Share

PART XXXI

Aвтор: Anna Kuhas
last update Последнее обновление: 2022-01-12 22:09:52

Sudah setengah jam aku duduk di ruangan teater yang sepi. Sebuah buku favorit yang belum selesai aku baca menemaniku menunggu kelas teater yang jadwalnya molor. Bahkan teman-temanku yang lain belum kelihatan satu pun yang datang.

Suara langkah kaki terdengar dari koridor. Disusul dengan munculnya laki-laki gempal bermata sipit yang sudah sangat aku kenal.

“Kat, Nunggunya di kantin aja, yuk. Yang lainnya juga pada disana.” Harvey berseru ketika melihatku sendirian di kursi kayu panjang tempat biasanya para anggota duduk-duduk.

“Kak, Hasan belum dateng?” tanyaku sambil memperhatikan gerak-gerik Harvey. Dia masuk ke ruangan, menuju sisi berlawanan dengan tempatku duduk. Dia membongkar tas besar berwarna merah dan membawa beberapa kain sifon berwarna-warni.

“Belum. Katanya ban motornya pecah di jalan,” jawabnya sambil tetap melipat kain-kain tadi lalu memasukan ke dalam tas karton besar.

“Gue ke perpustakaan aj

Заблокированная глава
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapter

  • Dia-lo-gue   PART XXXII

    Seperti halnya matahari yang selalu terbit dari timur. Angin yang selalu berhembus tanpa henti. Dan hujan yang akan selalu datang pada musimnya. Roda kehidupanku juga masih bergulir pada jalur yang sudah di tentukan. Aku berlajar dengan giat. Membantu ibuku di restoran miliknya. Dan mengurus pendaftaran sekolah adikku yang baru saja lulus. Jace pun masih aku taruh di rangkaian gerbong yang semestinya. Berkencan hanya pada sabtu sore. Lalu bertemu kembali pada sabtu sore berikutnya. Dia tidak mempersoalkan aku yang selalu menghilang ketika jam istirahat di sekolah. Dia tahu aku harus belajar ekstra keras supaya bisa memenuhi target ibuku. Juara umum di angkatanku. Sesekali kami berbalas pesan ketika menjelang tidur. Dia bertanya apakah ada kemungkinan bumi ini kehilangan gravitasinya, dan apa yang terjadi pada manusia jika itu betul-betul menjadi nyata. Kemudian otakku lelah karena memikirkan hal itu. Lalu terlelap dengan damai setelahnya. “Kat, Kalau

    Последнее обновление : 2022-01-13
  • Dia-lo-gue   PART XXXIII

    Aku pernah melihat mata yang menyala itu sebelumnya. Saat aku berbincang mesra dengan Zoey dulu, dan dia hanya bisa menyaksikan tanpa bisa berbuat apa-apa karena di sisinya ada Sheryl. Sekarang dia memperlihatkan mata itu lagi. Jace menatapku dengan mata cemburunya. Sebagian hatiku merasa cemas, takut dia berpikir macam-macam tentang Demian yang tiba-tiba datang bersamaku. Namun, sebagian lagi aku merasa senang dicemburui seperti sekarang. Dia terlihat semakin seksi dengan dahi yang berkerut dan alis hitam yang menukik. Menaungi mata gelapnya yang tajam setajam silet. “Jace, udah lama?” sapaku ketika aku dan Demian menginjakkan kaki di teras rumah. “Baru sampai,” jawabnya yang sedang duduk bertumpang kaki dengan kepala yang agak dimiringkan. Seakan dia sedang mempelajari apa yang sedang terjadi di hadapannya sekarang. “Ummp, Kak. Kenalin Ini pacar aku.” Aku menoleh pada Demian di belakangku. Demian langsung bergerak ke depan untuk memberikan t

    Последнее обновление : 2022-01-15
  • Dia-lo-gue   PART XXXIV

    Aku dan Jace tidak pernah absen untuk saling bertukar pesan. Dia rajin mengirimkan kesehariannya di Amerika lewat poto atau video. Kebanyakan dia berpoto dengan latar rumah sakit tempat kakaknya dirawat, atau di penthouse milik ibunya. Sesekali dia memotret ibunya yang keluar masuk toko barang-barang mewah. Ibunya Jace menawariku untuk dibelikan sesuatu di sana. Namun, aku menolaknya dengan alasan takut di kejar-kejar sama petugas pajak.Tidak ada Jet Lagged yang terjadi dalam komunikasi kami. Jace tetap menyapaku di pagi hari, saat dia hendak keluar untuk makan malam. Lalu dia akan mengucapkan selamat tidur untukku ketika dia bilang matahari baru terbit di sana. Kami sama- sama tertidur di saat yang bersamaan, tetapi di waktu yang berbeda.Seiring dengan itu, Demian menjadi sering berkunjung ke rumahku. Dia membawakan buku-buku contoh soal olimpiade yang sebetulnya sudah lebih dulu dipinjamkan Zoey milik saudaranya yang sekarang kuliah di NTU.

