"Mas, bangun sudah subuh!" ucap Jingga smabil menepuk nepuk tubuh suaminya yang masih terlelap itu.
"Iyaaa, sebentar lagi saja ya." ucap Badai sambil membenamkan lagi kepalanya ke dalam selimut.
"Mas! Ayoo bangun. Cupp" ucap Jingga kali ini sambil mengecup lembut kening Badai.
"hmmh, aku tak bsia menolaknya jika kau membangunkan seperti ini." ucap Badai sambil melepaskan selimut yang menutupi tubuhnya.
"Mas, sampai belum dipake ihh." ucap Jingga sambil menunjuk sesuatu yang juga membuat Badai menggelitik terkekeh.
"Capek tau." jawab Badai sambil beringsut ke kamar mandi sementara Jingga kini merapihkan kamar tidurnya.
'alhamdulillah, makasih Tuhan, kau kirimkan penyembuh trebaik untukku!" ucap Jingga yang terus mensyukuri semua yang kini hadir dalam hidupnya.
Selesai shalat subuh, Badai langsung bersiap ke kantor.
"Mas Badai, sarapannya sudah siap." ucap Jingga.
"Sayang, maaf aku lupa memberitahumu. Aku tak biasa sarapan pagi, nanti saja makan siang yaa." ucap Badai sambil mengenakan jas nya.
"Baiklah," ucap Jingga menjawab sambil membantu Badai berpakaian.
"Aku akan pulang cukup larut, karena harus mengunjungi beberapa kantor cabang. Jika sudah ngantuk tidur saja duluan jangan menungguku yaa." ucap Badai sambil menatap Jingga sehangat mentari.
"Iyaa," ucap Jingga
"Atau, kau masih mengingatnya dan akan kembali menagih. Maka bersiaplah malam nanti!" ucap Badai semakin senang menggoda isterinya.
"Mas, jangan begitu ahh. Bagaimana kalua aku memintanya sekarang!" ucap Jingga balik menggoda,
'breet'
Seketika Badai langsung melepaskan kembali dasi dan menanggalkan jasnya dengan cepat.
"Mas, apa-apaan?" pekik Jingga yang tadinya hanya bercanda itu ternyata diaminkan oleh sang suami.
"Kau memintanya, jangan menolak!" ucap Badai yang langsung membopong Jingga ke ranjangnya lagi.
"Mas!" ucap Jingga dengan suara serak karena tak bisa menahan lecutan gairah dari sentuhan suaminya itu.
"Ayolah, aku akan semakin semangat bekerja hari ini." ucap Badai yang langsung menyerang Jingga tanpa jeda. Membuat desiran gelora kembali memenuhi kamar mereka.
Jingga tak kuasa menolak, karena semua itu juga ternyata snagat diinginkannya.
Pagi yang justru lebih panas dari mentari, membuat keduanya harus mengulang kembali persiapan pagi ini.
"Hmmhhh, setiap pagi yaaa. Please!" pinta Badai sambil mengenakan kemejanya.
"Terserah mas Badai saja." jawab Jingga sambil tersipu. Dia sendiri cukup terkejut dengan apa yang diucapkannya tadi. Namun bersama Badai, Jingga semakin merasakan rasa nyamannya.
"Waahhh, ini akan membuatku semakin semangat! Cupp! Makasih sayang, I love You!" ucap Badai sambil mengecup kening isterinya dan bergegas pergi.
Dihalaman rumah, asisten pribadi Badai sudh menunggunya sejak tadi.
"Anda terlambat untuk pertama kalinya Tuan!" ucap asisten itu pada Badai sambil tersenyum.
"Yaa, mulai sekarang ada rutinitas pagi yang kujadwalkan sebelum berangkat. Jadi, atur jadwalnya mudur seperti sekarang yaa." ucap Badai sambil masuk ke dalam mobil.
"Baik Tuan!" jawab asisten tersebut sambil tersenyum seolah mengerti apa yang terjadi pada Tuannya itu.
