PoV Diandra
"Kamu mau bicara serius apa, Mas?" tanyaku menyelidik. Jari jemariku tak henti saling beradu kumainkan.
Mas Dani berdiri.
"Diandra, apa kamu tahu bang Reza sakit?"Kalimat yang keluar dari mulut Mas Dani lantas membuatku keget.
"Astaghfirullah aladzim."
"Maksud kamu, Mas Reza sakit? Memangnya sakit apa, Mas?" tanyaku kembali dengan penuh keheranan.
"Bang Reza sakit ginjal. Dan keadaannya sudah semakin parah. Itu alasannya kenapa tiga hari ini dia tidak datang ke kantor. Pasti manajer kantor bilang bang Reza pergi keluar negeri."
Kuhela nafas panjang.
"Apa, Mas? Jadi ...?"
Mas Dani membalikan badannya. "Ya, bang Reza sakit Diandra. Bahkan sakitnya semakin parah."
Aku benar-benar kaget sekali. Dengan cepat tubuh ini kupaksa berdiri
PoV 3"Assalammualaikum!" Salam seseorang dari arah luar pintu dan kini ia sudah masuk.Lalu siapa dia?Ternyata itu adalah Diandra. Diandra datang ke Jakarta untuk menjenguk Reza.Reza yang saat itu sedang ditemani ibunya pun nampak kaget dengan kedatangan Diandra. Begitupun dengan Bu Susanti."Waalaikum salam." Keduanya menjawab berbarengan dengan keheranan."Selamat siang, Bu, Mas Reza." Diandra datang menyapa keduanya."Diandra? Kamu disini?" Bu Susanti kaget.Sedangkan Reza, dia nampak sangat bahagia dengan kedatangan Diandra. Namun Reza berusaha menyembunyikannya."Iya, Bu. Kebetulan hari ini hari Minggu. Dan saya berniat menjenguk Mas Reza, em, maksud saya Pak Reza." Diandra mengungkapkan.Lalu Bu Susanti bertanya. "Kamu sama Dona?""Enggak,
PoV 3"Saudara ... ... Saya nikahkan dan saya kawinkan ... ... ...!""Saya termia nikah dan kawinnya Diandra ... ... ... ... ...!""Bagaimana saksi, sah!"Semua serentak menjawab. "Saaah!""Alhamdulillah."Dan barusan adalah ucap ijab qobul wali akada nikah dengan Reza. Di pernikahan Reza dan Diandra.Ya, jadi Diandra dan Reza telah menikah. Kini mereka resmi menjadi sepasang suami dan istri.Bagaimana awalnya hingga kini Diandra menikah dengan Reza? Ditunda dulu, ya. Nanti Author ceritakan.Semua orang yang hadir mengangkat kedua tangan mereka mendoakan pasangan pengantin baru yang barusaja menikah. Diandra dan Reza.Pak penghulu memimpin jalannya doa hingga kini akad nikah diakhiri dengan resepsi yang mewah dan megah.Reza dan Diandra juga Dona yang dipangku Bu
PoV Diandra"Di, ini, ada Reza mau ketemu sama kamu."Apa?Aku syok saat mendengar Mas Reza datang ke rumah ibu. Rumah yang sedang aku tempati.Dia sudah sembuh?Seketika aku hengkang dari kursi halaman belakang dan langsung menoleh ke arah ibu, yang kini sudah ada Mas Reza di sampingnya."Ya Tuhan, Mas Reza sudah sembuh? Alhamdulillah, Mas."Aku segera mendekat ke arah Mas Reza."Diandra, Reza, Ibu pamit dulu. Ibu mau ke dapur." Ibu permisi."Em, Bu?" Mas Reza memanggil ibu yang sudah membalikan badannya."Saya izin ajak Diandra keluar sebentar, boleh? Kelilingi suasana pedesaan," kata Mas Reza meminta pada ibu.Ibu tersenyum. "Boleh, Nak, silahkan. Tapi, sebelum Maghrib, kalian harus sudah di rumah." Ibu ternyata mengizinkan dengan syara