    Последнее обновление : 2022-01-16
  • Dia-lo-gue   PART XXXV

    Tepat jam delapan malam, setelah aku selesai makan dan mencuci piring, aku akan meluncur ke kamarku dan menunggu telepon berdering. Itu adalah waktunya Jace menghubungiku. Namun, sudah lewat dari tiga puluh menit, handphone­-ku masih belum menunjukan tanda-tanda berdering. ’Jace, lagi sibuk atau lagi tidur?’ Isi teks yang aku kirim pada Jace. Sudah satu jam dan tidak ada balasan apa-apa. Aku mencoba menguhubunginya terlebih dahulu. Namun, tidak diangkat. Aku berguling ke kanan dan ke kiri, sesekali duduk di tepi ranjang. Dengan perasaan waswas, menunggu teleponku berdering, atau setidaknya pesan teks yang mengabari kalau dia sedang sibuk dan belum bisa menelponku saat ini. Setengah jam berlalu. Aku tidak tahan untuk tidak menekan ikon hijau ketika nomor Jace sudah aku pilih pada daftar kontak. “Hi, this is Samantha. Jace is drunk and can't talk to you at this time. Just leave a message or whatever. Bye.” Samb

    Последнее обновление : 2022-01-17
  • Dia-lo-gue   PART XXXVI

    “Demamnya tinggi. Kamu jagain kakakmu sehari ini aja, ya? Mama enggak bisa ninggalin Tante Yanti sendirian di gedung.” Samar-samar, aku mendengar suara ibuku berbicara pada seseorang. Namun, kemudian suara itu kembali menghilang, berganti dengan suara lengkingan seorang wanita. Memanggil-manggil nama Jace. Aku melihat sekeliling. Hanya ada pepohonan besar yang rantingnya saling bertumpang tindih. Daunnya terlampau rimbun sampai mampu menghalangi sinar matahari di atasnya. “Jace, jangan tinggalkan aku.” Suara wanita tadi kembali terdengar. Sekarang gaungnya ada di semua penjuru mata angin. Aku berputar demi mencari dari mana asal suara itu. Aku menemukan Jace sedang berjalan ke arahku. Aku tersenyum lebar ketika dia merentangkan kedua tangannya untuk menyambutku. Namun, langkah Jace terhenti seiring dengan suara wanita yang kembali terdengar memanggil namanya. Ternyata wanita itu ada di belakangnya. “Aku hamil,” ungkapnya dengan derai air mata.

    Последнее обновление : 2022-01-18
  • Dia-lo-gue   PART XXXVII

    “I love you, Jace.” Sudah sepuluh menit semenjak kalimat itu keluar dari mulutku. Namun, tidak ada satu pun kata yang terucap dari bibir Jace. Dia memilih untuk tetap diam sambil mendesah panjang. Seakan pernyataan cinta yang didengarnya tadi adalah sebuah beban yang teramat berat baginya. Kami duduk bersisian di atas lantai, bersenderkan tepi ranjang yang rendah. Satu kaki Jace lurus ke depan, sedangkan kaki yang lain ditekuk menopang tangan yang terjulur di atasnya. Aku menarik kedua lututku ke dada, dan memeluknya dengan erat. “Kok, bisa lo ada di sini sekarang? Bukannya semalem lo masih di Amerika?” tanyaku memecah kesunyian. Juga untuk mengalihkan rasa kecewa akibat pengabaian Jace atas ucapanku sebelumnya. Jace mencari wajahku yang berada di tepi bahunya. Satu tangannya yang bebas memegang puncak kepalaku dan mengusapnya dengan lembut. “Gue dari kemarin udah ada di Indonesia. Waktu gue nelpon lo, gue udah ada di rumah.” Aku mengu

