Share

Di mana ini?

Author: AK-17
last update Last Updated: 2023-08-19 17:44:08

Aku mendikte setiap kata yang pernah kupelajari dan kuhafal. Menyimpannya sebagai perisai untuk melindungi diri dari ketiadaan. Kadang kala kalimat-kalimat petuah yang bijak tidak ada gunanya kecuali kata penjahat yang menyenangkan. Coba dengarkan mereka, kamu akan tahu maksudnya. 

Setiap barisan not yang berjejer seperti tangga kehidupan, menaik dan menurun, berirama dan bersenandung. Tergantung bagaimana kamu menyusunnya agar terdengar indah, dan di sini, aku akan menceritakan semuanya, tentangku, tentang penjahat ini, dan tentang kebusukan dunia.

Setelahnya kalian bisa menilai, siapa di antara kami yang jahat, siapa di antara kami yang lebih kejam. Kalian boleh menilai dari seluruh sudut pandang, kalian boleh menyangkal dengan membawa argumen bebas, tapi aku akan menunjukkan kehidupanku. Bagaimana dunia bersikap tidak adil pada orang sepertiku. Dan bagaimana ia bermain dengan orang-orang lemah seperti kalian.

--

... “Borneo  ... lari!” Suara itu mengalun di udara seolah menembus cakrawala, merintih, memohon. Suara tembakan beruntun terdengar begitu keras sahut bersahutan.

... “Lari!” Aku menatap tubuh wanita dengan rambut panjang bergelombang menahan tubuh pria berbadan kekar yang membawa pistol. Terus berteriak. 

Darah mengalir dari dahi dan mulutnya, namun yang ia khawatirkan justru aku?

Borneo kecil menatap sekitar yang penuh dengan darah, memeluk mainan robotnya kuat, mundur satu langkah. Tidak, ia bukan takut, hanya bingung dengan keadaan. Apa yang dapat dicerna oleh anak usia sembilan tahun? Ia hanya berpikir ini seperti mainan robot yang ia pegang, bermain. Mereka hanya bermain. Sama seperti ketika ia bermain dengan teman-temannya.

... Dor! 

Satu tembakan menembus perut si wanita, tembakan lain terdengar liar. Lelaki itu menepis tubuh wanita itu dan menatap tajam ke arahku, dan aku hanya tersenyum polos saat ia kini berada tepat selangkah di depan. Wajahnya tampak terkejut sekaligus kesal. Entahlah, mungkin berharap sesuatu yang lebih dari senyuman. Takut, minsalnya.

Ia menjulurkan moncong pistol, bersiap menarik pelatuk. Wajahnya tampak berkeringat dan resah, seolah-olah ragu untuk menarik pelatuk pistol itu. aku menyambutnya lagi lagi dengan senyuman termanisku.

... “Kamu seharusnya tidak lahir.” Suaranya bergetar ketakutan. Gestur tubuhnya mengerikan. Ia mengigit bibir. Wajah itu tampak takut dan menyesal. Tangannya bergerak ke arah pelatuk pistol yang ia pegang, lalu menempelnya tepat di kepalaku. Lalu menatapku dengan sorot mata yang sulit dimengerti.

“Maafkan Ayah, Nak ....” Suaranya tertahan. Bergetar dan serak. Tiap tarikan napasnya seperti tersendat.

“Ayah menyayangimu, tapi kamu tidak boleh hidup seperti ini.” 

Ayah? 

Dor!

Aku mengerjapkan mata, merasakan seluruh tubuh basah, berkeringat. Suara detak jantung yang berpacu keras. Lagi-lagi mimpi yang sama datang. Borneo kecil. 

Sejak sebulan terakhir, saat aku berhenti mendapatkan suntikan otak dari Ibu, otakku bekerja berantakan. Bayangan aneh selalu muncul. Dan anak laki-laki yang sama selalu beraksi solah itu aku. Tatapan mata kosongnya, senyuman menyeringainya. Aku bahkan tidak tahu bahwa aku pernah memiliki orang tua, karena seperti kata Levale, aku juga merupakan bayi eksperimen yang dikembangkan olehnya.

Bukankah aneh? Aku bahkan tidak ingat apa yang pernah kulakukan 20 tahun terakhir selain membunuh. Tapi kepingan puzzle yang selalu muncul di dalam mimpi, atau ketika aku tidak sengaja memikirkannya membuatku merasa bahwa ada sesuatu yang tertinggal di belakang sana. Ada sesuatu yang kulupakan dan berusaha mencarinya. Tapi apa?