PoV Reza"Diandra, kamu minum dulu." Aku menghampiri wanita yang kini telah menjadi istriku yang sah.Di malam pertama kami ini, Diandra masih duduk di kursi depan cermin. Menatap wajahnya dengan sendu dan sayup. Dan aku sangat mengerti.Dia sudah mengenakan kimono karena kami akan segera tidur. Dan dia pasti barusaja mandi. Aromanya sudah tercium."Makasih, Mas." Diandra pun minum segelas air yang aku bawakan untuknya. Kamudian, Daindra meletakkan kembali gelas berisi air namun setengahnya.Aku meraba kedua bahu Diandra perlahan dengan amat gemetar. Karena baru kali ini aku melakukan hal ini padanya.Kutoleh wajah cantiknya di cermin. Rambut Diandra terurai. Dan itu sangat menambah kecantikannya. Apalagi ia juga usai berkeramas.Diandra menunduk. Lalu, perlahan aku mendorong tubuh ini ke hadapannya. Dan kini aku bersimpuh di hadapan Diandra."Sayang, aku sangat mengerti bagaimana perasaan kamu s
PoV DiandraTok tok tok! ( Ketukan pintu )Ting tong! ( Bel berbunyi )"Bi, itu siapa yang bunyikan bel?" Aku bertanya pada bibi yang sedang menyapu."Eh iya, Non, baru Bibi mau lihat.""Ya sudah, saya mau ke dapur dulu." Aku pun bergegas ke dapur hendak membuat jus buah untuk anak dan adikku.Tak lama setelah itu."Non? Ada yang cari den Reza." Bibi tiba-tiba berkata hal demikian yang membuat kening ini mengernyit heran."Emh, kalau gitu nanti saya samperin. Saya tuangin jus buah ini dulu ya, Bi," jawabku santai."Muhun, Non, mangga." Bibi menjawab dengan bahasa Sunda. Jelas aku mengerti. Karena aku pun turunan orang Sunda seratus persen.Mama Susanti sedang pergi keluar. Dan Mas Reza sedang di kantor. Lalu, siapa yang nyari Mas Reza?Aku lupa menanyakan pula pada bibi.
PoV Reza"Assalamualaikum!""Waalaikum salam." Dengan segera Diandra menjawab salamku. Dia selalu menunggu kepulanganku. Dan setiap aku pulang, ia pasti sudah ada di sofa ruang depan menyambutku."Sini, Mas, tasnya aku bawa."Diandra meraih tas hitamku seusai ia mengecup punggung tanganku.Kami pun berjalan bersamaan."Yang lain mana? Anak kita dimana?" Aku menanyakan penghuni rumah dan Dona."Oh, Dona ada di kamar, Mas. Mama juga pasti ada di kamarnya. Dan Nessia juga ada di kamarnya." Diandra menjawab dengan rinci.Lalu, aku mencubit pipinya."Za? Kamu sudah pulang?" Mama menghampiri. Lanjut kucium punggung tangannya penuh doa."Sudah, Mah. Aku pulang cepet, soalnya, aku mau mengatakan sesuatu." Aku sengaja membuat mereka penasa
PoV DiandraIni adalah hari keduaku berada di rumah baru. Bersama Mas Reza, Dona dan juga seorang asisten rumah tangga yang sudah disiapkan oleh Mas Reza. Namanya Mbok Arum. Ia memang sempat datang ke rumah untuk meminta pekerjaan. Karena kasihan, Mas Reza mengizinkan Mbok Arum bekerja. Usianya kira-kira lebih tua dari mama mertua. Dan kini kami sudah tinggal bersama di rumah baru."Astaghfirullah, Mbok!" Aku berteriak dengan keras. Mulutku menganga dengan syoknya.Mbok Arum segera datang. "Iya, Non?""Mbok! Kok ada bangkai tikus disini? Mbok belum beres-beres?" kataku dengan kagetnya. Memang di teras depan saat aku membuka pintu entah mengapa ada bangkai tikus. Ini kan rumah baru, dan untuk apa tikus mati ada di depan teras? Tadi pagi saat aku mengantar Mas Reza enggak ada?"Innalillahi, Non. Kok ada bangkai tikus?" Mbok Arum pun
