Erik, baru saja tiba di mansion ketika asisten pribadinya, Espen, menyodorkan sebuah ponsel padanya. Sekilas Erik menatap pria berseragam hitam itu dengan penuh tanda tanya tapi tak urung juga dia mengambil ponsel tersebut dari tangan Espen.
"Halo."
"Suamiku sudah cukup sibuk untuk bahkan bisa meluangkan waktu bersamaku dan sekarang kau pun menjadi lebih sibuk darinya? Katakan padaku kenapa aku tidak harus datang ke mansion sekarang juga, menyeretmu dan mengurungmu di dalam gudang minuman kerasku untuk sekedar bisa melihat dan mengobrol denganmu?"
Kedua sudut bibir Erik berkedut membentuk sebuah senyum kecil.
"Aku juga mencintaimu," ucapnya sembari melangkah ke ruang tengah. Dia duduk di atas sofa sementara di saat yang sama, Espen menunduk di depannya untuk melepas sepatu kulit Erik.
Erik mengibaskan tanga
Saat nomor urutnya dipanggil, tubuh Starla menegang seketika.Sejak dari tadi ia menyaksikan teman-temannya telah dibeli dengan tawaran yang lumayan. Tapi bukan itu masalah utamanya, melainkan pada para pembeli.Si gadis nomor 4 misal. Dia dibeli oleh seorang preman bertubuh raksasa dengan kumis dan janggut yang Starla tebak tidak pernah dicukur. Pakaian sobek-sobek dan lusuh yang dia pakai membuat siapapun tau jika dia sama sekali tidak memperhatikan kebersihan badan. Entah dari mana pria itu bisa mendapatkan uang sebesar 10 ribu euro. (kira-kira 165 juta)Lalu gadis pirang nomor 10. Pembelinya adalah sepasang wanita lesbi berpenampilan aneh. Sekarang Starla bahkan masih bisa melihat dari balik kaca bahwa mereka berdua sedang memaksa si gadis yang baru mereka beli untuk mau dicumbu. Membuat perut Starla mual seketika.Astaga,
Hari-hari Starla lalui dengan melihat pemandangan kota asing.Dari apartemen yang ia tempati saat ini, Starla bisa melihat hampir semua dengan jelas. Netherlands nampak dikelilingi dengan air. Namun bukan berarti negara ini tertinggal. Justru jauh lebih maju dari pada Indonesia.Bangunan-bangunan mewah bertingkat Starla saksikan di mana-mana. Menambah keindahan di tengah laut lepas yang mengelilingi.Starla tidak tau banyak tentang negara ini sebab Geografi bukan subjek kesukaannya ketika masih di bangku sekolah. Pun dia tidak pernah menginjakkan kaki di negara ini. Jangankan Netherlands, negara paling dekat dengan Indonesia seperti Malaysia saja Starla tidak pernah berkunjung.“Ik heb het eten op tafel klaargemaakt, juffrouw. Als je nog iets nodig hebt, kun je me dat nu laten weten.”Suara Adri
warning Zone! 25 ++!Happy reading.***Starla baru selesai sarapan ketika Espen datang ke apartemen. Adrie memberikan mereka privasi penuh dengan pergi berbelanja.“Aku yakin Tuan Erik sudah menjelaskan sedikit dengan anda tentang kedatanganku pagi ini.” Espen memulai pembicaraan. Mereka duduk di sofa ruang tengah.Espen membuka tas hitam yang ia bawa untuk mengeluarkan sebuah dokumen dari sana.“Ini,” katanya menyerahkan pada Starla.Starla menerima tanpa ragu. Membuka dokumen tersebut yang berisi banyak sekali lembar peraturan. Membuat dahinya mengerut.“Kau bisa membaca dan mempelajarinya terlebih dahulu. Jika kau mempunyai pertanyaan—““Aku punya ponsel,” sahut Starla, menatap Espen langsung. “Erik memberikannya padaku tadi malam. Untuk ini.”Espen mengangguk kecil.
