"Halo, namaku Hamish. Usiaku 30 tahun. Aku orang asli Kota Mano." Hamish menyunggingkan senyuman percaya diri. Pada saat yang sama, dia mengulurkan tangannya sambil melanjutkan, "Senang berkenalan denganmu."Begitu melihat Karen pada pandangan pertama, Hamish langsung tahu bahwa ini adalah gadis yang diinginkannya.Gadis ini memiliki mata yang berbinar, membuat jantungnya berdebar-debar. Jika bukan karena Hamish berusaha mengendalikan diri, dia mungkin sudah tertawa terbahak-bahak sekarang.Karen mengernyit dengan kesal. Dia sama sekali tidak berniat untuk menghiraukan Hamish."Kenapa?" Melihat Karen yang bersikap tidak acuh, Hamish pun terkejut dan tampak kesal. Dia bisa merasakan bahwa Karen tidak ingin berhubungan dengannya, bahkan mengabaikan etiket berjabat tangan.Namun, Hamish tahu bahwa perkenalan ini agak mendadak sehingga hanya tersenyum seraya bertanya, "Omong-omong, apa kamu punya hobi? Misalnya, menonton opera atau konser ...."Karen membereskan barang-barangnya, lalu meni
"Kenapa kamu terburu-buru begini?" Hamish baru saja ingin meraih tangan Karen, tetapi Karen malah berjalan begitu cepat.Selain merasa heran, Hamish juga merasa bersemangat. Rasa kesal dan malu yang sesekali ditunjukkan gadis ini membuatnya makin tertarik. Ini adalah tipe wanita yang disukai Hamish. Dia tidak akan bisa mengendalikan perasaannya ini."Minggu depan ada pertunjukan opera di pusat konvensi. Apa kamu punya waktu?" tanya Hamish yang buru-buru mengikuti."Maaf sekali, pacarku sudah datang." Karen menghela napas lega saat melihat mobil Nicholas. Dia pun tersenyum minta maaf seraya melanjutkan, "Kuliahku sudah dimulai minggu depan. Aku nggak punya waktu.""Pacarmu sudah sampai?" Hamish tertegun sejenak. Kemudian, dia menggosok hidungnya sembari tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, aku akan mengantar kalian berdua pulang. Ini sudah larut malam, sebaiknya jangan jalan kaki pulang."Selesai berbicara, Hamish mengeluarkan kunci mobilnya. Dia menekan dengan ringan, lalu terdengar d
Merasakan tingkat kenyamanan mobil BMW? Memang nyaman, tapi apa bisa dibandingkan dengan Ferrari? Kedua mobil ini sama sekali tidak selevel, tidak ada yang bisa dibandingkan!Rumah seluas 80 meter persegi? Memangnya orang yang mengemudi Ferrari akan terkesima melihat rumah seperti itu?Hamish merasa sangat malu sekarang. Rasanya, dia ingin sekali mencari tempat untuk bersembunyi dan tidak mau keluar lagi selamanya."Di mana Karen?" tanya Tania yang tiba-tiba keluar."Sudah pergi," jawab Hamish sembari menghela napas. Dia bisa merasakan wajahnya yang panas dan merah."Hah? Kamu nggak mengantarnya?" tanya Tania lagi."Nggak. Pacarnya datang menjemputnya," balas Hamish seraya menggeleng."Apa yang kamu takutkan? Kamu bilang saja mau mengantarnya pulang. Kenapa kamu nggak punya inisiatif sedikit pun?" Tania menghela napas sambil menggeleng, lalu melanjutkan, "Kamu ini benar-benar nggak berguna ...."Hamish sedang merasa kecewa. Dia awalnya sangat percaya diri, tetapi malah terjadi hal sepe
