Share

Menjadi Aksa Hartawan

Penulis: BliDek
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“AKSA! Cuci mobil dinas ayah sekarang!” Suara teriakan Bambang tidak membuat Dimas bergerak dari duduknya. 

Ia belum terbiasa dengan nama Aksa Hartawan, suami dari Dara dan menantu dari Bambang Soedrajat yang sangat membanggakan posisinya sebagai dewan rakyat. 

Entah bagaimana ceritanya Dimas bisa masuk ke dalam tubuh Aksa yang malam itu sama-sama mengalami kecelakaan. Hanya saja, luka Aksa tidak terlalu parah. 

Hanya gegar otak ringan dan memar di beberapa bagian tubuhnya. 

“Aksa, kamu tuli, ya?!” Suara teriakan Bambang kembali mengisi pendengaran Dimas. 

“Mas, kamu dipanggil ayah, tuh!” Dara, wanita yang adalah istri Aksa mengusap lembut pundak Dimas, memberi kode kepada Dimas untuk segera menemui mertuanya itu. 

Dimas membuang nafas panjang, dengan terpaksa ia berdiri dan menghampiri mertuanya yang sejak tadi berteriak dari halaman rumah.

“Iya, Yah. Ada apa?” Aksa berdiri tidak jauh dari Bambang. 

Bambang menyemprot Dimas dengan air dari selang sebagai pelampiasan marahnya. “Kamu itu gak tuli, ya? Dari tadi ayah panggilin tapi gak datang-datang.”

“Cuci mobil! Satu jam lagi ayah ada rapat!” Bambang memberi perintah seperti sedang memerintah menantunya. Ia melempar selang ke depan Aksa. 

Dimas melotot. Cuci mobil? Ia terlahir dari keluarga kaya raya, jangankan mencuci mobil, memegang spon untuk menggosoknya saja ia tidak pernah.

“Tunggu apa lagi? Ayah bisa telat,” hardik Bambang. Ia semakin kesal karena Aksa tidak kunjung bergerak hanya menatap ujung yang mengeluarkan air dan membasahi kakinya. 

“Kenapa? Gak mau? Sudah bagus kamu ayah kasih tinggal gratis di sini. Makan tinggal makan, tidur tinggal tidur. Cuci! Anggap saja sebagai bayaran sewa tinggal di rumah ini.” 

Bambang menatap Aksa sinis. Berjalan melewati menantunya dan sengaja menyenggol pundak Aksa. 

Dimas menendang ember hitam di depannya sambil menggerutu. Di kehidupannya sebagai Dimas ia selalu dilayani dan menggunakan fasilitas terbaik. Tetapi kini semua berbanding terbalik. 

Berada di tubuh Aksa, Dimas terpaksa menjalani hidup seperti orang miskin dan selalu direndahkan. 

Tinggal di rumah orang sok kaya dan menjadi pesuruh berstatus menantu. Sangat jauh dari kehidupan seorang Dimas Mahardika. 

“Cepet cuci! Memangnya kalau cuman kamu pandangin gitu, mobil ayah jadi bersih? Dasar menantu gak guna!”

“Jangan sampe orang tahu anggota dewan punya menantu cuman tukang angkut barang. Mau ditaruh dimana muka ayah! ” Bambang berteriak dari ambang pintu. Ia tidak benar-benar masuk ke dalam rumah. Ia berdiri di pintu sambil memperhatikan Aksa. 

Dimas berdecak sebal. Dengan terpaksa ia mengambil selang dan mulai membasahi mobil  hitam itu berplat merah itu. 

Dari pintu rumah, Bambang berteriak agar Dimas menyemprot roda mobil yang kotor sampai bagian dalamnya. 

Aksa menghembuskan nafasnya ke udara mendengar Bambang terus memberikan perintah bagian mana yang harus digosok. 

Sejak pulang dari rumah sakit tiga hari yang lalu, Dimas mencari tahu orang seperti apa Aksa ini. Pasti ada alasan kenapa ia masuk ke tubuh pria miskin seperti Aksa. 

Benar, Aksa hanya pria miskin yang bekerja sebagai porter di kargo bandara. Gajinya dibawah UMR karena ia hanya pegawai outsourcing. 

Hanya saja, Aksa adalah orang yang sangat penyabar, rendah hati dan setia berbanding terbalik dengan Dimas. 

