“Apa?” Fey sampai terbelalak. Dia benar-benar kaget karena Janus sudah berbuat sejauh itu tanpa minta pendapatnya lebih dulu.“Iya, aku sudah bilang ke papa kalau kita akan membuat pesta pernikahan kita sesegera mungkin. Aku tidak main-main kali ini. Aku minta pendapat Papa dulu sebelum bicara langsung pada Nenek,” jelasnya.“Janus, apa-apaan kau ini?” Fey tidak terima, dia membayangkan bagaimana ekpresi pamannya itu begitu Janus mengungkap kebenaran di antara mereka.Fey kebingungan sendiri. Dia tidak menyangka kalau apa yang dijanjikan Janus kali ini benar-benar dia buktikan. “Aku sudah bilang padamu, aku minta kesempatan satu kali lagi. Aku akan memperbaiki semuanya,”“Tapi…..,”“Kau tidak usah khawatir. Papa memang shock mendengarnya tapi aku pikir, cepat atau lambat, semua ini akan terbongkar. Lagi pula aku mau bertanggung jawab atas apa yang aku perbuat, mereka tidak akan marah,”Wajah Fey masih pucat pasi. Janus bisa memahami apa yang dirasakan oleh istrinya. Jadi, dengan penuh
Selesai makan, Janus mengantar Fey kembali ke kamar. Tidak lupa, dia menyiapkan obat yang diberikan dokter dan ketika dia minta Fey untuk meminumnya, Fey menolak."Nanti saja,"Fey tidak mungkin minum obat itu karena obat yang diresepkan dokter cukup membuat dia khawatir. Dokter yang memeriksanya tidak tahu kalau saat ini Fey sedang hamil jadi bisa saja obat itu tidak aman untuknya."Kau harus minum obat ini setiap delapan jam, loh,""Iya, biar aku saja. Aku habis makan, kalau aku paksakan, bisa-bisa isi perutku akan keluar semua,""Baik," akhirnya Janus menyerah. Dia meletakkan kembali obat itu dan pamit."Aku tidak bisa lama-lama. Masih ada kerjaan di kantor. Aku akan kembali sebelum magrib,"Seperti yang dia lakukan pagi tadi, sebelum pergi dia menanamkan kecupan di kening Fey. Dalam perjalanan ke kantor, sambil mengemudi, Janus menelepon seseorang. "Bagaimana hasil pemeriksaannya?" tanyanya dengan tenang.“Parah, Bos. Dia teriak-teriak terus dan membuat penyidik yang biasanya s
Pada waktu itu, di matanya, Hawke adalah sosok gadis yang sangat mahal. Citranya sebagai gadis yang sempurna meninggalkan kesan mendalam pada diri Janus.Tanpa sadar, pikirannya terus dipenuhi oleh segala hal tentang gadis itu. Dia tidak pernah melihat hal yang mengecewakan darinya.Kebetulan selama kurun waktu itu juga, Janus juga tidak memikirkan wanita mana pun selain Hawke. Tak peduli bagaimana cewek-cewek di seolah itu juga mengincarnya, selama Hawke ada di sisinya, dia tidak membutuhkan siapa pun. Dia selalu bersama gadis itu, seberapa dalam hubungan mereka, Janus juga tidak tahu. Dia pikir, itu adalah hubungan yang luar biasa hanya bisa membicarakan banyak hal, jajan di kanti bareng, mengerjakan tugas bareng walaupun sebenarnya Fey yang mengerjakan tugas mereka dan mereka hanya ngobrol.Kesempatan itu hanya di dapat oleh Janus. Dia benar-benar menjadi cowok yang paling beruntung di sekolah itu. Tiga tahun berlalu, Hawke menjadikan Janus satu-satunya teman laki-lakinya. Bahka
