Rehan terus menangis dan memukul-mukul dada Hasan. Dia sangat rindu dengan ibunya. Hasan hanya diam, matanya pun basah. Laki-laki itu hanya pasrah menerima rasa sakit yang diterima akibat pukulan anak laki-laki kecilnya. Rehan menjadi tantrum, karena Hasan enggan mempertemukannya dengan sang Bunda. Tak ada yang bisa membujuk bocah kecil itu, apalagi Hasan sudah membawa Rehan puonag kembali ke kontrakan mereka. "Ayah, cali Bunda! Lehan mau sama Bunda! Lehan mau sama Adek huhuhu," tangis Rehan benar-benar pecah, hingga terdengar sampai ke tetangga. Dia terus saja berteriak. Meski Hasan hanya diam seribu kata. Wak Esah jadi gelisah. Tapi mau melihat keadaan Rehan juga merasa tak enak hati, sebab Hasan menutup rapat pintu rumahnya. Sejak sampai di rumah pagi tadi hingga sore hari, tak sekalipun Hasan keluar rumah. Wak Esah merasa sangat aneh, ditambah tak melihat Sari ikut bersama Hasan pulang. Wak Esah jadi gelisah. Berulangkali kali wanita setengah baya itu mondar mandir di rumahnya.
"Kenapa Abang jadi terdiam? Kalau Abang masih belum bisa, nggak papa juga," kata Rosa. Seulas senyum terlihat getir di wajahnya yang cantik. Hasan masih mempertimbangkan. Sekelebat bayangan Sari melintas di matanya. Tak ada kekurangan Sari sebagai istri di matanya. Sehingga dia tak ada alasan untuk menduakan Sari. Seketika rasa sesal meraja di hatinya. Namun, tiba-tiba bayangan bagi merah berkulit kering seperti bersisik dengan kelopak mata merah yang seperti mengelopek membuat rahangnya mengeras. Dia merasa marah, pada bayi tak berdosa itu. Hasan merasa, bayi itu adalah sumber malapetaka dalam hidupnya. Dia mulai mempertimbangkan solusi dari Rosa. Dia akan mendapat banyak keuntungan bila mengikuti saran Rosa. Bukan hanya tempat tinggal yang bagus, dia juga akan memiliki istri yang cantik. Lagipula, dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah merenggut kesucian Rosa. "Apa kau tak takut akan jadi pergunjingan orang? Bisa saja kan, ada orang yang tau tentang kita," tanya
Hasan dan Rosa sampai ke tempat biasa Hasan mengantarnya pulang. Kali ini, Hasan turut serta masuk ke dalam rumah itu. Tanpa harus ada drama pura-pura lagi dari Rosa. Baru pertama kali ini, Hasan masuk ke rumah Rosa dengan memperhatikan setiap detil yang ada di dalamnya. Dari luar, rumah Rosa tampak sederhana. Tapi di dalam, tampak mewah juga elegan. Perabotan yang ada di dalam rumahnya sangat ekslusif. Rata-rata terbuat dari kayu yang berkualitas tinggi. Dengan ukiran yang dibuat dengan detail dan ekslusif. Desain rumahnya gabungan antara klasik dan modern. Rosa mendekati Hasan yang masih berdiri memperhatikan sekeliling rumah Rosa. Hasan sedikit merasa aneh. Rumah itu tampak tak begitu besar dari luar, tapi begitu masuk ke dalam, rumah Rosa terkesan sangat luas. "Kalau kita sudah menikah, Abang tak perlu menarik ojek lagi," kata Rosa, sambil menggelayut manja di lengan Hasan. Hasan masih risih, namun tak menolak. Toh dia sudah sepakat untuk menjalin hubungan terlarang dengan Ros