Disepanjang perjalanan, Badai merasa sangat bahagia. Ini pertamakalinya dia merasakan kehangatan cinta dari seorang wanita dengan sangat sempurna. Sebagai seorang Tuan Muda Kaya, Badai bukan tak pernah bercinta. Dia sejauh ini mampu menyewa wanita pemuas yang bertarif sangat mahal sekalipun. Namun dari semua itu, mendapatkan seorang isteri yang perawan di malam pernikahannya, itu ternyata hal yang sangat membanggakan bagi seorang Badai. Tak ada kepuasan apapun yang bisa melebihi perasaan bangganya saat ini.
Badai bahkan masih sangat bisa merasakan mahkota isterinya itu hingga saat ini.
"Tuan, Nonna Mayang terus menelpon anda meminta jadwalnya." ucap asistennya itu sambil menunjukkan panggilan masuk di ponselnya.
"Tidak, aku tak lagi membutuhkan mereka!" ucap Badai menjawab sangat tegas.
"Tentu Tuan!" jawab asisten tersebut langsung menjawab telepon dan menyampaikan smeua pesan dari Tuannya tadi.
Perjalanan ke kantor terasa sangat cepat pagi ini, Badai tiba di kantor tepat saat jam meetingnya diadakan. Sebagai seorang Presiden Direktur dari Hankaara Grup, Badai tak pernah mau terlambat dalam jadwalnya sendiri. Inilah yang membuat semua orang di Hankaara Grup sangat menghormatinya.
"Selamat Tuan, kami mendengar kabar pernikahan anda yang sangat mendadak itu." ucap Hasan sang Kepala Bagian Personalia di perusahaannya.
"Terimakasih! Maaf karena aku belum mengadakan resepsi. Akhir pekan depan akan kujadwalkan untuk resepsinya." ucap Badai sangat sumringah.
"Tentu Tuan, kami harus menegtahui siapa Nyonya Besar kami berikutnya bukan." ucap Hasan menambahkan.
"Yaa, tentu hasan." jawab Badai dengan mata menyipit sedikit kesal karena tahu betul sifat Hasan yang cukup sering menjebaknya dalam masalah.
Rapat mingguan perusahaan berlalu dalam beberapa jam dengan sangat lancar. Badai melirik arlojinya dan melihat sudah jam makan siang, namun karena belum merasa lapar Badai memilih langsung masuk ke ruangannya.
'ceklek'
Badai langsung melonggarkan dasinya dan merebahkan punggungnya di kursi. Barus aja dia menghirup nafas sangat lega beberapa saat, seseorang masuk dengan tanpa salam ke dalam ruangannya itu.
"Kau tak lagi menginginkanku? Apa ada yang salah?" tanya Mayang sambil menarik dasi Badai hingga merapatkan tubuh keduanya dalam jark beberapa inchi saja.
"Jaga batasanmu Mayang!" ucap Badai sambil berusaha melepaskan tangan Mayang yang kukuh mencengkeram dasinya itu.
Kaki kanan Mayang kini diangkatnya dan ditaruhnya di kursi tempat Badai duduk. Membuat rok mini yang digunakannya semakin terangkat.
"Mayang! Jangan buat aku mengusirmu!" ucap Badai dengan sangat kesal.
Sementara itu, di lantai dasar Jingga sudah datang dengan diantarkan kepala pelayan di rumahnya.
"Mari Nyonya, kita naik ke lantai tujuh. Disana ruangan Tuan Besar." ucap kepala pelayan kepada Jingga.
"Terimakasih pak, bapak tunggu disini saja biar saya sendiri yang naik." ucap Jingga sambil berpamitan dengan santun kepada kepala pelayan dirumahnya itu.
Jingga berjalan menyusuri gedung berlantai tujuh itu dengan penuh decak kagum. Perusahaan raksasa ini adalah impiannya ketika magang dulu, namun sayang karena tak memiliki koneksi Jingga tak berhasil lolos dalam interviewnya.
Ditengah perjalanan, Jingga berpapasan dengan seseorang.
'glegg'
Seketika Jingga menelan salivanya sangat kasar, rasa perih di jiwanya kembali menggeliat melihat pria yang tak datang di pernikahannya itu tengah menggandeng mesra sahabatnya sendiri.
"Haii, kamu ngapain disini? Ucap Rena sahabat karibnya semasa SMP saat mereka berpapasan, sementara pria disebelahnya hanya diam saja melemparkan pandangannya ke lain arah menghindari tatapan Jingga.
