Sementara itu di sebuah hotel di kota Samrinda, seorang lelaki tergeliat bangun, dia merenggangkan tubuhnya, sudah tiga hari dia melakukan pelarian dari kejaran polisi, nanti siang dia akan melakukan perjalanan darat ke Sabah, Malaysia. Dia tidak mungkin melakukan perjalanan lewat udara, karena namanya sudah ada DPO di bandara-bandara seluruh Indonesia.Sialan, memang. Niatnya ingin membuat Aina dan Hasan berpisah, namun sampai saat ini kata orang suruhannya, Hasan belum juga menceraikan Aina, hubungan mereka malah tambah mesrah. Sementara dia, menjadi buronan polisi. Ketika dia bangun, ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Namun dia abaikan karena dorongan untuk buang air kecil sangat kuat. Rasa sakit yang luar biasa diantara selangkangannya dia abaikan. Namun di toilet, ketika dia mengeluarkan alat vitalnya untuk membuang air kecil, selangkangannya diperban, dia segera membuka perban tersebut, alangkah terkejutnya dia, ternyata benda pusaka miliknya sudah tidak ada lagi, sudah terp
Ketika Aina membuka mata, semua orang sedang berbincang dengan dokter di luar. Dia merasa tidak asing dengan tempatnya sekarang, belum lama ini dia juga berada di tempat seperti ini, sebuah bangsal rumah sakit. Bedanya sekarang masih di UGD. Kepalanya terasa sakit, dia mencoba mengingat apa yang terjadi. Sebuah bayangan melekat erat di kepalanya, seringai mengerikan seorang pria. Mengingat itu tiba-tiba tubuh Aina gemetar ketakutan. Dia berharap semua ini hanya mimpi buruk yang datang di saat tidak tepat, namun semakin dia ingin meyakinkan diri bahwa ini hanya sekedar mimpi ternyata ingatannya semakin menajam, setiap detil kejadian di gua perlahan-lahan datang kembali di kepalanya. Gadis itu beringsut duduk dengan memeluk kakinya, dia ingat sekarang ... Ingat betul-betul, bagaimana dia mendapatkan luka di kepalanya. Air mata tidak bisa ditahannya, dadanya terasa sangat sesak, setelah dia membenturkan kepala ke batu cadas itu, dia tidak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya. Namun,
Mobil SUV sport yang dikendarai Fendi meluncur mulus di jalan aspal, keenam penumpang di dalam mobil tidak ada yang bersuara seperti waktu kedatangan mereka ke sini, Aina duduk di bangku paling belakang bersama Nur, sedang Dito dan Dave di bangku tengah. Hasan sendiri duduk di sebelah Fendi, dia bermaksud menjadi supir cadangan jika Fendi kelelahan, namun melihat situasi saat ini, dia sendiri tidak akan bisa fokus menyetir. Berulang kali dia menolehkan wajahnya ke belakang, walau Aina tidak terlihat dengan jelas, namun waktu di rumah sakit tadi cukup membuat lelaki ini shock, istri yang sangat dia cintai menolak sentuhannya bahkan menolak berbicara dengannya. Hatinya sangat teriris ketika dia berkata pada ibunya dengan perkataan yang terbata-bata. "Mak ... Mamak ...." "Ai, katakan pada Mamak, apa yang Ai rasakan?" "Rasanya ... sakit, Mak. Aku ... Aku ingat semuanya. Luka ini ... Ini bukan karena aku jatuh, aku memang jatuh ke sebuah lubang, tetapi ... Ada orang yang telah meno ..