Pandanganku beralih menatap gadis yang sepertinya sudah lama berdiri membelakangi. Rambut yang tampak lurus dengan dress putih selutut. Itu adalah gadis yang tadi. Gadis yang kulihat melukis di luar.

Ia tampak sibuk memandangi lukisan balerina yang terpajang di depannya. Balerina yang terlihat menaikkan kaki di belakang, mengenakan gaun balet berwarna putih. Ke dua tangannya terpaut di atas kepala. Entah bagaimana menjelaskannya, tapi itu seperti gerakan angsa. Ia diam cukup lama di depan sana, mengamatinya. 

“Cantik, ya?” Dia yang mengatakannya. Suara yang terdengar rendah dan dingin.

Untuk sesaat aku menengok ke segala arah, memastikan bahwa yang ia ajak bicara adalah aku. Dan benar. Tidak ada siapa-siapa di dalam ruangan ini. Hanya kami berdua. Berarti dia memang sedang bicara padaku.

“Apa kamu juga suka melihat gadis yang cantik?” katanya lagi.

“Yah, mereka selalu menonjol di mana-mana. Orang-orang selalu menyukai orang seperti mereka. Tidak peduli seburuk apa pun yang mereka lakukan,” sambungnya. Tanpa berniat berbalik.

Ia terlihat begitu cemas. Tampak dari bagaimana ia mengepalkan tangan dan melepaskannya perlahan. Persis seperti kamu menarik napas saat tersengal lalu menghembuskannya ke luar.

“Kamu juga begitu, kan?” katanya lagi.

Baik, bahkan tanpa mau mendengarku, ia sudah dengan lancang menyimpulkan. Lagi pula, memang apa yang sedang ia bicarakan? 

Tertarik, aku memutuskan turun dari ranjang. Perlahan mendekat dan memilih berdiri di sampingnya, melihat lukisan yang sama, sebelum aku menyimpulkan sesuatu dari percakapan ini. Ia benar-benar istimewa. Alih-alih menanyakan siapa aku, ia justru menanyakan bagaimana pandanganku.

Aku melirik sekilas ke arahnya. Wajah yang tampak aneh, rambut yang panjang dan terakhir aku ingat sebelum pingsan, ada tompel yang ia tutupi di balik poni panjangnya. Ia seperti gadis kebanyakan, tidak percaya diri saat berhadapan denganku. Apa itu alasannya? Atau ia memang seperti itu?

“Di mana ini?” tanyaku. 

Ia tampak menghela napas panjang. Terus menunduk, lalu dengan berani menatapku. “Apa kamu takut aku menculikmu?” katanya. “Karena aku buruk. Apa aku terlihat seperti monster?” Ia menyerbu, membuatku bertanya-tanya, sebenarnya ada apa dengan gadis ini?

Aku menyengitkan alis. Tidak mengerti. Jika kondisinya lebih baik, aku pasti sudah tertawa, karena dari pada takut, aku bahkan jauh lebih berbahaya darinya andai dia tahu. Monster? Itu lebih cocok untukku.

“Aku hanya mau tahu ini di mana,” kataku menegaskan. Karena aku benar-benar harus tau.

“Villa. Aku menemukanmu di bawah jembatan, di pinggir sungai. Kamu pingsan dan hampir mati. Jadi aku menolongmu.” Tanpa mengalihkan pandangan dari lukisan balerina di dinding, ia menjawab ketus.

“Karena tidak bisa membawamu ke rumah sakit, jadi aku membawamu ke Villa. Bodoh, kan?” Hanya mengatakan itu, lalu ia pergi begitu saja. Ke luar dari ruangan ini. Aneh.

Aku mengikutinya dari belakang. Menyusuri ruangan yang besar lainnya. Ada banyak gambar seorang model wanita bernama Livia Alexsandra. Gambarnya bahkan sangat banyak di sepanjang ruangan. Apa si pemilik Villa terobsesi dengan wanita ini?

“Air terjun itu.” Aku mengangkat suara. “Di mana?” tanyaku.

Ia menghentikan langkah dan berbalik. Sebenarnya, wajahnya tidak terlalu buruk, bibir yang tipis, kulit yang pucat, bahkan bola matanya besar. Hanya saja, poni dan tompel itu yang mengganggu.

“Aku akan memberi tahu pak Tarto untuk mengantarmu pulang jika kamu sudah kuat,” jawabnya.