Dimas selesai mencuci mobil setelah satu jam dan keadaannya basah kuyup. Ia sedang menggulung selang ketika Dara datang dengan membawa handuk.

“Mas, ganti baju, yuk! Ada temen-temen kamu, tuh!” Dara menunjuk tiga orang pria yang berdiri di gerbang, tidak berani masuk lebih jauh.

“Kenapa mereka gak masuk ke dalam?” tanya Dimas heran. Sunggu tidak sopan rasanya membiarkan tamu tinggal di luar.

“Gak berani sama ayah, Mas. Sudah kamu ganti baju, biar mereka gak nunggu lama. Aku sudah siaapin kopi buat mereka.”

Dimas segera masuk ke kamar Dara, mengganti pakaian dengan baju milik Aksa. Baju kaos sederhana tidak seperti miliknya yang berharga jutaan bahkan sampai puluhan juta.

Aksa berdiri di depan cermin meja rias Dara. Mengenakan kaos putih polos dan celana panjang oren rumahan. Ia menatap iba bayangannya sendiri, tidak percaya jika pria yang mengenakan baju sederhana itu adalah dirinya. 

“Mas, ini seragamnya. Jatah cuti sakitnya sudah habis, jadi hari ini mas sudah mulai kerja lagi.” Dara mengingatkan. 

Dimas tercenung, matanya fokus pada seragam berwarna oren yang diberikan oleh Dara. Sambil membuang nafas, Dimas terpaksa menerima seragam itu.

Ia memasukkan seragam ke dalam tas ransel hitam yang sudah berisi bekal makan siang  buatan Dara. Ia juga menerima kunci motor matik dari istrinya.

“Nih dompet sama pass-nya!” Dara menyerahkan kedua benda berharga milik Akas. 

Dimas membuka dompet berwarna coklat dari kanvas yang warnanya sudah kusam. Hanya ada satu lembar uang 20 ribu dan selembar uang 10 ribu di dalamnya.

“Suamimu selalu bawa uang sesedikit ini? 30 ribu rupiah?” tanyanya. Ia menatap Dara, keningnya berkerut heran. Dimas terbiasa menghabiskan uang jutaan dalam sehari apalagi kalau ia sedang bersenang-senang dengan teman wanitanya.

"Ish, apa maksudnya suamiku? Suami aku kan mas sendiri! Lagipula, kita 'kan lagi nabung biar bisa kontrak rumah sendiri, Mas. Kamu sendiri yang minta dijatah segitu.” Dara menggandeng tangan Dimas yang ia kenal sebagai Aksa keluar kamar. Mengantar suaminya sampai ke pintu gerbang.

Dimas tersenyum kaku ketika teman-teman menyambutnya dengan ramah. Salah satu di antara mereka menawarkan diri menyetir motor Dimas karena masih khawatir dengan kondisinya.

Dimas segera bergabung dengan rekan satu tim-nya. Namun, bukan untuk ikut bekerja tetapi hanya menonton teman-teman yang lain bekerja mengeluarkan dan memasukkan barang.

Bukannya ia tak sudi, tapi dia tak biasa melakukan pekerjaan kasar seperti itu. Mengapa pria-pria di sekitarnya bersedia bekerja keras yang menguras tenaga mereka sendiri?

Dimas mengedarkan pandangannya ke seluruh area kargo. Matanya berhenti pada sosok berjas hitam yang sedang berjalan menuju ke kasir.

‘Alan!’ gumamnya ketika melihat sang asisten. Dimas berlari menghampiri Alan, ia harus meyakinkan Alan kalau ia adalah Dimas, bosnya!

Tapi masalahnya, apa Alan akan percaya?

Begitu Dimas memanggil Alan, pria berjas abu tua itu seketika menoleh, alisnya menaut ketika melihat pria yang tak dikenalnya memanggil namanya. 

"Alan, bantu aku. Aku butuh uang sekarang juga, mungkin ratusan juta. Mohon urus secepatnya, ya."

Dimas mengatakan itu dengan tenang, karena hal itu sudah sehari-hari dikatakan padanya kepada Alan, bawahannya sendiri. Namun, kali itu, respon yang diberikan oleh Alan berbeda. Manik Dimas seketika membulat ketika pria itu menatapnya seolah dirinya adalah pengemis. 