Jingga tak menjawabnya selain diam saja.
"Ohhh, jadi benar yaa siswi berprestasi seperti kamu tidak kerja layak dan hanya jadi buruh pengntar makanan begitu?" ucap Rena sambil memicingkan matanya melihat sekotak bekal makan siang yang digenggam Jingga.
'tapp'
'tappp'
Jingg langsung menghambur menjauhi dua orang itu menuju eskalator.
'kliik'
Ditekannya angka tujuh.
Jingga tak kuasa menahan kepiluan di dadanya ketika bertemu dengan pria yang meninggalkannya di hari pernikahannya itu tak mengatakan sepatah kata maaf pun padanya.
Tiba dilantai tujuh, Jingga langsung keluar dari eskalator dan langsung masuk ke dalam ruangan berpapan Presiden Direktur yang ada didepannya.
'ceklek'
'praaaanng'
Jingga menjatuhkan rantang makanan yang dibawanya hingga berhamburan di lantai ruangan suaminya itu.
"Mas!" ucap Jingga lirih ketika melihat seorang wanita tngah mencondongkan gunung kembarnya ke wajah Badai, sementara salah satu kaki wanita itu telah mengangkang sempurna di kursi kerja suaminya itu.
"Sayang! Ini tak seperti yang kau kira." ucap Badai sambil langsung mendorong tubuh Mayang hingga terjerembab ke lantai.
Jingga yang tak kuasa menahan kepiluan kedua kalinya disaat yang nyaris bersamaan, dia langsung berlari menuruni tangga menuju lantai dasar.
"Sayang! Kau salah faham!" teriak Badai yang terus berlari mengejar isterinya itu dengan mengabaikan pandangan semua orang yang kini menatap mereka berdua dengan sangat heran.
"Sayang! Kau salah faham!" ucap Badai sambil terus berlari mengejar isterinya yang kini telah berada di tengah tengah lantai dasar.Kejar kejaran keduanya itu membuat banyak sekali mata menatapnya dengan rasa sangat penasaran.Badai menangkap tubuh Jingga."Sayang! Itu tak seperti yang kau lihat!" ucap Badai sambil memeluk Jingga dari belakang.Keriuhan terdengar diseluruh gedung, pemandangan tak biasa yang kini mereka lihat membuat semua tercengang. Jam istirahat seperti ini, nyaris semua karyawan hilir mudik kesana kemari menggunakan waktu jeda kerjanya. Namun Badai dan Jingga yang tengah berkecamuk di jiwanya tak mempedulikan semua pandangan itu."Hikkz!" Jingga terisak dalam tangisnya yang masih tertahan sementara buliran bening terus menderas mengalir di wajahnya yang jelita.Badai membalikkan tubuh Jingga dan menenggelamkannya dalam dekapan. Membiarkan semua tangisan isterinya membasahi dadanya yang kini meraskaan kepiluan yang sama."Sayang! Dia Mayang, wanita yang sering kupesa
"Bagaimana kau bisa kecolongan seperti itu Yuda!" hardik Badai pada anak buahnya itu."Maaf Tuan, tadi Nyonya yng mengijinkannya!" ucap Yuda mencoba memberitahukan kronologisnya pada Badai.Badai terus berjalan mondar mandir di luar ruang IGD menunggu hasil pemeriksaan Jingga yang maish dilakukan oleh dokter di Madella hospital ini. Fikirannya berkecamuk tak menentu karena cemas jika sampai terjadi sesuatu pada Jingga saat ini."Tuan, kami sudah mengumpulkan semua rekaman cctv yang anda minta." ucap Ferri sang Kepala Cabang Madella dengan gugup menyampaikannya pada Badai."Jika sampai salah satu dari kalian terlibat! Kau akan menanggung akibatnya Ferri!" ucap Badai tanpa ampun menatap ferri sangat tajamPria itu seketika gemetaran dan sangat lunglai. Dia sendiri tak mengerti jika sampai ada kejadian seperti ini di bawah pengawasannya.'ceklek'Dokter akhirnya keluar dari ruangan dan langsung disambut Badai dengan berondongan pertanyaa