PoV Diandra"Mas, tolong pasang kamera CCTV ini di setiap sudut rumah, ya," suruhku pada teknisi yang ahli di bidangnya."Baik, Mbak." Ia menjawab."Dapur, jalan ke kamar mandi juga ke taman belakang. Awas, jangan sampai terlewat." Aku kembali bicara."Baik, Mbak, saya akan laksanakan. Kalau gitu, bisa saya memulai pekerjaan saya sekarang?" tanyanya."Iya, silahkan." Aku menjawab dengan lugas. Tak lupa aku terus membawa Dona kemanapun.Mas tukang teknisi itu pun mulai bekerja.Aku sengaja menyuruh Mbok Arum pergi ke pasar, supaya ia juga tak begitu tahu kalau aku pasang CCTV. Yang tahu soal ini hanya aku dan Mas Reza. Tak mungkin sekali aku tak mendapat izin darinya. Dan Alhamdulillah Mas Reza menyambut baik keinginanku.Rumah memang belum di pasang CCTV karena masih baru, dan kebetulan Mas Reza juga niatannya ma
"Mbak, selamat ya, sebentar lagi Mbak akan menikah. Tinggal beberapa jam lagi." Nessia memberiku ucapan kala aku baru saja selesai di make up oleh Mbak Intan. Tukang make up profesional yang semuanya di rekomendasi oleh Nessia dan Radit."Makasih ya, Ness. Dan maaf. Mungkin Mbak terkesan mengkhianati kakak kamu." Bagaimanapun juga Nessia adalah adik almarhum suamiku. Tapi dia yang mendukungku, menyiapkan segalanya untukku. Tak terkecuali."Mbak, enggak, gak ada pengkhianatan disini. Aku tahu, Mbak wanita yang baik. Dan aku tahu gimana cinta Mbak pada mereka. Tapi, aku juga ingin Mbak mendapatkan pria yang bisa menemani Mbak, yang bisa lindungi, Mbak. Aku gak mau Mbak terus-menerus menjanda. Masa depan Mbak itu masih panjang. Dan aku yakin, mas Rizky bisa jadi jodoh Mbak sampai akhir nanti. Sampai kalian kakek nenek. Sampai maut sendiri yang memisahkan kalian." Nessia kembali mengungkapkan. Telapak tangannya sedari tadi me
"Mas Dani? Mas Reza? Kalian mau kemana?" Aku melihat dua pria bersaudara itu bergandengan tangan mengenakan pakaian serba putih. Lalu mereka diam dan berbalik badan menyemai senyuman."Diandra, aku pergi. Kamu jangan lupa bahagia. Jaga anak kita," kata Mas Reza. Jelas air mataku menetes."Ta, tapi kalian mau kemana?" Aku mulai menangis. Air mata ini menghujan. Mas Dani mendekat. Dan Mas Reza diam tetap di tempatnya. Mas Dani makin mendekat ke arahku berdiri. Senyuman dan lesung pipinya amat membuat syahdu penglihatanku. Mereka tampan sekali."Diandra. Kamu jangan nangis. Kamu harus ingat, kamu punya dua anak. Dan kamu harus menjaganya." Kalimat Mas Dani. Dia juga meraih telapak tangan kiriku. Ia memberiku sebuah benda. Benda berwujud sepasang merpati. Ia berikan padaku. Dan ia simpan di telapak tanganku.Mas Dani menatapku. "Jangan lupa pula, kamu itu seorang wanita yang butuh pelindung. Kembalilah, kamu j
