Share

Pembulllyan?

Author: AK-17
last update Last Updated: 2023-09-29 07:49:54

Sesuai perjanjian, aku mengantar Lily ke sekolahnya. Sekolah elit yang terletak di tengah desa cukup unik. Awalnya kupikir desa ini tertinggal kuno, ternyata tehnologi di sini cukup maju. Hal ini kusadari setelah mengantarnya hingga gerbang sekolah. Gedung dengan dua tingkat yang cukup megah.

“Kapan kau akan pulang?” tanyaku. Menatap ke samping. Kulihat wajahnya terus menunduk. Poninya masih menutupi wajahnya.

“Jam dua.” Jawaban itu singkat. Ia langsung ke luar dari mobil tanpa melihat ke arahku.

Aku memandangi punggungnya yang perlahan menghilang di balik gerbang. Tampaknya juga ia mendapat sambutan hangat dari beberapa gadis yang kupikir mungkin temannya.

Ting!

Suara pesan masuk dari ponsel membuatku segera menoleh.

[Lo anterin dia ke sekolah, kan?]

Itu adalah pesan dari Rian. Pria itu tampak begitu peduli dengan Lily, apalagi jika kupikir kembali alasan dia membantuku semalam karena gadis itu. Setelah kuberitahu alasanku berada di sana, aku memberikan ia nomor telponku agar mudah menebak orang seperti apa dia. Juga, seperti kesepakatan kami semalam.

Aku tidak berniat membalas pesan itu. Memilih untuk memutar mobil dan kembali ke Villa, karena baru saja Pak Rahman memintaku untuk memotong rumput di halaman belakang.

Tepat saat aku menginjak pedal gas, kulihat seorang pria dengan seragam SMA yang cukup kucel sudah berdiri di depan, dengan tatapan tajam. Detik berikutnya, ia menampilkan smirk aneh.

Aku memencet klakson agar ia menyingkir, namun tampaknya ia tidak berniat.

Pria itu masih berdiri di sana, tersenyum menyeringai. Aku berniat ke luar untuk menyingkirkan ia dari jalan. Apa ia tidak diajarkan oleh orang tuanya untuk tidak berurusan dengan orang asing?

“Minggir!” Aku berdiri tepat di depannya. Jarak kami hanya beberapa senti lagi. Memberikan tatapan nyalang.

Ia tidak menjawab, masih tersenyum menyeringai. Sedikit mendongak untuk menatap mataku.

“Kalau gue nggak mau, lo mau apa?” Jawaban itu menantang.

“Gue tabrak.” Jawabku singkat.

Ia tertawa keras, tawa yang terdengar tidak asing di telingaku. Tawa yang sering ku keluarkan saat berhasil membunuh korban dan melihat mereka sekarat. Tawa yang mungkin orang bilang tawa psikopat, bagiku bukan demikian. Itu adalah tawa iblis yang merasa puas dengan keberhasilannya. Ia memiliki tawa itu. Mengesankan!

“Lo yakin?” Tantangnya lagi.

Apa ia sedang mengujiku? Aku tersenyum menyeringai, menoleh ke arah lain, lalu beralih menatapnya lebih tajam.

“lo mau coba?” Aku membalas tantangan itu.

Ia diam. Menatapku dari atas hingga bawah. Lalu menarik napas kasar. Berjalan melewatiku sambil berbisik tepat di telinga seperti angin lalu.

“Bukannya lo lebih suka denger teriakan mereka dulu?”

Kalimat itu sukses membuatku tertegun sejenak, sementara ia pergi begitu saja, masuk ke dalam gerbang sekolah dengan santainya, sambil bersiul tanpa menoleh lagi. Otakku masih memproses apa yang baru saja dikatakan oleh pemuda itu.

Perkataannya tadi benar-benar mengganggu. Dari mana ia tahu? Siapa dia? Apa aku pernah bertemu dengannya sebelumnya? Jika diingat lagi, tidak ada anggota Taneeba yang seperti dia. Tidak ada tanda, tidak ada sinyal. Ia jelas bukan dari organisasi.

Jika ia salah satu anggota Taneeba, aku pasti mengetahuinya. Dari chip yang terpasang di tubuh.

“Sial, siapa dia?” Well, bukankah kita harus mencari tahunya sekarang?

