Sudah satu jam mereka mencari keberadaan Aina tapi tak kunjung ketemu, menejer restauran bahkan memutuskan untuk menutup restauran dan fokus melakukan pencarian, semua pelayan dan karyawan restauran dikerahkan untuk menyusuri tiap jengkal tanah. Agung keluar dari gua dengan seutas tali yang membawanya masuk, dia bergegas melipir melewati jalan lain yang tidak sama ketika datang, dia melewati jalan yang lebih terjal dan sulit di tepi jurang. Beberapa karyawan sudah mencari sampai ke bukit tempat Aina terjatuh di lobang, tetapi mereka tidak melihat adanya lubang, karena tempatnya memang sedikit tersembunyi, bahkan biasanya di atas lubang ini ada sebuah saung atau pondok yang menyamarkan keberadaan lubang tersebut, hal inilah yang memicu salah satu karyawan, dia cukup heran karena pondok yang biasanya berada di sana kini tidak ada lagi. Karyawan itu dengan hati-hati memeriksa tempat itu, alangkah terkejutnya dia tatkala akan terperosok masuk lubang, untung saja dia bisa menjaga keseimb
Ketika mereka sampai di lubang, kecemasan jelas tergambar di wajah Hasan, lelaki itu yang pertama kali sampai lubang, dia langsung melongokkan wajahnya ke bibir lubang. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat ke dalamnya, di sana ada secarik kain berwarna putih dan biru, persis seperti baju yang Aina kenakan. Menejer restauran ternyata orang yang sangat cekatan, dengan cepat dia telah mengutus anak buahnya untuk membawa tangga dan seutas tali tambang, menejer itu juga sudah menghubungi ambulance. Tangga yang di bawa adalah tangga lipat yang jika di bentangkan panjangnya mencapai dua belas meter. Melihat karyawan itu menurunkan tangga, Hasan segera berancang-ancang akan masuk ke dalam lubang. "Biarkan aku saja yang masuk, oke? Kalian tunggu di sini." Semua orang mengangguk, mereka semua juga tak kalah kuatirnya dengan Hasan. "Jika mengalami kesulitan, segera minta bantuan kami," ujar Steven. Hasan tidak menanggapi perkataan Steven, dia segera melesat menuruni tangga dengan tidak s
Ketika Steven menuruni tangga, dia merasa sesak. Hati dan pikirannya benar-benar kacau mendengar Hasan mengatakan jika Aina dianiaya seseorang. Ingatan lelaki itu langsung tertuju pada sosok Agung, lelaki yang mengaku temannya itu, dulu juga ingin mencelakai Aina. Steven mengedarkan pandangan, dia tidak melihat sosok Agung di manapun. Ketika sampai restauran, dia melihat Melanie dan Laura yang berdiri menunggunya. "Mana Agung? Kau melihat Agung?" Steven tidak berbasa-basi lagi menanyakan hal itu pada tunangannya sekaligus adik temannya itu. "Dia tadi terluka, makanya pulang duluan untuk mengobati lukanya," jawab Melanie "Kenapa dia terluka?" Steven tidak bisa menyembunyikan rasa curiga di matanya, dia menatap tunangannya dengan tatapan tajam. "Ketika mencari Aina dia tersandung akar pohon dan terjatuh ke jurang situ," ujar Melanie menunjuk ke arah yang ditunjuk Agung sebelumnya. "Oh ya? Ke mana perginya dia?" "Katanya dia akan pulang setelah mengobati lukanya." "Dasar, bajing
Ketika kesedihan tengah melanda Hasan dan Steven, Fendi datang menenteng koper Aina yang berisi pakaian gadis itu dan suaminya. Melihat Fendi datang, Hasan segera membuka koper dan mengambil sebuah kaos oblong hitam untuk dikenakannya. Steven sendiri langsung duduk di bangku tunggu sambil menunggu konfirmasi pihak kepolisian yang akan mengecek lokasi tempat kejadian perkara.Aina segera dipundah ke ruang perawatan VIP sesuai pesanan Hasan, lelaki itupun segera masuk ruang perawatan dan mengunci pintu untuk membersihkan tubuh istrinya. Lelaki itu sudah menerima sebaskom air hangat untuk mengepel tubuh istrinya. Dengan perlahan lelaki itu membuka satu persatu yang dikenakan wanita itu dan menutupinya dengan selimut.Setiap inchi kulit Aina, Hasan lap dengan perlahan, bahkan noda darah yang menempel digosoknya dengan pelan. Dia menggosokkan sabun mandi secara tipis dan merata, kemudian membilasnya memakai handuk basah hingga permukaan kulit istrinya bersih semua. Selanjutnya lelaki itu m