Bab terkait

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Ganti Rugi 20 Juta

    "Anda siapa? Gak usah mengaku-ngaku kalau Anda adalah Tuan Muda Dimas.” Alan – pria berjas formal rapi menoleh membuang wajah. Enggan berurusan dengan pria aneh yang mengaku sebagai Dimas Mahardika.Dimas lupa, bahwa saat ini, dia bukan berada di tubuhnya, melainkan tubuh Aksa si porter kargo. Ia menggigit bagian dalam bibirnya, mencari cara agar Alan percaya jika ia dalah Dimas Mahardika — bosnya! “Aku tahu kalau apa yang kukatakan memang tak masuk akal. Tapi, apakah kau akan percaya jika aku mengatakan kode kombinasi brankas di ruangan milik Dimas, atasanmu?” Ucapan Aksa membuat Alan yang tadinya tidak peduli dengannya Aksa seketika menoleh. Pria itu menatap Aksa mencoba membaca pikiran Aksa, matanya menyipit penuh selidiki menebak niat Aksa yang mengaku sebagai Dimas. “Jangan bercanda. Ini sama sekali tidak lucu!” pekik Alan. “Aku tidak bercanda, Alan. 564738, kode kombinasi brankas yang berada tepat di belakang mejaku.” ucap Dimas, mendekatkan dirinya kepada Alan, dan mencoba

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Ditangkap Polisi

    “Memang kamu pikir ayah ini bank!” Bambang berkacak pinggang, melotot melihat Aksa dan Dara yang sedang duduk di sofa. Aksa alias Dimas berhasil meminta tenggat waktu untuk membayar ganti rugi paket seafood yang tidak sengaja ia hancurkan. Sialnya, ia lupa tidak meminta nomor telepon Alan. Padahal kalau ia bisa menghubungi Alan, uang 20 juta bisa dengan mudah ia dapatkan.“Yah, Dara mohon.” Wajah Dara memelas, memohon pada Bambang agar mau membantu suaminya – Aksa.Dimas yang sedang menjadi Aksa, hanya diam. Sebelumnya, ia tidak pernah memohon kepada orang. Itu sama saja merendahkan dirinya.Bambang berpikir sejenak. Mungkin ini saatnya yang tepat untuk memisahkan putrinya yang terlalu baik hati ini dari suaminya yang miskin dan tidak berguna.Bambang menoleh melihat Aksa. Muak sekali ia melihat wajah miskin menantunya. Membuat malu saja, merusak keturunan keluarga Soedrajat.“Dengan gajinya, mana mungkin dia bisa kembalikan uang ayah!” Bambang masih menolak membantu Aksa. “Akan aku

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Keadaan Tubuh Dimas

    “Ta –tapi dia penjahat, Tuan!” Manajer yang melihat Alan menghentikan polisi untuk membawa Aksa segera berlari menghampiri salah satu eksportir besar itu.Maha Group adalah salah satu perusahaan kesayangan dari pelayanan pengiriman karena selalu mengekspor barang dalam jumlah besar.“Penjahat?” Sebelah alisnya terangkat heran dengan tuduhan sang manajer.“Aksa hanya menjatuhkan kotak seafood. Ia bahkan sudah bersedia mengganti rugi walau dengan dicicil. Bagaimana itu bisa disebut penjahat?” Alan berkata dengan mimik wajah dingin dan menyeramkan membuat nyali sang manajer ciut.“Biar aku yang mengganti kerugian anda. 20 juta, kan?” Alan berujar kepada pemilik seafood. Ia mengeluarkan ponsel dan membuka aplikasi m-bankingnya.Ia masukkan nomor rekening dan juga nominal uang yang akan dikirim. Aksa maju beberapa langkah mendekati Alan dan berbisik memberikan perintah. “Aku kirimkan 50 juta. 30 juta hadiah dari tuan Dimas Mahardika untuk anda.” Alan menunjukkan layar ponselnya memberika

