Share

PART XLII

Penulis: Anna Kuhas
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-25 23:11:12

Aku tidak ingin berlama-lama merayakan hari-hari patah hati. Kegiatanku yang padat seharusnya bisa mempercepat pemulihan luka-luka tak kasat mata di dalam badanku. Aku sudah membuat jadwal secara terperinci. Dari mulai apa yang harus dilakukan ketika bangun pagi, hingga saatnya aku kembali tidur di malam hari. Aku punya banyak rencana. Plan-A, plan-B, plan-C dan seterusnya. Yang akan aku jalankan jika aku tidak sengaja bertemu dengan Jace kelak.

Seperti sebuah pepatah klise yang sering aku dengar, kenyataan tidak selalu sesuai dengan apa yang kita rencanakan. Memang menghindari pertemuan langsung dengan Jace itu sangat mudah. Kami tidak saling bersinggungan dalam kegiatan sekolah. Kelas kami berbeda. Klub ekstrakulikuler kami berbeda. Dan lingkaran pertemanan pun berbeda.

Namun, ada bayak hal yang membuatku merasa seperti diikuti bayangannya. Aku merasa seperti selalu berada di bekas jejak langkahnya, dan terperangkap di udara bekasnya bernap

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dia-lo-gue   PART XLIII

    “Katy.” Suara Zoey mengembalikanku dari lamunan panjang. Aku menoleh dan memperhatikan jari-jari tangannya yang memegang kemudi dengan erat. Aku menarik napas dalam-dalam dan mengajukan pertanyaan yang semenjak kami duduk berdua di dalam mobil, pertanyaan itu berputar-putar di kepalaku. “Kenapa lo mau?” Zoey mengerutkan keningnya. “Apa?” “Ini semua.” Aku melirik tajam ke arahnya. “Lo diminta Jace untuk datang. Dan lo datang dengan senang hati.” “Jace bilang lo dalam masalah dan dia butuh bantuan gue.” “Lo terlalu jauh mencampuri urusan gue.” Nada suaraku meninggi. “Lo itu menantang bahaya, Kat!” “Tapi ini semua enggak ada hubungannya sama lo. Lo bukan siapa-siapa gue lagi.” Zoey menggelengkan kepala. Seolah kecewa dengan apa yang telah aku ucapkan. “Kat, sadar! Lo terlalu tergila-gila sama cowok itu. Sikap lo udah enggak wajar.” Aku membuang pandanganku ke samping. Mencoba menyembunyikan bulir beni

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-27
  • Dia-lo-gue   PART XLIV

    “Gue bisa pulang sendiri,” ucapku pada cowok yang sudah menjinjing tasku di tangannya. “Jangan keras kepala. Pulang sama gue.” Jace berbalik memunggungiku dan mulai melangkah. Aku tidak punya pilihan selain mengkutinya dari belakang. Aku menyerahkan kunci mobil dengan tangan bergetar. Kini aku bersyukur Jace mau mengantarku. Karena dengan keadaan seperti ini, aku tidak akan mampu berkendara dengan benar. Pikiranku melayang pada semua kemungkinan yang bisa saja terjadi pada ayahku. Apa dia mengalami kecelakaan? Atau dia jatuh sakit? Separah apa keadaan ayahku sampai ibuku terdengar histeris di telepon tadi? Semakin aku berpikir, semakin aku kesulitas bernapas. Leherku seperti tercekik sesuatu. Sampai napasku sekarang terdengar tersenggal-senggal. Apalagi ketika bayangan paling buruk tentang ayahku tiba-tiba menghinggapi pikiranku. Aku buru-buru mengerjap dan menarik napas dalam-dalam. Demi menenangkan hatiku yang sudah tidak menentu rasanya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-28
  • Dia-lo-gue   PART XLV

    Hari kedua setelah ayahku tiada, rumah menjadi sangat sepi. Om Aldrin terbang ke Palembang tadi siang. Tante Lisa –Istri om Aldrin, dan Maura sudah kembali ke Bandung. Hanya sesekali Tante Yanti menjenguk ibuku sambil membawakan makanan untuk kami bertiga. Malam menjadi semakin hening ketika kami bertiga sama-sama mengurung diri di kamar masing-masing. Ibuku masih sering terlihat di dapur dan di meja makan. Namun, Aiden sama sekali belum aku temui semenjak kemarin. Aku melintasi ruang keluarga yang sepi. Memandangi poto-poto ayahku yang terpampang di dinding ruangan. Di sudut ruangan ada miniatur bola dunia. Di pajang di atas meja kecil samping televisi. Itu bola dunia pemberian ayahku waktu aku berulang tahun kesepuluh. Aku mengatakan padanya bahwa aku ingin menjadi astronot. Aku ingin menjelajahi ruang angkasa. Namun, dia bilang berkeliling dunia saja terlebih dahulu. Bisa jadi bumi yang selama ini aku pijak lebih menarik ketimbang langit di atas sana. Seperti hidu