Aku memutar setir, tidak berniat kembali ke Villa. Ada satu tujuan yang lebih penting saat ini. Ponsel sejak tadi terus berdering, panggilan dari Bibi Ane, wanita gemuk itu benar-benar serius memantau.

“Kamu mau ke mana?” Ia langsung bertanya saat aku mengangkat panggilan.

“Ponselmu sudah saya pasang pelacak jadi pikirkan lagi jika kamu mau melakukan sesuatu yang bodoh.”

Well, aku akui wanita ini cukup bernyali dan cerdik. Semalam saat menuju kota dengan Rian, aku mendapat kabar bahwa Levale sudah menemui Martin lebih dulu dan membunuhnya. Itu sebabnya kau kembali lagi ke Villa. Levale akan menggeledah seisi kota untuk menemukanku, sekarang di sini adalah satu-satunya tempat paling aman saat ini.

“Pak Rahman meminta dibelikan gergaji, dia bilang gergaji yang berada di Villa sudah tidak tajam.” Aku mengeles tentunya.

“Kamu tidak pandai berbohong rupanya. Sebaiknya kamu kembali ke Villa sekarang juga dengan mobil nona Lily. Atau kamu tahu konskuensinya!”

Ia mematikan sambungan sepihak. Aku menarik napas. Akan rumit jika wanita gemuk itu mengusirku dari Vila.

Kulihat anak-anak sudah masuk ke dalam kelas, aku masih berada di luar gerbang sekolah dan memutuskan untuk turun, menemui satpam yang berjaga di sana.

“Permisi,” sapaku.

“Ada yang bisa dibantu?” Ptia yang mengenakan seragam satpam itu langsung menoleh.

“Ahm, begini. Aku tadi bertemu dengan pria yang pakaianya agak kucel, dia menjatuhkan sesuatu dan sepertinya saya harus mengembalikannya. Oh, ya tadi kami belum sempat berkenalan, jadi saya tidak tahu pasti siapa namanya.” Hanya ini alasan yang bagus agar aku dapat masuk ke dalam.

“Oh, anak yang kucel dan songong itu?” Ia sepertinya tahu. Baguslah kalau begitu.

“Namanya Andre, dia baru saja pindah ke sekolah ini beberapa bulan yang lalu. Oh, ya kamu bisa menemuinya di kelas 3A. Saya liat tadi kamu antar Lily, ya? Nah, kalau kamu kenal anak itu, Andre sama Lily sepertinya satu kelas.” Ia menjelaskan.

“Kamu bisa titipkan ke saya barangnya biar saya bisa kasih dia nanti setelah ke luar.”

“Mmm, begini, saya tidak tahu kalau namanya Danu takutnya nanti salah orang, bukankah sebaiknya saya coba lihat dulu? Tidak apa-apa, ‘kan, Pak?” tanyaku membujuk.

“Betul juga. Ya sudah, jangan lama-lama, ya, soalnya takut mereka ke ganggu belajarnya.”

Aku mengangguk dan langsung masuk ke dalam. Meski tadi aku sempat mendengar bell masuk, rupanya masih banyak anak-anak yang nongkrong di luar dan sepertinya guru-guru tidak peduli sama sekali. Bahkan kulihat anak-anak gadis berkumpul dan merokok di tempat tertentu. Skolah macam apa ini?

Aku mencoba mengamati suasana di sekolah mewah ini. Berjalan menuju koridor di mana banyak anak cowok yang berkumpul dan sepertinya suka membuat kegaduhan.

Lalu hingga sampai di halaman belakang, ada segerombolan anak yang sepertinya sedang melakukan sesuatu. Aku mengamatinya, suara tawa terdengar bersamaan dengan makian kotor yang tajam.

Karena penasaran, aku berjalan lebih dekat ke arah mereka. Ada lima anak yang berdiri memegang cat berwarna berbeda, dua orang di antaranya adalah cewek dan tiga orang cowok lalu yang berjongkok di depannya merupakan seorang gadis yang menunduk ketakutan.

Apakah sebegitu bancinya mereka mengeroyok gadis yang sendirian? Aku biasanya tidak suka ikut campur, tetapi para pria itu memalukan.

“Hey!” Aku berteriak membuat mereka semua menoleh.