Fey membiarkan tubuhnya yang indah terekspos begitu saja. Dia membaringkan tubuhnya dengan malas di ranjang mereka yang empuk. Mengembalikan nyawanya setelah permainan yang menguras seluruh tenaganya.Dia tidak mengenakan selembar pakaian pun. Tubuhnya yang bersih dengan lekuk yang sempurna tampak dipenuhi stempel cinta di mana-mana. Kulitnya yang putih bersih itu, juga masih terlihat agak licin, mengisyaratkan bagaimana gelora cinta kedua insan muda itu. Bagaimana panasnya api asmara yang baru saja selesai.Rambut panjangnya sedikit acak-acakan. Tergerai hampir menutupi bantal yang ada di bawah kepalanya. Gadis itu memancarkan kecantikan yang luar biasa. Makin mempesona dengan gayanya yang seperti itu. Di dekatnya, Janus duduk di ujung tempat tidur dengan sebatang rokok di antara jarinya yang panjang. Dia menatap Fey dengan mata yang masih membara.Sama seperti Fey, pria tampan nan rupawan itu tidak mengenakan apapun. Bahunya yang penuh dan dadanya yang berotot tegas
Tanpa diduga, wajah Janus langsung merah padam. "Apa katamu?" dia bertanya dengan ekpresi menakutkan. “Kau jangan menahan aku dengan jebakan seperti ini!” tandasnya. Suaranya mulai gemetar. “Hamil apaan?”“Kau tidak mungkin hamil, kau selalu minum obat itu, kan?”Reaksi ini tak diduga oleh Fey sebelumnya. Jantung Fey langsung berdebar kencang karena kaget dan bercampur takut, tapi karena sudah terlanjur bicara dia memberanikan diri untuk mengulangi kata-katanya "Iya….Aku hamil."Tanpa berpikir, Janus langsung membalas “Gugurkan!”“Gugurkan janin itu!”serunya dengan suara yang keras. “Bukankah kita sudah sepakat, pernikahan ini hanya sementara dan tidak ada anak yang lahir.”Fey sudah menduga kalau dia akan mendengar kata-kata yang tidak mengenakkan telinganya itu. Apa yang dikatakan Janus memang benar, hubungan mereka hanya sementara saja. Sikapnya itu juga sudah diperjelas dengan obat anti hamil yang selalu dia siapkan Janus untuknya.Fey terdiam beberapa saat untuk menenangkan h
"Hei....apakah kau ingin menahanku di sini?"Janus sengaja menahan diri meskipun dia masih ingin melakukannya lagi. Tapi dia sudah janji pada Hawke, dia akan menjemputnya di bandara malam ini.Jika melihat ekspresi Fey yang begitu memohon, dia tidak tega jika tidak membantu Fey melepas keinginannya.Fey tersipu, tapi dia hanya bisa mencondongkan tubuh ke depan. Menekan tubuhnya ke tubuh Janus lebih dalam. Dia ingin melahap senjata pusaka Janus yang besar itu dalam-dalam. Dia berkata dengan genit, “Kau yang membuat aku seperti ini.""Aku?" Dia bertanya sambil mengerucutkan keningnya."Kau yang mau minta nambah, kenapa aku yang disalahkan?"Tangan Janus segera meraih pergelangan tangan Fey dan membuatnya menyentuh miliknya.Fey memegang tongkat pusaka yang sudah mengeras itu sambil menatap Janus dengan mata yang berkaca-kaca. Sentuhan jari-jarinya yang lembut rupanya juga memberikan kenikmatan bagi Janus."Kau tidak menyukainya?”"Aku harus pergi. Hawke sudah menunggu aku
Kini, Fey duduk sendirian di sisi tempat tidur. Dia melihat kamar dan hanya tinggal dirinya saja. Sambil mengelus tempat tidur, dia membatin, "Apakah segala bentuk permainan yang mereka nikmati selama dua tahun delapan bulan itu akan berakhir?"Dia tersenyum pahit. Ke depannya, mungkin kamar ini hanya akan dia tempati seorang diri saja. Tidak akan ada suara desahan yang memecah keheningan seperti saat Janus pulang untuk melampiaskan hasratnya. Mungkin setelah ini dia tidak akan datang lagi, jika dia butuh pelepasan, mungkin dia akan mencari kekasihnya.Sakit sekali ketika pikiran itu muncul di kepalanya tanpa dia minta.Ya.....siapa yang tidak sakit merasakan ini.Sebagai istri, meskipun hanya mereka berdua yang tahu tentang hubungan ini, Fey selalu menunjukkan sikap yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi urusan di tempat tidur, Fey sudah menjadi pelayan yang sempurna.Tidak peduli kapan Janus akan datang dan permintaannya yang kadang sangat keterlaluan, dia