WARNING 25+ ZONE!!!(This story is for mature only. If you feel uncomfortable with it, you can skip it until *** sign!)Happy reading!***Erik mengangkat naik bra Starla untuk kemudian menemukan dua bukit kembar di sana. Tidak terlalu besar, bahkan relatif sedang. Tapi Erik tau ia menyukainya.Mulai mencium dan meninggalkan jejak basah di sepanjang kulit Starla, tangan besar Erik menyapu ke bawah. Dengan lembut dan penuh kehati-hatian.Tubuh Starla menggeliat tanpa bisa dicegah. Ini semua terlalu intens dan menggoda. Membuat jantung Starla berdebar keras tanpa henti.Saat ciuman Erik sampai ke perut Starla, kedua tangan Erik mulai menarik lepas celana bahan Starla. Berikut dengan celana dala
Dua hari telah berlalu.Sesuai janji yang disepakati, Erik telah berada di apartemen untuk membahas isi surat kontrak antara dia dan Starla. Tidak ada Espen atau kuasa hukum yang menemani sebab ini bersifat pribadi.Keduanya berdebat cukup alot, mengingat Starla benar-benar hampir merubah seluruh isi dalam kontrak yang tertera.“Kau tidak perlu bekerja karena aku akan memenuhi semua kebutuhan materimu,” tandas Erik tidak setuju dengan poin yang Starla tambahkan.“Ini bukan tentang materi. Tapi aku membutuhkannya sebab aku tidak ingin hanya diam di dalam rumah saja.”“Aku tidak suka dengan ide ini. Karena kau harus ada di rumah ketika aku membutuhkanmu sewaktu-waktu.”Dahi Starla mengernyit, berpikir ulang dengan apa yang ia minta pada Erik.“Tapi bukankah Anastasya Steel bekerja? Dan Christian Grey tidak masalah dengan itu.”“Sudah kukatakan padamu bahwa aku dan Christian Gr
"Sekali aku mengatakan kau adalah milikku, maka kau adalah milikku."~ Erik Jensen ~***Erik merangkul bahu Starla untuk ia ajak masuk ke dalam rumah bertingkat dua. Dari luar, bangunan itu nampak biasa saja. Bahkan tidak ada pemandangan menarik apapun di sekitar. Hanya rerumputan hijau yang terbentang luas. Tidak ada rumah yang lain di sana, mengingatkan Starla bahwa rumah ini mungkin satu-satunya yang berada di lahan tersebut.Adrie dan Espen otomatis langsung memberikan ruang pada dua insan. Pekerjaan mereka telah usai dan hanya menunggu perintah selanjutnya dari Erik.“Selamat datang di rumah, Starla,” kata Erik sebagai sambutan ketika mereka telah masuk.Kedua iris mata hitam Starla terpaku sesaat. Berlarian menyapu isi dalam bangunan.
"It’s Yes, Master!"~ Erik Jensen ~****“Selamat pagi, Nona Azkia,” sapa Espen saat Starla masuk ke dalam dapur di pagi hari.Meski sedikit terkejut dengan kehadiran pria itu, Starla tetap menjawab sapaan Espen. “Selamat pagi, Espen. Selamat pagi, Adrie.”“Selamat pagi, Nona,” sapa Adrie dari balik pantries.Kemarin, Erik sempat menjelaskan pada Starla bahwa wanita paruh baya itu sebenarnya merupakan salah satu maid di mansion. Tepat setelah ia membeli Starla dari para mafia, Erik menugaskan wanita tersebut khusus untuk melayani semua kebutuhan Starla di apartemen, bahkan termasuk melaporkan berapa ukuran baju, sepatu juga pakaian dalam Starla.Dari sanalah Starla tau kenapa dulu Adrie memutar-mutar tubuh untuk mengamati keseluruhan dirinya saat pertama kali bertemu. Kesan pertama yang aneh, namun selanjutnya Starla tidak terlalu memikirkan karena sikap ramah dan bersahabat yang wanita itu tunjukkan.Sekarang, di sinilah Adrie berada. Lagi-lagi Erik menugaskannya untuk memenuhi semua
PERINGATAN!Part ini mungkin mengandung adegan kekerasan dan tidak nyaman untuk beberapa pembaca. Skip aja ya kalau udah begitu :)Selamat membaca!****"Jangan membuatku memerintah dua kali."~Erik Jensen ~****Sesuai perintah dari Erik, sesampainya di rumah Starla bergegas untuk mandi. Sempat ia berpapasan dengan Adrie dan mengatakan jika malam ini Erik akan datang. Adrie mengangguk mengerti.Menggunakan handuk berbentu kimono, Starla masuk ke ruang ganti. Tepatnya ke area pakaian dalam di mana terdapat berbagai koleksi, model dan pilihan warna.Karena warna putih adalah yang diinginkan Erik, pilihan Starla jatuh ke sebuah bikini dengan bahanstainless.Meski berkain tipis, Starla menyukai model pakaian dalam tanpa kawat