Kehamilan Jingga, adalah hal terbaik yang kini dirasakan oleh Badai. Sejak mengetahui kehamilan isterinya itu, Badai terus mengawasi Jingga tanpa ampun. Hingga membuat Jingga nyaris kesusahan karenanya. Badai tak mengijinkan Jingga melakukan apapun selain makan, minum, membaca dan melayaninya tentu saja."Sayang, malam nanti ada undangan jamuan makan malam. Kau mau ikut?" ucap Badai bertanya sambil mengelus lembut perut buncit Jingga."Tentu saja aku ikut, tapi bagaimana bajunya?" ucap Jingga manja."Tenanglah, akan kumintakan Theresia mencarikan gaun yang cocok untukmu." ucap Badai sambil mengecup kening Jingga berpamitan berangkat ke kantornya."Mas, bolehkah aku mencarinya sendiri. Kau sangat bosan terus di rumah." ucap Jingga saat Badai hampir menutupkan pintu kamarnya."Tidak, bersabarlah. Setelah kau melahirkan aku janji kita akan menghabiskan libur panjang kemanapun kau mau." ucap Badai sambil menutup pintu.Jingga tak bisa berbuat ba
Makan malam yang meriah dengan sangat banyak sekali undangan membuat Jingga kelelahan. Dia kemudian pamit pada Badai untuk ke kamar kecil. Sayangnya, tanpa Badai dan Jingga ketahui seseorang tengah merencanakan hal jahat untuk Jingga. Saat yang ditunggu akhirnya datang, seorang wanita berpakaian pelayan langsung berjalan mengikuti Jingga ke kamar mandi. Jingga yang masuk ke kamar mandi bernomor delapan itu, membuat senyum mengerikan menyeringai dari wajah pelayan wanita itu. Jingga yang ke kamar mandi hanya untuk buang air kecil itu tak membutuhkan banyak waktu sehingga dia segera keluar dari dalam kamar mandi. 'ceklek' Jingga membuka pintu kamar mandi namun heels di kakinya tersangkut di keset yang sangat tebal juga berongga itu. 'bugg' Disaat Jingga kehilangan keseimbangan karena heelsnya tersangkut, karpet lantai yang diinjaknya tertarik sangat cepat oleh pintu yang menutup. Jingga semakin kehilangan keseimbangan dan langsung
Empat hari berlalu, Jingga sudah pulang kerumahnya. Empat hari yang memilukan ini membuat Jingga terus berinterospeksi diri. Entah apa dosanya di masa lalu hingga kini Jingga seolah tak diijinkan untuk bahagia. Hari-harinya sebagai isteri Badai Hankaara adalah hari-hari yang menjadi impian banyak sekali wanita di negaranya. Menjadi isteri salah satu pria terkaya di negara ini, tentu Jingga seharusnya hidup sangat bahagia. Namun lihat apa yang terjadi pada dirinya? Jingga masih saja mengenaskan di setiap harinya. "Mas, apakah kedua orang tuamu tak merestui kita?" ucap Jingga dengan mata sembabnya menatap Badai. "Sayang, apa yang kamu katakan. Mama dan Papa memang belum sempat menemui kita, mereka masih sibuk di USA." jawab Badai sangat tenang menjawab pertanyaan menohok dari Jingga tersebut. "Maaf mas. Aku hanya takut." ucap Jingga kembali larut dalam tangisannya. Pasangan suami isteri ini saling memeluk dalam diam. mereka berusah
"Braak!" Suara pintu terbuka dengan paksa mmebuat Badai tersentak dari kursinya. "Badai! Kau tak bisa menghindariku seperti ini!" ucap Tammi sambil membelalakkan matanya menatap Badai yang tak kalah terkejutnya melihat kehadiran wanita itu di ruangan kerjanya. "Kau, beraninya menampakkan lagi batang hidungmu disini!" ucap Badai sarkas. "Jadi Mayang benar, kau sudah sangat mencintai wanita sialan itu! Hebat! Kau menyelamatkan perrnikahan seseorang setelah kau sendiri meninggalkan pernikahanmu!" tukas Tammi sangat geram. "Tammi! Urusan kita sudah selesai saat itu, jadi berhentilah mengganggu hidupku!" ucap Badai tanpa menatap Tammi berusaha terus mengabaikan wanita itu. 'plakk' Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Badai, membuat nafasnya langsung memburu dilalap amarah. "Kau tak seharusnya melakukan ini padaku Tammi!" ucap Badai dengan kilatan dingin di matanya menatap Tammi. "Tentu! Atau haruskah kukatak