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Tagihan Listrik 15 Juta

    “Tadi ayah bawa Dara ketemu sama Salim. Besok dia sudah mulai kerja dengan Salim.” Bambang mengatakan itu dengan santai. Ia menutup pintu mobilnya kemudian masuk meninggalkan Aksa dan Dara. Aksa menoleh, ia melihat tangannya yang ditarik oleh Dara. Ketika mendongak, Aksa mendapati wanita itu tengah menahan tangis dengan bibir dilipat ke dalam. Aksa melepaskan Dara, dengan langkah cepat menyusul Bambang masuk ke dalam rumah.“Ayah, saya tidak setuju Dara kerja sama Salim. Tolong bilang sama Salim, kalau Dara gak jadi kerja sama dia.” Aksa berkata terus terang dan tanpa basa basi seperti halnya Dimas.Dara yang menyusul suaminya segera menegur Aksa. Ia menggeleng pelan, meminta Aksa tidak perlu memperdebatkan masalah ini.“Mana bisa begitu! Kalau Dara berhenti sekarang, dia harus bayar pinalti karena melanggar kontrak.”Bambang meneruskan, “Kamu itu harusnya bersyukur. Suami sampah gak berguna kayak kamu tapi bisa punya istri yang bisa kerja.”“Menikah sama Dara derajatmu yang hanya

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Gajimu Saja Masih Kurang!

    “Kamu bisa terus berkhayal!” Bambang membersihkan ujung bibirnya dengan serbet. “Dara, nanti siang kamu makan siang dengan Salim. Suamimu yang gak berguna ini gak akan bisa dapat uangnya!” Bambang menatap Dara dengan tajam, tidak ingin dibantah.Dara yang melihat sang ayah hanya bisa menunduk tidak berani mengatakan apapun. Tak lama Dara berdiri, menyusul Bambang meninggalkan ruang makan.Aksa ikut menyudahi sarapannya. Ia yang merasa wanita itu sedang marah segera menyusul Dara masuk ke dalam kamar.“Aku pasti bisa bayar tagihan listriknya. Jangan khawatir.” Aksa meyakinkan. Ia mengambil tas yang biasa ia bawa bekerja bersiap untuk berangkat.Dari tidak menjawab, namun Aksa bisa merasakan manik wanita itu menatapnya dalam mencoba membaca apa yang sedang ia pikirkan.Satu hembusan nafas panjang keluar dari bibir Dara. Tangannya bergerak membuka laci meja rias, mengambil buku kecil dan meletakkannya di atas meja.“Aku akan pergi sama ayah, Mas,” ujarnya pasrah. Aksa tahu, Dara ingin

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Dikira Tukang Service

    “Dasar suami Gak berguna!” Bambang yang ikut turun memaki Aksa di depan orang banyak yang menonton keributan antara Aksa dan petugas SPBU.“Masa uang bensin aja minta sama istrimu? Beli bensin saja gak mampu apalagi beli skin care. Pantas saja putriku jadi lusuh setelah menikah sama kamu,”hardik pria tua itu lagi.Orang-orang yang menonton pertengkaran itu saling berbisik, membicarakan Aksa. Ada juga yang merekam dan mengunggahnya ke sosial media. Mereka melihat Aksa penuh iba, ada pula yang menggunjingkan Aksa sebagai suami yang tidak bertanggung jawab.“Sudah, biarkan saja dia!” Bambang menarik tangan Dara, mengajak putrinya kembali masuk ke dalam mobil.“Kamu mau kemana, Dek?” Aksa baru menyadari kalau penampilan Dara sangat rapi. Gaun terusan selutut berwarna krem.“Makan siang dengan Salim, Mas.” Dara yang tidak tega melihat Aksa, mengambil uang Dari dalam tasnya dan memberikan kepada Aksa.“Buat beli bensin.”Dara mengambil tangan Aksa dan meletakkan uang itu di telapak tangan

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Hadiah Miliaran Untuk Dara

    “Tuan muda.”Petugas resepsionis mendadak lemas setelah mendengar Alan memanggil Aksa — pria yang ia kira tukang servis dengan sebutan tuan muda. Alan menelpon ke resepsionis untuk memastikan jika Aksa memang berada di bawah. Ia langsung turun ketika petugas resepsionis mengatakan ada seseorang yang ingin bertemu dengannya. “Saya akan mengurus dia, Tuan. Tuan ingin bicara di atas atau di mobil?” tawar Alan. Petugas resepsionis yang berdiri tidak. jauh dari Aksa dan Alan hanya bisa menunduk takut, pasrah dengan nasibnya. Aksa naik ke lantai 35 bersama Alan lewat lift khusus yang hanya digunakan oleh manajer ke atas. “Aku butuh uang, Al.” ucap Aksa getir. Batu kali ini seorang Dimas Mahardika membutuhkan uang sampai seperti ini. Aksa duduk di ruang kerjanya. Merasakan nyamannya kursi kebesaran tempatnya dulu duduk. Di ruangan ini, Aksa menghabiskan hampir lebih 10 jam sehari untuk bekerja dan juga bermain wanita. Ia menatap setiap sudut, mengingat semua yang dulu dilakukan di r