Aina dan Hasan sampai di kamar mewah yang disediakan Dave, gadis itu cukup tercengang melihat fasilitas yang ada di dalam kamar, lebih mewah dari kamar hotel bintang lima yang pernah dia tinggali ketika Steven bertunangan dengan Melanie."Abang pernah datang ke rumah ini sebelumnya?" Mendengar istrinya berbicara untuk pertama kalinya sejak dia ingat kejadian yang dilaluinya membuat Hasan begitu senang, dia langsung merangkul pundak istrinya dan mendudukkannya di tepi ranjang."Pernah, sekali. Waktu pertama kali melobi mister Duke atas rekomendasi dari profesor Kuncoro.""Tapi kenapa malah kerjasama dengan mister Dave?""Mister Duke terlalu sibuk mengurusi perusahaan, lagi pula yang lebih tertarik justru ayahmu.""Melihat rumah ini, ayahku ternyata sangat kaya.""Kau anak orang kaya, sudah pasti kau juga ikut kaya, Sayang.""Yang kaya itu ayahku, aku hanya memiliki properti warung bakso, itu juga atas pemberian Abang.""Kau memiliki separuh saham di perusahaan sawitku, ayahmu yang mem
"Laura bilang toilet yang ada disitu sedang direnovasi jadi tidak bisa digunakan untuk sementara, dia menunjukkan toilet darurat yang sementara bisa digunakan, letaknya dipuncak bukit. Lalu aku ke sana, tetapi ketika aku menginjak lantai toilet, aku terperosok dan jatuh dalam lubang."Rahang Hasan mengeras mendengar penuturan istrinya, tangannya bahkan mengepal dengan erat. Kurang ajar Laura, bukankah Aina adalah bibinya? Kenapa dia menjebak Aina seperti itu? Berbagai pertanyaan berseliweran di benak Hasan. Tidak habis pikir ada orang yang ingin mencelakai keluarganya sendiri. Orang seperti itu layak masuk penjara."Dia berani menjebakmu? Akan kujebloskan ke penjara siapapun yang terlibat. Kenapa dia bersekongkol dengan Agung?" Suara Hasan bergetar menahan amarah."Buat apa lagi? Laura itu cinta mati sama Abang. Dia ingin merebut Abang dari aku." Mendengar perkataan Aina, Hasan langsung memalingkan wajahnya menatap lekat ke arah istrinya. Dia menelisik wajah cantik wanita itu, menca
"Siapa yang orang itu?" tanya Dave tidak sabar.Hasan menatap dengan tajam perempuan yang ada di depannya, perempuan itu juga membalas tatapannya dengan tajam."Dia ... Laura!""Apa??" Dave tercengang."Apa kau bilang? Jangan asal bicara kau ya? Kau jangan menfitnah putriku!" bentak Duke tidak terima, lelaki itu bahkan menggebrak meja dengan keras."Kau tidak perlu marah begitu, Kak!" Steven berbicara dengan keras."Aku harus diam saja gitu, ketika putriku difitnah? Aku tidak terima! Aku sudah menduga dari awal, kemunculan gadis kampung ini akan membawa masalah dan malapetaka di keluarga kita, sekarang terbukti kan? Dulu hidup kita damai, sekarang dia akan menghancurkan kita semua!" Duke masih bicara dengan berapi-api."Kenapa kau menyalahkan Aina? Tanyakan itu pada anakmu sendiri, orangnya ada tu di depan matamu!" Steven kembali membentak Duke dengan keras.Duke sangat jengkel, ditatapnya Steven dengan penuh kebencian, sekarang Steven mulai melawan padanya. Dulu ketika Duke memarahin
"Apa maksudmu, ayah dari anakmu adalah aku?" tanya Hasan dengan menahan gemuruh di dadanya."Siapa lagi? Hanya kau yang pernah berhubungan badan denganku," jawab Laura dengan tajam.Sorot mata Laura menyiratkan kepercayaan diri yang tinggi, membuat tubuh Aina luruh, bagaimana bisa gadis itu begitu percaya diri jika yang dia katakan adalah sebuah kebohongan."Kapan? Seumur hidupku aku tidak pernah berhubungan intim dengan wanita manapun selain istriku Aina. Kapan aku melakukan hal bejat seperti itu?" Tatapan Hasan tak kalah tajam, lelaki itu juga mengatakan semua kalimat itu dengan percaya diri, dia memang tidak akan pernah melakukan dosa seperti itu selama ini, dia sangat protektif terhadap dirinya sendiri untuk tidak terjerumus ke lembah dosa. Bagaimana dia bisa menerima tuduhan wanita yang baru sekali ditemuinya di masa lalu?"Kapan? Kau tidak ingat?" tanya Laura dengan nada tinggi. Dia tidak terima lelaki itu sudah menidurinya dan tidak mengingatnya sama sekali."Jangan bertele-te
