Hari jumat jam lima sore di akhir bulan, biasanya aku akan terlambat pulang karena harus mengerjakan laporan akhir bulan yang tidak sedikit. Tadi Anggreni minta ijin untuk pulang lebih awal, karena sedang tidak enak badan. Sehingga pekerjaan yang harus kuselesaikan bertambah lebih banyak dari biasanya. Maka dari itu aku harus lembur kerja hari ini.Aku sudah mengabari keluargaku mengenai hal ini, supaya tidak membuat khawatir orang di rumah. Aku menghela napas panjang. Sudah tiga hari aku memberikan waktu kepada Kak Panggih untuk berpikir. Maka dari itu aku tidak menjawab satu pun pesan singkat, bahkan mengabaikan setiap telepon darinya. Meskipun sebenarnya aku pun merasa tersiksa.Karena harus mengabaikan pemuda yang kucintai. Jujur saja, aku merindukan suaranya. Apalagi kami biasanya sering menghabiskan waktu bersama jika di kantor. Tapi, selama tiga hari aku berusaha untuk menghindari Kak Panggih. Salah satunya adalah makan siang di warung makan yang cukup jauh. Karena masih be
Hari sabtu adalah hari yang paling aku nantikan. Selain karena memang hari libur, kali ini aku menyempatkan diri untuk berolahraga di lapangan renon. Banyak sekali murid sekolah berpakaian seragam olahraga yang berkumpul di lapangan yang bisa dibilang sangat luas. Matahari belum sepenuhnya muncul di langit, namun sinarnya mulai terlihat dari arah timur. Berolahraga di pagi hari adalah salah satu hal yang selalu kunantikan. Dulu aku sering melakukan kegiatan ini waktu masih sekolah bersama teman-temanku. Terkadang aku pun berolahraga bersama dengan Dwiyan. Aku tersenyum miris mengingat sosok yang telah lama menghilang. Sejak aku memintanya untuk pergi, ia tidak berusaha untuk memintaku kembali. Sepertinya Dwiyan mulai sadar kalau apa pun yang telah hancur, akan sangat sulit untuk membangunnya kembali.Aku menarik napas panjang, sebelum mulai berlari mengitari lapangan renon. Setelah tiga puluh menit. Aku pun duduk di salah satu bangku yang ada di pinggir di dekat pohon yang rindan
Satu minggu setelah pertemuan terakhir dengan Dwiyan, aku mengajak Yanti untuk bertemu di restoran khas Italia kesukaan kami. Restoran bernama The Alley Valley berada di Jalan Merdeka. Biasanya akan ada banyak tamu di hari minggu. Namun, karena Yanti hanya bisa bertemu hari ini, aku pun tidak masalah dengan hal itu. Karena aku ingin menanyakan pendapat dari sahabatku mengenai masalah yang kuhadapi. Setelah memarkirkan motor di parkiran restoran. Aku pun berjalan menuju pintu masuk dan mendorongnya pelan.Suara gemerincing bel yang berbunyi membuat waitress tersenyum dan menghampiriku yang sedang memandang ke sekeliling restoran untuk mencari meja yang kosong. “Selamat datang di Alley Valley.. Meja untuk berapa orang?” sapa seorang waitress bertubuh mungil dengan ramah.“Untuk dua orang aja.. Tapi, teman saya sekitar sebentar lagi datangnya,” jelasku ramah.“Oh ya, nggak apa-apa kok.. Mau ruangan indoor atau outdoor?” tanya waitress itu lagi.“Outdoor deh.. Untuk daftar menunya n
Setelah bertemu dengan Yanti dan menghabiskan waktu hingga makan siang, aku pun sampai di rumah jam tiga sore. Baru saja menaruh sepatu pada rak, aku terkaget dengan kehadiran Bapak yang tersenyum tipis. Sudah cukup lama aku tidak melihat kehadirannya. Seingatku bulan lalu adalah terakhir kali bertemu dengan Bapak. Selain karena sifat tegasnya, aku mulai menjauh karena merasa kalau kami tidak pernah akur setiap kali berkumpul dengan anggota keluarga lainnya. “Sore, Pak.. Kok tumben sudah di rumah?” tanyaku berjalan masuk menuju ruang tamu. Bapak duduk di salah satu sofa kecil berwarna krem. Di tangannya memegang sebuah tas kanvas berwarna hitam.“Ya, kerjaan sudah selesai.. Citra tidak suka Bapak di rumah ya?” “Eh, bukan gitu, Pak.. Cuma agak heran kerjaan Bapak cepat selesai,” jawabku sedikit merasa canggung. Selama berada di rumah, aku jarang mengobrol berdua dengan Bapak. Meskipun waktu aku masih kecil sering duduk di pangkuan Bapak, sambil disuapi camilan kesukaanku. Setiap