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Mobil Untuk Dara

    “Payah! Suami macam apa kamu itu! Tugas suami itu menafkahi istri. Masa bayar listrik aja gak sanggup!” Tangan Aksa mengepal kuat mendengar hinaan Bambang. Otaknya masih berpikir keras, ia ingin sekali menjawab ejekkan Bambang. TING! ~ Tuan, saya sudah kirimkan 100 juta ke rekening Aksa. ~ Aksa membaca pesan dari Alan. Tidak menunda, mengecek rekening Aksa melalui ponselnya. Ia masuk dengan mudah. Entah bagaimana, ia seperti tahu sandi m-banking Aksa. Tak sampai satu menit, Aksa berhasil melakukan pembayaran listrik lewat aplikasi perbankan. “Nih! Sudah saya bayar, Yah.” Aksa menunjukkan layar ponselnya. Membiarkan Bambang membaca sendiri bukti pembayaran. “Mas, mas dapat uang dari mana?” Dara ikut melihat layar ponsel Aksa. Ia tidak bisa menutupi keterkejutannya melihat transaksi sebesar 15 juta untuk pembayaran listrik. “Yang pasti bukan uang pinjaman. Sudah, besok kembalikan barang-barang ini. Kalau Salim gak mau terima, biar mas bayar semuanya.” Aksa berdiri dari duduknya.

Bab terbaru

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Saya Pemilik Baru Perusahaan Ini

    “Dimas kembali?” Salim mendelik. Ia merogoh saku celana, mengambil ponsel lalu menghubungi Sonya. “Kamu bilang, kecelakan ini akan membuat Dimas menghilang selamanya, tapi kenapa dia muncul lagi?” Salim mencecar Sonya begitu wanita itu menjawab panggilan teleponnya.Salim diam, mendengarkan suara Sonya diujung telepon. Ia mengangguk beberapa kali lalu menutup teleponnya.“Usahakan sebisa mungkin untuk meredam berita ini.” Sambil berjalan, Salim memberi perintah kepada asisten ayahnya sedang ia sendiri akan bertemu dengan Sonya dan melihat sendiri keadaan Dimas di rumah sakit.Sonya dan Salim terpaksa harus kembali masuk ke dalam lift karena hanya orang tertentu yang bisa melihat keadaan Dimas.Tentu saja itu perintah Alan. Sejak kemunculan ‘Dimas’ dalam lelang tender, ia sudah menyiapkan banyak hal yang pastinya akan menjadi kejutan.“Bagaimana menurutmu, Son? Apa Dimas benar-benar sembuh dan kembali?” Ia dan Sonya sedang berdua di dalam lift.Hening.Keduanya tidak ada yang bisa men

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Siapa Yang Menantang Keluarga Dirga?

    “Kartu debit siapa itu?” Bambang menatap curiga kartu kecil berwarna kuning keemasan yang Aksa serahkan kepada perawat pria yang membawakan tagihan Dara. “Kartu saya, Yah.” Aksa membiarkan perawat pria itu bekerja. Menggesek kartunya pada mesin kecil yang ia bawa. “Silahkan PIN-nya, Pak.” Aksa menerima mesin merchant dari perawat. Menekan beberapa angka, tak lama keluar kertas tanda pembayarannya berhasil. Mulut Bambang terbuka lebar melihat kartu Aksa benar bisa digunakan. Pun begitu dengan rekan parlemen Bambang. Mereka saling tatap heran. Baru beberapa menit yang lalu ia menghina Aksa habis-habisan. “Darimana kamu dapat uang sebanyak itu, hah?! Pinjol?” Bambang menuduh di depan sejawatnya. Aksa mendengus pelan, kesal tetapi tidak bisa marah. “Awas aja kalau sampai ada debt collector yang datang ke rumah!” Setelah memberikan ancaman, Bambang bergabung lagi dengan teman satu partainya. Samar-samar Aksa mendengar rencana Bambang yang akan maju menjadi calon gubernur. Ket

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Ahli Melepas Kait!