“Well, well, well ... sepertinya ada yang mau join.” Seorang pria dengan potongan wolf cut memiliki mata elang yang cukup intens meletakkan cat di tangannya dan mendekat, disusul oleh yang lain sambil menyeret rambut gadis itu secara kasar. Brengsek!

“Gue baru liat lo di sini? Anak baru, ya?” tanyanya mengintimidasi.

“Kayaknya bukan, deh, Reno. Dia ga pake seragam sekolah. Cakep, sih.”

“Lepasin dia.” Aku masih mau berdamai dan membiarkan mereka melakukannya dengan baik-baik.

“Siapa? Dia?” Pria yang dipanggil Reno itu tertawa.

“Lo ga mau liat tompel dia dulu?” Ia menarik rambut gadis itu ke belakang hingga membuatnya terjengkang dan meringis kesakitan.

Sekarang aku menyadari siapa gadis yang mereka bully ini. Pria ini menepuk pipinya dengan kasar dan terus menyentuhnya.

“Lo mau mati?” kataku. Mendekat ke arahnya dengan tatapan yang paling dibenci oleh semua orang.

Related chapters

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Penghianat harus mati

    Suara gesekan besi dan dinding tembok beradu menjadi perpaduan suara yang menyenangkan. Warna merah darah yang mengalir di ujungnya yang lancip memiliki sebuah story yang menarik untuk didengar. Bau darah yang tidak pernah asing dan aura yang sama benar-benar kental. Lihatlah, dua tubuh yang terkapar di lantai bersimbah darah. Mereka mulanya adalah sepasang suami istri yang harmonis dan menyenangkan. Aku sudah baik sekali mengakhiri mereka secara bersamaan agar yang lain tidak kesepian.Mereka cukup baik padaku, tetapi itu hanya sesaat, sebelum aku mengetahui topeng asli mereka dan wajah manis itu langsung tampak ketakutan. Jadi, tanpa berbasa-basi aku menyelesaikan tugasku, tugas awal yang diberikan oleh Ibu saat pertama kali menemui keluarga ini. Aku beralih menatap seorang gadis yang meringkuk di ujung ruangan, memeluk tubuhnya ketakutan. Namanya Alea, anak tunggal suami istri itu. Wajahnya tampak pucat dan sama sekali tidak mau menatapku. Gadis yang sempat melemahkan langkahku

    Last Updated : 2023-08-19
  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Akhir dari Anjing yang Berkhianat

    Dalam organisasi kami, ada satu yang tidak pernah dapat ditoleran, yaitu penghianat. Jika salah satu dari kami berkhianat, maka orang itu akan mati, tanpa jejak, seolah ia tidak pernah ada di dunia ini.Taneba, itu adalah organisasi bawah tanah yang dioperasikan oleh seorang ilmuan wanita jenius bernama Levale. Sebagian besar anggota organisasi diciptakan melalui pembenihan buatan, bayi tabung, dan sel sperma yang dibesarkan menggunakan rahim buatan di dalam kapsul kecil transparan. Terdengar tidak masuk akal, ‘kan? Benar, kami tidak pernah memiliki Ibu atau Ayah seperti manusia pada umumnya. Kami hanyalah manusia eksperimen yang diciptakan untuk mengelola organisasi. Ada satu prinsip dasar yang dimiliki oleh wanita tua itu, jika kamu ingin menjinakkan anak anjing, maka pastikan kamu menggenggamnya saat mereka baru lahir. Itulah alasan dasar mengapa kami tidak mengenal orang tua selain dirinya. Organisasi kami bekerja di bawah bayangan. Dikendalikan oleh seorang wanita tua berusia 5

    Last Updated : 2023-08-19
  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Si Gadis

    Di tengah hutan rimba yang gelap, suara burung hantu menjadi begitu sunyi, saat hewan malam yang kerap berisik menjadi begitu senyap, aku memacu ke dua kaki untuk terus berlari, menerjang akar pohon, meloncati kayu yang tumbang sepanjang hutan, menepis dedaunan yang menghalangi jalan, sesekali rantingnya menggores kulit pipi, tetapi aku terus berlari. Suara napas yang ke luar masuk semakin cepat. Detak jantung yang berpacu semakin keras.Suara gemeresik dedaunan beradu dengan ranting yang patah, merobek kulit kaki telanjang, menghasilkan darah segar yang terus mengalir sepanjang jalan. “Angkh!” Aku meringis, merasakan nyeri yang tak tertahankan.Suara tembakan di belakang sana terdengar tujuh kali beruntun membelah kesunyian, menembus jantung pohon. Aku kembali berlari tanpa arah, hingga tiba di ujung tebing, tepat di atas air terjun. Baik, tidak ada jalan lagi. Aku akan mati, benar-benar akan mati malam ini. Mereka pasti melacak sinyal tiga orang yang non-aktiv tiba-tiba dan menyu

    Last Updated : 2023-08-19
  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Di mana ini?

