"Nggak, kenapa rupanya?" Hasan mencium ketiaknya kiri kanan. Dia merasa tak ada yang aneh. "Kok wanginya beda. Badan Abang kayak wangi bunga." Sari mengendus badan Hasan, untuk memastikan bahwa aroma yang membaui hidungnya, benar berasal dari tubuh suaminya.Hasan agak terkejut mendengar yang Sari katakan. Apa wangi tubuh Rosa menempel padanya, pikirnya. Wanita cantik itu, memang memiliki aroma tubuh yang sangat wangi. Tentu saja, karena Rosa memang selalu mandi dengan berendam di air yang diberi beragam bunga yang memiliki wangi khas juga diberi beberapa tetes minyak kasturi. Untuk menyamarkan bau tubuhnya yang sebenarnya.Meskipun wujud Rosa tak bisa kembali lagi pada wujud aslinya. Namun aroma tubuhnya tetap melekat kuat. Sehingga dia harus rajin berendam di air kembang, agar Hasan tak curiga."Ah, perasaan Adek aja. Sudah malam sekali ini, tidurlah. Kasian anak kita yang diperut, kalau Adek kurang istirahat," kata Hasan langsung memejamkan matanya, dia sengaja, agar Sari tak ter
"Hei, ada apa dengan adikku yang cantik?" Sanca menoleh. Piton, abangnya datang dengan wujud setengah manusia, setengah ular dengan wajah yang bersisik meski tak keseluruhan. Ular besar berwarna hitam itu mendekati adiknya yang masih bermuram durja dengan tubuh yang meliuk-liuk."Aku kesal sama Ayah dan Rosa," kata Sanca. Matanya menatap tajam ke sungai, seolah sungai lah yang menjadi sumber kemarahannya. Piton, merubah raganya menjadi manusia seutuhnya. Lalu duduk di sebelah Rosa. Dia terlihat tampan dengan raga manusianya. Dengan raga itu, dia berhasil menjerat banyak wanita menjadi terpikat padanya.Tak hanya dari kaum siluman, bahkan dari kaum manusia. Layak kalau dia disebut don juannya kaum siluman. Sebagai seorang pangeran, pantas memang kalau dia memiliki paras yang elok. Bahkan kalau dia berwujud ular pun. Menimbulkan decak kagum bagi ular-ular betina lainnya. "Kenapa kau kesal dengan Ayah dan Rosa?" "Ayah pilih kasih!" ketus Sanca. Piton mendengus. "Kenapa baru sekara
"Rosa sudah tak bisa lagi kembali ke wujud ularnya," kata Sanca.Piton bangkit, memandangi Sanca.Dia merasa salah dengar atas ucapan Sanca. "Serius?" tanyanya, seakan memastikan bahwa dia tak salah dengar."Iya, sebab itu Ayah meminta beberapa pengawal selalu menjaganya dari jarak jauh. Abang tau kan, kalau hal ini diketahui musuh-musuh Ayah. Nyawa Rosa dalam bahaya." Siluman ular cantik itu menceritakan semua yang dia tau pada abangnya. "Bukankah kau senang kalau Rosa dalam bahaya? Kau tak perlu repot-repot menyingkirkannya." Piton kembali memainkan ujung rambut Sana."Aku memang kesal dengan Rosa. Karena Ayah lebih menyayanginya. Tapi aku tak berpikiran seburuk itu Bang. Bagaimanapun dia saudariku." Piton terkekeh mendengar perkataan Sanca. "Saudari ya hehehe."Sanca mengerucutkan bibirnya. Ditepisnya tangan Piton dari rambutnya. Dia bangkit, meninggalkan Piton sendirian. Kegelapan malam masih begitu pekat, meskipun waktu sudah menjelang Subuh. Saatnya para siluman balik ke perad
