Aku mengamati ponselku yang kuletakkan pada meja belajar. Perasaanku sedikit terganggu dengan tidak adanya kabar dari Kak Panggih. Aku sudah berusaha menelepon, tapi Kak Panggih tidak menjawabnya. Aku hanya bisa terdiam menatap layar laptop dengan perasaan tidak karuan. Seharian ini, Kak Panggih tidak mengabariku. Dan, hal itu merupakan sebuah keanehan. Karena setelah pulang kerja, kami terbiasa mengobrol melalui panggilan ponsel atau pesan singkat.Dalam sehari, Kak Panggih terbiasa mengirimkan pesan singkat mengenai banyak hal. Contohnya saja untuk mengingatkan makan. Tadi Kak Panggih berpamitan untuk berangkat kerja –karena hari ini mendapatkan shift malam. Anehnya setelah itu tidak ada satu pun pesan singkat masuk. Apalagi telepon yang kuterima.Aku memutuskan untuk bangkit dan berjalan keluar menuju ruang tamu. Dengan langkah lebar menuju parkiran, dan mengeluarkan sepeda motor agar bisa bergegas pergi. Kemana saja asalkan tidak berdiam diri di rumah dan terus-menerus kepikiran
Aku membuka pintu di samping dan terpaku oleh kehadiran adikku, Maha. Ia terlihat menuangkan air dingin dengan mata setengah terpejam. Aku pun berjalan pelan-pelan dan mengagetkan dari belakang. Gelas plastik itu jatuh menumpahkan isinya yang membuat basah lantai dapur. Ketika Maha menatapku kesal, aku berjalan melengos pergi.“Kak Citra.. Tolong bersihkan dulu ini,” celotehnya dengan wajah cemberut. Aku selalu tahu cara untuk menggoda adikku. Salah satunya cara adalah seperti sekarang. Perasaan tidak karuan tadi lumayan membaik. Setelah berhasil melakukan sedikit keusilan. Tentu saja dengan mengusili satu-satunya adik kandungku.Maha masih belum beranjak dan membiarkan jejak kakiku muncul di sepanjang lantai dapur. Membuat jejak kaki yang sangat mudah dikenali. Karena satu-satunya orang di rumah yang memiliki kaki berukuran kecil hanyalah diriku. Baik Maha atau orangtuaku memiliki postur tubuh yang besar. Kata ibuku, aku mengikuti gen yang sebagian besar kudapatkan dari keluarga
Setelah pulang kerja, aku tidak langsung pulang ke rumah. Melainkan berkunjung ke kosnya Kak Panggih, karena ia mengajakku untuk berbicara. Baru kali ini aku melihat raut wajahnya yang begitu kusut. Bahkan, terkesan sedang banyak pikiran. Aku duduk bersandar pada tembok, sedangkan Kak Panggih duduk di atas kasur miliknya. Lama sekali pemikiran datang dan pergi mengganggu ketenanganku. Hanya terdengar suara cicak pada dinding kamar kos yang memecah kesunyian.“Ada apa Kak?” tanyaku membuka pembicaraan. Sejujurnya aku merasa lelah sekali. Namun, karena melihat perubahan sikap dari kekasihku, rasanya ada yang perlu kami bicarakan. Walaupun aku tidak yakin kalau semua akan baik-baik saja. Terutama jika melihat wajah kebingungan Kak Panggih.“Hmm.. Aku bingung mau ngomongnya, Dik.” Kak Panggih mengatakannya dengan napas yang terdengar berat. Sepertinya masalah yang ingin dibicarakan benar-benar sebuah masalah besar.“Ya, jelasin aja, Kak. Aku akan mendengarkannya,” ucapku dengan hat