    Aku mendikte setiap kata yang pernah kupelajari dan kuhafal. Menyimpannya sebagai perisai untuk melindungi diri dari ketiadaan. Kadang kala kalimat-kalimat petuah yang bijak tidak ada gunanya kecuali kata penjahat yang menyenangkan. Coba dengarkan mereka, kamu akan tahu maksudnya. Setiap barisan not yang berjejer seperti tangga kehidupan, menaik dan menurun, berirama dan bersenandung. Tergantung bagaimana kamu menyusunnya agar terdengar indah, dan di sini, aku akan menceritakan semuanya, tentangku, tentang penjahat ini, dan tentang kebusukan dunia.Setelahnya kalian bisa menilai, siapa di antara kami yang jahat, siapa di antara kami yang lebih kejam. Kalian boleh menilai dari seluruh sudut pandang, kalian boleh menyangkal dengan membawa argumen bebas, tapi aku akan menunjukkan kehidupanku. Bagaimana dunia bersikap tidak adil pada orang sepertiku. Dan bagaimana ia bermain dengan orang-orang lemah seperti kalian.--... “Borneo ... lari!” Suara itu mengalun di udara seolah menembus ca

    Last Updated : 2023-08-19
  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Namanya Lily

    Laki-laki itu masih berdiri di sana, mengintip, tanpa bergerak sedikit pun. Sepertinya gadis ini juga melihatnya, karena sekarang, tatapan kami sama-sama tertuju pada pohon jambu air yang cukup besar di depan sana. Di mana laki-laki itu berdiri dengan gelagat yang mencurigakan. Bahkan saat aku melihatnya, ia tidak berniat untuk pergi.“Dia lagi.” Kalimat yang ke luar dari mulut gadis ini membuat perhatianku teralihkan. Dia? Siapa? Aku masih menunggu kalimat selanjutnya, karena sepertinya ia mengetahui sesuatu. Tapi tarikan napas panjang yang ke luar dari mulutnya membuatku makin penasaran.“Dia?” tanyaku akhirnya.Ia berjalan menuju pintu gerbang, sementara aku sedikit mundur, waspada, karena kemungkinan besar dia adalah salah satu para pembersih yang dikirim untuk membunuhku. Jika benar, maka bukankah aku seharusnya kabur?Gadis berambut panjang itu berjalan membuka gerbang dan meraih sesuatu yang sepertinya tergeletak di sana. Sebuah dus besar berwarna cokelat. Ia terlihat diam cu

    Last Updated : 2023-08-19
  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Pria di balik pohon itu ...?

    Ia tertawa begitu keras. Tapi tawa itu tak terdengar menyenangkan, terdengar mengejek, seolah aku memberinya harapan mustahil. Sampai kemudian Ia berhenti dan tampak sesak.“Aku bahkan tidak mempercayaimu sepenuhnya. Kau adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menatapku dengan tatapan itu. Aku membencinya, tapi kau berhutang budi dengan nyawamu. Aku meminta balasan.”Hening lagi. Aku menikmati proses tenggelamnya matahari yang turun begitu cepat. Menelan cahaya yang tadinya terhampar ke halaman Villa. Angin datang dengan lembut, menerbangkan rambut gadis ini. Aku tahu cara menjinakkan wanita. Aku tahu apa yang mereka suka. Aku tahu apa yang mereka mau. Tetapi yang ini? Ia terlalu banyak menderita, jadi aku tidak yakin apa tak tik lama akan bisa membantuku meluluhkannya.“Besok aku akan ke sekolah. Antar aku, lalu pulang. Setelah pulang sekolah, temani aku ke hutan di bawah sana. Ada yang harus aku lakukan. Kau tidak berpikir untuk kabur, kan?” Terdengar seperti perintah mut

    Last Updated : 2023-09-26

Latest chapter

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Pembulllyan?