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-29
  • Dia-lo-gue   PART XLVI

    “Keuangan pensi?” Aku mengulang perkataan Vania tadi. Dia mengangguk padaku dan menyuruhku untuk segera mengikutinya ke ruangan Kepala Sekolah. Aku menurut dan mengekor di belakangnya. Di ruangan Kepala Sekolah, sudah berkumpul beberapa panitia pensi, anggota OSIS, Pak Badrun dan wali kelasku. “Duduk, Kaitlyn.” Kepala sekolah memepersilakanku dengan senyuman di bibirnya, berbeda dengan yang lain. Mereka terlihat serius dan nampak sedikit cemas. “Eh, Kat. Begini ...,” Pak Badrun memulai pembicaraan dengan sedikit senyuman yang dipaksakan. “Kami sebelumnya meminta maaf sudah memanggilmu saat kamu masih dalam masa berkabung. Tapi ada hal yang harus segera diluruskan sebelum ini semua menjadi berlarut-larut.” Firasatku mulai tidak enak mendengar kalimat pembuka dari Pak Badrun ini. “Iya, Pak. Enggak apa-apa.” “Jadi, kemarin setelah acara pensi selesai, kepanitian pensi me-review ulang masalah laporan keuangan. Doni menggantikan ka

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-31
  • Dia-lo-gue   PART XLVII

    “Jadi ada apa sama keuangan pensi?” tanya Jace ketika aku sudah duduk di sampingnya yang sedang memegang kemudi. Aku terpaksa pulang bersama SUV milik Jace yang masih sangat baru. Bahkan aku masih bisa mencium aroma kulit yang baru keluar dari pabrik begitu aku masuk ke dalamnya. Aku pikir dia sedang mencoba pamer padaku yang sebetulnya tidak perlu dia lakukan. Aku tahu dia kaya dan mampu membeli mobil sejenis ini jika dia mengumpulkan uang jajannya selama beberapa bulan saja. “Ada selisih sama laporan pengeluarannya,” jawabku tanpa menoleh ke arahnya. “Selisih berapa?” Aku menelan ludahku dan bilang padanya. “Sepuluh juta.” Jace menganggukan kepala lalu mengusap dagunya seperti sedang berpikir. “Gue bisa bantuin lo gantiin uang itu.” “Andai bisa segampang itu. Selama ada uang, masalah langsung selesai,” ucapku sarkastik. “Gue cuma berniat bantu lo doang, Kat.” Jace melirik sebentar ke arahku sebelum kembali memandang jalan di

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-01
  • Dia-lo-gue   PART XLVIII

    Sampai menjelang dini hari, aku masih terjaga. Aku tidak bodoh dengan selalu menutup mata pada potongan-potongan kenyataan yang datang padaku secara tidak utuh. Aku mencoba merangkai semuanya. Dan kesimpulan yang aku dapat selalu membuatku bergidik. Merasa mustahil jika memang apa yang aku pikirkan itu adalah jawabannya. Ibuku adalah wanita sempurna. Dia selalu menomor-satukan keluarganya. Dia rela bekerja di restoran sepanjang hari. Walau begitu, kami tetap mendapat semua pelayanan dan kasih sayang darinya. Perut kami tetap terisi makanan enak buatannya. Baju kami tetap wangi dan bersih. Dan rumah kami tetap nyaman untuk di tinggali. Tidak ada yang ibuku lewatkan walau dia harus pulang hampir larut malam demi mencari uang tambahan untuk membantu ayahku. Lalu hal-hal aneh ini terjadi. Aiden berkali-kali mengatakan ibuku bermasalah. Aku pun berkali-kali menemukan kejanggalan pada aktifitasnya. Haruskah aku kembali menutup mata dan telinga? Demi menjaga nama ib

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-03
  • Dia-lo-gue   PART XLIX