Aku sampai di rumah jam delapan malam. Untung saja bapakku sedang dinas ke luar kota. Setidaknya tidak akan membicarakan mengenai keterlambatanku pulang ke rumah. Apalagi biasanya aku akan mengabari seandainya pulang malam. Saking terbawa emosi karena permasalahan dengan Kak Panggih tadi, aku sampai lupa mengabari keluargaku.Setelah sampai di kamarku, aku berbaring dan menatap langit-langit kamar. Perasaanku masih terasa sakit. Pengakuan jujur dari Kak Panggih masih membayangiku. Seandainya saja aku memilih untuk menjauh saat Kak Panggih mencoba untuk mendekatiku, aku tidak perlu merasakan hal seperti ini. Kutarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Berusaha memenuhi rongga dada dengan menghirup udara sebanyak mungkin. Karena sejak pulang dari kos Kak Panggih, aku merasakan sesak yang terasa begitu menyiksa.Aku mengambil ponsel di dalam tas selempang milikku. Namun, satu pun pesan tidak kuterima. Padahal biasanya Kak Panggih akan memastikan kalau aku telah sampai di
Pagi-pagi sekali aku sudah berangkat ke kantor. Karena semalam menangis tersedu, mataku terlihat sedikit sembab. Padahal aku sudah mengompres kelopak mataku dengan handuk kecil yang dibasahi air dingin. Namun, tetap saja masih terlihat sembab. Semoga tidak ada yang menanyakan perihal ini. Rasanya memalukan menjelaskan alasannya. Sehingga lebih baik untuk diam saja.“Selamat pagi..” sapa Anggreni tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. Lalu, ia menatapku seakan tidak percaya.“Kenapa memandangiku seperti itu?” tanyaku sewot. Entahlah, pagi ini perasaanku menjadi lebih sensitif. Mungkin karena bertengkar dengan Kak Panggih kemarin.“Nggak kenapa. Cuma heran melihat matamu tiba-tiba sembab. Kayaknya kemarin waktu pulang kerja masih biasa aja,” jawab Anggreni santai. Ia menaruh tas selempangnya di kursi sebelah dan mulai menyalakan komputer. “Mau cerita?” tawarnya dengan tersenyum ramah.“Iya, boleh.”“Ya udah.. Kita ke ruang belakang aja. Sekalian sarapan. Aku bawa bubur ayam buat kita,”
Hari jumat jam lima sore di akhir bulan, biasanya aku akan terlambat pulang karena harus mengerjakan laporan akhir bulan yang tidak sedikit. Tadi Anggreni minta ijin untuk pulang lebih awal, karena sedang tidak enak badan. Sehingga pekerjaan yang harus kuselesaikan bertambah lebih banyak dari biasanya. Maka dari itu aku harus lembur kerja hari ini.Aku sudah mengabari keluargaku mengenai hal ini, supaya tidak membuat khawatir orang di rumah. Aku menghela napas panjang. Sudah tiga hari aku memberikan waktu kepada Kak Panggih untuk berpikir. Maka dari itu aku tidak menjawab satu pun pesan singkat, bahkan mengabaikan setiap telepon darinya. Meskipun sebenarnya aku pun merasa tersiksa.Karena harus mengabaikan pemuda yang kucintai. Jujur saja, aku merindukan suaranya. Apalagi kami biasanya sering menghabiskan waktu bersama jika di kantor. Tapi, selama tiga hari aku berusaha untuk menghindari Kak Panggih. Salah satunya adalah makan siang di warung makan yang cukup jauh. Karena masih be
Hari sabtu adalah hari yang paling aku nantikan. Selain karena memang hari libur, kali ini aku menyempatkan diri untuk berolahraga di lapangan renon. Banyak sekali murid sekolah berpakaian seragam olahraga yang berkumpul di lapangan yang bisa dibilang sangat luas. Matahari belum sepenuhnya muncul di langit, namun sinarnya mulai terlihat dari arah timur. Berolahraga di pagi hari adalah salah satu hal yang selalu kunantikan. Dulu aku sering melakukan kegiatan ini waktu masih sekolah bersama teman-temanku. Terkadang aku pun berolahraga bersama dengan Dwiyan. Aku tersenyum miris mengingat sosok yang telah lama menghilang. Sejak aku memintanya untuk pergi, ia tidak berusaha untuk memintaku kembali. Sepertinya Dwiyan mulai sadar kalau apa pun yang telah hancur, akan sangat sulit untuk membangunnya kembali.Aku menarik napas panjang, sebelum mulai berlari mengitari lapangan renon. Setelah tiga puluh menit. Aku pun duduk di salah satu bangku yang ada di pinggir di dekat pohon yang rindan