"Baiklah, akan kutelpon Mandy agar membawa anak itu ke mari," ujar Dave segera beranjak dari hadapan mereka menuju meja telepon."Aku juga akan mengabarkan Adi Supriadi untuk datang ke sini besok malam," ujar Hasan.Ketika kedua orang lelaki yang menjadi pusat pusara permasalahan pergi, Nur mendekati Aina dan memeluk putrinya itu, Fendi juga duduk di samping Aina satu lagi, begitu juga dengan Duke, dia dan Evi mengapit Laura dan memeluk putranya tersebut. "Sabar, Ai ... Semua belum jelas kebenarannya, jangan emosi dulu, jangan marah dulu sama Hasan," ujar Nur, menyeka air mata putrinya yang dari tadi tidak berhenti memeleh."Jika memang Hasan ayah kandung anaknya Laura, Abang sendiri yang akan memberi pelajaran pertama padanya," ujar Fendi dengan nada kesal.Steven yang mendengar pembicaraan itu dengan jelas hanya mendengus kesal. Bagaimana dia tidak kesal? Dialah yang seharusnya memberi pelajaran pertama pada Hasan, pasalnya lelaki itu yang telah menyakiti dua perempuan dari pihak k
"Abang, apakah ibu kandung Abang sudah menghubungi?" tanya Ayuni Mereka akan segera kembali ke Jambi untuk melangsungkan pernikahan satu Minggu lagi. "Tidak, kau lihat ... Wanita itu hanya akan menuruti perkataan suaminya, mana mungkin dia mau membelaku, dari dulu seperti itu, dia bucin banget sama suaminya itu, sampai-sampai menelantarkan anak kandungnya sendiri." Fendi menatap langit dengan wajah datar dari jendela apartemennya, dia juga malas sebenarnya menemui wanita yang sudah melahirkannya itu, kalau bukan uwaknya yang menyuruh menemui ibu kandungnya, dia tidak akan pernah pergi ke sana, ke tempat yang selalu membuatnya traumatis tersebut. "Bagaimana dengan ayah kandung Abang? Apakah dia akan datang ke pernikahan kita?" "Lelaki itu tidak bisa diharapkan, apalagi kondisinya sekarang sedang dipenjara. Cukup saja dari pihakku keluarga uwakku dan keluarga Aina." Yah, sudah tiga tahun yang lalu Sardan ditangkap polisi karena mengedarkan narkoba, hukumannya juga tidak main-main,
Kurang dari dua puluh menit, kedua suami istri itu pulang dari sawah, bajunya sudah kotor terkena lumpur sawah. Melihat mobil bagus di halaman rumah mereka, Aminah begitu gugup dan panik."Siapa to lek, tamunya?""Ya, nggak tahu, Min. Dua orang laki-laki sama perempuan muda. Sepertinya mereka suami istri, atau pasangan kekasih, yang perempuan ayu banget, yang laki-laki juga bagus banget. Cepat temui mereka.""Badanku masih kotor Lek, aku mau besihkan badan dulu di belakang," ujar Mardi suami Minah.Mereka buru-buru membersihkan tubuh mereka, mengganti pakaiannya dengan pakaian yang menurut mereka layak.Dengan gugup, suami istri itu datang ke ruang tamu, mereka mendapati sepasang anak muda dengan gaya anak kota yang begitu klimis dan rapi yang sangat asing dipandangan mereka."Eh, ada tamu ... Monggo-monggo, maaf ini tamu dari mana ya?" ujar Mardi dengan gugup.Lelaki paruh baya itu mengulurkan tangan pada Fendi yang dibalas Fendi dengan tatapan dingin. Tangan lelaki itu begitu kasar,
Lima tahun kemudian ....Aina bergegas keluar dari aula gedung Balairung kampus, wajahnya sangat sumringah, dia segera mencari keberadaan keluarganya. Di lihat kedua anaknya yang sangat imut itu berlari ke arahnya."Bunda ...."Aina menangkap dan memeluk kedua anak kembarnya dengan bahagia "Bunda ... Bunda tampak hebat dengan baju ini," kata Amira sambil memainkan rumbai yang menjuntai di bajunya."Ini namanya baju toga, bunda kita sudah jadi sarjana," ujar Ammar kepada adik kembarnya."Jadi ini yang dinamakan baju toga? Topinya sangat bagus," cicit Amira."Anak-anak ... Minggir dulu, ayah belum kebagian pelukan bunda kalian."Kedua anaknya melepaskan pelukan pada ibunya dengan cemberut, ayahnya memang begitu, selalu saja mendominasi bundanya dengan arogan."Ayah! Aku mau sama Bunda!" pekik Ammar."Iya, baru sebentar sama bunda," keluh Amira."Sudah, sana ikut nenek ... Itu nenek mau beli es krim loh," bujuk lelaki itu yang sukses membuat kedua anaknya berlari menghampiri neneknya."