Siang ini, Jingga sudah tiba di depan gedung Hankaara Grup tempat Badai bekerja. Jingga yang datang menggunakan ojek online itu membuat sekuriti yang bertugas tidak menyadari kedatangannya. Bukan tanpa alasan Jingga menggunakan jasa ojek online ini, namun karena mobilnya mogok di tengah jalan dan sekarang supirnya tengah berada di bengkel untuk memperbaikinya. Tak ingin membuat mubadzir makanannya, Jingga kemudian berinisiatif untuk pergi ke kantor Badai dengan menggunakan jasa ojek online. Meskipun supirnya sempat memprotes namun Jingga berhasil meyakinkannya jika dia akan baik-baik saja dalam perjalanan nanti. Sesampainya di kantor, Jingga langsung berjalan masuk menggunakan rute pribadi yang sudah diberitahukan suaminya pada Jingga beberapa waktu lalu. Koridor sangat sepi dan lengang di jam istirahat, namun beberapa staff perusahaan yang berpapasan dengan Jingga dengan sopan menyapanya. "Hai, lama tak jumpa kudengar kau keguguran lagi ya." ucap
Sudah pukul dua malam, namun Jingga belum juga pulang. Badai menjadi semakin cemas, dia mulai mencari lokasi terakhir GPS isterinya menyala. "87 Night Club?" ucap Badai sangat terkejut melihat lokasi terakhir Jingga adalah di sebuah klub malam. Dengan cepat, Badai melajukan Ferrarri merahnya membelah jalanan kota yang lengang di malam selarut ini menuju 87 Night Club. Sesampainya disana, Badai mencari kesana kemari Jingga yang belum juga ditemukannya. hingga di sudut yang berada paling dalam matanya menangkap bayangan seorang wanita yang sangat mirip dengan Jingga tengah di tarik paksa oleh dua pria hidung belang. "Lepaskan dia!" teriak Badai sangat lantang kepada dua pria brewokan di depannya. "Pulanglah Tuan Muda, pria sepertimu tak akan menyentuh wanita pemabuk seperti dia. Biar kami menggilirnya malam ini." ucap salah seorang pria itu sambil terus menyeret Jingga menuju sofa. 'bukkk' 'bukk' 'bukk' Dalam tiga
Hari demi hari Jingga kini semakin disibukkan dengan kegiatan kepenulisannya. Wanita ini memilih jalan yang akhirnya membuatnya sangat nyaman. Sementara Alkala kian bertambah besar, putera semata wayangnya itu akhirnya mengetahui sebab akibat dari setiap keputusan Jingga selama ini, dan Alkala mulai mengerti. Usia yang bertambah dewasa, membuat Alkala semakin sibuk dengan segala kehidupannya sebagai satu-satunya pewaris Prahara Group. Dengan Jingga dan Adjie di belakangnya, Alkala sukses menjadi CEO muda dengan segudang pesona dan juga karakter hebatnya yang mendunia. Pendidikan internasional yang direngkuhnya, membuat Alkala mampu semakin mebesarkan Prahara Group di kancah bisnis internasional. Akhirnya, Jingga benar-benar tak perlu lagi cemas, karena sang putera ternyata belajar banyak dari kehidupannya selama ini. Tuan Muda Prahara itu, kini menjadi sosok idola di berbagai kalangan di dunia, dan itu membuatnya sangat bangga.
Dua bulan setelah perpisahannya dengan Adjie Prahara, Jingga yang sejak perpisahannya itu memutuskan keluar dari Arshan Pallace peninggalan mendiang suaminya dan memilih kembali ke rumah orang tuanya di kota kelahirannya. Hari ini, untuk pertama kalinya sejak kepulangannya ke kota Borents, Jingga akhirnya keluar dari rumah mendiang Hadi-sang ayah. Rumah masa kecilnya, dimana dia dan Violet tumbuh besar bersama sang ibunda itu masih sangat terawat berkat tangan baik sang paman yang merawatnya meski Jingga tak berada disana. Setelah kedua orang tua dan adiknya tiada, rumah itu otomatis menjadi milik Jingga semata. Dan demi keluarganya yang telah lebih dulu pergi itu pula Jingga tak akan merenovasinya. Membiarkan rumah dan segala perabotannya seperti ini membuat Jingga merasa jika keluarganya itu masih ada. Sementara perpisahannya dengan Adjie masih ditentang oleh Alkala, Jingga dan puteranya yang beranjak remaja itu kini mulai merenggang.