"Nicholas, kamu di sini?" Begitu melihat Nicholas, mata Sherin sontak berbinar-binar. Kemudian, dia melanjutkan, "Kalau tahu, aku nggak akan kemari. Melelahkan sekali.""Nyonya Sherin, kenapa kamu kemari?" tanya Nicholas yang buru-buru menghampiri.Sherin pun mencebik, "Aku mau mendaftarkan putriku.""Daftar?" Nicholas beralih menatap Sandra. Sudut bibirnya tanpa sadar berkedut."Kenapa? Memangnya nggak boleh?" Sandra merasa Nicholas meremehkannya sehingga berkata dengan tegas, "Aku sudah mundur dari ketentaraan, tentu saja boleh berkuliah. Kamu kira hanya kamu yang bisa lolos ujian, aku nggak bisa?""Bukan begitu. Ayo, aku bawa kalian ke tempat pendaftaran," timpal Nicholas yang merasa agak canggung."Oke." Sherin mengikuti sambil berterima kasih, "Henry sudah siuman kemarin. Kondisinya sudah cukup baik sekarang. Selain agak lemah, nggak ada masalah lain lagi. Bibi benar-benar berterima kasih padamu. Kalau nggak ada kamu, Henry pasti nggak akan bisa selamat.""Nggak perlu sungkan. Seb
"Hah?" Karen termangu sesaat mendengarnya. Dia buru-buru menjelaskan, "Bu Tania, aku cuti hari ini karena kuliah kembali dimulai. Aku akan meletakkan laporan itu di meja kerjamu lusa malam.""Aku butuh laporan itu sekarang. Cepat selesaikan!" perintah Tania dengan tegas."Sekarang?" Karen merasa agak panik. Dia menjelaskan, "Aku sedang menyambut mahasiswa baru. Aku benar-benar nggak sempat.""Kalau aku nggak menerima laporan itu dalam setengah jam, kamu nggak perlu datang ke kantor lagi lusa. Kamu kira siapa kamu? Suruh kamu bekerja saja begitu susah. Kalau semua karyawan sepertimu, gimana perusahaan bisa berkembang?" maki Tania dengan tidak acuh. Kemudian, dia mengakhiri panggilannya.Regina yang berdiri di samping Tania hanya menundukkan kepalanya. Wajahnya memerah, dia tidak berani mengucapkan sepatah kata pun.Tania seketika tersenyum lembut, lalu berkata, "Jangan takut. Aku nggak akan membiarkan siapa pun menindasmu. Setelah Karen mengumpulkannya, aku akan langsung memperlihatkann
"Oh, baik. Aku akan ke sana," sahut Regina yang seketika menegang. Dia benar-benar gugup."Oke." Lena mengangguk, lalu berbalik dan pergi.Wajah Regina tampak pucat pasi. Dia menatap Tania dengan ekspresi seperti akan menangis, lalu berkata, "Bu Tania, Karen belum mengirimkan penjelasan laporannya. Aku nggak mengerti apa pun. Apa yang harus kulakukan sekarang? Pak Andhika sudah memanggilku. Kalau sampai ketahuan ....""Tenang saja. Kamu hadapi saja sebisa mungkin. Asalkan menjawab dengan baik, semua akan baik-baik saja. Aku percaya padamu, ayo semangat!" Sesudah menyemangati Regina, Tania pun merayunya, "Kalau kamu berhasil, aku akan membawamu ke Kota Modu bulan depan."Begitu mendengar janji Tania, Regina langsung terlihat gembira. Jika dia bisa memperoleh kesempatan belajar di Kota Modu, hal ini akan sangat bermanfaat bagi kariernya di masa depan."Coba kamu pikirkan dulu. Apa Karen nggak pernah membahas tentang laporannya saat mengobrol denganmu?" tanya Tania."Pernah ...," jawab Re
"Aku ...." Regina sungguh kebingungan sekarang. Dia sama sekali tidak memiliki perencanaan apa pun. Ini hanya tebakannya berdasarkan laporan yang ditulis oleh Karen. Itu sebabnya, Regina tidak punya cara untuk menerapkan ide ini."Kenapa?" Andhika mengernyit kuat saat melihat Regina yang terbata-bata begini."Pak Andhika, aku ...." Ekspresi Regina terlihat panik. Bahkan, suaranya mulai bergetar."Aku sudah memberimu waktu beberapa hari, tapi kamu belum menyimpulkannya?" tanya Andhika dengan kesal."Pak Andhika, aku sudah menyimpulkannya. Kita harus berkomunikasi dengan anak-anak dan orang tua mereka," jawab Regina dengan gugup."Berkomunikasi dengan orang tua? Kamu nggak menyebutkan hal ini di laporan. Apa yang sebenarnya kamu katakan?" timpal Andhika yang sudah tidak sabar lagi. Ekspresinya terlihat penuh dengan ancaman sekarang."Eh? Aku, aku ...." Regina ketakutan hingga wajahnya memucat. Dia terbata-bata dan tidak bisa berbicara dengan lancar."Sudah beberapa hari berlalu, tapi kam