    Cukup dua kata itu saja sudah membuatku membeku. Aku sudah mempersiapkan hati untuk mendengar informasi tidak menyenangkan ini dari jauh-jauh hari. Karena sebenarnya, dugaan-dugaan yang timbul akibat sikap janggal ibuku memang mengarah ke sana. Namun, mendengarnya langsung dari mulut Aiden tetap membuatku terpukul.“Sejak kapan lo tahu?” tanyaku dengan dada bergemuruh. Mungkin Aiden bisa menyadari itu karena suaraku mulai bergetar.“Udah lama. Lebih dari setahun yang lalu.”Aku menunduk dan memutar kembali kejadian aneh pada tahun awal aku masuk SMA. Yang aku ingat hanya perubahan drastis sikap Aiden menjadi pemurung.“Itu yang bikin lo jadi sering ngunci diri di kamar?”Aiden mengangguk. Aku tidak berani bertanya lebih lanjut. Karena semakin banyak aku tahu, semakin keras pula kebenaran menghantamku. Namun, aku harus benar-benar mengerti yang terjadi secara rinci. Agar aku bisa menentukan langkahku selanjutnya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-03
  • Dia-lo-gue   PART L

    ‘Mah, aku sama Aiden enggak pulang malam ini. Kami baik-baik aja. Enggak usah khawatir.’ Aku tekan ikon kirim pada layar handphone di tanganku. Aku harap pesanku itu menghentikan panggilan ibuku yang berkali-kali masuk ke handphone-ku. “Susu coklat?” tawar Jace setelah dia kembali dari kamarnya. Iya, kami tidak jadi ke hotel. Jace menawarkan rumahnya untuk menjadi tempat pelarianku malam ini. Dia bilang di rumahnya ada banyak kamar. Dan tentu saja gratis. Rumah yang dia maksud adalah kondominium mewah di atas sebuah mal. Yup, ini adalah tempat tinggal ibunya. Sangat cocok untuk dirinya yang bisa langsung pergi ke lantai dasar gedung jika tiba-tiba saat bangun tidur ingin menggunakan pakaian baru. Kondominium ini tidak terlalu besar. Hanya satu setengah lantai, dengan lantai dasar yang dibuat tanpa sekat. Semua terlihat dari tempatku duduk di kitchen land. Dari mulai foyer, sampai tangga pendek menuju lantai

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-04

Bab terbaru

  • Dia-lo-gue   PART 83 (BAJUMU DI BADANKU)

    Bunyi bip terdengar seiring kartu akses apartemen yang aku tempelkan di sensor lift terbaca oleh sistem. Kemudian kotak besi itu bergerak naik membawaku ke lantai yang mau aku tuju. Ketukan sepatu terdengar menggema di sepanjang koridor yang sepi, membuatku mempercepat langkah menuju unit apartemen milik Jace.Keadaan apartemen yang gelap menyambut kedatanganku, menandakan si pemilik hunian ini sedang tidak berada di sini. Dengan langkah pelan, aku menyusuri ruangan untuk menyalakan semua lampu.Lampu terakhir yang aku nyalakan adalah kamar Jace. Kemudian menghidupkan pendingin udara dan membuka tirai yang sebelumnya menutupi pemandangan kota yang indah. Aku paling suka pemandangan dari sini. Lampu kota yang gemerlap selalu bisa membuatku lebih tenang.Sambil duduk di bench panjang yang empuk. Aku keluarkan handphone dan mengetikan sebuah pesan untuk Jace.Saya: “Aku di apartemenmu.”Aku tidak berharap dia cepat membalas pesanku tadi, tapi ternyata Jace langsung membalasnya.Jace: “Ka

  • Dia-lo-gue   PART 82 (ALUR KERJA)

    “Teman-teman, ini anggota baru klub kita. Titipan Pak Tedy. Ada yang mau tanya-tanya?”Kalimat yang terdengar setengah hati keluar dari mulut Hiro membuatku ragu untuk memperkenalkan diri. Padahal, rekan-rekannya sudah antusias melingkariku dan Hiro dari semenjak aku masuk ke ruangan ini.“Namanya siapa, teh?” tanya seorang cowok dengan kacamata tebal yang duduk barisan paling kiri.Aku melirik ragu pada Hiro. Maksudnya, mau bertanya apakah aku sudah diijinkan untuk membuka mulut?“Jawab. Kenapa malah liat gue?” ketusnya membuatku gemas ingin menjambak rambut gondrongnya itu.Aku berdehem beberapa kali sebelum membuka suara, “Saya Kaitlyn, dari jurusan Matematika. Panggil aja Katy.”“Hai, Katy. Selamat datang di klub Teknik Digital,” sapa seorang cewek mungil dari barisan paling depan. Padahal aku merasa tidak cukup tinggi dibanding teman-temanku, tetapi ternyata cewek di depanku ini lebih pendek lagi dariku.Mataku mulai memindai sekeliling. Perkiraan, ada sekitar dua puluh orang yan