Usai memilih bahan belanja dan membayar semuanya, Sari cepat menuju ke rumah Nek Miya. Tukang urut yang paling dikenal di daerah mereka. Rumahnya melewati kedai Mak Tonah, tak seberapa jauh memang. Matahari juga belum muncul dengan sempurna. Masih malu-malu dan sedikit enggan beranjak dari peraduannya. Pagi ini sedikit di selimuti awan mendung, hanya semburat jingga di ufuk barat yang menandakan kalau Subuh telah berlalu. Dari jauh, Sari sudah melihat Nek Miya sedang menjemur pakaiannya di belakang rumah. Dari kejauhan, rumah Nek Miya, kelihatan jelas mulai dari halaman depan hingga belakang dari sisi jalan tempat Sari menuju ke rumah Nek Miya. Dipercepat langkah kakinya, takut balik ke rumah terlalu siang. Sebentar lagi, Rehan pasti bangun. Hasan sedang sakit, tak bisa diharapkan Sari untuk menjaga Rehan. Beruntung, Sari hamil dalam keadaan sehat. Sehingga pagi-pagi berjalan sedikit jauh dari rumahnya dianggap senaman saja. "Assalamualaikum Nek." Sari memberi salam pada wanita ya
Rosa tak menyangka, Sari bisa merasakan kehadirannya. Dia sengaja mengawasi Sari, ingin tau kegiatan istri lelaki yang dicintainya. Dia ingin bisa seperti Sari, agar Hasan bisa mencintainya, seperti mencintai Sari. Rosa terpaksa sedikit menjauh, agar Sari tak bisa merasakan kehadirannya. Dia sama sekali tak berniat mengganggu, hanya ingin tau saja keseharian Sari seperti apa.Rosa hanya memperhatikan Sari dari sudut rumahnya. Perempuan berbalut daster panjanh itu, sedang memasak. Daging dahulu yang direbusnya. Sambil menunggu daging empuk, Sari mencuci pakaiannya. Meski tidak menggunakan mesin cuci, Sari tak merasa lelah. Apalagi, dia setiap hari mencuci baju. Jadi hanya sedikit cuciannya setiap hari.Rosa dilanda kebosanan, dia tak pernah berada di posisi Sari. Semua pekerjaan di istana siluman ular, sudah diurus para emban ayahnya. Lebih baik dia melihat Hasan pikirnya. Rosa masuk ke dalam kamar, tanpa menyibak kain penutup pintu. Tentu saja dia melewati kain itu tanpa menyentuhnya
"Ya Allah. Mamak." Senyum Sari langsung merekah melihat mertuanya yang datang. Hasan langsung duduk mendengar Sari menyebut Mamak. Mamak Hasan masih berada di teras rumah mereka. "Kenapa tak bilang kalau mau datang?" tanya Sari sambil mencium takzim tangan mertuanya, Bu Zubaidah. Bu Zubaidah menyerahkan bungkusan plastik berwarna hitam pada Sari. Bungkusan itu berisi buah jeruk, semangka juga pisang. Sekedar buah tangan untuk anak cucunya.Ratna, adik Hasan juga mencium tangan Sari. Ratna lebih dulu masuk ke dalam rumah, rasa rindu pada keponakannya sudah tak terbendung lagi. Setelah mencium tangan Hasan, dia langsung memeluk dan menciumi Rehan. Rehan hingga menggelinjang geli dan terlihat senang. Ratna mengambil piring berisi nasi dan sop yang tergeletak di dekat Rehan. Dia langsung menyuapi Rehan, menggantikan Sari. "Tak ada rencana. Tiba-tiba saja teringin kemari. Kebetulan Ratna sedang off kerja, Mamak ajak sekalian," kata Bu Zubaidah. Sari membimbing mertuanya itu masuk ke d
Hasan menggeliat seraya meringis menahan rasa sakit yang teramat sangat. Raut wajahnya memperlihatkan betapa sakit yang dirasakan tubuhnya saat ini. Bu Zubaedah yang mendengar teriakan Hasan bergegas bangkit untuk melihat kondisi Hasan. Tak biasa Hasan mengeluh sakit sampai seperti itu.Alangkah terkejutnya Bu Zubaedah yang melihat tubuh Hasan memerah. "Astaghfirullah, kenapa sampai seperti itu badanmu San?" "Biasalah, terlalu malam di luar rumah jadi ada saja gangguannya," kata Nek Miya. Dia tak memperdulikan Hasan yang terus saja menggeliat bahkan seperti orang yang menggelupur, menahan rasa sakitnya. Kata-kata Nek Miya terdengar ambigu. Sari dan Bu Zubaedah tak faham betul maksudnya. Gangguan seperti apa yang mendera Hasan? Apakah sekedar angin malam, atau ada makna lain yang tersirat dari perkataan Nek Miya itu. Sari merasa tak tega melihat keadaan Hasan. Kelihatan sekali dia menahan rasa sakit yang teramat sangat. Tapi untuk menghentikan Nek Miya, dia pun segan. "Sari, ada di