"Maaf, Ky. Tapi, nyatanya aku belum bisa melupakan almarhum suami aku. Aku belum bisa terima cinta kamu." Itulah jawabanku. Yang kujawab dengan penuh kesenduan. Aku bukan tahan harga, tapi inilah kenyataannya.Rizky yang tadinya bersimpuh. Kini ia bangkit perlahan dan duduk lagi di sampingku. Raut wajahnya amat datar. Namun lebih condong ke kecewa. Tarikan nafasnya pun lemas sekali. Baru kali ini aku melihat Rizky yang energik menampakkan wajah seperti ini."Tapi kenapa?" selidiknya lirih.Kami terdiam. Dan aku mulai mengatur nafas untuk menjawab pertanyaan Rizky. Aku tak mau dia tersinggung dan merasa di rendahkan. Hingga kutolehkan tubuh ini menghadap ke arahnya."Aku minta maaf. Bukan maksud aku merendahkan kamu dengan menolak niat baik kamu. Jujur, kamu itu pria yang tampan, mapan, baik. Kamu bisa mendapatkan wanita single terutama gadis. Bukan seorang janda yang sudah memiliki putra dan putri sepertik
"Mbak, saya mau pelamiannya nanti bernuansa putih bak musim salju. Dan putih itu melambangkan kesucian." Aku memberi masukan."Enggak bisa. Saya mau pelaminan adik saya bernuansa rustic. Keren kan, Mbak, Mas. Apalagi pas malam dipakaikan lampu-lampu terang natural. Pokoknya semuanya sudah tergambar di otak saya." Rizky memberi masukan.Entah mengapa, hati ini tak merasa setuju dengan apa yang ia katakan."Gak bisa, Mbak. Menurut saya, nuansa putih itu lebih keren. Kesannya itu simple tapi modern. Tidak terlalu full color, tapi satu warna itu sudah mewakilkan keindahan." Aku kembali mengusulkan. Mas dan Mbak yang kini menghadapi kami lumayan agak bingung. Tapi mereka mencatat apa yang kami inginkan."Oh, sekalian saja semuanya putih. Gak usah ada warna lain. Kayak kain kafan," cetus Rizky. Dia malah membuatku kesal. Tapi aku tak menghiraukannya."Ah, dasar! Gak tahu indah sok-sokan bilang i
PoV Diandra***"Non? Non? Bangun, Non. Ini sudah adzan Maghrib." Suara terdengar samar-samar. Mataku mulai membuka. Kukucek sebentar."Mbok?"Aku terperanjat melihat si Mbok membangunkanku dari mimpi buruk tadi. Aku memimpikan hal buruk yang pernah kualami."Maaf, Non. Udah Maghrib. Bukan tak sopan Mbok bangunin," kata si Mbok. Aku masih sedikit pusing. Namun aku memang tadi seusai pulang dari kantor langsung menonoton televisi dan ketiduran ternyata."Ya ampun, makasih ya, Mbok. Fathan sama Dona mana?" tanyaku mencari kedua anakku."Non Dona lagi di kamarnya belajar. Den Fathan lagi main mobil-mobilan. Tuh!" tunjuk Mbok Arum ke arah anakku Fathan."Ibu?" Dia memanggilku. Karena dia sudah bisa bicara. Bahkan sudah bisa bicara sempurna di usianya yang ke-dua tahun ini."Sayang, Ibu tidur ya!" ujarku padanya sambil mendekat. Dia
PoV Diandra***"Nessia? Kamu kenapa?" tanyaku pada Nessia dengan cemas saat Nessia mengangakan mulut seusai melacak lokasi Mas Dani."Mbak, Mah, Mas Dani udah deket. Tapi kayaknya dia kena macet di jalan satu arah dekat rumah sakit," jelas Nessia dengan terharu. Wajah Nessia sumringah.Alhamdulillah, aku tenang.Pecah sudah rasa khawatir terhadap Mas Dani. Syukurlah dia sudah sampi lagi. Ini sudah dinihari. Dan kami bahagia Mas Dani telah kembali."Kamu beneran?" tanyaku memastikan. Aku akan berterima kasih banyak pada Mas Dani. Karena dia berhasil kembali dengan membawa kantung darah untuk Mas Reza.Tiba-tiba pintu ruangan Mas Reza membuka lagi.Krek.Aku, mama dan Nessia panik namun penuh harap. Aku menyergap dokter. Kuharap ada kabar baik untukku."Dokter? Gimana suami saya?" sergapku pada