Bu Zubaedah sangat terkejut dengan kehadiran Wak Esah dan Budi di rumahnya yang diantar oleh Cik Nar. Jiran tetangga satu gang, tapi agak jauh dari rumahnya. "Ya Allah, Rehan," kata Bu Zubaedah seraya memeluk Rehan yang menangis dan langsung merangsek ke pelukannya. "Mana ayahmu?" tanya Bu Zubaedah. Rehan hanya menangis hingga sesenggukan. Hatinya sangat pilu hingga tak bisa berkata-kata selain Bunda. Rehan terus memanggil bundanya dalam pelukan Bu Zubaedah. Hati Bu Zubaedah rasa teriris melihat cucunya itu. Tak pernah dia melihat Rehan sesedih saat ini. "Maaf ya Mak Hasan. Kami terpaksa mengantar Rehan kesini. Hasan dari semalam tak pulang. Tak pun dia bilang hendak kemana. Ditinggalkannya si Rehan sendiri di rumah," jelas Wak Esah. "Astaghfirullah hal adzim. Kenapa lah jadi keras hati betul si Hasan?" sesal Bu Zubaedah. Tak ada dalam sangkaannya, kalau amarah Hasan akan berlarut dan berimbas kepada Rehan. Kalau dia tau Hasan akan menelantarkan Rehan, tak akan dibolehkannya sem
"Tumben sekali Mamak minta antar ke pasar? Ini belum pun penghujung minggu." Gadis manis yang sedang memakai hijab di depan cermin berkata pada emaknya yang sudah rapi, dan bersiap menunggunya. Bu Zubaedah sengaja tak bilang mau ke pasar pada Ratna, tadi malam. Agar Ratna tak banyak pertanyaan yang akan membuat rencananya gagal untuk mempertemukan Rehan dan Sari. Hatinya sangat tak tega melihat Rehan yang sangat rindu dengan Sari."Mamak mau belikan Rehan baju. Kalau di hari libur pasti mahal, akan sulit menawarnya. Juga mau beli buat Adik si Rehan." Bu Zubaedah menemukan alasan yang bisa diterima akal Ratna. Kalau alasannya ingin berbelanja kebutuhan dapur, Ratna tak akan percaya. Sudah jadi kebiasaan Bu Zubaedah berbelanja kebutuhan rumah tangga di penghujung minggu. Masih banyak stok sayur juga ikan di kulkasnya."Kak Sari kapan balik, Mak? Sudah tak sabar Ratna ingin melihat kemanakan perempuan. Pastilah cantik seperti Kak Sari. Kalau sampai hari Minggu Kak Sari belum diperbolehk
"Bunda! Huhuhuhu." Rehan langsung merangsek ke pelukan Sari saat melihat perempuan berwajah manis itu keluar dari dalam rumahnya.Sari juga langsung memeluk Rehan dengan hangat. Deraian air mata tak lagi terbendung. Membalut dengan deras tanpa diperintah dari kelopak mata Sari yang indah. Dihujaninya wajah Rehan dengan ciuman dan memeluk putra kesayangan dengan sangat erat. Seolah sudah sangat lama mereka tak bertemu dan tak ingin berpisah lagi. Padahal baru beberapa hari saja. "Mak." Sari menyapa Bu Zubaedah lalu mencium tangan wanita yang sudah seperti ibunya itu. Sari menyeka wajahnya yang bersimbah air mata dengan hijabnya. "Mak kok tau Sari di sini?" tanya Sari sambil mengajak mertuanya dan menuntun Rehan untuk duduk di atas dipan bambu yang ada di teras rumahnya. "Mak yang menyarankan Fudin untuk sementara membawa kau kesini. Sampai Hasan bisa menerima kenyataan tentang anaknya," kata Bu Zubaedah. Sari menghela nafasnya. Dengan begitu dia semakin yakin, kalau bukan hanya sua
Hasan memperhatikan sekeliling rumah orang tua Rosa tanpa berkedip. Dia tak menyangka, calon mertuanya kali ini orang yang sangat kaya raya. Istana ular sudah berubah bak rumah yang megah di mata Hasan. Banyak pengawal yang tampak berbaju petugas keamanan yang berjaga. Rosa terus menggandeng Hasan sampai ke sebuah ruangan, dimana ada Tuan Anaconda di dalamnya. Hasan tertunduk dalam saat berhadapan dengan sosok yang ada di hadapannya. Tuan Anaconda yang kini sudah beralih raga menjadi manusia sejati. Tampak memperhatikan Hasan dengan sangat lekat. Tuan Anaconda menelisik Hasan dari atas ke bawah, mencari kelebihan apa pada manusia itu hingga putrinya begitu tergila-gila."Kau serius ingin menikah dengan anakku?" Pertanyaan tegas keluar mulut Tuan Anaconda."Se–serius Pak." Hasan mengangguk gugup juga takut. "Apa yang kau punya untuk kau jadikan mahar?" "Em …." Hasan kebingungan mau menjawab apa. bahkan mahar juga tak terpikirkan olehnya. "Rosa tak minta apapun dari Bang Hasan, Ayah