    Sesuai perjanjian, aku mengantar Lily ke sekolahnya. Sekolah elit yang terletak di tengah desa cukup unik. Awalnya kupikir desa ini tertinggal kuno, ternyata tehnologi di sini cukup maju. Hal ini kusadari setelah mengantarnya hingga gerbang sekolah. Gedung dengan dua tingkat yang cukup megah. “Kapan kau akan pulang?” tanyaku. Menatap ke samping. Kulihat wajahnya terus menunduk. Poninya masih menutupi wajahnya. “Jam dua.” Jawaban itu singkat. Ia langsung ke luar dari mobil tanpa melihat ke arahku.Aku memandangi punggungnya yang perlahan menghilang di balik gerbang. Tampaknya juga ia mendapat sambutan hangat dari beberapa gadis yang kupikir mungkin temannya.Ting!Suara pesan masuk dari ponsel membuatku segera menoleh.[Lo anterin dia ke sekolah, kan?]Itu adalah pesan dari Rian. Pria itu tampak begitu peduli dengan Lily, apalagi jika kupikir kembali alasan dia membantuku semalam karena gadis itu. Setelah kuberitahu alasanku berada di sana, aku memberikan ia nomor telponku agar mud

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Pria di balik pohon itu ...?

    Ia tertawa begitu keras. Tapi tawa itu tak terdengar menyenangkan, terdengar mengejek, seolah aku memberinya harapan mustahil. Sampai kemudian Ia berhenti dan tampak sesak.“Aku bahkan tidak mempercayaimu sepenuhnya. Kau adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menatapku dengan tatapan itu. Aku membencinya, tapi kau berhutang budi dengan nyawamu. Aku meminta balasan.”Hening lagi. Aku menikmati proses tenggelamnya matahari yang turun begitu cepat. Menelan cahaya yang tadinya terhampar ke halaman Villa. Angin datang dengan lembut, menerbangkan rambut gadis ini. Aku tahu cara menjinakkan wanita. Aku tahu apa yang mereka suka. Aku tahu apa yang mereka mau. Tetapi yang ini? Ia terlalu banyak menderita, jadi aku tidak yakin apa tak tik lama akan bisa membantuku meluluhkannya.“Besok aku akan ke sekolah. Antar aku, lalu pulang. Setelah pulang sekolah, temani aku ke hutan di bawah sana. Ada yang harus aku lakukan. Kau tidak berpikir untuk kabur, kan?” Terdengar seperti perintah mut

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Namanya Lily

    Laki-laki itu masih berdiri di sana, mengintip, tanpa bergerak sedikit pun. Sepertinya gadis ini juga melihatnya, karena sekarang, tatapan kami sama-sama tertuju pada pohon jambu air yang cukup besar di depan sana. Di mana laki-laki itu berdiri dengan gelagat yang mencurigakan. Bahkan saat aku melihatnya, ia tidak berniat untuk pergi.“Dia lagi.” Kalimat yang ke luar dari mulut gadis ini membuat perhatianku teralihkan. Dia? Siapa? Aku masih menunggu kalimat selanjutnya, karena sepertinya ia mengetahui sesuatu. Tapi tarikan napas panjang yang ke luar dari mulutnya membuatku makin penasaran.“Dia?” tanyaku akhirnya.Ia berjalan menuju pintu gerbang, sementara aku sedikit mundur, waspada, karena kemungkinan besar dia adalah salah satu para pembersih yang dikirim untuk membunuhku. Jika benar, maka bukankah aku seharusnya kabur?Gadis berambut panjang itu berjalan membuka gerbang dan meraih sesuatu yang sepertinya tergeletak di sana. Sebuah dus besar berwarna cokelat. Ia terlihat diam cu

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Di mana ini?