PoV Diandra***"Maaf, Pak, Bu, stok darah untuk saudara Reza sudah habis." Ujar Dokter yang tiba-tiba membuka pintu ruangan."Ya Allah, lalu gimana Dokter? Apa yang harus kami lakukan?" Aku sangat panik."Dokter, dokter bisa ambil darah saya. Sebanyak yang kakak saya butuhkan, Dokter," ujar Mas Dani lantang. Bola matanya pun masih terus berkaca-kaca. Aku sangat terharu."Kami bisa saja mengambil darah dari anda," jawab dokter atas usulan Mas Dani."Tapi, rasanya tak mungkin bila kami harus mengambil terlalu banyak darah untuk pasien. Karena itu bisa membahayakan kesehatan anda," imbuh dokter lagi.Aku, Mama dan Nessia hanya bisa diam dalam kegelisahan. Karena diantara kami tak ada darah yang cocok. Selain Mas Dani, tak ada lagi di keluarga kami. Apalagi darah mereka terbilang langka. Tapi aku yakin, dokter pasti bisa menangani seperti sebelum-sebelumnya."Dok, ambil saja darah saya. Saya rela walau nyawa saya taruhannya,"
PoV Author***"Toloooong! Toloooong!"Dani terus melambaikan tangan sambil berteriak. Dimana Reza saat itu sudah pingsan kembali."Haaaarkh! Toloooong!"Akhirnya, cahaya itu makin mendekat. Dan mereka adalah tim SAR yang mencari keberadaan korban kecelakaan pesawat."Toloooong! Toloooong! Kami disini, Pak!" Dani terus berteriak meminta bantuan. Dan mereka pun mendekat.Tubuh Dani bukan tak sakit. Tapi dia masih mampu berusaha meminta pertolongan."Pak, tolong, Pak, Kakak saya sudah kehabisan banyak darah sejak tadi. Tolong kami, Pak!" Dani beteriak histeris pada beberapa orang yang sudah datang dalam dua perahu karet."Ayok, ayok bantu!" Para tim SAR sibuk di posisi masing-masing. Yang menangani Reza dan menangani Dani. Mareka juga tak lupa memasangkan alat pelampung. Karena mereka akan menaiki perahu untuk sampai di dermaga.
PoV 3***"Ness!" Diandra meraih lembaran yang Nessia baca. Ia menyelidik cemas. Pipinya sudah basah kuyup sejak tadi.Mata Diandra menyidik setiap nama korban yang sudah ditemukan. Dan banyak dari mereka yang sudah tak bernyawa. Dan itu makin membuat Diandra putus harapan. Tapi dia terus berdoa. Semoga ada keajaiban bagi korban-korban pesawat itu."Nessia? Kedua Abang kamu dimana?" tanya Diandra. Karena dia tak menemukan nama Reza ataupun Dani di daftar korban yang sudah ditemukan. Ia yakin, mereka benar-benar tidak ada di daftar korban ditemukan."Iya, Mbak. Beberapa korban masih dinyatakan hilang," jawab Nessia dengan sendu.Diandra hanya bisa menganga dengan penuh doa. Penumpang pesawat yang berjumlah 132 orang itu baru 123 orang yang ditemukan. Dan 70% sudah tak bernyawa akibat ledakan pesawat di udara.Astaghfirullah aladzim!"M-Mah, mas Reza dan mas Dani, mereka belum ditemukan, Mah. Aku yakin, mereka masih h