    “Dok —dokter!” Wanita berpakaian serba putih itu memanggil dokter dari tempatnya berdiri. Matanya tak lepas dari uang merah yang ada di dompet Aksa.Jarak bangkar Dara tidak terlalu jauh dari meja dokter. Wanita paruh baya berkacamata itu bergegas berdiri dari duduk begitu melihat kepanikan di wajah sang perawat senior.Uang memang bisa memperlancar urusan.Saat pemakai jasa asuransi di nomor sekiankan, gepokan uang merah mempercepat pelayanan.“Apa yang terjadi?” Dokter itu menempelkan stetoskop di dada Dara sambil mendengarkan cerita Aksa. Ia kemudian menanyakan informasi dasar kepada perawat.Sama seperti perawat tadi, dokter juga memeriksa mata Dara dengan senter kecil. Hasilnya dokter itu mengirim Dara untuk melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan.“Kita akan lihat apa benturan saat jatuh berdampak pada mata ibu Dara.”Dokter itu mengisi beberapa formulir, meminta Aksa melakukan pendaftaran dan pembayaran sebelum Dara mendapatkan penanganan lebih lanjut.Hanya butuh 15 menit, kin

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Apa Yang Terjadi Kepada Dara?

    “Dara, bangun!” Aksa berlari kencang menaiki anak tangga berusaha menangkap Dara agar tidak menggelinding sampai dasar tangga di lantai satu. Ia berhasil menangkap Dara yang tepat di pertengahan tangga antara lantai satu dan dua. Tak sempat lagi memikirkan Salim juga Bambang yang berteriak ketika melihatnya masuk rumah, Aksa menggendong Dara yang lemas. Ia bergegas membawa Dara turun. Melompati beberapa anak tangga sekaligus agar cepat sampai di lantai bawah. Aksa berhenti di depan pintu masuk. Melihat deretan mobil yang terparkir di halaman depan, ia memilih mobil milik Bambang. Menunggu taksi akan memakan waktu! “Hei, mau kamu bawa kemana putriku?” Bambang menarik tangan Aksa yang baru saja membaringkan Dara di kursi belakang. “Kamu mau menculik Dara, ya?” teriak pria tua itu lagi. Ia menarik tangan Aksa memaksa pria itu menoleh melihatnya. “Membawanya ke rumah sakit!” Aksa membalas dengan teriakan. Melampiaskan kemarahannya karena Bambang diam saja saat Dara diperlakukan b

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Aku Akan Menjualmu!

    “Seharusnya kau sudah bisa menebak!” Dewa keluar dari ruang kerja Sonya setelah menjawab Aksa. Wajah arogan dan berkharismanya tidak luntur meski bayang-bayang kejadian 30 tahun lalu kembali melintas di benaknya.Aksa masih berdiri di tempatnya walau pintu sudah kembali tertutup. Ia menatap Alan, kemudian bertanya, “Bagaimana menurutmu, Al?”Alan mengangkat pundak. “Kita berdua tahu bagaimana cara kerja tuan besar, Tuan muda. Seharusnya anda sudah bisa menebak.” Alan mengulang perkataan Dewa.Ya, Aksa bisa membayangkan apa yang papanya lakukan kepada keluarga Hartawan. Apa karena itu ibunya selama ini menghilang dan tidak pernah berusaha untuk menemuinya?Lagi-lagi Aksa dihadapkan pada pertanyaan yang hanya Dewa Mahardika yang tahu jawabannya.Alan mulai melakukan tugasnya. Ia menangkat interkom dan memanggil beberapa orang untuk melakukan investigasi internal sesuai dengan perintah tuan Dewa.Tidak butuh waktu lama, mulai dari satpam sampai perwakilan divisi terkait masuk ke ruang k

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Mirip Dengan Pengkhianatan

    “Jelaskan padaku tentang proyek itu, Son.” Tatapan dingin Dewa seakan menembus jantung Aksa. Pria itu memang bicara kepada Sonya namun pandangan matanya mengarah pada Aksa.Tidak mendengar suara Sonya yang seharusnya menjawab pertanyaan, Dewa mengalihkan tatapannya kepada manajer marketing Maha Group.“Sonya?” Suara dingin Dewa kembali terdengar membuat si empunya nama merinding.Sonya terhenyak kaget. Ia mendongak menatap Dewa sejenak lalu memalingkan wajahnya melihat Aksa meminta bantuan.Rupanya Dewa mengerti maksud dari tatapan Sonya. Pria itu menyandarkan punggungnya lalu berkata, “Aku mau jawaban darimu, Sonya! Bukan anak ingusan itu!” Sonya kembali dibuat kaget dengan permintaan sang pemilik perusahaan. Sejak Dimas memegang kendali Maha Group, Dewa tidak pernah lagi mencampuri urusan perusahaan.Tapi kali ini, Dewa Mahardika pebisnis legenda kembali turun gunung. Terjun langsung menangani perusahaannya.“O —om, itu….”“Ini di kantor, Sonya. Bersikaplah profesional. Kau meman