Laura mendesah dengan kuat, menarik napas kuat-kuat. Kenangan berhubungan badan delapan tahun yang lalu masih menggema di telinganya, walaupun pandangannya kabur kala itu, tetapi telinganya masih nangkap suara desahan dan ceracauan dari bibir lelaki itu. "Hmmm, kamu tidak mandi?" Suara itu menyentak Laura, menyadarkannya dari lamunan yang tengah bermain dipikirannya. Lelaki itu sudah selesai mandi, memakai kaos oblong hitam dan celana training. Rambutnya yang basah tengah dikeringkan dengan handuk. Laura tergagap, dia begitu gugup karena mendapati lelaki asing tengah sekamar dengannya. "I ... Iya, saya mau mandi," sambarnya langsung menuju kamar mandi. "Saya mau keluar dulu, sebaiknya kau buka pakaianmu itu di sini, kebaya itu membuatmu ribet kayaknya, setengah jam lagi saya akan kembali," ujar Andika. Lelaki itu langsung keluar kamar, Laura yang tengah mematung memandang kepergian lelaki itu dibalik pintu bergegas membuka pakaian kebayanya dan buru-buru masuk kamar mandi, seten
Laura tidak bisa berkata-kata lagi, dia hanya memandang wajah anaknya dengan tatapan rumit, namun Arsen menatapnya dengan tatapan tajam, dengan mulut kecilnya anak itu menangih janji kepada ibunya dengan tegas seperti rentenir menangih hutang. "Mommy, penuhi Janjimu. Kata guru Arsen, seseorang itu yang dipegang omongannya, berani berjanji, harus bisa memenuhi." Semua orang terkesima mendengar perkataan Arsen, Andika sendiri berdiri dengan takjub, putranya ini ... Benar-benar cerdas dan bijaksana. Laura bingung mendengar permintaan anaknya yang tiba-tiba dan dikatakan di depan umum, dia melihay Dave meminta pembelaan, namun Dave malah mendukung Arsen. Situasi yang begitu canggung tidak bisa dihindari. Karena semua itu juga disaksikan oleh semua orang yang berada di sana. "Laura ... maukah kau menikah denganku? Demi Arsen, dia sangat membutuhkan seorang ayah," ujar Andika mendekati Laura. Laura hanya terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa, ini terlalu mendadak. Dia menatap Dav
"Boy ... Perlu teman untuk bermain?" Arsen menghentikan kakinya yang akan menendang bola, beberapa saat dia terpaku menatap lelaki yang ada di hadapannya. Ouh? Is it a dream? Laura yang tengah menenggak minuman spontan tersedak, dia segera menyemburkan minuman yang berada di mulutnya. "DADDY !!" Setelah menyadari siapa yang berada di dekatnya, Arsen berteriak sekencangnya bahkan berlari sekencangnya menghampiri sosok lelaki yang kini tengah berlutut dengan satu kaki, ta ranselnya masih bersandar di bahunya. Keluarga Laras dan keluarga Dodi telah selesai pertemuannya, mereka mengantar orang tua Dodi ke halaman. Ketika mendengar jeritan Arsen yang begitu kencang, semua orang menoleh ke halaman samping di mana ada lapangan futsal. Dave terkejut melihat pemandangan tersebut, seorang lelaki yang telah membuatnya kuatir selama ini tengah memeluk cicitnya, bahkan bocah lelaki itu menangis tersedu-sedu dipelukan lelaki itu. Tanpa pikir panjang, Dave langsung menghampiri ayah dan ana
