“Katakan padaku, kau ingin kita pesta di mana? Bagaimana konsepnya? Kita bicarakan sekarang!" tiba-tiba Janus bertanya lagi."Pesta? Apa aku tidak salah dengar? Pesta apa yang kau maksud?" tanya Fey keheranan."Tentu saja pesta pernikahan kita. Aku sudah bilang padamu, kita tidak akan bercerai. Aku akan bilang tentang pernikahan kita dan akan segera membuat pesta. Aku ingin menikahi kamu secara sah,"Fey tertawa. Sangat lucu kedengarannya saat Janus mengatakan itu meskipun bukan untuk pertama kalinya dia bilang tidak akan bercerai."Tidak ada pesta. Aku sudah bilang, aku ingin mengakhiri semua ini." Fey menolak secara terang-terangan."Tidak bisa. Kita harus membuat pesta agar semua orang tahu kalau kita sudah menikah." Janus tidak mau mengalah. Dia yang memang dasarnya keras kepalanya. Tidak mau menyerah begitu saja “Keputusanku sudah bulat. Kau tidak aku ijinkan untuk menolaknya.”Fey mendongak, matanya yang dulu lembut dan jernih sedingin es. “Kenapa kau tiba-tiba membuat k
Melihat Janus hanya tersenyum, Fey tidak mau melihat wajahnya. Sepanjang jalan dia melihat ke arah luar melalui jendela di sampingnya dan tidak memperdulikan orang yang ada di sampingnya.Ketika mereka sampai di apartemen Fey, Fey segera masuk ke kamar dan mengunci pintunya. Dia tidak membiarkan Janus mengganggunya lagi. Janus tidak tidak mengetuk pintu. Dia juga tidak memanggilnya untuk dibukanya pintu. Sebaliknya, dia pergi ke dapur dan tak lama kemudian membuka pintu kamar Fey dengan kawat kecil yang dia temukan di dapur. Dia dengan gesit membuka kunci pintu dan memasuk ke kamar Fey. "Janus, kenapa kau masuk ke kamarku. Pergi!" Usir Fey tanpa mau melihat wajahnya."Apakah seorang suami harus mendapatkan ijin dulu ketika masuk ke kamar istrinya?"sahutnya sambil melepas sepatunya nya sebelum merangkak ke tempat tidur.Fey tanpa sadar langsung bangun dan ingin pindah ke kamar sebelah. Namun, Janus meraih tangannya dan menahannya lagi."Fey, aku tahu, semua ini salahku. Aku sud
"Aku di rumah, Nek," jawabnya singkat.Nyonya Jane tersenyum dan berkata, “Sejak kemarin malam Nenek dan yang lainnya mencari kamu. Telpon ga diangkat, WA juga ga kau balas. Kau dari mana, sayang?"Fey terdiam beberapa saat sebelum menjawab,"Kemarin aku ada acara dengan teman di kampus. Kami naik ke gunung, maaf kalau aku tidak bilang karena mendadak saja. Aku juga lupa membawa ponselku,""Fey, kau sedang tidak ribut dengan Janus, kan?""Eh....tidak, Nek!""Janus tidak berbuat yang macam-macam padamu, kan?""Tidak, Nek. Aku pergi manjat tebing. Dia juga tidak tahu kalau aku punya rencana ke sana. Maaf, aku sudah membuat kalian panik,""Baiklah kalau begitu. Nenek bisa tenang. Nenek baru saja ke kantor polisi buat bikin laporan,""Nenek lapor polisi?"Fey kaget. Dia tidak mau Nenek malah mendapat kabar penculikan yang saat ini tengah diproses oleh pihak kepolisian.Kalau nenek sampai tahu,hancur semuanya. Dia tidak bisa lagi mengelak, kebohongan selama ini dan bagaimana Hawke yang seb