“Tidak. Aku hanya mau tau sejauh apa aku dari sana,” desakku.

Ia terlihat diam cukup lama. “Kamu mungkin mengganggapku gila, tapi pulau itu cukup jauh dari Villa ini. Aku membawamu ke sini karena aku tidak bisa membawamu ke rumah sakit di dekat sana, atau membiarkanmu mati di tempat itu.” Ia lanjut melangkah dan aku terus mengikutinya dari belakang, hingga kami sampai di luar Villa.

“Kenapa tidak?” tanyaku lagi.

“Karena memang tidak bisa.”

Pemandangan yang menyambut kami masih sangat asri. Ada taman bunga anggrek yang luas. Kolam ikan dan air mancur di tengahnya. Tidak ada gedung tinggi  yang berdiri, berarti ini bukan kota. Hanya villa serupa yang banyak berdekatan. Itulah yang membuatku terkejut sebelumnya. Pemandangan yang sangat berbeda dari yang sering kulihat.

Sampai mataku tertuju pada seorang pria yang terlihat bersembunyi di balik pohon, tepat di luar pagar, pada bukit kecil di sana. Ia mengenakan pakaian hitam, jaraknya cukup jauh, tapi mataku sudah terlatih untuk teliti menangkap bayangan seperti itu.  Aku membawa langkah kaki mundur, langsung waspada. Sial! Apa gadis ini bersekongkol dengan Ibu?

Aku memperhatikannya lama, sampai mata kami bertemu di satu titik dan ia langsung berbalik. 

“Damn!”

Related chapters

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Namanya Lily

    Laki-laki itu masih berdiri di sana, mengintip, tanpa bergerak sedikit pun. Sepertinya gadis ini juga melihatnya, karena sekarang, tatapan kami sama-sama tertuju pada pohon jambu air yang cukup besar di depan sana. Di mana laki-laki itu berdiri dengan gelagat yang mencurigakan. Bahkan saat aku melihatnya, ia tidak berniat untuk pergi.“Dia lagi.” Kalimat yang ke luar dari mulut gadis ini membuat perhatianku teralihkan. Dia? Siapa? Aku masih menunggu kalimat selanjutnya, karena sepertinya ia mengetahui sesuatu. Tapi tarikan napas panjang yang ke luar dari mulutnya membuatku makin penasaran.“Dia?” tanyaku akhirnya.Ia berjalan menuju pintu gerbang, sementara aku sedikit mundur, waspada, karena kemungkinan besar dia adalah salah satu para pembersih yang dikirim untuk membunuhku. Jika benar, maka bukankah aku seharusnya kabur?Gadis berambut panjang itu berjalan membuka gerbang dan meraih sesuatu yang sepertinya tergeletak di sana. Sebuah dus besar berwarna cokelat. Ia terlihat diam cu

    Last Updated : 2023-08-19
  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Pria di balik pohon itu ...?

    Ia tertawa begitu keras. Tapi tawa itu tak terdengar menyenangkan, terdengar mengejek, seolah aku memberinya harapan mustahil. Sampai kemudian Ia berhenti dan tampak sesak.“Aku bahkan tidak mempercayaimu sepenuhnya. Kau adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menatapku dengan tatapan itu. Aku membencinya, tapi kau berhutang budi dengan nyawamu. Aku meminta balasan.”Hening lagi. Aku menikmati proses tenggelamnya matahari yang turun begitu cepat. Menelan cahaya yang tadinya terhampar ke halaman Villa. Angin datang dengan lembut, menerbangkan rambut gadis ini. Aku tahu cara menjinakkan wanita. Aku tahu apa yang mereka suka. Aku tahu apa yang mereka mau. Tetapi yang ini? Ia terlalu banyak menderita, jadi aku tidak yakin apa tak tik lama akan bisa membantuku meluluhkannya.“Besok aku akan ke sekolah. Antar aku, lalu pulang. Setelah pulang sekolah, temani aku ke hutan di bawah sana. Ada yang harus aku lakukan. Kau tidak berpikir untuk kabur, kan?” Terdengar seperti perintah mut

    Last Updated : 2023-09-26
  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Pembulllyan?