Satu minggu setelah pertemuan terakhir dengan Dwiyan, aku mengajak Yanti untuk bertemu di restoran khas Italia kesukaan kami. Restoran bernama The Alley Valley berada di Jalan Merdeka. Biasanya akan ada banyak tamu di hari minggu. Namun, karena Yanti hanya bisa bertemu hari ini, aku pun tidak masalah dengan hal itu. Karena aku ingin menanyakan pendapat dari sahabatku mengenai masalah yang kuhadapi. Setelah memarkirkan motor di parkiran restoran. Aku pun berjalan menuju pintu masuk dan mendorongnya pelan.Suara gemerincing bel yang berbunyi membuat waitress tersenyum dan menghampiriku yang sedang memandang ke sekeliling restoran untuk mencari meja yang kosong. “Selamat datang di Alley Valley.. Meja untuk berapa orang?” sapa seorang waitress bertubuh mungil dengan ramah.“Untuk dua orang aja.. Tapi, teman saya sekitar sebentar lagi datangnya,” jelasku ramah.“Oh ya, nggak apa-apa kok.. Mau ruangan indoor atau outdoor?” tanya waitress itu lagi.“Outdoor deh.. Untuk daftar menunya n
Sore harinya setelah pulang kerja, aku dan Kak Panggih menghadiri pertunangan Yanti yang dirayakan hanya mengundang keluarga dan teman dekat. Sebelum berangkat ke sini aku sudah meminta ijin kepada Yanti untuk mengajak kekasihku. Karena sebelum mengenalkan kepada keluargaku, aku ingin supaya Yanti terlebih dahulu bertemu Kak Panggih. Supaya mereka bisa menjadi dekat. Kurasa momen ini adalah saat yang tepat.Aku datang tanpa memakai riasan wajah yang mencolok. Hanya memakai foundation cream yang tipis dan bedak tabur. Sentuhan akhir adalah lipstik berwarna merah muda. Untuk pakaian aku memakai dress sebatas lutut berwarna krem yang senada dengan heels. Sedangkan, Kak Panggih memakai kemeja berwarna biru langit dan celana jeans hitam. Rumah Yanti hanya dipenuhi oleh sanak keluarganya. Beberapa saudara dari ibunya yang mengenalku. Atau, teman SMP kami yang sama-sama telah beranjak dewasa. Ada raut wajah keheranan dari mereka. Mungkin enggan menanyakan perihal pria yang aku ajak kali i
Setelah bertemu dengan Yanti, aku pulang cukup malam. Aku baru saja memarkirkan sepeda motorku. Membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam rumah. Pada saat melewati dapur, kulihat Maha sedang makan. Kemudian, mendekatinya yang melambaikan tangan. “Kenapa Maha?” tanyaku saat berada di sampingnya. “Duduk dulu, Kak Citra..” pinta Maha. Kali ini ia berhenti makan, dan mengusap bibirnya dengan tisu. Untuk beberapa detik, ia pun memandang penuh tanya kepadaku. “Ada apa? Tumben wajahmu sampai serius begitu,” tanyaku lagi. Karena Maha sama sekali tidak menjawabku. Entahlah. Sepertinya ada yang membuat pandangan mata Maha terlihat begitu berbeda. Aku memahami pribadinya dengan baik. Kalau sudah seperti ini, pasti ada hal yang ingin dibicarakan. Dibandingkan kedua orangtuaku, Maha lebih memilihku untuk menceritakan segala permasalahan yang dimilikinya. Sama seperti dulu. “Maha ingin menanyakan pendapat Kak Citra..” ucapnya menggantung kalimatnya. Terlihat beberapa kali berpikir, “Kaya