Karen benar-benar putus asa saat mendengar makian Tania. Dia selalu bekerja dengan giat, bahkan tidak pernah mengulangi kesalahan sekecil apa pun. Tanpa diduga, malah hasil seperti ini yang dia dapatkan."Aku suruh kamu pergi. Apa yang kamu pikirkan?" Melihat Karen yang terbengong-bengong, Tania pun maju saking kesalnya. Dia mendorong Karen hingga membuat tubuhnya terhuyung untuk sesaat.Karen yang berdiri tidak stabil hampir terjatuh di lantai."Dasar nggak berguna. Kamu hanya akan membuang uang perusahaan. Cepat pergi dari sini!" bentak Tania seraya menunjuk ke arah lift.Karen menahan air matanya. Setelah mengangguk ringan, dia berbalik dan menekan tombol lift.Tania tersenyum sinis melihat semua ini. Sesudah melihat Karen masuk ke lift, dia mengerlingkan mata dan berjalan masuk ke ruang kantor. Jangankan Karen yang belum tamat kuliah, profesional yang sudah lama bekerja sekalipun tidak akan bisa meraup keuntungan apa pun darinya.'Ingin melawanku? Kalau begitu, aku akan memecatmu!'
"Tidak ada yang boleh hidup," kata Nicholas dengan suara teredam.Sekarang Sandy mengalami kelumpuhan, entah kapan kondisinya bisa pulih. Dia kesulitan menggerakkan tubuh maupun berjalan.Sandy masih berusia 20 tahun. Nicholas tidak tega melihat semua kesialan yang menimpa sahabatnya.Setelah menutup telepon, Nicholas menggenggam erat ponselnya sambil berpikir. Perasaan Nicholas terasa berkecamuk.Untungnya nyawa Sandy masih bisa diselamatkan. Jika tidak, Nicholas akan menyesal seumur hidup.Sandy sudah sadarkan diri, sedangkan Master Howard harus diamputasi dan Thalia memerlukan setengah tahun untuk bisa turun dari tempat tidur. Mereka semua adalah orang-orang terdekat Nicholas. Selain mereka, 123 orang juga meninggal di Vila Megawan.Nicholas tidak pernah melupakan nyawa 123 orang itu.Bella berdiri di samping Nicholas. Dia agak ketakutan melihat raut wajah Nicholas yang tampak begitu tegang."Menurutmu, bagaimana selanjutnya?" tanya Nicholas."Temui Ken dan habisi dia!" jawab Bella.
"Pak Zain, kamu sudah melihat ketulusanku, 'kan?" tanya Jesslyn."Hmm, terima kasih banyak atas bantuanmu. Aku juga berterima kasih kepada 'Tuan' yang menyokongmu," jawab Zain."Pak, kamu adalah orang yang pintar, aku rasa kita tidak perlu saling berterima kasih. Seluruh masyarakat Kota Modu tahu bagaimana sejarah berdirinya Clear Group. Kalian memiliki reputasi yang tinggi di kalangan mafia. Meskipun berhasil menutupi semua kejahatan, pengaruh kalian masih begitu besar." Jesslyn tertawa menyindir. "Kita menghadapi orang dan masalah yang sama. Aku telah membereskan masalah kalian, sekarang kalian harus membantuku untuk menyelesaikan masalah kami."Ekspresi Zain sontak berubah. Sama seperti dugaannya, Jesslyn tidak mungkin membantu secara cuma-cuma."Kami sudah menemukan keberadaan Nicholas. Bawa orang-orangmu untuk menghabisinya. Tidak ada masalah, 'kan?" tanya Jesslyn tanpa basa-basi."Menghabisi Nicholas bukan pekerjaan yang mudah. Ditambah, aku sudah lama meninggalkan dunia mafia. R