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Kemunculan Dewa Mahadika

    “Bagaimana dengan Salim?” tanya Aksa yang baru saja memenangkan tender pertamanya untuk Maha Group.Pria itu melonggarkan dari dan membuka dua kancing kemejanya. Membiarkan dinginnya AC mobil mendinginkan tubuhnya.Bukannya menjawab, Alan malah terkekeh. Ia memutar kunci mobil sambil membayangkan apa yang Salim alami saat ini.“Rencana tuan muda memang selalu terbaik. Aku yakin saat ini Salim Dirga sedang kerepotan. Tuan mau pesan cakaran atau tamparan?” Aksa berdecak tetapi tidak menjawab pertanyaan sarkas Alan. Ia menyandarkan kepalanya di sandaran kursi. Tiba-tiba ia merindukan Dara.Wanita itu selalu bisa menghilangkan lelahnya seperti saat pertama kali ia bekerja sebagai porter.****“Kenapa kita berhenti disini?” Salim mencondongkan tubuhnya ke depan agar bisa melihat apa yang membuat mobilnya berhenti.Mobil mewah miliknya bahkan belum keluar dari pagar. Pria yang selalu berpenampilan rapi ini melirik jam tangan miliaran yang melingkat di lengannya. “Maaf, Tuan, saya tidak b

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Apa Dimas Akan Kembali?

    Tin! Tin tin! “Siapa, sih?! Malam-malam gini masih berisik aja!” Agnes mundur satu langkah. Ia mematikan lampu dan menutup ruang kerja suaminya. Sambil menggerutu, keluar dan berteriak kepada satpam dari pintu depan. Kesempatan ini digunakan Aksa untuk keluar dari ruang kerja. Sama seperti saat masuk tadi, Aksa juga keluar lewat jendela. Berlari di bawah bayangan dinding dan keluar melalui pintu samping. Aksa menunggu beberapa saat di bawah pohon. Tak lama ia melihat dua cahaya bulat dari lampu depan mobil perlahan mendekat. “Tuan muda, ayo!” Alan membukakan pintu dan Aksa segera masuk. Untung saja tadi ia sempat menghubungi Alan. Asistennya itu melakukan pengalihan perhatian dengan sangat baik. Aksa melepas penutup wajahnya. Menurunkan resleting jaket hitam yang ia kenakan lalu menyandarkan kepalanya yang tiba-tiba terasa berat setelah mengetahui kenyataan. Satu hembusan nafas kasar keluar dari bibir Aksa. Ia mengusap wajahnya lalu ber-hah seperti sedang membuang bebannya.

  • Di Dalam Tubuh Menantu Pecundang   Menyelinap Masuk!

    “Rasanya nama ini tidak asing,” gumam Aksa saat melihat nama di batu nisan putih milik ibu Aksa.Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal mencoba mengingat nama Dona Arum. Ia sangat yakin pernah mendengar nama itu.“Papa ngapain ke sini, ya?” Aksa kembali bermonolog.Bunga lili segar tersandar di batu nisan ibu Aksa. Bunga lili yang dibawa oleh Dewa Mahardika.Makan Dona sudah bersih. Bunga tabur menutupi tanah yang basah setelah disiram oleh air oleh Dewa.Aksa semakin penasaran apa hubunganpapanya dengan ibu Aksa.Ia jongkok disisi tanah makam. Mengusap batu nisan putih sambil terus berusaha mengingat nama itu.Aksa menaburkan bunga yang ia bawa. Memanjatkan doa sebisanya karena ia bukan pria yang religius.Merasa cukup berada di sana, Aksa memutuskan untuk pulang ke rumah. Ia menghampiri rumah kecil yang letaknya tidak jauh dari makam. “Mas ini lucu, makam ibunya sendiri kok lupa!” serunya ketika Aksa kembali. “Ketemu, kan makamnya?” tanyanya lagi. Ia mempersilahkan Aksa duduk d

DMCA.com Protection Status