"Kau dan Fey sudah menikah?" tanya Jasper antara percaya dan tidak. Dia mengulang kata-kata Janus untuk meyakinkan pendengarannya."Iya, Pa. Kami sudah menikah saat awal kuliah,""Janus!" Jasper sampai berdiri dari tempat duduknya. Dia tidak tahu harus berkata apa, tidak tahu harus berbuat apa mendengar pengakuan anaknya.Beberapa saat dia mondar-mandir di belakang meja kerjanya, sebentar-sebentar menekan pelipisnya. Dia bingung, bagaimana harus menjelaskan semua ini pada istri dan Mamanya.Memang bukan kali ini saja Janus membuat masalah tapi kalau dia sampai menikah dengan saudaranya sendiri dan tanpa sepengetahuan keluarga, siapa yang bisa memaafkan kelakuannya?"Pa, aku minta maaf. Semua salah aku. Aku melakukan ini karena....,""Janus. Kau menikahi sepupumu sendiri secara diam-diam dan kau menyembunyikannya dari kami selama ini?""Iya, Pa. Aku minta maaf,""Jadi apa yang pernah Nenek curigai itu benar. Kau tidak hanya numpang mandi di kamar Fey, kan? Kalian memang tidur bersam
“Apa?” Fey sampai terbelalak. Dia benar-benar kaget karena Janus sudah berbuat sejauh itu tanpa minta pendapatnya lebih dulu.“Iya, aku sudah bilang ke papa kalau kita akan membuat pesta pernikahan kita sesegera mungkin. Aku tidak main-main kali ini. Aku minta pendapat Papa dulu sebelum bicara langsung pada Nenek,” jelasnya.“Janus, apa-apaan kau ini?” Fey tidak terima, dia membayangkan bagaimana ekpresi pamannya itu begitu Janus mengungkap kebenaran di antara mereka.Fey kebingungan sendiri. Dia tidak menyangka kalau apa yang dijanjikan Janus kali ini benar-benar dia buktikan. “Aku sudah bilang padamu, aku minta kesempatan satu kali lagi. Aku akan memperbaiki semuanya,”“Tapi…..,”“Kau tidak usah khawatir. Papa memang shock mendengarnya tapi aku pikir, cepat atau lambat, semua ini akan terbongkar. Lagi pula aku mau bertanggung jawab atas apa yang aku perbuat, mereka tidak akan marah,”Wajah Fey masih pucat pasi. Janus bisa memahami apa yang dirasakan oleh istrinya. Jadi, dengan penuh
Selesai makan, Janus mengantar Fey kembali ke kamar. Tidak lupa, dia menyiapkan obat yang diberikan dokter dan ketika dia minta Fey untuk meminumnya, Fey menolak."Nanti saja,"Fey tidak mungkin minum obat itu karena obat yang diresepkan dokter cukup membuat dia khawatir. Dokter yang memeriksanya tidak tahu kalau saat ini Fey sedang hamil jadi bisa saja obat itu tidak aman untuknya."Kau harus minum obat ini setiap delapan jam, loh,""Iya, biar aku saja. Aku habis makan, kalau aku paksakan, bisa-bisa isi perutku akan keluar semua,""Baik," akhirnya Janus menyerah. Dia meletakkan kembali obat itu dan pamit."Aku tidak bisa lama-lama. Masih ada kerjaan di kantor. Aku akan kembali sebelum magrib,"Seperti yang dia lakukan pagi tadi, sebelum pergi dia menanamkan kecupan di kening Fey. Dalam perjalanan ke kantor, sambil mengemudi, Janus menelepon seseorang. "Bagaimana hasil pemeriksaannya?" tanyanya dengan tenang.“Parah, Bos. Dia teriak-teriak terus dan membuat penyidik yang biasanya s
Pada waktu itu, di matanya, Hawke adalah sosok gadis yang sangat mahal. Citranya sebagai gadis yang sempurna meninggalkan kesan mendalam pada diri Janus.Tanpa sadar, pikirannya terus dipenuhi oleh segala hal tentang gadis itu. Dia tidak pernah melihat hal yang mengecewakan darinya.Kebetulan selama kurun waktu itu juga, Janus juga tidak memikirkan wanita mana pun selain Hawke. Tak peduli bagaimana cewek-cewek di seolah itu juga mengincarnya, selama Hawke ada di sisinya, dia tidak membutuhkan siapa pun. Dia selalu bersama gadis itu, seberapa dalam hubungan mereka, Janus juga tidak tahu. Dia pikir, itu adalah hubungan yang luar biasa hanya bisa membicarakan banyak hal, jajan di kanti bareng, mengerjakan tugas bareng walaupun sebenarnya Fey yang mengerjakan tugas mereka dan mereka hanya ngobrol.Kesempatan itu hanya di dapat oleh Janus. Dia benar-benar menjadi cowok yang paling beruntung di sekolah itu. Tiga tahun berlalu, Hawke menjadikan Janus satu-satunya teman laki-lakinya. Bahka