    Последнее обновление : 2022-01-19
  • Dia-lo-gue   PART XXXVIII

    "Jawab, lo ngapain di sini?!" Mataku membulat mendengar Jace bersuara kencang padaku. Apalagi kami sedang di lobi gedung perkantoran. Membuat semua mata memandang ke arah kami. “Gu-gue ngajuin kontrak sponsor buat pensi,” jawabku terbata. Aku masih tidak mengerti apa yang menyebabkan Jace menjadi sewot seperti ini. Aku yakin dia marah bukan karena melihatku sedang di kantor ayahnya. Matanya sudah merah semenjak dia melangkah dengan tergesa-gesa saat tadi melintasi lobi. “Udah beres?” Suaranya sedikit melunak, tetapi tidak mengurangi gurat kencang pada rahangnya. Aku menggeleng pelan menjawab pertanyaanya. Tiba-tiba dia menarik tanganku dengan kasar. Aku terseok di belakangnya karena Jace berjalan dengan langkah yang cepat sambil menyeretku. “Lo kenapa Jace? Lo kenapa minum di jam sekolah?” tanyaku ketika kami sudah masuk ke dalam lift. Jace tidak menjawab. Seorang wanita yang juga bersama kami di lift mencoba menyapa Ja

    Последнее обновление : 2022-01-20
  • Dia-lo-gue   PART XXXIX

    Aku masih bersimpuh ketika Jace keluar dari lift. Pintu menutup dan lift kembali bergerak naik. Aku belum mampu mencerna maksud ucapan Jace sebelum dia meninggalkanku tadi. Berakhir? Maksudnya kami putus? Tapi kenapa? Aku menggeleng kencang. Dadaku memang sudah bergemuruh semenjak mendengar kalimat putus dari mulut Jace. Terlalu banyak pertanyaan di kepalaku yang memerlukan penjelasan sampai aku belum bisa memutuskan untuk menangis. Aku menekan tombol angka untuk lantai dasar agar lift kembali turun. Dengan tergesa-gesa, aku segera keluar dari lift begitu bunyi tanda kotak besi ini telah mencapai lantai yang di tuju. Dua orang teknisi dengan papan tanda elevator rusak menyambutku di mulut lift. Mereka memandangku heran ketika melihatku keluar dari sana. “Bukannya tadi ada laporan lift utama rusak?” bisik salah satu dari mereka yang sudah memegang perkakas besi. “Itu katanya Mas Jace yang lapor. Apa dia lagi iseng?” temannya malah balik

    Последнее обновление : 2022-01-21

Latest chapter

  • Dia-lo-gue   PART 83 (BAJUMU DI BADANKU)

    Bunyi bip terdengar seiring kartu akses apartemen yang aku tempelkan di sensor lift terbaca oleh sistem. Kemudian kotak besi itu bergerak naik membawaku ke lantai yang mau aku tuju. Ketukan sepatu terdengar menggema di sepanjang koridor yang sepi, membuatku mempercepat langkah menuju unit apartemen milik Jace.Keadaan apartemen yang gelap menyambut kedatanganku, menandakan si pemilik hunian ini sedang tidak berada di sini. Dengan langkah pelan, aku menyusuri ruangan untuk menyalakan semua lampu.Lampu terakhir yang aku nyalakan adalah kamar Jace. Kemudian menghidupkan pendingin udara dan membuka tirai yang sebelumnya menutupi pemandangan kota yang indah. Aku paling suka pemandangan dari sini. Lampu kota yang gemerlap selalu bisa membuatku lebih tenang.Sambil duduk di bench panjang yang empuk. Aku keluarkan handphone dan mengetikan sebuah pesan untuk Jace.Saya: “Aku di apartemenmu.”Aku tidak berharap dia cepat membalas pesanku tadi, tapi ternyata Jace langsung membalasnya.Jace: “Ka

  • Dia-lo-gue   PART 82 (ALUR KERJA)

    “Teman-teman, ini anggota baru klub kita. Titipan Pak Tedy. Ada yang mau tanya-tanya?”Kalimat yang terdengar setengah hati keluar dari mulut Hiro membuatku ragu untuk memperkenalkan diri. Padahal, rekan-rekannya sudah antusias melingkariku dan Hiro dari semenjak aku masuk ke ruangan ini.“Namanya siapa, teh?” tanya seorang cowok dengan kacamata tebal yang duduk barisan paling kiri.Aku melirik ragu pada Hiro. Maksudnya, mau bertanya apakah aku sudah diijinkan untuk membuka mulut?“Jawab. Kenapa malah liat gue?” ketusnya membuatku gemas ingin menjambak rambut gondrongnya itu.Aku berdehem beberapa kali sebelum membuka suara, “Saya Kaitlyn, dari jurusan Matematika. Panggil aja Katy.”“Hai, Katy. Selamat datang di klub Teknik Digital,” sapa seorang cewek mungil dari barisan paling depan. Padahal aku merasa tidak cukup tinggi dibanding teman-temanku, tetapi ternyata cewek di depanku ini lebih pendek lagi dariku.Mataku mulai memindai sekeliling. Perkiraan, ada sekitar dua puluh orang yan

