik pria yang selama ini sangat ia cintai.Perlahan ia berjalan mendekati pria itu, kemudian menepuk bahunya dari belakang. pria itu menoleh ke belakang dan terkejut mendapati dirinya."Sekar!" pekik Gavin kaget."Ah, ternyata benar ini kamu Gav." ucap Sekar tersenyum bahagia.Gavin melihat penampilan Sekar dari atas
"Aku memang tidak akan meninggalkanmu, tapi__" Tisha menggantungkan kalimatnya, membuat rasa penasaran Gavin meningkat menunggu kelanjutan kalimatnya."Kau yang akan pergi meninggalkanku!""Tidak! tidak akan ada yang pergi saling meninggalkan di antara kita." tolak Gavin tak terima."Kau ini manusia yang sangat egois sekali!" sinis Tisha mengejek."Aku tahu kau kasihan padaku kan, sampai kau tak ingin meninggalkan ku.""Tisha apa yang kau katakan sebenarnya!" bentak Gavin merasa tak tahan lagi dengan tingkah Tisha yang seperti ini."Kalau begitu pilihlah salah satu diantara dua pilihan itu. kau atau aku yang pergi meninggalkan rumah ini?!""Tisha__""Aku tidak butuh ocehanmu, yang aku butuhkan adalah jawaban mu, Gavin. aku yang pergi atau kau yang pergi!"Tubuh Gavin jatuh luruh ke bawah, perkataan Tisha membuat seluruh