Fey duduk di samping neneknya. Karena dia punya pikiran kalau Nenek datang untuk membahas hal yang paling menakutkan baginya, dia hanya tertunduk.Fey tidak berani menatap Nenek yang mengelus punggungnya dengan penuh kasih sayang.“Kau sudah membuat kami khawatir karena tidak satu pun dari kami yang bisa menghubungi kamu. Begitu mendengar Hawke sampai melakukan itu padamu, ini yang tidak termaafkan. Berani-beraninya dia mengganggu cucu kesayangan nenek,”“Nek, jangan khawatirkan aku. Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin istirahat saja, sebentar juga akan pulih dan aku bisa kembali ke kampus,”Bagaimana bisa pulih dengan mudah? Nenek mengela nafas panjang. Tapi apa yang dia lakukan padamu, tidak akan termaafkan oleh siapapun,” “Ini semua salah Janus. Jika dia mendengar kami, semua ini tidak akan terjadi,”Fey hanya terdiam.“Kalian berteman sejak SMA, dia cukup dekat denganmu juga Janus,” ucap Nenek. Entah apa maksudnya dia membuka ingatan Fey tentang masa tiga tahun yang lalu. “Entah ap
Fey tidak ingin membahas kehamilannya sekarang. Dia belum siap dengan tanggapan Janus dan dia juga belum tahu apa yang akan terjadi kedepannya karena ada perasaan yang mengganjal dihatinya tapi dia sendiri tidak bisa menerka.“Tidak usah. Aku cukup nyaman kok mengenakannya.Tidak usah dilonggarkan lagi,”“Oke,"Nahlah langsung mengangguk. Janus pun merasa lega. Dia segera mengeluarkan ponselnya dan mengambil foto mereka di cermin. Fey kaget, ini untuk pertama kalinya Janus melakukan selfi dengannya. Janus memperlihatkan hasilnya pada Fey, "Serasi, kan?”Dalam foto itu, Fey meletakkan tangannya di punggung karena dia ingin membuka gaunnya sedangkan Janus tersenyum melihat ke arah kamera. Fey hanya tersenyum. Pada saat itu mereka punya pikiran sendiri-sendiri tentang itu.*****Setelah mencoba gaun pengantin, Janus mengantar Fey kembali ke rumah. Fey tidak ada kegiatan apapun selain melakukan revisi skripsi Janus yang sudah dia selesaikan semalam.Perbaikannya sudah dia kirim dan men
Keduanya segera membantu Fey mengenakan gaun. Janus tersenyum dan menundukkan kepalanya. Dia mencium punggung Fey dengan penuh cinta. “Jangan kau pikirkan apa yang dikatakan Terra. Yang paling penting saat ini, aku sedang mencoba gaun pengantin bersama orang yang paling aku cintai,”Fey tersenyum. Meskipun dia tahu kalau Janus hanya menghiburnya, dia merasa bahagia. Setidaknya Janus menunjukkan pada kedua staf itu kalau tidak ada yang salah dengan apa yang mereka lakukan saat ini.Fey sudah melepas bluesnya, ketika dia minta staf yang memegang gaun pengantin untuk membantunya, Janus menghentikannya. Tubuhnya yang tinggi dia gunakan untuk mengurung Fey hingga tak tersentuh oleh siapapun. “Aku sudah bilang kalau aku yang akan membantu kau mencoba gaun ini, kau tidak membutuhkan orang lain,”Janus sangat tidak berdaya melihat punggung Fey yang terbuka. Dari pantulan kaca, dia juga melihat dada Fey yang membusung. Dia sering melihat pemandangan seperti ini, bahkan dia juga kerap melihat F