  • Dia-lo-gue   PART 81 (JACE DAN UANG)

    Aku mendengar suara Jace dari arah kamar ketika pintu depan sudah aku tutup rapat. Pelan-pelan aku melepas jaket dan sepatu, kemudian menggantungnya di tempat biasa aku menaruhnya. Aku mengendap menyebrangi ruang tengah menuju kamar di mana asal dari suara Jace terdengar. Aroma khas Jace langsung menguar bahkan ketika orangnya belum terlihat sama sekali.Punggung Jace yang pertama kali menyambutku. Dia bicara pada sosok yang berada di layar laptop dengan kalimat-kalimat formal. Dari judul berkas yang dia pegang, sepertinya dia sedang ada presentasi bisnis untuk kelas online-nya. Makanya, aku memilih untuk mundur pelan-pelan dan berniat menunggunya selesai di ruang terpisah.Namun aku mendengar Jace memanggil namaku, membuatku menoleh ke arahnya.“Apa?” Aku berbisik, takut lelaki tanpa rambut yang sedang bicara pakai bahasa inggris di seberang sana mendengar suaraku.“Udah aku mute. Enggak perlu bisik-bisik.” Jace terkekeh. Tangan kanannya terangkat dan hendak menggapaiku.Aku belum p

  • Dia-lo-gue   PART 80 (PROYEK KULIAH)

    Aku melambaikan tangan pada laki-laki yang sedang berjalan masuk area restoran. Butuh beberapa saat untuk dia menyadari posisiku yang tertutup beberapa pengunjung restoran. Berbanding terbalik jika aku yang harus mencari dia di tengah kerumunan, badannya yang tinggi membuat dia gampang untuk ditemukan.“Nunggu lama?” tayanya ketika sudah berhasil membelah kerumunan dan duduk di seberangku.“Enggak juga. Ini baru mau pesen makan,” jawabku sambil memindai tanda batang yang di pasang di samping meja untuk segera melakukan pemesanan lewat aplikasi.Sambil memilih menu di layar handphone, aku juga sekalian memberi dia waktu untuk diam sejenak sebelum aku tanya kemana saja dia hari ini sampai harus melewatkan beberapa kelas wajib.“Aku udah makan. Pesanin cemilan sama minuman aja, ya,” ujarnya membuatku menaikan satu alis.“Makan di mana?” tanyaku.“Aku abis ketemu Papa, dan makan bareng dia,” jawabnya singkat.Kalimat barusan membuat kedua alisku bersatu. Jace mau menemui ayahnya adalah se

  • Dia-lo-gue   PART 79 (MESRA YANG DIBATASI)

    Suara gemericik air dari kamar mandi perlahan membuatku membuka mata. Sesekali terdengar siulan ringan membuatku sedikit tersenyum. Dia pasti sedang dalam suasana hati yang bagus pagi ini.Aku mengedarkan tangan mencari handphone di sepanjang nakas. Setelah menemukannya, aku mengetuk layarnya dan melihat tampilan penanda waktu.“Masih jam enam pagi,” lirihku dengan dahi mengkerut. Kenapa dia sudah bangun bahkan sudah mandi sepagi ini?Tidak berselang lama, pintu kamar mandi terbuka. Sosok cowok tampan yang sudah membuat jari manisku tersemat cincin cantik, melangkah keluar dari kamar mandi. Dia menoleh ke arahku ketika dia sadar aku juga sudah terbangun pagi ini.“Lho? Kamu bangun?” tanyanya sambil mendekat. Tangannya sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil berwarna pink milikku.Aku mengangguk. Menarik badanku supaya duduk lebih tinggi dan bersandar pada kepala ranjang. Kamu kenapa udah mandi jam segini? Ini masih jam enam pagi.”Cowok tinggi dengan senyuman paling sempurna i