    Aku mendikte setiap kata yang pernah kupelajari dan kuhafal. Menyimpannya sebagai perisai untuk melindungi diri dari ketiadaan. Kadang kala kalimat-kalimat petuah yang bijak tidak ada gunanya kecuali kata penjahat yang menyenangkan. Coba dengarkan mereka, kamu akan tahu maksudnya. Setiap barisan not yang berjejer seperti tangga kehidupan, menaik dan menurun, berirama dan bersenandung. Tergantung bagaimana kamu menyusunnya agar terdengar indah, dan di sini, aku akan menceritakan semuanya, tentangku, tentang penjahat ini, dan tentang kebusukan dunia.Setelahnya kalian bisa menilai, siapa di antara kami yang jahat, siapa di antara kami yang lebih kejam. Kalian boleh menilai dari seluruh sudut pandang, kalian boleh menyangkal dengan membawa argumen bebas, tapi aku akan menunjukkan kehidupanku. Bagaimana dunia bersikap tidak adil pada orang sepertiku. Dan bagaimana ia bermain dengan orang-orang lemah seperti kalian.--... “Borneo ... lari!” Suara itu mengalun di udara seolah menembus ca

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Si Gadis

    Di tengah hutan rimba yang gelap, suara burung hantu menjadi begitu sunyi, saat hewan malam yang kerap berisik menjadi begitu senyap, aku memacu ke dua kaki untuk terus berlari, menerjang akar pohon, meloncati kayu yang tumbang sepanjang hutan, menepis dedaunan yang menghalangi jalan, sesekali rantingnya menggores kulit pipi, tetapi aku terus berlari. Suara napas yang ke luar masuk semakin cepat. Detak jantung yang berpacu semakin keras.Suara gemeresik dedaunan beradu dengan ranting yang patah, merobek kulit kaki telanjang, menghasilkan darah segar yang terus mengalir sepanjang jalan. “Angkh!” Aku meringis, merasakan nyeri yang tak tertahankan.Suara tembakan di belakang sana terdengar tujuh kali beruntun membelah kesunyian, menembus jantung pohon. Aku kembali berlari tanpa arah, hingga tiba di ujung tebing, tepat di atas air terjun. Baik, tidak ada jalan lagi. Aku akan mati, benar-benar akan mati malam ini. Mereka pasti melacak sinyal tiga orang yang non-aktiv tiba-tiba dan menyu

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Akhir dari Anjing yang Berkhianat

    Dalam organisasi kami, ada satu yang tidak pernah dapat ditoleran, yaitu penghianat. Jika salah satu dari kami berkhianat, maka orang itu akan mati, tanpa jejak, seolah ia tidak pernah ada di dunia ini.Taneba, itu adalah organisasi bawah tanah yang dioperasikan oleh seorang ilmuan wanita jenius bernama Levale. Sebagian besar anggota organisasi diciptakan melalui pembenihan buatan, bayi tabung, dan sel sperma yang dibesarkan menggunakan rahim buatan di dalam kapsul kecil transparan. Terdengar tidak masuk akal, ‘kan? Benar, kami tidak pernah memiliki Ibu atau Ayah seperti manusia pada umumnya. Kami hanyalah manusia eksperimen yang diciptakan untuk mengelola organisasi. Ada satu prinsip dasar yang dimiliki oleh wanita tua itu, jika kamu ingin menjinakkan anak anjing, maka pastikan kamu menggenggamnya saat mereka baru lahir. Itulah alasan dasar mengapa kami tidak mengenal orang tua selain dirinya. Organisasi kami bekerja di bawah bayangan. Dikendalikan oleh seorang wanita tua berusia 5

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Penghianat harus mati

    Suara gesekan besi dan dinding tembok beradu menjadi perpaduan suara yang menyenangkan. Warna merah darah yang mengalir di ujungnya yang lancip memiliki sebuah story yang menarik untuk didengar. Bau darah yang tidak pernah asing dan aura yang sama benar-benar kental. Lihatlah, dua tubuh yang terkapar di lantai bersimbah darah. Mereka mulanya adalah sepasang suami istri yang harmonis dan menyenangkan. Aku sudah baik sekali mengakhiri mereka secara bersamaan agar yang lain tidak kesepian.Mereka cukup baik padaku, tetapi itu hanya sesaat, sebelum aku mengetahui topeng asli mereka dan wajah manis itu langsung tampak ketakutan. Jadi, tanpa berbasa-basi aku menyelesaikan tugasku, tugas awal yang diberikan oleh Ibu saat pertama kali menemui keluarga ini. Aku beralih menatap seorang gadis yang meringkuk di ujung ruangan, memeluk tubuhnya ketakutan. Namanya Alea, anak tunggal suami istri itu. Wajahnya tampak pucat dan sama sekali tidak mau menatapku. Gadis yang sempat melemahkan langkahku

DMCA.com Protection Status