Gaun pengantin itu sangat cantik, model terbaru yang baru saja dikerjakan oleh perancang terkenal di negeri ini. Ini serasa mimpi, Fey hanya bisa memandanginya, seakan itu adalah barang berharga yang takut untuk di sentuhnya.Gaun itu berlengan pendek yang mengikuti bordir bunga pada ujungnya hingga membentuk lengan yang cantik pada manakin itu. Leher yang berbentuk V dikelilingi berlian yang berkilau, “Cantik sekali,” Fey tidak tahan untuk tidak memujinya.Pada bagian pinggangnya dirancang sangat ketat dan pasti akan menampilkan sosok yang bagus bagi siapapun yang memakainya. Rok panjang yang menjuntai hingga ke lantai dibuat mengembang seperti payung.Saat dikenakan, pasti akan bergoyang-goyang karena bahannya yang halus dan lembut.Bagian ujung gaun itu tertutup payet dan memantulkan kemilau yang indah di bawah cahaya ruang yang sangat terang pada saat itu. “Ini pasti sangat mahal,” Fey menafsir harganya ketika seorang staf datang mengagetkannya.“Gaun ini dipesan oleh Pak Janus d
“Nenek ada apa?” tanyanya begitu mengangkat panggilan. Suara Janus terdengar sedikit tidak ramah.“Ada apa?” balas Nenek dengan suara yang terheran-heran. “Janus… Bisa-bisanya kau bilang begitu pada Nenekmu?” sergahnya. Suaranya dipenuhi amarah. Bagaimana tidak, ini sudah malam. Dia dan anak mantunya sudah berkumpul di rumah, berharap Janus datang untuk menjelaskan ini semua tapi pikirannya itu salah.Tanpa merasa bersalah sedikit pun, Janus malah tidak pulang. Tidak memberi kabar apapun tentang rencana besarnya itu. Siapa yang tidak emosi kalau punya cucu yang kelewatan begini.“Apa kau merasa terganggu kalau nenek menelponmu? Apa kau sangat sibuk hingga….,”“Iya, Nek. Ada apa? Apa nenek tidak salah bertanya begitu? Bukan sekarang saja Nenek menelpon aku dan tidak pernah mau tahu aku sedang apa, kan?”“Apa kau masih menganggap wanita tua ini sebagai nenekmu?”“Heh…ada apa lagi ini?” Janus sudah bisa menebak apa yang ingin ditanyakan Neneknya makanya tiba-tiba menelpon, marah-marah
Suaranya terdengar sangat menyenangkan, seperti seorang bapak yang tengah membujuk anaknya untuk makan. Magnetis dan dalam. Membuat Fey terhipnotis.Tanpa diminta lagi, Fey membuka mulutnya, Janus menyuapkan makanan itu dengan sangat hati-hati. Perasaan yang tidak bisa Fey gambarkan segera merayap dalam pikirannya. Andai Janus semanis ini memperlakukannya, dia pasti akan mencintai pria ini lebih dalam lagi. "Tapi apakah dia melakukan ini hanya karena aku sedang kesal dengannya. Apa karena dia ingin menebus rasa bersalahnya?” tanya Fey pada dirinya sendiri.Apapun yang Janus pikirkan sampai dia mau melakukan ini, Fey ingin menutup mata dan telinganya. Dia ingin menikmati perhatian Janus yang mungkin akan dia lakukan sekali ini saja. Dia ingin bahagia, ingin merasakan bagaimana rasanya dicintai. Menikmati bagaimana rasanya dimanjakan oleh orang yang dicintai walaupun dia tidak yakin kalau Janus melakukannya dengan hati.Saat dia memikirkan itu, tanpa terasa air mata jatuh dari sudut
Karena Janus sudah berjanji tidak akan menyentuhnya, dia cukup tahu apa maksud dari ucapan Fey itu. Dia menahan langkahnya, sampai Fey benar-benar masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya, barulah Janus berbalik. Dia tidak meninggalkan kamar itu tapi memilih duduk di sisi tempat tidur dan mengeluarkan ponselnya. Janus memesan makan malam untuk mereka berdua.Dia hanya tersenyum getir ketika mendengar suara gemercik air. Dia tahu kalau Fey sudah membohonginya. Dia sebenarnya tidak ingin buang air besar tapi mandi.Ya, wajar dia melakukan itu. Selama mereka menikah, Janus tidak pernah sepeduli ini padanya. Dia datang ke kamar ini ketika dia membutuhkan tubuhnya, dia akan pergi setelah mendapatkan apa yang dia inginkan.Dia tidak pernah bertanya, apakah Fey capek atau tidak karena banyak tugas-tugas dari dosen yang harus diselesaikan, bukan hanya tugasnya sendiri tapi harus menyelesaikan semua tugasnya.“Apa pernah dia memperhatikan apa yang Fey lakukan setelah mereka bercinta. Berdiam