Rosa menggelayut manja di lengan ayahnya, untuk meredam emosi Tuan Anaconda. Dia tak ingin ayahnya marah, dan akhirnya justru melarangnya mendekati Hasan lagi. Kalau hal itu sampai terjadi, dia bisa mati karena menahan rindu."Ayah, jangan marah ya. Maafkan Rosa. Rosa juga tak mengerti, kenapa Rosa seperti ini? Rasa cinta ini begitu menyiksa Ayah. Ayah tak tau, seperti apa rasanya menanggung rindu pada orang yang dikasihi." Rosa bercerita dengan suara lirih di lengan ayahnya. Dia sedang berusaha merayu Tuan Anaconda, dengan suaranya yang mendayu."Ayah tau Rosa. Tapi yang jadi masalah, kau mencintai makhluk dari bangsa lain. Akan banyak rintangan yang harus kau hadapi. Apalagi dia sudah beristri. Kejadian yang baru menimpamu, masih belum seberapa Rosa. Belum lagi dari bangsa siluman sendiri. Mereka pasti akan mencibir ayah, kalau tau akan hal ini." Tuan Anaconda menjadi gusar sendiri. Ada penyesalan di hatinya telah memberi restu pada Rosa waktu itu. Dia tak pernah bisa menolak permi
Sari terus berusaha berkonsentrasi memanggil Nyi Baisucen. Dia harus tau kebenaran tentang Rosa. Apakah Rosa adalah saudari yang dicarinya selama ini?"Bibi Baisucen." Berulang kali Sari memanggil Nyi Baisucen. Namun Nyi Baisucen tak juga menjawabnya. Sari hampir putus asa. Kenapa bibinya tak menjawab panggilan darinya? Kalau dia ke klinik Pak Hanif, akan memakan waktu yang lama. Hampir setengah hari perjalanan menuju ke sana. Belum lagi perjalanan pulang. Dia tak bisa meninggalkan keluarganya dalam waktu yang lama. Sari mencoba untuk berkonsentrasi lagi. Mungkin tadi bibinya sedang sibuk pikirnya."Bibi Bai. Bibi Bai. Bibi Bai.""Ada apa Sari?" Sari lega, akhirnya Nyi Baisucen menjawab panggilannya. "Bibi bisa Bibi datang lagi? Ada yang hendak Sari bicarakan." "Bibi akan datang malam nanti. Klinik sedang ramai saat ini. Paman Hanif akan curiga." "Baik Bibi. Sari akan menunggu Bibi di taman kota." "Ya, Bibi akan menemuimu di sana." Sari mengakhiri panggilan telepatinya. Dia seg
Dua orang wanita cantik tampak sedang duduk berbincang di sebuah taman kecil yang ada di sebuah klinik pengobatan alternatif. Mereka adalah Nyi Baisucen dan Rosa. Sama dengan Sari, Rosa juga merasakan ada suatu kejanggalan dengan perbincangan mereka tadi malam. "Bi, katakan yang sejujurnya. Apa yang sedang Bibi sembunyikan? Kenapa Bibi bilang Sari adalah kemanakan Bibi? Bagaimana hal itu bisa terjadi, sementara Sari itu manusia sejati? Berbeda dengan Bibi." Rosa mencecar Nyi Baisucen dengan pertanyaan yang sejak tadi malam juga menggelayuti hatinya. Nyi Baisucen masih diam dengan pandangan lurus ke depan. Dia sedang memikirkan, bagaimana cara mengawali ceritanya pada Rosa."Kenapa Bibi diam? Apa ada yang sedang Bibi sembunyikan." Rosa menyelidik."Rosa, memang sudah seharusnya kau tau cerita ini. Sejak lama Bibi ingin menceritakan padamu, tapi Bibi tak bisa. Ayahmu melarang siapapun untuk menceritakan kebenaran ini padamu." "Apa maksud Bibi?" tanya Rosa dengan alis menaut. Nyi Bai