Luna sudah menyeberang jalan ketika iris mata hitam Yuda menangkap sesuatu di atas tanah yang berkilauan. Ia mengernyit, lantas menunduk dan mengambil benda tersebut.Sebuah kalung emas dengan bandul huruf L yang di kedua sisinya terdapat ukiran sayap mungil, tak lain dan tak bukan adalah milik Luna. Yuda ingat pernah melihatnya di leher Luna. Berniat ingin mengembalikan, Yuda sempat berlari mengejar Luna. Akan tetapi tidak berlanjut sebab ia kehilangan jejak Luna.Yuda pun kembali ke bawah pohon, memasukkan kalung tersebut ke dalam tas. Ia pikir besok akan langsung mengembalikannya pada Luna.Yuda mengambil selimut yang dibawakan oleh Luna, berikut dengan tas ransel pink bergambar princess. Satu kotak yang berisi buah juga ditinggalkan Luna, katanya untuk makan malam Yuda.Bocah lelaki umur 7 tahun itu tersenyum tipis. Merogoh saku di mana ada uang 15 ribu dari sana. Yuda tidak mengemis, hanya saja kemarin ada kakak-kakak baik hati yang memberi uan
Luna bersiap pergi ke taman kota sekitar pukul 9 pagi seperti biasa. Dengan rambut dikuncir dua, Luna pamit pada Starla.“Mom sudah menyiapkan banyak bekal makanan untukmu. Semuanya sudah Mom masukkan dalam tas,” ucap Starla, mengelus rambut hitam Luna. “Masih tidak mau menceritakan pada Mom siapa temanmu itu?”Luna menggeleng polos. Sebenarnya dia ingin, namun Yuda melarangnya entah karena alasan apa.Starla menghela napas, mengecup kedua pipi Luna. “Baiklah jika kau masih menyimpan rahasia tentang temanmu itu. Tapi ingat pesan Mom, tetap hati-hati. Kau tidak tau dia punya niat jahat atau tidak.”“Dia baik, Mom,” kekeh Luna kecil.“Tetap saja kau harus berhati-hati. Ini Indonsesia, bukan Belanda di mana ayahmu mempunyai kekuasaan. Mengerti?”Lun
Seperti bocah 5 tahun pada umumnya, Luna masih suka sekali bermain di luar rumah. Seperti siang hari ini, ia meminta ijin pada Starla untuk mengelilingi komplek perumahan, dan mampir ke taman bermain jika ia pulang agak lama.“Hati-hati, okay? Jangan menyeberang sembarangan. Jika ada orang asing yang memberimu makanan apapun, kau tidak boleh menerima. Masih ingat bukan, apa yang kau pelajari dari Mom dan Dad dulu tentang bagaimana menghadapi orang asing yang tidak kau kenal?” tanya Sivia sambil memasangkan sebuah tas ransel di punggung Luna.“Yes, Mommy. Aku tidak boleh mempercayai siapa pun,” jawab Luna sambil mengangguk-anggukkan kepala.“Good! Kau juga ingat bukan, jika beberapa hari yang lalu ada yang mencuri tasmu?”Luna meringis hingga barisan gigi putihnya terlihat s
Tidak pernah sekalipun dalam bayangan Yuda bahwa ia akan mengalami nasib seperti ini. Dulu, ibu yang selalu ada untuknya telah tiada, karena penyakit yang dokter sebut sebagai kangker perut. Saat itu usia Yuda tepat 5 tahun.Selama hidup bersama ibu, Yuda tidak pernah mengenal ayah. Ibu tidak pernah bercerita apapun tentang pria itu. Pun Yuda tidak pernah bertanya. Entah kenapa ia merasa Ibu akan merasa sedih jika ia membahas tentang ayah.Namun, tepat 7 hari setelah ibu meninggal dan membuat Yuda hidup sebatang kara, datang seorang pria yang mengaku sebagai ayahnya. Namanya Heru.Heru memiliki penampilan bak preman, sesuai dengan siapa dirinya. Ia sering mabuk dan bermain judi. Tak jarang, ia juga membawa perempuan-perempuan asing ke rumah, menidurinya di setiap sudut rumah dan sama sekali tidak masalah jika Yuda melihat.Tak
“Luna! Ayo!” Darma berseru pada cucu perempuannya sambil menggandeng tangan kecil Ken.Kemarin, ia telah berjanji pada dua cucunya untuk mengajak mereka jalan-jalan. Dan sejak pagi tadi, Luna sudah merengek pada Darma, menuntut janji tersebut.Namun sekarang lihatlah siapa yang malah terlambat keluar dari kamar dan membuat Darma menunggu?“Iya, Kakek! Tunggu sebentar!” sahut Luna.Benar saja, tak lama kemudian gadis cilik itu keluar dari kamar. Dengan rambut hitam dikuncir dua, Luna juga membawa sebuah tas ransel.“Wah, cantik sekali cucuku!” puji Darma. Ia mengambil sepatu Luna dari rak kemudian menyuruh Luna untuk memakainya sendiri.“Ayo!” seru Luna setelah selesai memakai sepatu. Ia menggandeng tangan kiri Darma, sementara Ken menggandeng tangan kanan.