    Sesuai perjanjian, aku mengantar Lily ke sekolahnya. Sekolah elit yang terletak di tengah desa cukup unik. Awalnya kupikir desa ini tertinggal kuno, ternyata tehnologi di sini cukup maju. Hal ini kusadari setelah mengantarnya hingga gerbang sekolah. Gedung dengan dua tingkat yang cukup megah. “Kapan kau akan pulang?” tanyaku. Menatap ke samping. Kulihat wajahnya terus menunduk. Poninya masih menutupi wajahnya. “Jam dua.” Jawaban itu singkat. Ia langsung ke luar dari mobil tanpa melihat ke arahku.Aku memandangi punggungnya yang perlahan menghilang di balik gerbang. Tampaknya juga ia mendapat sambutan hangat dari beberapa gadis yang kupikir mungkin temannya.Ting!Suara pesan masuk dari ponsel membuatku segera menoleh.[Lo anterin dia ke sekolah, kan?]Itu adalah pesan dari Rian. Pria itu tampak begitu peduli dengan Lily, apalagi jika kupikir kembali alasan dia membantuku semalam karena gadis itu. Setelah kuberitahu alasanku berada di sana, aku memberikan ia nomor telponku agar mud

    Last Updated : 2023-09-29
  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Penghianat harus mati

    Suara gesekan besi dan dinding tembok beradu menjadi perpaduan suara yang menyenangkan. Warna merah darah yang mengalir di ujungnya yang lancip memiliki sebuah story yang menarik untuk didengar. Bau darah yang tidak pernah asing dan aura yang sama benar-benar kental. Lihatlah, dua tubuh yang terkapar di lantai bersimbah darah. Mereka mulanya adalah sepasang suami istri yang harmonis dan menyenangkan. Aku sudah baik sekali mengakhiri mereka secara bersamaan agar yang lain tidak kesepian.Mereka cukup baik padaku, tetapi itu hanya sesaat, sebelum aku mengetahui topeng asli mereka dan wajah manis itu langsung tampak ketakutan. Jadi, tanpa berbasa-basi aku menyelesaikan tugasku, tugas awal yang diberikan oleh Ibu saat pertama kali menemui keluarga ini. Aku beralih menatap seorang gadis yang meringkuk di ujung ruangan, memeluk tubuhnya ketakutan. Namanya Alea, anak tunggal suami istri itu. Wajahnya tampak pucat dan sama sekali tidak mau menatapku. Gadis yang sempat melemahkan langkahku

    Last Updated : 2023-08-19
  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Akhir dari Anjing yang Berkhianat

    Dalam organisasi kami, ada satu yang tidak pernah dapat ditoleran, yaitu penghianat. Jika salah satu dari kami berkhianat, maka orang itu akan mati, tanpa jejak, seolah ia tidak pernah ada di dunia ini.Taneba, itu adalah organisasi bawah tanah yang dioperasikan oleh seorang ilmuan wanita jenius bernama Levale. Sebagian besar anggota organisasi diciptakan melalui pembenihan buatan, bayi tabung, dan sel sperma yang dibesarkan menggunakan rahim buatan di dalam kapsul kecil transparan. Terdengar tidak masuk akal, ‘kan? Benar, kami tidak pernah memiliki Ibu atau Ayah seperti manusia pada umumnya. Kami hanyalah manusia eksperimen yang diciptakan untuk mengelola organisasi. Ada satu prinsip dasar yang dimiliki oleh wanita tua itu, jika kamu ingin menjinakkan anak anjing, maka pastikan kamu menggenggamnya saat mereka baru lahir. Itulah alasan dasar mengapa kami tidak mengenal orang tua selain dirinya. Organisasi kami bekerja di bawah bayangan. Dikendalikan oleh seorang wanita tua berusia 5

    Last Updated : 2023-08-19
  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Si Gadis

    Di tengah hutan rimba yang gelap, suara burung hantu menjadi begitu sunyi, saat hewan malam yang kerap berisik menjadi begitu senyap, aku memacu ke dua kaki untuk terus berlari, menerjang akar pohon, meloncati kayu yang tumbang sepanjang hutan, menepis dedaunan yang menghalangi jalan, sesekali rantingnya menggores kulit pipi, tetapi aku terus berlari. Suara napas yang ke luar masuk semakin cepat. Detak jantung yang berpacu semakin keras.Suara gemeresik dedaunan beradu dengan ranting yang patah, merobek kulit kaki telanjang, menghasilkan darah segar yang terus mengalir sepanjang jalan. “Angkh!” Aku meringis, merasakan nyeri yang tak tertahankan.Suara tembakan di belakang sana terdengar tujuh kali beruntun membelah kesunyian, menembus jantung pohon. Aku kembali berlari tanpa arah, hingga tiba di ujung tebing, tepat di atas air terjun. Baik, tidak ada jalan lagi. Aku akan mati, benar-benar akan mati malam ini. Mereka pasti melacak sinyal tiga orang yang non-aktiv tiba-tiba dan menyu

    Last Updated : 2023-08-19

Latest chapter

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Pembulllyan?