Sari merasakan cuaca malam ini sangat bersahabat. Angin bertiup sangat kencang. Hingga membuat pohon-pohon sawit yang berdiri gagah tampak terombang ambing ke segala arah."Ada apa ini? Kenapa perasaanku tak enak sekali?" gumam Sari. "Ayaahh huhuhuhu." Sari terkejut, tiba-tiba Rehan bangun dari tidurnya dan langsung menangis memanggil ayahnya. "Oe oe oe." Disusul Rubi yang juga terbangun.Sari langsung menggendong Rubi, dan menarik Rehan agar berada di pelukannya. "Ayaaahh huhuhuhu." Rehan masih terus memanggilnya. Benak Sari langsung mengaitkan perasaan tak enak yang sedang menggelayuti hatinya dengan tangisan Rehan. Apa terjadi apa-apa dengan suaminya? Sari segera mengambil hape yang baru dibelikan Fudin untuknya. Dia masih hafal nomor ponselnya. Sebaiknya dia menelepon Jasa. Karena ponsel itu ada sama Hasan. Tut tut tutMasih suara nada sambung yang terdengar. Tak.kunjung diangkat hingga nada sambung itu mati. Sari terus berusaha hingga beberapa kali untuk menghubungi Hasan.
Sari terus berusaha berkonsentrasi memanggil Nyi Baisucen. Dia harus tau kebenaran tentang Rosa. Apakah Rosa adalah saudari yang dicarinya selama ini?"Bibi Baisucen." Berulang kali Sari memanggil Nyi Baisucen. Namun Nyi Baisucen tak juga menjawabnya. Sari hampir putus asa. Kenapa bibinya tak menjawab panggilan darinya? Kalau dia ke klinik Pak Hanif, akan memakan waktu yang lama. Hampir setengah hari perjalanan menuju ke sana. Belum lagi perjalanan pulang. Dia tak bisa meninggalkan keluarganya dalam waktu yang lama. Sari mencoba untuk berkonsentrasi lagi. Mungkin tadi bibinya sedang sibuk pikirnya."Bibi Bai. Bibi Bai. Bibi Bai.""Ada apa Sari?" Sari lega, akhirnya Nyi Baisucen menjawab panggilannya. "Bibi bisa Bibi datang lagi? Ada yang hendak Sari bicarakan." "Bibi akan datang malam nanti. Klinik sedang ramai saat ini. Paman Hanif akan curiga." "Baik Bibi. Sari akan menunggu Bibi di taman kota." "Ya, Bibi akan menemuimu di sana." Sari mengakhiri panggilan telepatinya. Dia seg
Dua orang wanita cantik tampak sedang duduk berbincang di sebuah taman kecil yang ada di sebuah klinik pengobatan alternatif. Mereka adalah Nyi Baisucen dan Rosa. Sama dengan Sari, Rosa juga merasakan ada suatu kejanggalan dengan perbincangan mereka tadi malam. "Bi, katakan yang sejujurnya. Apa yang sedang Bibi sembunyikan? Kenapa Bibi bilang Sari adalah kemanakan Bibi? Bagaimana hal itu bisa terjadi, sementara Sari itu manusia sejati? Berbeda dengan Bibi." Rosa mencecar Nyi Baisucen dengan pertanyaan yang sejak tadi malam juga menggelayuti hatinya. Nyi Baisucen masih diam dengan pandangan lurus ke depan. Dia sedang memikirkan, bagaimana cara mengawali ceritanya pada Rosa."Kenapa Bibi diam? Apa ada yang sedang Bibi sembunyikan." Rosa menyelidik."Rosa, memang sudah seharusnya kau tau cerita ini. Sejak lama Bibi ingin menceritakan padamu, tapi Bibi tak bisa. Ayahmu melarang siapapun untuk menceritakan kebenaran ini padamu." "Apa maksud Bibi?" tanya Rosa dengan alis menaut. Nyi Bai