  • Dia-lo-gue   PART 81 (JACE DAN UANG)

    Aku mendengar suara Jace dari arah kamar ketika pintu depan sudah aku tutup rapat. Pelan-pelan aku melepas jaket dan sepatu, kemudian menggantungnya di tempat biasa aku menaruhnya. Aku mengendap menyebrangi ruang tengah menuju kamar di mana asal dari suara Jace terdengar. Aroma khas Jace langsung menguar bahkan ketika orangnya belum terlihat sama sekali.Punggung Jace yang pertama kali menyambutku. Dia bicara pada sosok yang berada di layar laptop dengan kalimat-kalimat formal. Dari judul berkas yang dia pegang, sepertinya dia sedang ada presentasi bisnis untuk kelas online-nya. Makanya, aku memilih untuk mundur pelan-pelan dan berniat menunggunya selesai di ruang terpisah.Namun aku mendengar Jace memanggil namaku, membuatku menoleh ke arahnya.“Apa?” Aku berbisik, takut lelaki tanpa rambut yang sedang bicara pakai bahasa inggris di seberang sana mendengar suaraku.“Udah aku mute. Enggak perlu bisik-bisik.” Jace terkekeh. Tangan kanannya terangkat dan hendak menggapaiku.Aku belum p

  • Dia-lo-gue   PART 80 (PROYEK KULIAH)

    Aku melambaikan tangan pada laki-laki yang sedang berjalan masuk area restoran. Butuh beberapa saat untuk dia menyadari posisiku yang tertutup beberapa pengunjung restoran. Berbanding terbalik jika aku yang harus mencari dia di tengah kerumunan, badannya yang tinggi membuat dia gampang untuk ditemukan.“Nunggu lama?” tayanya ketika sudah berhasil membelah kerumunan dan duduk di seberangku.“Enggak juga. Ini baru mau pesen makan,” jawabku sambil memindai tanda batang yang di pasang di samping meja untuk segera melakukan pemesanan lewat aplikasi.Sambil memilih menu di layar handphone, aku juga sekalian memberi dia waktu untuk diam sejenak sebelum aku tanya kemana saja dia hari ini sampai harus melewatkan beberapa kelas wajib.“Aku udah makan. Pesanin cemilan sama minuman aja, ya,” ujarnya membuatku menaikan satu alis.“Makan di mana?” tanyaku.“Aku abis ketemu Papa, dan makan bareng dia,” jawabnya singkat.Kalimat barusan membuat kedua alisku bersatu. Jace mau menemui ayahnya adalah se

  • Dia-lo-gue   PART 79 (MESRA YANG DIBATASI)

    Suara gemericik air dari kamar mandi perlahan membuatku membuka mata. Sesekali terdengar siulan ringan membuatku sedikit tersenyum. Dia pasti sedang dalam suasana hati yang bagus pagi ini.Aku mengedarkan tangan mencari handphone di sepanjang nakas. Setelah menemukannya, aku mengetuk layarnya dan melihat tampilan penanda waktu.“Masih jam enam pagi,” lirihku dengan dahi mengkerut. Kenapa dia sudah bangun bahkan sudah mandi sepagi ini?Tidak berselang lama, pintu kamar mandi terbuka. Sosok cowok tampan yang sudah membuat jari manisku tersemat cincin cantik, melangkah keluar dari kamar mandi. Dia menoleh ke arahku ketika dia sadar aku juga sudah terbangun pagi ini.“Lho? Kamu bangun?” tanyanya sambil mendekat. Tangannya sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil berwarna pink milikku.Aku mengangguk. Menarik badanku supaya duduk lebih tinggi dan bersandar pada kepala ranjang. Kamu kenapa udah mandi jam segini? Ini masih jam enam pagi.”Cowok tinggi dengan senyuman paling sempurna i