"Siapa yang datang pagi buta begini?" tanya Nyi Baisucen pada Sari, pandangannya tak lepas dari Honda HR V warna silver yang sedang parkir di pekarangan rumah Sari."Itu mobil Bang Hasan, Bi. Ada apa ya?" Sari pun bertanya-tanya. Hasan turun lebih dulu, baru disusul oleh Rosa. Nyi Baisucen terkesiap melihat keduanya. Matanya tak bisa berkedip sama sekali. "Siapa yang bersama dengan Hasan, Sari?" Dia bertanya, untuk memastikan dugaannya tak salah. "Itulah istri kedua Bang Hasan, Rosa namanya." Nyi Baisucen terperangah, tak percaya mendengar hal yang diungkapkan Sari. Nyi Baisucen terduduk lemas. 'Berarti, orang yang telah kudukung untuk menikahi Rosa adalah Hasan' batinnya.Penyesalan segera menyergap kalbu Nyi Baisucen. Kenapa dulu dia tak menyelidiki terlebih dahulu, siapa laki-laki yang dicintai Rosa? Sayangnya dia tak hadir pada saat Rosa menikah, hingga dia tak juga mengenal suami Rosa. Apalagi sudah sangat lama Rosa dan Nyi Baisucen tak lagi bertemu."Bibi!" Rosa sangat terk
Rosa langsung membawa Hasan ke rumah ayahnya, setelah sebelumnya memanipulasi penglihatan Hasan. Sehingga yang tampak di pandangan Hasan adalah sebuah rumah yang mewah juga megah, dengan banyak security yang berjaga di setiap sisinya, baik diluar maupun di dalam. Security itu langsung membuka pintu rumah tatkala melihat kehadiran Rosa beserta suaminya. Sampai di dalam Rosa berpapasan dengan Sanca yang melihatnya dengan sinis. "Mau apa kesini, tengah malam begini?" sinis Sanca. ''Aku mau bertemu Ayah." Rosa tak lagi memperdulikan Sanca, dia langsung berjalan melenggang tanpa peduli dengan tatapaan tak suka Sanca pada Hasan.Apalagi Rosa melihat wajah Hasan kian memerah karena suhu tubuhnya semakin meningkat. Rosa menggandeng tangan Hasan yang panas untuk mempercepat langkah kakinya. Tak dipedulikan rasa terbakar di telapak tangannya.Rosa langsung menuju ke kamar Tuan Anaconda, sempat dia juga berpapasan dengan Panglima Derik di depan pintu kamar Tuan Anaconda. Walaupun Panglima Der
Hasan merasa sangat gelisah malam ini, tubuhnya terasa panas. Dia senantiasa merasa kegerahan, hingga bajunya basah karena keringat. Berulang kali dia mengganti posisi tidurnya tapi tak membantu juga untuk mengurangi rasa gerah yang sedang menderanya. Rosa merasa tempat tidurnya terus berderit sejak tadi. Dia membuka matanya, lantas melihat suaminya yang tidur dengan gelisah. Alisnya menaut melihat suaminya yang bertingkah aneh."Kenapa Bang?" tanyanya pada suaminya, lantas duduk di atas ranjangnya.Dicepolnya asal rambutnya yang ikal mayang itu, hingga menampakkan dengan jelas lehernya yang jenjang."Gerah," jawab Hasan sambil mengipasi tubuhnya dengan baju sendiri. Rosa melihat ac di kamarnya, ac nya hidup. Tak ada masalah dengan itu. Gadis cantik itu bangkit, untuk memeriksa kondisi suaminya. "Astaga! Badan Abang panas sekali!" pekiknya ketika punggung tangannya ditempelkan ke dahi Hasan. Hasan duduk, dibukanya baju yang telah basah oleh keringat. Namun tak juga mengurangi rasa
Aina duduk di hadapan seorang laki-laki paruh baya yang penampilannya tampak biasa saja. Siapa yang sangka kalau orang yang berada di depannya itu adalah seorang Dukun yang dikenal cukup handal dalam memuaskan semua kliennya.Aina mengenalnya dari rekomendasi seorang rekannya yang sudah tau jam terbang si Dukun."Ini Ki, fotonya." Aina menyerahkan dua lembar foto ke tangan laki-laki itu. Laki-laki yang dipanggil Aki melihat foto itu dengan seksama. Tadinya dia duduk dengan santai sambil bersandar di sandaran sofanya. Tapi ketika melihat kedua foto itu, matanya membulat sempurna."Ada apa Ki?" tanya Aina yang melihat perubahan pada ekspresi Dukun itu. "Ini sulit dipercaya," gumam Dukun itu. "Kenapa emangnya Ki?" Aina semakin bingung melihat sikap Dukun itu. "Ini, siapa perempuan ini?" Dukun itu bertanya seraya menunjuk wajah Rosa."Dia istri kedua si Hasan, Ki. Orang yang mau saya hancurkan. Ini Ki." Aina menunjuk wajah Hasan dan Sari."Saya ingin menghancurkan keduanya Ki. Mereka