    Sesuai perjanjian, aku mengantar Lily ke sekolahnya. Sekolah elit yang terletak di tengah desa cukup unik. Awalnya kupikir desa ini tertinggal kuno, ternyata tehnologi di sini cukup maju. Hal ini kusadari setelah mengantarnya hingga gerbang sekolah. Gedung dengan dua tingkat yang cukup megah. “Kapan kau akan pulang?” tanyaku. Menatap ke samping. Kulihat wajahnya terus menunduk. Poninya masih menutupi wajahnya. “Jam dua.” Jawaban itu singkat. Ia langsung ke luar dari mobil tanpa melihat ke arahku.Aku memandangi punggungnya yang perlahan menghilang di balik gerbang. Tampaknya juga ia mendapat sambutan hangat dari beberapa gadis yang kupikir mungkin temannya.Ting!Suara pesan masuk dari ponsel membuatku segera menoleh.[Lo anterin dia ke sekolah, kan?]Itu adalah pesan dari Rian. Pria itu tampak begitu peduli dengan Lily, apalagi jika kupikir kembali alasan dia membantuku semalam karena gadis itu. Setelah kuberitahu alasanku berada di sana, aku memberikan ia nomor telponku agar mud

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Pria di balik pohon itu ...?

    Ia tertawa begitu keras. Tapi tawa itu tak terdengar menyenangkan, terdengar mengejek, seolah aku memberinya harapan mustahil. Sampai kemudian Ia berhenti dan tampak sesak.“Aku bahkan tidak mempercayaimu sepenuhnya. Kau adalah salah satu dari sekian banyak orang yang menatapku dengan tatapan itu. Aku membencinya, tapi kau berhutang budi dengan nyawamu. Aku meminta balasan.”Hening lagi. Aku menikmati proses tenggelamnya matahari yang turun begitu cepat. Menelan cahaya yang tadinya terhampar ke halaman Villa. Angin datang dengan lembut, menerbangkan rambut gadis ini. Aku tahu cara menjinakkan wanita. Aku tahu apa yang mereka suka. Aku tahu apa yang mereka mau. Tetapi yang ini? Ia terlalu banyak menderita, jadi aku tidak yakin apa tak tik lama akan bisa membantuku meluluhkannya.“Besok aku akan ke sekolah. Antar aku, lalu pulang. Setelah pulang sekolah, temani aku ke hutan di bawah sana. Ada yang harus aku lakukan. Kau tidak berpikir untuk kabur, kan?” Terdengar seperti perintah mut

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Namanya Lily

    Laki-laki itu masih berdiri di sana, mengintip, tanpa bergerak sedikit pun. Sepertinya gadis ini juga melihatnya, karena sekarang, tatapan kami sama-sama tertuju pada pohon jambu air yang cukup besar di depan sana. Di mana laki-laki itu berdiri dengan gelagat yang mencurigakan. Bahkan saat aku melihatnya, ia tidak berniat untuk pergi.“Dia lagi.” Kalimat yang ke luar dari mulut gadis ini membuat perhatianku teralihkan. Dia? Siapa? Aku masih menunggu kalimat selanjutnya, karena sepertinya ia mengetahui sesuatu. Tapi tarikan napas panjang yang ke luar dari mulutnya membuatku makin penasaran.“Dia?” tanyaku akhirnya.Ia berjalan menuju pintu gerbang, sementara aku sedikit mundur, waspada, karena kemungkinan besar dia adalah salah satu para pembersih yang dikirim untuk membunuhku. Jika benar, maka bukankah aku seharusnya kabur?Gadis berambut panjang itu berjalan membuka gerbang dan meraih sesuatu yang sepertinya tergeletak di sana. Sebuah dus besar berwarna cokelat. Ia terlihat diam cu

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Di mana ini?