Caelum jadi tidak enak. Dari nada bicaranya, jelas kalau Fey merasa tidak nyaman karenanya. Dia jadi lebih canggung saat mengikuti Fey keluar dari bangsal klinik menuju ke parkiran. Apalagi beberapa saat kemudian Fey berbalik dan memelototinya. “Kau tidak usah mengikuti aku. Aku mau ke koperasi beli pembalut dan ke kamar mandi!”Caelum tidak berani mengatakan apapun dan hanya bisa menjawab, "Ya.""Kau bisa kembali ke kantor. Aku bisa pulang sendiri." Fey melirik pria yang masih berdiri di sampingnya."Baiklah!"Begitu selesai bicara, dia langsung pergi ke warung serba ada yang ada di area klinik. Namun ketika ingin membayar barang belanjaannya, Fey baru menyadari bahwa dia meninggalkan tas jinjingnya. Barang itu dia letakkan di sisi tempat tidur ketika dia ingin diperiksa.Tidak ada pilihan, dia harus kembali untuk mengambil tas miliknya. Tapi baru beberapa langkah, dia langsung menahan langkahnya."Hawke?" Fey terkejut melihat gadis yang berjalan tergopoh-gopoh dari parkiran, menuj
Pada waktu itu, di matanya, Hawke adalah sosok gadis yang sangat mahal. Citranya sebagai gadis yang sempurna meninggalkan kesan mendalam pada diri Janus.Tanpa sadar, pikirannya terus dipenuhi oleh segala hal tentang gadis itu. Dia tidak pernah melihat hal yang mengecewakan darinya.Kebetulan selama kurun waktu itu juga, Janus juga tidak memikirkan wanita mana pun selain Hawke. Tak peduli bagaimana cewek-cewek di seolah itu juga mengincarnya, selama Hawke ada di sisinya, dia tidak membutuhkan siapa pun. Dia selalu bersama gadis itu, seberapa dalam hubungan mereka, Janus juga tidak tahu. Dia pikir, itu adalah hubungan yang luar biasa hanya bisa membicarakan banyak hal, jajan di kanti bareng, mengerjakan tugas bareng walaupun sebenarnya Fey yang mengerjakan tugas mereka dan mereka hanya ngobrol.Kesempatan itu hanya di dapat oleh Janus. Dia benar-benar menjadi cowok yang paling beruntung di sekolah itu. Tiga tahun berlalu, Hawke menjadikan Janus satu-satunya teman laki-lakinya. Bahka
Selesai makan, Janus mengantar Fey kembali ke kamar. Tidak lupa, dia menyiapkan obat yang diberikan dokter dan ketika dia minta Fey untuk meminumnya, Fey menolak."Nanti saja,"Fey tidak mungkin minum obat itu karena obat yang diresepkan dokter cukup membuat dia khawatir. Dokter yang memeriksanya tidak tahu kalau saat ini Fey sedang hamil jadi bisa saja obat itu tidak aman untuknya."Kau harus minum obat ini setiap delapan jam, loh,""Iya, biar aku saja. Aku habis makan, kalau aku paksakan, bisa-bisa isi perutku akan keluar semua,""Baik," akhirnya Janus menyerah. Dia meletakkan kembali obat itu dan pamit."Aku tidak bisa lama-lama. Masih ada kerjaan di kantor. Aku akan kembali sebelum magrib,"Seperti yang dia lakukan pagi tadi, sebelum pergi dia menanamkan kecupan di kening Fey. Dalam perjalanan ke kantor, sambil mengemudi, Janus menelepon seseorang. "Bagaimana hasil pemeriksaannya?" tanyanya dengan tenang.“Parah, Bos. Dia teriak-teriak terus dan membuat penyidik yang biasanya s