"Jangan menghiburku mas, pergilah. Aku sedang ingin sendirian." ucap Jingga sambil menyibukkan lagi pandangannya dengan majalah di depannya. Wanita itu nampak sangat lusuh tak bertenaga setelah penguretan yang terpaksa dijalananinya demi membersihkan sisa janin di dalam rahimnya. Sangat dingin dan tak bersemangat, seperti itulah Jingga kali ini. Entah apa yang menyapukan luka sedalam itu di dalam hatinya. Namun sejak memergoki Adjie bersama Shana di dalam kamarnya, Jingg abeanr-benar seolah mati rasa dan tak ingin lagi hidup. "Aku bersalah kepadanya." ucap Adjie terus mengutuk dirinya sendiri yang bisa kebablasan oleh seorang pelayan seperti Shana. 'bukk' Satu pukulan menghantam rahang Adjie, namun pria itu tak akan melawan sedikitpun. "Bajingan kau Adjie!" ucap Badai sambil kembali bersiap menghajar pria tersebut. Namun meihat Adjie yang telah pasrah, Badai mengurungkan niatnya. "Kau tahu seberapa sulitnya aku
Adjie sudah sejak tadi menunggu Jingga di ruangan kerjanya, namun wanita itu tak juga muncul disana. Ini semakin membuatnya gusar. Raut wajah Adjie mendadak sumringah ketika melihat Jingga akhirnya datang ke kantornya meski hari sudah sangat siang. "Jingga .. Sayang ... Aku menunggumu untuk meminta maaf." ucap Adjie yang langsung mengatakan tujuannya menunggu Jingga di ruangan ini. Pria itu mengabaikan dua staff marketing yang datang bersama Jingga karena pria itu hanya ingin menyelesaikan masalahnya dengan sang istri saat ini. Namun sayangnya, Jingga hanya diam. Wanita itu sangat pemberani di lain sisi namun nyatanya sangat rapuh di sisi lainnya. "Pergilah dan semoga berhasil ya ... " ucap Jingga kepada dua staff marketing Prahara Group setelah menyerahkan sejumlah berkas kepada mereka. Kedua staffnya itu segera berpamitan. Dan Jingga kembali disibukkan dengan morning sick nya yang semakin parah. "S
"Kamu darimana?" ucap Adjie ketika melihat Jingga datang dengan sangat bahagia menatap istrinya itu dengan penuh selidik. "Aku ... Mas sudah pulang?" tanya Jingga balik bertanya. "Jingga? Kau menyembunyikan sesuatu dariku? Siapa yang kau temui?" tanya Adjie memberondongkan pertanyaannya kepada sang istri. 'glegg' Jingga menelan salivanya yang tercekat di kerongkongan, wanita ini sangat kebingungan. "Frans, aku bertemu dengan Frans di tempat billiard." ucap Jingga mengakuinya. 'glegg' Kini berbalik Adjie-lah yang menelan salivanya yang tercekat. Raut wajah pria itu menghitam oleh amarah. Namun dia berusaha menyamarkannya. Jingga menyadari ekspresi kecemburuan suaminya itu adalah sebuah pertanda cinta yang baik untuknya. Namun seringnya Adjie mencemburu, terkadang membuat Jingga kebingungan melangkah keluar dari rumah. "Dengar Jingga! Aku tak suka kau bergaul secara diam-diam dengan lelaki manapun." ucap A
Selesai dengan masalah di sekolah Alkala, Jingga kemudian memutuskan untuk mengajak puteranya itu berkeliling sejenak merehatkan fikirannya dari kesemrawutan di sekolah tadi. "Ini menyebalkan, semua tulangku rasanya akan patah." ucap Alkala mengeluh kepada Jingga. "Karena itulah, mulai sekarang kau harus bisa memilih mana yang terbaik sayang." jawab Jingga menimpali keluh kesah puteranya dengans angat tenang. Namun Alkala nampak sangat kesal sekali karena Jingga tak membelanya. Untuk satu masalah itu, Jingga memang tak bisa menyalahkan Alkala. Tujuan baiknya untuk mendidik dan menggembleng putera semata wayangnya itu tentu akan menuai pro dan kontra dari puteranya itu sendiri. Senyuman demi senyuman menyapu wajah Jingga yang kian jelita ini. Membuat Alkala semakin mengerucutkan bibirnya dipenuhi rasa kesal. "Kita akan bermain billiard?" ucap Alkala kegirangan ketika mobil ibunya masuk ke halaman parkiran sebuah gedung pusat permainan b