"Semoga jawabanmu memuaskanku." Raut wajah Ken terlihat sangat puas.Jesslyn merasa agak rendah diri saat menatap Ken. Namun mengingat Ken adalah cucu inti dari Kakek Winata, Jesslyn pun menyingkirkan semua perasaan tidak enaknya."Besok aku ingin mengajak kakekmu untuk bertemu kakekku. Saat itu, orang yang bisa bertahan hidup tidaklah banyak. Bagaimana menurutmu?" tanya Ken.Jesslyn tercengang melihat kedua mata Ken yang tampak berapi-api. "Maksud ... maksudmu ....""Kalau kakekmu mengunjungi kakekku, kakekmu bisa memujiku sedikit di hadapan kakekku. Siapa tahu pujian kakekmu bisa sedikit membantu rencanaku? Bila aku berhasil menjadi pewaris, kamu akan menjadi istri dari cucu inti Keluarga Winata. Jika saat itu tiba, kamu bisa mendapatkan semua yang kamu inginkan."Sekujur tubuh Jesslyn bergetar, dia tidak pernah menyangka hari seperti ini akan datang. Jika yang dikatakan Ken benar, Keluarga Chaw bisa berdiri kembali, sedangkan derajat Jesslyn akan memelesat tinggi.Menyandang status
Pada sore hari, lampu-lampu di Vila Lacosta bersinar terang.Ken duduk di kursi sambil mengangkat kedua kakinya ke atas meja dan menyeringai jahat."Barusan Warren menelepon, dia bersedia bekerja saja," kata Jesslyn yang berdiri di samping Ken.Ken menjawab, "Kalau begitu ... kita bereskan dulu Clear Group.""Em." Jesslyn mengangguk."Semakin hari, kamu semakin menawan." Ken tertawa terbahak-bahak sambil menatap Jesslyn.Di saat Jesslyn tersipu malu, Ken mengulurkan tangan dan langsung menarik Jesslyn ke dalam dekapannya. Sembari memeluk Jesslyn, Ken menelepon Zara dan berkata, "Sudah tiga hari, aku ingin mendengar jawabanmu."Tidak terdengar suara di ujung telepon. Zara sedang memikirkan cara untuk menjawab pertanyaan Ken."Kali ini, kubu Keluarga Winata tidak serumit sebelumnya. Aku dan para sepupuku telah mencapai kesepakatan bersama. Kamu mengerti maksudku, 'kan?" tanya Ken."Kalian bekerja sama untuk menghabisi Nicholas?" Zara menarik napas panjang."Benar! Paman Dean terlalu kuat
Setelah setengah jam kemudian, Karen melarikan diri dan pergi ke ruangan Nicholas."Nicholas, Bella ... kasihan banget!" kata Karen dengan ekspresi sedih.Nicholas tersenyum kecut, dia hanya bisa menganggukkan kepala. Nicholas tidak tahu bagaimana menjelaskannya kepada Karen."Ba-bagaimana kalau aku pergi?" Karen mengangkat kepalanya."Kalau kamu pergi, dia harus menahannya," jawab Nicholas."Hmm, bagaimana kalau kamu saja yang membantunya?" tanya Karen.Nicholas tertegun. "Gadis bodoh. Bagaimana kalau terjadi sesuatu di antara kami?""Tidak boleh," Karen bergumam sambil memalingkan wajah.Nicholas tertawa terbahak-bahak sambil mengelus kepala Karen. "Jadi orang jangan terlalu baik. Yang ada malah dibohongi.""Bella sangat baik kepadaku, dia membelikanku baju. Oh ya, katanya dia mau mengajakku menonton konser," jawab Karen."Konser?" Nicholas mengerutkan alis."Iya, beberapa hari lagi ada konser. Bella sudah memesan tiketnya." Karen menatap Nicholas dengan mata berbinar-binar. "Kamu ma
"Apa?" Nicholas tersentak."Aku ...." Bella menggigit bibirnya dan menjawab, "Aku ingin mengajak Karen untuk mengobrol di kamarku ...."Nicholas mengerutkan alis saat mendengar permintaan Bella."Tenang saja, aku tidak akan menyakiti maupun membohongi Karen. Aku hanya, aku ...." Bella langsung berlutut dan memohon kepada Nicholas.Nicholas menghela napas sambil melambaikan tangannya. "Aku tidak masalah asalkan Karen tidak keberatan. Tapi kalau kamu memanfaatkannya, nasibmu akan berakhir mengenaskan!""Tidak, aku tidak akan memanfaatkannya." Bella tersenyum, dia bangkit berdiri dan pamit meninggalkan ruangan Nicholas.Nicholas memijat keningnya, kondisi Bella terlihat semakin parah. Nicholas telah mencari 7 hingga 8 dokter untuk mengobati Bella, tetapi tidak ada hasil yang memuaskan. Takutnya, Bella akan terjerumus semakin jauh.Bella kembali ke kamarnya untuk mengambil sehelai gaun yang telah disiapkan, lalu bergegas pergi menemui Karen."Ini ... untukku?" Karen melirik Bella dengan ti