  • Dia-lo-gue   PART LXXVIII

    “Kaitlyn,” Om Khalid menyapa ketika dia sudah berjarak satu meter di depanku. “Boleh saya bicara denganmu?” Aku mengerjap beberapa saat. Namun buru-buru mengangguk dan menjawab. “Iya, Om. Boleh.” Dengan gerakan pelan nan berwibawa, Om Khalid duduk di kursi bekas Sheryl. Satu kaki ditumpangkan pada kaki lainnya mencoba membuat dirinya nyaman di kursi yang sebetulnya terlalu kecil untuk tubuhnya yang besar. Tak lama, tangannya bergerak merogoh saku dibalik jasnya, kemudian mengeluarkan amplop putih dari sana Dia mengangsurkan amplop itu padaku sambil berucap, “hadiah kecil dariku.” Sempat mengerutkan dahi karena keheranan, tetapi segera aku terima uluran amplop dari tangan Om Khalid dengan canggung. “Terima kasih.” Mataku menangkap sosok Jace di seberang meja jamuan utama sedang memandang ke arahku penuh curiga. Dahi yang berkerut dengan alis yang menukik tajam memperlihatkan sikap waspada. Mungkin dia khawatir karena melihaku bicara dengan ayahnya tanpa ada yang mendampingi. Dia se

  • Dia-lo-gue   PART LXXVII

    Rencana Tuhan sangat tidak bisa aku tebak. Segala hal menyangkut takdir memang selalu menjadi misteri yang pada akhirnya akan ditunjukan dengan cara-Nya yang paling indah. Hanya tinggal menunggu waktu. Kelahiran, kematian, dan cinta. Itu yang aku yakini sekarang. Ketika dengan sangat mengejutkan, pria yang selalu menjadi pujaan hatiku dari semenjak aku baru mengenal cinta, mempersembahkan cincin bertahtakan berlian ke hadapanku. “Kejutan,” ucapnya dengan senyum yang terukir di bibir. Detak jantungku mungkin sempat berhenti beberapa saat. Mataku tidak bisa lepas dari wajah penuh senyum yang semakin membuat aliran darahku berdesir kecang. Gerakan pelan dari kursi roda yang di dorong ibuku membuat jiwaku kembali ke raga. Setelah beberapa saat terlepas dan berkelana mencari jawaban, apakah ini nyata, atau hanya khayalanku saja? Seperti halnya aku, semua yang hadir pun menunjukan wajah penuh tanya. Yang mereka tahu, malam ini adalah malam pertunangan Khalid Ashad dengan ibuku. Bukan ac

  • Dia-lo-gue   PART LXXVI

    Dengan bantuan Sheryl, aku menjalankan kursi roda menuju barisan kursi paling kanan. Ada panggung kecil setinggi lima belas sentimeter yang nampak cantik, dihiasi bunga chamomile dan hortensia di sepanjang garis tepiannya. Di kiri panggung disediakan jalur khusus kursi roda untuk naik. Mungkin ibuku menginginkan aku menemaninya di sana. Namun, aku rasa itu tidak bisa aku wujudkan Untuk bisa hadir di sini saja, aku harus menarik napas berkali-kali. Melepaskan segala perasaan sesak agar bisa tersenyum lebar untuk ibuku secara tulus. Aku senang jika ibuku bisa berbahagia. Seberat apa pun nanti, aku pasti bisa menerima keluargaku yang baru dengan dada seluas samudera. “Lo udah siap?” Suara serak adikku terdengar dari arah belakang. Aku terkejut melihat penampilannya yang rapi dan wangi. Apalagi melihat dia tersenyum lebar tanpa beban. “Lo di sini?” tanyaku masih tidak percaya. Maksudku, selain aku dan Jace, Aiden adalah orang yang paling membenci rencana pertunangan ini. Dia merasa ib

  • Dia-lo-gue   PART LXXV

    “Cantik banget sih, temen gue. Senyum dong.” Sheryl mengusap anak rambut yang masih mencuat nakal lalu menyelipkannya ke belakang telingaku. Sebagai sentuhan terakhir, dia menjepitkan hiasan rambut kecil berbentuk kupu-kupu di kepala bagian kiri. “Selesai,” gumamnya nampak puas akan hasil karyanya yang terpantul pada cermin di depan kami. “Makasih, Sher. Gue jadi menghemat anggaran make up artist,” gurauku diselingi senyum tipis di bibir. “Sama-sama, Sayang.” Sheryl meremas pelan kedua bahuku dari belakang. Lalu memutar kursi penunjang aktifitas yang aku duduki ini menjadi saling berhadapan. “Lo baik-baik aja, kan?” Aku mengangguk meyakinkannya. Tidak ada yang perlu dicemaskan. Aku hanya perlu menebar senyum pada semua yang hadir. Setidaknya untuk malam ini saja. Sheryl menghela napasnya dalam-dalam dan menatapku dengan mata sendu. Namun, buru-buru dia bergeleng dan merubah lengkungan bibirnya menjadi tarikan ke atas. “Eh, udah latihan jalan belum hari ini?” “Udah tadi pagi. Ta

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status