Pesisir putih di sebuah pantai Malaysia tengah didekorasi sedemikian rupa dengan nuansa warna putih. Terdapat altar kecil dengan hiasan bunga-bunga, beberapa kursi yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari, juga sebuah meja panjang berisi beberapa makanan sederhana.Matahari baru saja muncul sekitar satu jam yang lalu, namun karena termasuk salah satu negara tropis, hawa dingin yang terasa bukan menjadi masalah bagi Isaac. Seorang pria yang sudah rapi dengan balutan jas berwarna hitam. Rambutnya disisir rapi ke belakang, hal yang sangat jarang ia lakukan bahkan ke undangan-undangan pesta sekalipun.Tapi hari ini hari spesial untuk Isaac. Dengan hati berdegup kencang, matanya terus mengawasi dengan cemas ke arah karpet merah terbentang.“Ehem! Jadi, di mana mempelai wanitanya?” seorang kepala pastur bertanya dengan tidak sabar.
5 Pria bawahan Abdul maju, menarik dan menyeret tubuh Isaac paksa keluar dari kamar. Pun dengan Rueben yang kakinya sudah terluka karena tertembak.Abdul mendengus, merapikan kemejanya yang sedikit lecek akibat perkelahian tadi. Ia menatap Samantha sambil tersenyum miring.“Sorry, Sweetheat. Ternyata kita kedatangan tamu tidak diundang. Sepertinya aku terlalu remeh dalam hal persembunyian.” Abdul menarik tubuh Samantha, memaksanya berdiri. Ia mencekal lengan kurus Sam keluar dari kamar, bergabung dengan para bawahannya.“Aku berjanji setelah ini aku akan memberikanmu malam indah tak terlupakan,” lanjut Abdul. Mengeluarkan pistol sembari menodongkannya di kepala Sam.“Jika kalian melawan, aku akan menembak gadis ini!” ancam Abdul pada Isaac dan Rueben yang masih mencoba memberontak.
Samantha selalu bertanya-tanya akan seperti apa akhir hidupnya dan di mana ia akan menghembuskan napas terakhir. Apakah ia akan meninggal di tanah kelahiran sang ibu, Belanda, Malaysia atau negara lain yang belum pernah ia kunjungi. Apakah ketika saat terakhirnya nanti akan ada seseorang di sampingnya atau dia akan sendirian. Dan yang lebih penting lagi kapan? Berapa tahun, bulan, hari atau jam lagi?Sekarang itu semua sudah terjawab. Bahwa ia akan meninggal di Malaysia, di sebuah apartemen karena ditembak oleh seorang pria bernama Abdul Razak, adik dari istri sah ayahnya. Dan itu akan terjadi beberapa jam lagi.Takut? Tentu. Panik? Jelas. Gemetaran? Tidak juga.Abdul Razak tengah mengiris steiknya dengan lihai, kemudian memakannya dengan penuh tata krama pria bangsawan. Sementara Samantha yang duduk di seberang meja menatap steiknya den
DOR!Suara tembakan itu membuat kedua mata Samantha terpejam erat. Jantungnya berdentum teramat kencang sehingga tubuhnya menegang. Jika sejak awal ia lemah, sudah pasti sekarang ia sudah pingsan.Terjadi keheningan beberapa saat sampai akhirnya Samantha berani membuka mata, menatap sosok pria dengan pistol yang ia arahkan pada atap. Dia menyeringai kejam melihat Samantha.“Itu sebagai peringatan saja,” ucap si pria. Kemudian ia mengarahkan pistolnya pada Samantha lagi, menyusuri wajah tersebut dengan ujungnya, membuat Sam mendongak. “Tapi next time, aku akan benar-benar melubangi kepalamu jika kau menolak.”Tersenyum, pria itu menyimpan kembali senjatanya ke dalam jas. Ia melirik arloji di tangan kemudian menatap Samantha lagi.“Sekarang aku harus pergi. Ada pekerjaan lain yan