  • Dia-lo-gue   PART LXXVIII

    “Kaitlyn,” Om Khalid menyapa ketika dia sudah berjarak satu meter di depanku. “Boleh saya bicara denganmu?” Aku mengerjap beberapa saat. Namun buru-buru mengangguk dan menjawab. “Iya, Om. Boleh.” Dengan gerakan pelan nan berwibawa, Om Khalid duduk di kursi bekas Sheryl. Satu kaki ditumpangkan pada kaki lainnya mencoba membuat dirinya nyaman di kursi yang sebetulnya terlalu kecil untuk tubuhnya yang besar. Tak lama, tangannya bergerak merogoh saku dibalik jasnya, kemudian mengeluarkan amplop putih dari sana Dia mengangsurkan amplop itu padaku sambil berucap, “hadiah kecil dariku.” Sempat mengerutkan dahi karena keheranan, tetapi segera aku terima uluran amplop dari tangan Om Khalid dengan canggung. “Terima kasih.” Mataku menangkap sosok Jace di seberang meja jamuan utama sedang memandang ke arahku penuh curiga. Dahi yang berkerut dengan alis yang menukik tajam memperlihatkan sikap waspada. Mungkin dia khawatir karena melihaku bicara dengan ayahnya tanpa ada yang mendampingi. Dia se

  • Dia-lo-gue   PART LXXVII

    Rencana Tuhan sangat tidak bisa aku tebak. Segala hal menyangkut takdir memang selalu menjadi misteri yang pada akhirnya akan ditunjukan dengan cara-Nya yang paling indah. Hanya tinggal menunggu waktu. Kelahiran, kematian, dan cinta. Itu yang aku yakini sekarang. Ketika dengan sangat mengejutkan, pria yang selalu menjadi pujaan hatiku dari semenjak aku baru mengenal cinta, mempersembahkan cincin bertahtakan berlian ke hadapanku. “Kejutan,” ucapnya dengan senyum yang terukir di bibir. Detak jantungku mungkin sempat berhenti beberapa saat. Mataku tidak bisa lepas dari wajah penuh senyum yang semakin membuat aliran darahku berdesir kecang. Gerakan pelan dari kursi roda yang di dorong ibuku membuat jiwaku kembali ke raga. Setelah beberapa saat terlepas dan berkelana mencari jawaban, apakah ini nyata, atau hanya khayalanku saja? Seperti halnya aku, semua yang hadir pun menunjukan wajah penuh tanya. Yang mereka tahu, malam ini adalah malam pertunangan Khalid Ashad dengan ibuku. Bukan ac

  • Dia-lo-gue   PART LXXVI

    Dengan bantuan Sheryl, aku menjalankan kursi roda menuju barisan kursi paling kanan. Ada panggung kecil setinggi lima belas sentimeter yang nampak cantik, dihiasi bunga chamomile dan hortensia di sepanjang garis tepiannya. Di kiri panggung disediakan jalur khusus kursi roda untuk naik. Mungkin ibuku menginginkan aku menemaninya di sana. Namun, aku rasa itu tidak bisa aku wujudkan Untuk bisa hadir di sini saja, aku harus menarik napas berkali-kali. Melepaskan segala perasaan sesak agar bisa tersenyum lebar untuk ibuku secara tulus. Aku senang jika ibuku bisa berbahagia. Seberat apa pun nanti, aku pasti bisa menerima keluargaku yang baru dengan dada seluas samudera. “Lo udah siap?” Suara serak adikku terdengar dari arah belakang. Aku terkejut melihat penampilannya yang rapi dan wangi. Apalagi melihat dia tersenyum lebar tanpa beban. “Lo di sini?” tanyaku masih tidak percaya. Maksudku, selain aku dan Jace, Aiden adalah orang yang paling membenci rencana pertunangan ini. Dia merasa ib

  • Dia-lo-gue   PART LXXV

    “Cantik banget sih, temen gue. Senyum dong.” Sheryl mengusap anak rambut yang masih mencuat nakal lalu menyelipkannya ke belakang telingaku. Sebagai sentuhan terakhir, dia menjepitkan hiasan rambut kecil berbentuk kupu-kupu di kepala bagian kiri. “Selesai,” gumamnya nampak puas akan hasil karyanya yang terpantul pada cermin di depan kami. “Makasih, Sher. Gue jadi menghemat anggaran make up artist,” gurauku diselingi senyum tipis di bibir. “Sama-sama, Sayang.” Sheryl meremas pelan kedua bahuku dari belakang. Lalu memutar kursi penunjang aktifitas yang aku duduki ini menjadi saling berhadapan. “Lo baik-baik aja, kan?” Aku mengangguk meyakinkannya. Tidak ada yang perlu dicemaskan. Aku hanya perlu menebar senyum pada semua yang hadir. Setidaknya untuk malam ini saja. Sheryl menghela napasnya dalam-dalam dan menatapku dengan mata sendu. Namun, buru-buru dia bergeleng dan merubah lengkungan bibirnya menjadi tarikan ke atas. “Eh, udah latihan jalan belum hari ini?” “Udah tadi pagi. Ta

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status