Sudah enam hari berlalu sejak terakhir kali berbicara dengan Yanti melalui sambungan telepon, sahabatku menyampaikan berita membahagiakan. Kalau ia akan segera bertunangan dengan Rangga. Karena acara besok begitu penting baginya, tadi pagi ia buru-buru menghubungiku dan mengajak untuk bertemu saat pulang kerja. Takutnya akan sulit bertemu karena mempersiapkan segala hal yang diperlukan setelah pertunangan. Biasanya kedua keluarga akan membicarakan pernikahan yang diadakan dalam beberapa bulan ke depan.Untungnya hari ini aku bisa pulang pada jam kerja normal. Dalam satu minggu, aku bisa dua atau tiga kali lembur kerja. Karena mengerjakan beberapa laporan harian yang jumlahnya cukup banyak. Apalagi kalau pengisian mesin ATM di hari jumat. Orang-orang terbiasa mengambil uang di mesin ATM sebelum weekend. Kali ini kami bertemu di salah satu Mal terkenal di Denpasar Timur, Ramayana Mal. Barang-barang yang dijual di sini bisa dibilang tidak terlalu mahal. Baik itu makanan yang dijual pa
Hari-hari berlalu dengan cepat. Sama seperti hal yang telah kulewati. Bisa dibilang setiap hari aku bertemu dengan Kak Panggih dan membicarakan banyak hal. Mengenai pekerjaan di kantor, atau perihal hubungan kami. Kak Panggih menjelaskan kalau orangtuanya ingin berbicara denganku minggu depan. Tentu saja mendengar hal itu membuatku merasa bahagia sekaligus khawatir. Aku tidak tahu tanggapan orangtuanya mengenai diriku. Apakah akan menyukaiku atau tidak? Yang pasti Kak Panggih sudah berusaha untuk memperjuangkan hubungan kami. Tiba-tiba aku kembali teringat dengan Dwiyan. Sejak pertemuan terakhir, ia memblokir semua media sosial milikku. Begitu juga nomor ponselku. Sejujurnya aku merasa sedikit bersalah. Karena aku yang memutuskan secara sepihak sebelumnya. Namun, kalau dipikirkan lagi, Dwiyan sama sekali tidak mencoba untuk mempertahankan hubungan yang terjalin. Sehingga aku pun pada akhirnya menyerah. Walaupun hubungan yang kujalani dengan Kak Panggih belum diketahui oleh orangtu
Aku baru saja selesai mandi dan sedang berpakaian. Tindakan nekat tadi masih terbayang olehku. Untungnya saja Kak Panggih menyelesaikannya dengan cepat. Kalau tidak, mungkin akan diketahui oleh pegawai lainnya. Aku memegangi pipiku yang terasa panas. Baru kali ini aku melakukan hal yang bisa dibilang cukup berani. Jam sepuluh malam aku baru sampai di rumah, lalu bergegas mandi. Untung saja orangtuaku sudah tidur. Karena sejak awal kedatanganku, pintu kamar tertutup rapat. Kecuali kamar Maha yang setengah terbuka. Biasanya jam segini adikku masih disibukkan dengan tugas sekolahnya. Tadi aku sempat mendengar suaranya samar-samar. Namun, aku buru-buru memasuki kamarku untuk bergegas mandi. Aku terpaku memandang pantulan tubuhku pada cermin. Masih terbayang jelas pengalaman pertama yang kurasakan. Bagaimana Kak Panggih menyusuri tiap lekuk tubuhku. Memberikan sentuhan yang membuatku terlena dan terasa sedikit menyakitkan. Bahkan, jantungku berdebar kencang hanya dengan membayangkan ke
Karena menghabiskan waktu sampai satu jam lebih untuk beristirahat, aku pun terpaksa harus lembur kerja hari ini. Seperti biasa, aku baru saja selesai mengirimkan pesan kepada ibuku kalau akan pulang sedikit malam. Untung saja Kak Sugeng membantu sebagian pekerjaanku, sehingga aku hanya perlu menyelesaikan laporan harian dan bulanan. Hari ini atasanku tidak masuk kerja. Kalau tidak, aku pasti sudah mendapatkan masalah. Aku jadi merasa tidak enak. Mungkin lain kali aku harus menolak ajakan Kak Panggih ke kosnya dalam waktu dekat. Bekas percintaan tadi siang masih jelas terasa. Kewanitaanku terasa perih. Baru kali ini aku merasa benar-benar berdebar hanya dengan memikirkan hal yang telah terjadi. Di saat aku sedang sibuk menginput data pada komputer, aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Lalu, aku pun menoleh dan mendapati Kak Panggih berdiri di hadapanku dengan senyuman lebar.“Kerjaan Kak Panggih sudah selesai?” tanyaku sambil tersenyum malu-malu. Mengingat kejadian t