Jansen sontak mengangkat kepalanya, dia menghela napas panjang tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Di sebuah klub malam yang terletak tak jauh dari perusahaan Clear Group.Warren memanggil belasan gadis muda untuk menemaninya. Sembari memandang Gordon yang mencekoki diri dengan bir, Warren tersenyum dan berkata, "Kak Gordon, kalau kami bekerja sama dengan Jesslyn, apakah kamu akan membantu kami? Kamu tahu sendiri kemampuan Jesslyn, siapa tahu kita bisa menarik simpati anggota Keluarga Winata yang misterius itu? Aku membutuhkan bantuanmu, jangan sampai Jesslyn berkhianat dan menghabisi kami.""Tidak masalah." Gordon tersenyum kecil."Kak Gordon memang paling baik!" Warren tersenyum sambil memberikan tatapan misterius dan berbicara dengan suara teredam, "Barusan aku sudah menelepon adikku, dia sedang di dalam perjalanan kemari. Aku rasa masalah ini harus dibicarakan dengannya juga, bagaimana menurut Kak Gordon?"Gordon menatap Warren sambil menyeringai dingin. "Sebagai saudara yang baik
"Nona Jesslyn, sepertinya kamu belum mengetahui identitas Nicholas ...." Zain terlihat agak ragu."Aku tidak tahu?" Jesslyn tertawa mendengar ucapannya. "Di Kota Modu, aku adalah orang yang paling mengenal Nicholas. Keluarga Winata bukanlah keluarga sembarangan, orang seperti kamu dan aku tidak akan sanggup menumbangkannya. Tapi untungnya Nicholas berbeda dengan anggota keluarganya yang lain, dia lembek dan payah. Asalkan kamu mendengarkan perintahku, kita pasti bisa menghancurkan Nicholas. Selama Nicholas dihabisi di Kota Modu, tidak akan ada yang mempersulit kita. Sebaliknya, kita malah mendapatkan keuntungan.""Sebenarnya apa maumu?" tanya Zain."Apa mauku? Hahaha." Jesslyn tertawa terbahak-bahak, sorotan matanya dipenuhi kebencian. "Aku ingin Nicholas berlutut dan memohon kepadaku. Aku ingin semua orang yang berpihak kepada Nicholas mati satu per satu," jawab Jesslyn dengan tatapan kejam.Tatapan Zain tampak berkecamuk, dia tegang melihat wanita yang begitu kejam ini.Beberapa wakt
Ketika menjelang malam hari, sekelompok mobil berhenti di depan lobi perusahaan Clear Group.Belasan pengawal keluar dari mobil dan berjaga di sekitar. Ketika seorang pengawal membuka pintu mobil, Jesslyn beranjak keluar dengan mengenakan balutan gaun berwarna hitam.Jesslyn adalah wanita yang sangat cantik. Dandanan serta gaun yang dikenakan, membuatnya tampak seperti boneka cantik yang hidup.Gaun ini menonjolkan lekukan tubuhnya yang indah. Dari kejauhan, punggungnya indah berhasil memikat siapa pun yang menatapnya."Apakah penanggung jawab Clear Group berada di tempat? Jesslyn menghentikan langkah kakinya sambil menatap ke arah gedung perusahaan Clear Group."Ada. Kami telah menghubungi mereka, seharusnya semua sudah disiapkan." Jawab salah seorang pengawal.Jesslyn mengangguk dan melangkah masuk ke dalam perusahaan.Felixton Group pernah berurusan dengan Clear Group. Tumpang tindih di antara kedua belah pihak membuatnya sulit menghindari konflik yang ada. Setelah Jesslyn kembali,