"Siapa yang datang pagi buta begini?" tanya Nyi Baisucen pada Sari, pandangannya tak lepas dari Honda HR V warna silver yang sedang parkir di pekarangan rumah Sari."Itu mobil Bang Hasan, Bi. Ada apa ya?" Sari pun bertanya-tanya. Hasan turun lebih dulu, baru disusul oleh Rosa. Nyi Baisucen terkesiap melihat keduanya. Matanya tak bisa berkedip sama sekali. "Siapa yang bersama dengan Hasan, Sari?" Dia bertanya, untuk memastikan dugaannya tak salah. "Itulah istri kedua Bang Hasan, Rosa namanya." Nyi Baisucen terperangah, tak percaya mendengar hal yang diungkapkan Sari. Nyi Baisucen terduduk lemas. 'Berarti, orang yang telah kudukung untuk menikahi Rosa adalah Hasan' batinnya.Penyesalan segera menyergap kalbu Nyi Baisucen. Kenapa dulu dia tak menyelidiki terlebih dahulu, siapa laki-laki yang dicintai Rosa? Sayangnya dia tak hadir pada saat Rosa menikah, hingga dia tak juga mengenal suami Rosa. Apalagi sudah sangat lama Rosa dan Nyi Baisucen tak lagi bertemu."Bibi!" Rosa sangat terk
Rosa langsung membawa Hasan ke rumah ayahnya, setelah sebelumnya memanipulasi penglihatan Hasan. Sehingga yang tampak di pandangan Hasan adalah sebuah rumah yang mewah juga megah, dengan banyak security yang berjaga di setiap sisinya, baik diluar maupun di dalam. Security itu langsung membuka pintu rumah tatkala melihat kehadiran Rosa beserta suaminya. Sampai di dalam Rosa berpapasan dengan Sanca yang melihatnya dengan sinis. "Mau apa kesini, tengah malam begini?" sinis Sanca. ''Aku mau bertemu Ayah." Rosa tak lagi memperdulikan Sanca, dia langsung berjalan melenggang tanpa peduli dengan tatapaan tak suka Sanca pada Hasan.Apalagi Rosa melihat wajah Hasan kian memerah karena suhu tubuhnya semakin meningkat. Rosa menggandeng tangan Hasan yang panas untuk mempercepat langkah kakinya. Tak dipedulikan rasa terbakar di telapak tangannya.Rosa langsung menuju ke kamar Tuan Anaconda, sempat dia juga berpapasan dengan Panglima Derik di depan pintu kamar Tuan Anaconda. Walaupun Panglima Der
Hasan merasa sangat gelisah malam ini, tubuhnya terasa panas. Dia senantiasa merasa kegerahan, hingga bajunya basah karena keringat. Berulang kali dia mengganti posisi tidurnya tapi tak membantu juga untuk mengurangi rasa gerah yang sedang menderanya. Rosa merasa tempat tidurnya terus berderit sejak tadi. Dia membuka matanya, lantas melihat suaminya yang tidur dengan gelisah. Alisnya menaut melihat suaminya yang bertingkah aneh."Kenapa Bang?" tanyanya pada suaminya, lantas duduk di atas ranjangnya.Dicepolnya asal rambutnya yang ikal mayang itu, hingga menampakkan dengan jelas lehernya yang jenjang."Gerah," jawab Hasan sambil mengipasi tubuhnya dengan baju sendiri. Rosa melihat ac di kamarnya, ac nya hidup. Tak ada masalah dengan itu. Gadis cantik itu bangkit, untuk memeriksa kondisi suaminya. "Astaga! Badan Abang panas sekali!" pekiknya ketika punggung tangannya ditempelkan ke dahi Hasan. Hasan duduk, dibukanya baju yang telah basah oleh keringat. Namun tak juga mengurangi rasa
Aina duduk di hadapan seorang laki-laki paruh baya yang penampilannya tampak biasa saja. Siapa yang sangka kalau orang yang berada di depannya itu adalah seorang Dukun yang dikenal cukup handal dalam memuaskan semua kliennya.Aina mengenalnya dari rekomendasi seorang rekannya yang sudah tau jam terbang si Dukun."Ini Ki, fotonya." Aina menyerahkan dua lembar foto ke tangan laki-laki itu. Laki-laki yang dipanggil Aki melihat foto itu dengan seksama. Tadinya dia duduk dengan santai sambil bersandar di sandaran sofanya. Tapi ketika melihat kedua foto itu, matanya membulat sempurna."Ada apa Ki?" tanya Aina yang melihat perubahan pada ekspresi Dukun itu. "Ini sulit dipercaya," gumam Dukun itu. "Kenapa emangnya Ki?" Aina semakin bingung melihat sikap Dukun itu. "Ini, siapa perempuan ini?" Dukun itu bertanya seraya menunjuk wajah Rosa."Dia istri kedua si Hasan, Ki. Orang yang mau saya hancurkan. Ini Ki." Aina menunjuk wajah Hasan dan Sari."Saya ingin menghancurkan keduanya Ki. Mereka