    Aku mendikte setiap kata yang pernah kupelajari dan kuhafal. Menyimpannya sebagai perisai untuk melindungi diri dari ketiadaan. Kadang kala kalimat-kalimat petuah yang bijak tidak ada gunanya kecuali kata penjahat yang menyenangkan. Coba dengarkan mereka, kamu akan tahu maksudnya. Setiap barisan not yang berjejer seperti tangga kehidupan, menaik dan menurun, berirama dan bersenandung. Tergantung bagaimana kamu menyusunnya agar terdengar indah, dan di sini, aku akan menceritakan semuanya, tentangku, tentang penjahat ini, dan tentang kebusukan dunia.Setelahnya kalian bisa menilai, siapa di antara kami yang jahat, siapa di antara kami yang lebih kejam. Kalian boleh menilai dari seluruh sudut pandang, kalian boleh menyangkal dengan membawa argumen bebas, tapi aku akan menunjukkan kehidupanku. Bagaimana dunia bersikap tidak adil pada orang sepertiku. Dan bagaimana ia bermain dengan orang-orang lemah seperti kalian.--... “Borneo ... lari!” Suara itu mengalun di udara seolah menembus ca

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Si Gadis

    Di tengah hutan rimba yang gelap, suara burung hantu menjadi begitu sunyi, saat hewan malam yang kerap berisik menjadi begitu senyap, aku memacu ke dua kaki untuk terus berlari, menerjang akar pohon, meloncati kayu yang tumbang sepanjang hutan, menepis dedaunan yang menghalangi jalan, sesekali rantingnya menggores kulit pipi, tetapi aku terus berlari. Suara napas yang ke luar masuk semakin cepat. Detak jantung yang berpacu semakin keras.Suara gemeresik dedaunan beradu dengan ranting yang patah, merobek kulit kaki telanjang, menghasilkan darah segar yang terus mengalir sepanjang jalan. “Angkh!” Aku meringis, merasakan nyeri yang tak tertahankan.Suara tembakan di belakang sana terdengar tujuh kali beruntun membelah kesunyian, menembus jantung pohon. Aku kembali berlari tanpa arah, hingga tiba di ujung tebing, tepat di atas air terjun. Baik, tidak ada jalan lagi. Aku akan mati, benar-benar akan mati malam ini. Mereka pasti melacak sinyal tiga orang yang non-aktiv tiba-tiba dan menyu

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Akhir dari Anjing yang Berkhianat

    Dalam organisasi kami, ada satu yang tidak pernah dapat ditoleran, yaitu penghianat. Jika salah satu dari kami berkhianat, maka orang itu akan mati, tanpa jejak, seolah ia tidak pernah ada di dunia ini.Taneba, itu adalah organisasi bawah tanah yang dioperasikan oleh seorang ilmuan wanita jenius bernama Levale. Sebagian besar anggota organisasi diciptakan melalui pembenihan buatan, bayi tabung, dan sel sperma yang dibesarkan menggunakan rahim buatan di dalam kapsul kecil transparan. Terdengar tidak masuk akal, ‘kan? Benar, kami tidak pernah memiliki Ibu atau Ayah seperti manusia pada umumnya. Kami hanyalah manusia eksperimen yang diciptakan untuk mengelola organisasi. Ada satu prinsip dasar yang dimiliki oleh wanita tua itu, jika kamu ingin menjinakkan anak anjing, maka pastikan kamu menggenggamnya saat mereka baru lahir. Itulah alasan dasar mengapa kami tidak mengenal orang tua selain dirinya. Organisasi kami bekerja di bawah bayangan. Dikendalikan oleh seorang wanita tua berusia 5

  • Dia dan Pembalasan Dendamku   Penghianat harus mati

    Suara gesekan besi dan dinding tembok beradu menjadi perpaduan suara yang menyenangkan. Warna merah darah yang mengalir di ujungnya yang lancip memiliki sebuah story yang menarik untuk didengar. Bau darah yang tidak pernah asing dan aura yang sama benar-benar kental. Lihatlah, dua tubuh yang terkapar di lantai bersimbah darah. Mereka mulanya adalah sepasang suami istri yang harmonis dan menyenangkan. Aku sudah baik sekali mengakhiri mereka secara bersamaan agar yang lain tidak kesepian.Mereka cukup baik padaku, tetapi itu hanya sesaat, sebelum aku mengetahui topeng asli mereka dan wajah manis itu langsung tampak ketakutan. Jadi, tanpa berbasa-basi aku menyelesaikan tugasku, tugas awal yang diberikan oleh Ibu saat pertama kali menemui keluarga ini. Aku beralih menatap seorang gadis yang meringkuk di ujung ruangan, memeluk tubuhnya ketakutan. Namanya Alea, anak tunggal suami istri itu. Wajahnya tampak pucat dan sama sekali tidak mau menatapku. Gadis yang sempat melemahkan langkahku

DMCA.com Protection Status