“Apa?” Fey sampai terbelalak. Dia benar-benar kaget karena Janus sudah berbuat sejauh itu tanpa minta pendapatnya lebih dulu.“Iya, aku sudah bilang ke papa kalau kita akan membuat pesta pernikahan kita sesegera mungkin. Aku tidak main-main kali ini. Aku minta pendapat Papa dulu sebelum bicara langsung pada Nenek,” jelasnya.“Janus, apa-apaan kau ini?” Fey tidak terima, dia membayangkan bagaimana ekpresi pamannya itu begitu Janus mengungkap kebenaran di antara mereka.Fey kebingungan sendiri. Dia tidak menyangka kalau apa yang dijanjikan Janus kali ini benar-benar dia buktikan. “Aku sudah bilang padamu, aku minta kesempatan satu kali lagi. Aku akan memperbaiki semuanya,”“Tapi…..,”“Kau tidak usah khawatir. Papa memang shock mendengarnya tapi aku pikir, cepat atau lambat, semua ini akan terbongkar. Lagi pula aku mau bertanggung jawab atas apa yang aku perbuat, mereka tidak akan marah,”Wajah Fey masih pucat pasi. Janus bisa memahami apa yang dirasakan oleh istrinya. Jadi, dengan penuh
"Kau dan Fey sudah menikah?" tanya Jasper antara percaya dan tidak. Dia mengulang kata-kata Janus untuk meyakinkan pendengarannya."Iya, Pa. Kami sudah menikah saat awal kuliah,""Janus!" Jasper sampai berdiri dari tempat duduknya. Dia tidak tahu harus berkata apa, tidak tahu harus berbuat apa mendengar pengakuan anaknya.Beberapa saat dia mondar-mandir di belakang meja kerjanya, sebentar-sebentar menekan pelipisnya. Dia bingung, bagaimana harus menjelaskan semua ini pada istri dan Mamanya.Memang bukan kali ini saja Janus membuat masalah tapi kalau dia sampai menikah dengan saudaranya sendiri dan tanpa sepengetahuan keluarga, siapa yang bisa memaafkan kelakuannya?"Pa, aku minta maaf. Semua salah aku. Aku melakukan ini karena....,""Janus. Kau menikahi sepupumu sendiri secara diam-diam dan kau menyembunyikannya dari kami selama ini?""Iya, Pa. Aku minta maaf,""Jadi apa yang pernah Nenek curigai itu benar. Kau tidak hanya numpang mandi di kamar Fey, kan? Kalian memang tidur bersam
"Aku di rumah, Nek," jawabnya singkat.Nyonya Jane tersenyum dan berkata, “Sejak kemarin malam Nenek dan yang lainnya mencari kamu. Telpon ga diangkat, WA juga ga kau balas. Kau dari mana, sayang?"Fey terdiam beberapa saat sebelum menjawab,"Kemarin aku ada acara dengan teman di kampus. Kami naik ke gunung, maaf kalau aku tidak bilang karena mendadak saja. Aku juga lupa membawa ponselku,""Fey, kau sedang tidak ribut dengan Janus, kan?""Eh....tidak, Nek!""Janus tidak berbuat yang macam-macam padamu, kan?""Tidak, Nek. Aku pergi manjat tebing. Dia juga tidak tahu kalau aku punya rencana ke sana. Maaf, aku sudah membuat kalian panik,""Baiklah kalau begitu. Nenek bisa tenang. Nenek baru saja ke kantor polisi buat bikin laporan,""Nenek lapor polisi?"Fey kaget. Dia tidak mau Nenek malah mendapat kabar penculikan yang saat ini tengah diproses oleh pihak kepolisian.Kalau nenek sampai tahu,hancur semuanya. Dia tidak bisa lagi mengelak, kebohongan selama ini dan bagaimana Hawke yang seb
Melihat Janus hanya tersenyum, Fey tidak mau melihat wajahnya. Sepanjang jalan dia melihat ke arah luar melalui jendela di sampingnya dan tidak memperdulikan orang yang ada di sampingnya.Ketika mereka sampai di apartemen Fey, Fey segera masuk ke kamar dan mengunci pintunya. Dia tidak membiarkan Janus mengganggunya lagi. Janus tidak tidak mengetuk pintu. Dia juga tidak memanggilnya untuk dibukanya pintu. Sebaliknya, dia pergi ke dapur dan tak lama kemudian membuka pintu kamar Fey dengan kawat kecil yang dia temukan di dapur. Dia dengan gesit membuka kunci pintu dan memasuk ke kamar Fey. "Janus, kenapa kau masuk ke kamarku. Pergi!" Usir Fey tanpa mau melihat wajahnya."Apakah seorang suami harus mendapatkan ijin dulu ketika masuk ke kamar istrinya?"sahutnya sambil melepas sepatunya nya sebelum merangkak ke tempat tidur.Fey tanpa sadar langsung bangun dan ingin pindah ke kamar sebelah. Namun, Janus meraih tangannya dan menahannya lagi."Fey, aku tahu, semua ini salahku. Aku sud