Lo juga ikut menyahuti, “Fey, aku yakin Janus membuat rencana ini tanpa persetujuan kamu, kan? Anak itu memang keterlaluan. Dia tetap saja memaksakan kehendaknya. Untuk masalah sebesar ini, bahkan dia tidak meminta pendapat kami. Kita ini keluarga. Janus memang salah, tapi benar kata Nenek. Jika kau merasa keberatan, kau tidak harus mengikuti maunya. Ini tentang masa depanmu, sayang,""Aku tidak pernah merasa terpaksa atas semua ini. Tiga tahun kami bersama, aku melakukan ini karena aku memang menyukai Janus. Maafkan aku,""Oh....," Keduanya terkaget."Ya....kalau kalian menang saling suka. Tidak ada masalah. Nenek akan panggil anak itu. Dia harus tahu bagaimana menghargai orang yang begitu tulus seperti kamu,"Nenek berkata begitu karena dia tahu, Janus memikirkan wanita lain saat dia terikat sebuah hubungan yang sakral dengan Fey.Dia bisa merasakan bagaimana tersiksanya gadis ini jika perasaannya itu memang benar. Mencintai seseorang yang sebenarnya tidak bisa menghargai perasaann
Fey duduk di samping neneknya. Karena dia punya pikiran kalau Nenek datang untuk membahas hal yang paling menakutkan baginya, dia hanya tertunduk.Fey tidak berani menatap Nenek yang mengelus punggungnya dengan penuh kasih sayang.“Kau sudah membuat kami khawatir karena tidak satu pun dari kami yang bisa menghubungi kamu. Begitu mendengar Hawke sampai melakukan itu padamu, ini yang tidak termaafkan. Berani-beraninya dia mengganggu cucu kesayangan nenek,”“Nek, jangan khawatirkan aku. Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin istirahat saja, sebentar juga akan pulih dan aku bisa kembali ke kampus,”Bagaimana bisa pulih dengan mudah? Nenek mengela nafas panjang. Tapi apa yang dia lakukan padamu, tidak akan termaafkan oleh siapapun,” “Ini semua salah Janus. Jika dia mendengar kami, semua ini tidak akan terjadi,”Fey hanya terdiam.“Kalian berteman sejak SMA, dia cukup dekat denganmu juga Janus,” ucap Nenek. Entah apa maksudnya dia membuka ingatan Fey tentang masa tiga tahun yang lalu. “Entah ap
Pada waktu itu, di matanya, Hawke adalah sosok gadis yang sangat mahal. Citranya sebagai gadis yang sempurna meninggalkan kesan mendalam pada diri Janus.Tanpa sadar, pikirannya terus dipenuhi oleh segala hal tentang gadis itu. Dia tidak pernah melihat hal yang mengecewakan darinya.Kebetulan selama kurun waktu itu juga, Janus juga tidak memikirkan wanita mana pun selain Hawke. Tak peduli bagaimana cewek-cewek di seolah itu juga mengincarnya, selama Hawke ada di sisinya, dia tidak membutuhkan siapa pun. Dia selalu bersama gadis itu, seberapa dalam hubungan mereka, Janus juga tidak tahu. Dia pikir, itu adalah hubungan yang luar biasa hanya bisa membicarakan banyak hal, jajan di kanti bareng, mengerjakan tugas bareng walaupun sebenarnya Fey yang mengerjakan tugas mereka dan mereka hanya ngobrol.Kesempatan itu hanya di dapat oleh Janus. Dia benar-benar menjadi cowok yang paling beruntung di sekolah itu. Tiga tahun berlalu, Hawke menjadikan Janus satu-satunya teman laki-lakinya. Bahka