Hari rabu, jam delapan malam, setelah pulang kerja, aku pun seperti biasa harus kontrol ke Dokter Psikiater. Karena obatku hanya tinggal beberapa tablet untuk seminggu. Sudah lima belas menit aku menunggu di lantai tiga. Ada beberapa pasien dari ruangan dokter yang lain terlihat menunggu di bangku kayu sebelahku. Di hadapanku adalah ruang praktik Dokter Gigi. Dan, ruangan di pojok sebelah kanan di dekat tangga adalah praktik Dokter Spesialis Anak.Aku menumpukan kedua telapak tangan di pangkuanku. Tanpa sadar, aku tersenyum tipis. Akhir-akhir ini banyak hal-hal terjadi di luar dugaan. Salah satunya adalah kebahagiaan yang kurasakan karena suasana hangat di keluargaku.Selain itu hubunganku dengan Kak Panggih pun membaik. Meskipun aku belum mengenal orangtuanya. Mungkin kalau ada kesempatan, aku berniat untuk mengenal orangtua Kak Pak Panggih.Hanya saja, aku belum sempat menceritakan perihal penyakitku kepada kekasihku. Ada perasaan takut kalau Kak Panggih tidak dapat menerima kead
Siang ini, tidak biasanya Kak Panggih mengajakku untuk makan siang bersama. Awalnya aku berpikir kalau Kak Panggih akan mengajak makan di luar. Justru sebaliknya. Kami sekarang duduk berhadapan sambil menikmati nasi rendang. Tadi, sebelum ke kos Kak Panggih, kami mampir ke rumah makan padang dan memesan dua porsi nasi rendang.Selain sayur nangka yang gurih, rendangnya pun empuk dan sedikit pedas. Sedangkan untuk nasinya benar-benar pulen. Aku suka rasa unik dari sambal hijaunya. Terkesan cukup pedas dan gurih. Kombinasi yang benar-benar pas.Biasanya kalau sedang makan, Kak Panggih suka membicarakan banyak hal. Tumben hari ini tidak banyak bicara. Padahal tadi bilang ingin mengatakan sesuatu. Sekitar tiga puluh menit berlalu. Aku dan Kak Panggih pun telah menyelesaikan makan. Setelah itu merapikan sampahnya. Kak Panggih terlihat mengambil piring kotor, gelas, dan sendok yang tadi kami gunakan. Aku pun kembali duduk bersandar pada tembok. Sambil memperhatikan punggung bidang Kak
Aku masih memejamkan mata dan meremas sprei gemas. Napasku masih memburu. Karena jilatan dan hisapan dari bibir Kak Panggih. Melihatku yang semakin melebarkan kedua kakiku, membuat Kak Panggih tersenyum genit.“Mmhh.. Geli Kak..” desahku pelan. Mencoba untuk mengontrol suaraku. Takutnya akan ada yang mendengar. “Tapi, enak kan?” tanya Kak Panggih terdengar menggodaku.“Iya..” jawabku malu-malu.“Sini, cobain yang lebih enak, Dik..”Kak Panggih pun bangkit berdiri. Kemudian, menarik tanganku untuk ikutan berdiri. Kali ini ia menanggalkan seluruh pakaian yang masih menempel di tubuhku. Setelah itu, Kak Panggih melepaskan kaos miliknya. Sehingga kami benar-benar telanjang bulat.Melihatku yang malu-malu, Kak Panggih justru merangkul pinggangku. Mendekatkan wajahnya dan kembali menciumi bibirku. Tangan kanannya pun meremas dadaku. Aku bisa merasakan kebanggaan miliknya yang tegang berulang kali menyentuh kewanitaanku yang basah. Aku membalas ciuman panas itu, bahkan karena terbaw
Karena menghabiskan waktu sampai satu jam lebih untuk beristirahat, aku pun terpaksa harus lembur kerja hari ini. Seperti biasa, aku baru saja selesai mengirimkan pesan kepada ibuku kalau akan pulang sedikit malam. Untung saja Kak Sugeng membantu sebagian pekerjaanku, sehingga aku hanya perlu menyelesaikan laporan harian dan bulanan. Hari ini atasanku tidak masuk kerja. Kalau tidak, aku pasti sudah mendapatkan masalah. Aku jadi merasa tidak enak. Mungkin lain kali aku harus menolak ajakan Kak Panggih ke kosnya dalam waktu dekat. Bekas percintaan tadi siang masih jelas terasa. Kewanitaanku terasa perih. Baru kali ini aku merasa benar-benar berdebar hanya dengan memikirkan hal yang telah terjadi. Di saat aku sedang sibuk menginput data pada komputer, aku mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Lalu, aku pun menoleh dan mendapati Kak Panggih berdiri di hadapanku dengan senyuman lebar.“Kerjaan Kak Panggih sudah selesai?” tanyaku sambil tersenyum malu-malu. Mengingat kejadian t