"Dari mana kau tahu jika Aina sudah dijamah lelaki lain? Apakah ini ulahmu? Tidak ada yang tahu kondisi istriku selain aku, dokter dan Steven, dari mana kau tahu? Jawab aku!"Nirmala surut ke belakang, amarah Hasan tidak lagi bisa dibendung sekarang, wanita itu tidak pernah Hasan semarah ini, dulu dia sempat marah ketika mengetahui dia tidaklah suci lagi, tetapi dia hanya berkata dengan nada dingin, sementara sekarang dia berani membentak, mungkin juga akan mencekiknya."Aku mendengar semua itu ketika kau berbicara di ruang UGD tadi, maaf aku menguping pembicaraanmu dengan dokter. Aku tidak tahu apa-apa tentang pria yang telah menghancurkan istrimu, aku tidak tahu apa-apa"Nirmala tidak mau mengambil resiko, wanita itu langsung kabur dan berlari tunggang langgang, Hasan sebenarnya ingin mengejar wanita itu dan memberinya sedikit pelajaran, namun mengingat waktu yang semakin senja, sementara dia belum juga menunaikan salat ashar, dia membiarkan wanita itu berlalu dan memilih menjalanka
"Mana? Biar Ayah yang ngomong," ujar Dave. Nur segera menyerahkan gagang telpon pada suaminya, wanita itu terus menatap suaminya, mencuri dengar apa yang anak dan suaminya bicarakan. "Dito ...." "Ayah!" "Ada apa, Nak? Ada apa dengan kakakmu?" "Ayah, tadi kami makan di restauran alam, kami makan di sebuah saung, waktu itu kak Aina pergi ke toilet, dia tidak kembali-kembali sampai satu jam kami mencari keberadaannya, akhirnya dia ditemukan di sebuah lubang, keadaannya sangat parah, dia bahkan sampai sekarang tidak sadarkan diri. Kata Abang Hasan sama Bang Steven, kak Aina dicelakai orang, ada yang menganiayanya." "Di mana sekarang Steven dan Hasan?" "Aku ini diam-diam menelpon Ayah, Bang Steven bahkan melarangku menelpon Ayah jika belum jelas permasalahannya." "Ya, sudah. Ayah dan Mamakmu akan segera ke sana, kau jangan cemas." "Baiklah." Dave segera menutup panggilan telepon, Nur masih saja di sampingnya meminta kejelasan. "Apa yang Dito katakan?" "Cepat berkemaslah, kita ak
Ketika Aina sadar, jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Kedua orang tuanya sudah tiba di rumah sakit sejak jam sepukuh malam, namun Hasan memesankan penginapan di depan rumah sakit, walaupun Nur ngotot ingin menemani Aina hingga sadar, namun Hasan mampu meyakinkan mertuanya agar istirahat dulu di losmen. Jika Aina sadar, lelaki itu berjanji akan langsung mengabarinya.Aina mengerjapkan matanya berulang-ulang untuk memulihkan kesadarannya. Gadis itu memindai tiap jengkal tempat itu, dia tidak mengenali di mana sekarang dia berada. Gadis itu menatap sesosok yang sangat dekat di hatinya tengah tertidur di atas sofa. "Di mana ini? Apa di kamar villa? Kenapa Bang Hasan tidur di sofa?" gumamnya.Aina berusaha bangkit dari tidurnya, dia menegakkan punggung berusaha untuk duduk. Tetapi tiba-tiba kepalanya sangat sakit."Auh, kenapa kepalaku sakit?"Ketika dia berusaha untuk memegang kepalanya, tangannya juga terasa sakit karena tusukan jarum infus."Apa ini? Kenapa tanganku diinfus? Apa aku
Ketika pagi tiba, sakit kepala Aina sudah berkurang, bahkan tidak merasakan sakit lagi. Hasan segera mengabari kedua mertuanya, mereka langsung menemui anak mereka. Hasan sudah menceritakan jika Aina tidak ingat dengan kejadian yang menimpanya, namun bukti visum dan sperma serta darah yang ada di TKP cukup membuktikan siapa pelakunya walaupun Aina tidak ingat dengan kejadian itu.Ketika pihak kepolisian datang untuk meminta keterangan korban, pihak kepolisian mengatakan demikian karena korban tidak bisa memberi keterangan. Pihak kepolisian juga memberi tahukan siapa tersangka dalam kasus tersebut. Setelah Hasan mengetahuinya, lelaki itu cukup berang, dia ingin segera menemukan lelaki brengsek itu dan menghajarnya sampai mampus.Dave cukup mampu mengendalikan situasi, dia memberitahukan Hasan tidak perlu mengkuatirkan hal tersebut, Hasan juga tidak berani marah dihadapan istri dan mertuanya, dia harus menjaga perasaan istrinya, agar tidak tahu apa yang telah terjadi padanya."Mamak, Ay