Kejutan demi kejutan membuat hidup Hasan dan Aina bertambah tambah rasanya, baru saja Dodi Rosadi, teman akrab Hasan ketika SMA dulu mengungkapkan lamaran kepada ibu dan pakdenya Laras di depan keluarga besar, hal itu tentu saja membuat Hasan memeluk temannya itu dengan erat. "Akhirnya kita sodaraan juga, Bro." "Ingat, tambah lagi satu kakaknya Aina, biarpun kakak sepupu, jadi jangan macam-macam kau ya?" ancam Dodi membuat semua orang tertawa. "Sayang, Fendi gak ada di momen indah seperti ini, harusnya kita punya formasi yang lengkap," ujar Syarif. "Iya, ini ayah. Member tugas kakak Aina kok begitu amat," Jawab Steven. "Aish, gak usah kuatir. Nanti Fendi kupanggil ke sini, dijamin besok pagi sudah ada di sini," jawab Dave sambil mencebikkan bibirnya Ayuni yang mendengar itu wajahnya langsung tersenyum sumringah, Duh ... Jadi ingat waktu momen pernikahan Steven dulu, saat itu ciuman pertamanya bersama kekasihnya itu. "Besok pernikahan akan digelar di mana?" tanya Nur kepada Lar
Lelaki itu buru-buru keluar dari pesawat yang membawanya hingga ke daerah ini, tempat yang dia tandangi hampir dua puluh tahun yang lalu, namun dia tidak akan lupa di mana alamat kakak kandungnya itu berada walau sang kakak kini sudah tiada. Dia sengaja mencari penerbangan paling pagi dari Singapura ke Jakarta, dilanjutkan dari Jakarta ke Jambi, karena memang belum ada penerbangan langsung dari Singapura ke Jambi.Dia tidak bisa menunda lagi untuk bertemu seseorang yang begitu penting dalam hidupnya, pertemuannya dengan Fendi tadi malam sungguh merupakan pertemuan yang sangat mengejutkan. Andika sebenarnya enggan bertemu secara pribadi dengan pemuda itu, jika Fendi tidak setengah memaksanya. Pemuda itu mengajaknya ke taman Merlion, duduk di bangku taman sambil memandangi patung kepala singa di hadapannya. "Senang bisa bertemu dengan orang yang saya kenal di negeri asing seperti ini," ujar Fendi mengawali percakapan."Sedang apa kamu di sini?" tanya Andika."Ada urusan bisnis. Pak D
"Good morning, Profesor." Sebuah sapaan bersahutan di dalam gedung itu ketika seseorang memakai kemeja putih dan celana bahan hitam datang menuju ke sebuah ruangan, kaca mata berbingkai emas yang bertengger di atas hidung lelaki itu menambah kesan dingin dan sulit untuk didekati."Morning," jawab lelaki itu singkat."In here, Prof," seru seseorang dengan seragam security menunjukkan jalan pada lelaki itu.Beberapa pria berjas hitam berjalan tegap di belakang lelaki itu, kaca mata hitam yang bertengger di setiap lelaki berjas hitam itu menambah seram penampilannya."Halo, profesor Andika Ibrahim Luthfi. Welcome, welcome," ujar seorang pria berkepala plontos memakai kemeja biru polos."Apa ini yang dimaksud dengan ruangan rahasia? Kenapa tidak terlihat rahasia sama sekali?" tanya lelaki itu dengan bahasa Inggris."Tentu rahasia yang dimaksud bukan rahasia tidak terlihat, semua ruangan ini adalah penyamaran, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalamnya.""Oke, tunjukkan aku."Pria b