Jingga sudah duduk di kursi kerjanya, sementara Adjie tengah keluar kota meninjau slaah satu pabrik baru yang tengah dibangun disana. Absennya Frans dari Prahara Group setelah pengunduran diri resminya ke perusahaan saat itu, membuat Jingga sedikit kesulitan karena dia kini harus mengerjakan semuanya sendirian. Namun itu tak menyurutkan tekadnya sedikitpun. Jingga memilih melakukannya seperti ini daripada terus bergantung kepada Frans. Disisi lain, Frans yang sebelumnya terbiasa melayani Prahara Group, kini justru menjadi sangat kebingungan melangkah di perusahaan yang dibangunnya ini. Jingga masih mengevaluasi keseluruhan Prahara Group saat ini, wanita ini dengan sangat cermat mulai memilah produk-produk mana saja yang harus di upgrade dan di lanjutkan produksinya. "Nyonya, semua direksi sudha menunggu anda di ruang rapat." ucap Darma kepadanya. Mantan Kepala Pengamanan Rumah Arshan Pallace itu kini diangkat menjadi Kepala Bagian Peng
Jingga semakin menguatkan posisinya di dalam dunia bisnis negeri ini. Nyaris tak ada pesaing yang mampu membendung langkah Prahara Group demi menapaki karir tertinggi di negara ini. Sangat mengejutkan, tentu saja. Karena setelah penyelidikan panjang yang dilakukan Kepolisian. Akhirnya, mereka dapat membekuk pelaku perencanaan pembunuhan terhadap Adhie dan Jingga bersamaan. Malam ini, Komisaris Polisi mengumumkan tersangkanya yang membuat gempar dunia. ERIK PRAHARA Menjadi dalang atas percobaan pembunuhan terhadap Adjie Prahara sepuluh tahun silam dan terhadap Jingga dua tahun silam. Bukan hanya itu, bukti lain menyebutkan jika ELISA PRAHARA Adalah orang paling bertanggung jawab atas kematian perlahan Arshan Prahara yang diracuninya secara berkala. "Mereka sungguh keji!" ucap Jingga sambil tetap berusaha tenang duduk di sofanya menonton acara live dari kepolisian setempat ini. "Nenek Elisa dan kakek E
Hari ini, setelah dua pekan lamanya Jingga mengurung diri di kamarnya bersama Adjie dan juga Alkala. Wanita ini semakin mengingat semuanya. Tanpa tersisa, ingatannya sudah benar-benar pulih. "Darma! Kalian sudah menyiapkan semuanya?" ucap Jingga kepada kepala pelayannya itu bertanya. "Sudah Nyonya, semua yang anda minta sudah disiapkan." jawab Darma. Menggunakan hak penuhnya atas Prahara Group yang utuh miliknya dan milik Alkala, sebuah surat dilayangkan oleh Jingga kepada Thompson and Co yang langsung menjawabnya dengan mengirimkan dua utusannya dua hari lalu. Dengan didampingi kedua utusan perwalian hukumnya, Jingga membuat banyak perombakan di dalam Prahara Group termasuk menggeser kedudukan Badai dan Frans dari posisinya saat ini. Dan hari ini, semua surat sudah selesai dilegalkan, Darma akan mengantarkan semuanya ke Prahara Group. "Jingga, kau sudha yakin?" ucap Adjie kepada istrinya itu. "Iya mas, akan lebih baik