“Katakan padaku, kau ingin kita pesta di mana? Bagaimana konsepnya? Kita bicarakan sekarang!" tiba-tiba Janus bertanya lagi."Pesta? Apa aku tidak salah dengar? Pesta apa yang kau maksud?" tanya Fey keheranan."Tentu saja pesta pernikahan kita. Aku sudah bilang padamu, kita tidak akan bercerai. Aku akan bilang tentang pernikahan kita dan akan segera membuat pesta. Aku ingin menikahi kamu secara sah,"Fey tertawa. Sangat lucu kedengarannya saat Janus mengatakan itu meskipun bukan untuk pertama kalinya dia bilang tidak akan bercerai."Tidak ada pesta. Aku sudah bilang, aku ingin mengakhiri semua ini." Fey menolak secara terang-terangan."Tidak bisa. Kita harus membuat pesta agar semua orang tahu kalau kita sudah menikah." Janus tidak mau mengalah. Dia yang memang dasarnya keras kepalanya. Tidak mau menyerah begitu saja “Keputusanku sudah bulat. Kau tidak aku ijinkan untuk menolaknya.”Fey mendongak, matanya yang dulu lembut dan jernih sedingin es. “Kenapa kau tiba-tiba membuat k
“Fey,” tubuh Janus yang tinggi juga ikut luruh. Dia memeluk Fey erat-erat dan menciumi ujung kepalanya. “Tidak ada yang menyentuhmu kecuali aku. Aku pastikan itu,” katanya begitu tegas.“Jangan menangis. Tuhan menyelamatkan kamu dan aku membawa kau ke mari,”“Tidak….mereka sudah membuat aku…,”“Tidak ada apa-apa, Fey. Percaya padaku. Mereka baru akan mengagahi kamu dan aku datang saat itu. Percaya padaku, aku mengatakan yang sebenarnya,”Di laur dugaan. Fey malah mendorong Janus dengan sekuat tenaga hingga tubuhnya terjengkang beberapa langkah ke belakang.“Kau yang menyelamatkan aku? Jadi kau yang membawa aku ke tempat itu?” tuduh Fey sambil menyeka air matanya. Suaranya masih gemetar karena amarah yang memuncak di dadanya.“Kau menuduh aku?” tanya Janus tak kalah keras.“Aku memang jahat padamu tapi apa kau pikir aku tega melakukan itu padamu?” dia bertanya sambil berusaha mengangkat tubuhnya.Setelah berhasil berdiri, dia kembali mendekati Fey dan memeluknya.”Aku kehilangan jejakm
Karena jadi rebutan, Hp itu jatuh dan bunyinya langsung mati.Hawke memungut benda itu dan merasa lega. Dia lebih iklas kalau HP jadul miliknya itu rusak daripada Janus mengetahui siapa yang menelponya. Gawat sekali jika Janus sampai tahu kalau dia yang menyembunyikan Fey dan menyekapnya sejak kemarin malam.“Sial, kau bisa selamat kali ini,” ujar Janus dengan kesal.Tanpa pamit, dia kemudian meninggalkan kamar itu dengan langkah yang panjang.“Janus! Tunggu, kita belum selesai bicara,”Hawke mengejarnya namun belum sampai ke pintu, sebuah tangan menahannya.“Biarkan dia pergi. Kalau dia tahu kalau kau benar-benar sudah sehat, dia makin yakin kalau semua tuduhannya itu benar. Bukankah kau masih ingin dia menjadi suamimu?”“Iya. Aku harus mendapatkannya karena hanya dia yang bisa menyelamatkan hidupku. “Bibi, kau harus membantu aku?”“Tentu, tapi hanya ini yang bisa aku lakukan. Biarkan saja dia pergi,”*****Janus segera naik ke mobil, ketika mobil itu mau meninggalkan rumah itu, dia