Aku masih memejamkan mata dan meremas sprei gemas. Napasku masih memburu. Karena jilatan dan hisapan dari bibir Kak Panggih. Melihatku yang semakin melebarkan kedua kakiku, membuat Kak Panggih tersenyum genit.“Mmhh.. Geli Kak..” desahku pelan. Mencoba untuk mengontrol suaraku. Takutnya akan ada yang mendengar. “Tapi, enak kan?” tanya Kak Panggih terdengar menggodaku.“Iya..” jawabku malu-malu.“Sini, cobain yang lebih enak, Dik..”Kak Panggih pun bangkit berdiri. Kemudian, menarik tanganku untuk ikutan berdiri. Kali ini ia menanggalkan seluruh pakaian yang masih menempel di tubuhku. Setelah itu, Kak Panggih melepaskan kaos miliknya. Sehingga kami benar-benar telanjang bulat.Melihatku yang malu-malu, Kak Panggih justru merangkul pinggangku. Mendekatkan wajahnya dan kembali menciumi bibirku. Tangan kanannya pun meremas dadaku. Aku bisa merasakan kebanggaan miliknya yang tegang berulang kali menyentuh kewanitaanku yang basah. Aku membalas ciuman panas itu, bahkan karena terbaw
Siang ini, tidak biasanya Kak Panggih mengajakku untuk makan siang bersama. Awalnya aku berpikir kalau Kak Panggih akan mengajak makan di luar. Justru sebaliknya. Kami sekarang duduk berhadapan sambil menikmati nasi rendang. Tadi, sebelum ke kos Kak Panggih, kami mampir ke rumah makan padang dan memesan dua porsi nasi rendang.Selain sayur nangka yang gurih, rendangnya pun empuk dan sedikit pedas. Sedangkan untuk nasinya benar-benar pulen. Aku suka rasa unik dari sambal hijaunya. Terkesan cukup pedas dan gurih. Kombinasi yang benar-benar pas.Biasanya kalau sedang makan, Kak Panggih suka membicarakan banyak hal. Tumben hari ini tidak banyak bicara. Padahal tadi bilang ingin mengatakan sesuatu. Sekitar tiga puluh menit berlalu. Aku dan Kak Panggih pun telah menyelesaikan makan. Setelah itu merapikan sampahnya. Kak Panggih terlihat mengambil piring kotor, gelas, dan sendok yang tadi kami gunakan. Aku pun kembali duduk bersandar pada tembok. Sambil memperhatikan punggung bidang Kak
Hari rabu, jam delapan malam, setelah pulang kerja, aku pun seperti biasa harus kontrol ke Dokter Psikiater. Karena obatku hanya tinggal beberapa tablet untuk seminggu. Sudah lima belas menit aku menunggu di lantai tiga. Ada beberapa pasien dari ruangan dokter yang lain terlihat menunggu di bangku kayu sebelahku. Di hadapanku adalah ruang praktik Dokter Gigi. Dan, ruangan di pojok sebelah kanan di dekat tangga adalah praktik Dokter Spesialis Anak.Aku menumpukan kedua telapak tangan di pangkuanku. Tanpa sadar, aku tersenyum tipis. Akhir-akhir ini banyak hal-hal terjadi di luar dugaan. Salah satunya adalah kebahagiaan yang kurasakan karena suasana hangat di keluargaku.Selain itu hubunganku dengan Kak Panggih pun membaik. Meskipun aku belum mengenal orangtuanya. Mungkin kalau ada kesempatan, aku berniat untuk mengenal orangtua Kak Pak Panggih.Hanya saja, aku belum sempat menceritakan perihal penyakitku kepada kekasihku. Ada perasaan takut kalau Kak Panggih tidak dapat menerima kead