"Sari, bisa kau temani aku ke toko Hasan? Aku juga ingin berkenalan dengan istri keduanya." Aina sudah mendapatkan foto Sari dan semua yang ada di rumahnya. Kini tinggal foto Hasan dan madu Sari.Permintaan Aina cukup mengundang tanya di hati Sari. Untuk apa Aina ingin berkenalan dengan Rosa?"Tak apa kan kalau aku ingin berkenalan dengan istri Hasan. Siapa tau, suatu hari nanti aku bersama dengan kawan-kawanku bertandang ke toko itu untuk membeli baju, jadi bisa diskon," kata Aina dibarengi dengan tertawa yang palsu, seolah Aina bisa mendengar kata hati Sari."Oh, boleh saja. Paman dan Bibi, mau ikut juga ke toko Bang Hasan?" tanya Sari. Beberapa tahun ini, Pak Fudin dan Bu Midah sudah sering datang ke rumah Sari dan sudah tau toko Hasan juga istri keduanya. Namun masih saja Pak Fudin belum bisa menerima kehidupan berpoligami yang dijalankan keponakannya itu. Hingga membuatnya sedikit enggan kalau harus sering bermanis-manis dengan Hasan. Dia tak marah karena Sari. "Kalian sajalah.
"Emak mau kemana?" tanya Sari pada Rasidah yang ingin menuruni anak tangga. "Mau nasi," jawab Rasidah dengan wajah merajuk seperti anak kecil."Sebentar lagi ya Mak." Sari mencoba menahan Rasidah.Tapi Rasidah malah menepiskan tangan Sari. Wanita setengah baya yang terkadang sifatnya seperti anak kecil itu, tak peduli akan larangan Sari. Dia terus saja turun ke bawah. Sari menghentikan langkah kakinya tak berniat menyusul Rasidah. Akhirnya Sari hanya memperhatikannya dari atas saja. Denyut di punggungnya masih terasa, Sari meringis sambil mencoba merana bagian punggungnya.Bersamaan dengan itu, dia merasa mendengar suara Nyi Baisucen. "Kau dimana Sari?" Sari mencoba berkonsentrasi lagi. Mungkin dengan mengirimkan sinyal telepati, bibinya akan tau keberadaannya. Namun Sari merasa semua cukup aman, jadi dia tak perlu meminta bibinya untuk datang. Mungkin karena dia merasa cemas dengan kedatangan Ayah Rosa maka tanda lahirnya berdenyut."Bibi, Sari di rumah Bang Hasan." Suara batin Sa
Tuan Anaconda sekali lagi memanggil Rosa dengan suara yang lebih kuat, "ROSA!" "I–iya Ayah," jawab Rosa gugup. Hasan segera mengajak Rehan dan Rasidah naik ke atas lagi. Namun Rasidah justru menolak, dia masih memegang paha ayam goreng yang sangat pesat terasa baginya. "Mamak bawa aja ayamnya semua. Makan di atas," bujuk Hasan. Akhirnya Rasidah mau juga. Rosa harap-harap cemas. Setelah melihat Hasan, Rehan dan Rasidah hampir sampai di lantai dua rumah mereka. Baru Rosa membuka pintu rukonya. "Kenapa lama sekali!" hardik Tuan Anaconda. "Tadi kuncinya susah dibuka Ayah," alasan Rosa."Kenapa Ayah datang malam-malam kesini?" tanya Rosa. "Apa harus ada alasan untuk bertandang ke rumah anak sendiri?" tanya Tuan Anaconda. Tuan Anaconda menyapu seluruh sudut ruko dengan matanya. Dia berjalan perlahan melihat setiap bagian sudut ruko Rosa yang banyak dihiasi manekin-manekin cantik yang dipakaikan baju contoh. "Mana suamimu?" "A–ada Yah. Di–atas." Rosa sangat gugup, takut kalau ayahn