"Sari, bisa kau temani aku ke toko Hasan? Aku juga ingin berkenalan dengan istri keduanya." Aina sudah mendapatkan foto Sari dan semua yang ada di rumahnya. Kini tinggal foto Hasan dan madu Sari.Permintaan Aina cukup mengundang tanya di hati Sari. Untuk apa Aina ingin berkenalan dengan Rosa?"Tak apa kan kalau aku ingin berkenalan dengan istri Hasan. Siapa tau, suatu hari nanti aku bersama dengan kawan-kawanku bertandang ke toko itu untuk membeli baju, jadi bisa diskon," kata Aina dibarengi dengan tertawa yang palsu, seolah Aina bisa mendengar kata hati Sari."Oh, boleh saja. Paman dan Bibi, mau ikut juga ke toko Bang Hasan?" tanya Sari. Beberapa tahun ini, Pak Fudin dan Bu Midah sudah sering datang ke rumah Sari dan sudah tau toko Hasan juga istri keduanya. Namun masih saja Pak Fudin belum bisa menerima kehidupan berpoligami yang dijalankan keponakannya itu. Hingga membuatnya sedikit enggan kalau harus sering bermanis-manis dengan Hasan. Dia tak marah karena Sari. "Kalian sajalah.
"Emak mau kemana?" tanya Sari pada Rasidah yang ingin menuruni anak tangga. "Mau nasi," jawab Rasidah dengan wajah merajuk seperti anak kecil."Sebentar lagi ya Mak." Sari mencoba menahan Rasidah.Tapi Rasidah malah menepiskan tangan Sari. Wanita setengah baya yang terkadang sifatnya seperti anak kecil itu, tak peduli akan larangan Sari. Dia terus saja turun ke bawah. Sari menghentikan langkah kakinya tak berniat menyusul Rasidah. Akhirnya Sari hanya memperhatikannya dari atas saja. Denyut di punggungnya masih terasa, Sari meringis sambil mencoba merana bagian punggungnya.Bersamaan dengan itu, dia merasa mendengar suara Nyi Baisucen. "Kau dimana Sari?" Sari mencoba berkonsentrasi lagi. Mungkin dengan mengirimkan sinyal telepati, bibinya akan tau keberadaannya. Namun Sari merasa semua cukup aman, jadi dia tak perlu meminta bibinya untuk datang. Mungkin karena dia merasa cemas dengan kedatangan Ayah Rosa maka tanda lahirnya berdenyut."Bibi, Sari di rumah Bang Hasan." Suara batin Sa
Tuan Anaconda sekali lagi memanggil Rosa dengan suara yang lebih kuat, "ROSA!" "I–iya Ayah," jawab Rosa gugup. Hasan segera mengajak Rehan dan Rasidah naik ke atas lagi. Namun Rasidah justru menolak, dia masih memegang paha ayam goreng yang sangat pesat terasa baginya. "Mamak bawa aja ayamnya semua. Makan di atas," bujuk Hasan. Akhirnya Rasidah mau juga. Rosa harap-harap cemas. Setelah melihat Hasan, Rehan dan Rasidah hampir sampai di lantai dua rumah mereka. Baru Rosa membuka pintu rukonya. "Kenapa lama sekali!" hardik Tuan Anaconda. "Tadi kuncinya susah dibuka Ayah," alasan Rosa."Kenapa Ayah datang malam-malam kesini?" tanya Rosa. "Apa harus ada alasan untuk bertandang ke rumah anak sendiri?" tanya Tuan Anaconda. Tuan Anaconda menyapu seluruh sudut ruko dengan matanya. Dia berjalan perlahan melihat setiap bagian sudut ruko Rosa yang banyak dihiasi manekin-manekin cantik yang dipakaikan baju contoh. "Mana suamimu?" "A–ada Yah. Di–atas." Rosa sangat gugup, takut kalau ayahn