"Bik Nur ... Bik Nur ... Tolong hidangkan es tehnya, Bik ...." Suara Halimah yang keras memanggil Nur, membuat Dave membeku, seluruh syarafnya tiba-tiba bergetar hebat, pembuluh darah tiba-tiba memompa darah menuju ke jantung lebih kuat berlipat-lipat sehingga jantungnya berpacu dan berdegup lebih cepat menciptakan debaran yang seolah menggedor-gedor dadanya. 'Nur?' Apakah nama itu sesuai dengan orang yang tengah dipikirkannya? Perasaan Dave tiba-tiba menjadi gugup, wajahnya mendongak ke arah dapur, penasaran dengan siapa yang akan muncul di sana. Tiba-tiba perasaannya menjadi ambyar ketika melihat seorang remaja laki-laki keluar dari pintu dapur membawa sebuah baki berisi beberapa gelas besar minuman dingin, pemuda kecil itu dengan sopan meletakkan gelas satu persatu di depan tamu. "Mamak kau di mana, Dito?" tanya Halimah sambil membantu remaja itu meletakkan minuman dingin tersebut. "Sedang menyiapkan asinan buah sama puding, Bu," jawab Dito dengan sopan dan segera mengundurk
Mereka tertawa dengan candaan-candaan itu, tanpa menyadari ada dua pasang mata yang terbelalak, kedua bibir mereka bahkan gemetar, ada banyak kata yang ingin diucapkan, ada banyak rasa yang ingin diluapkan, namun pertemuan mendadak ini juga membuat jantung mereka seolah berhenti berdetak seketika, seolah waktu berhenti berputar, keributan dan kebisingan di sekitar mereka tak terdengar di telinga mereka, senyap ... Yang terdengar hanya detak jantung seperti detak perputaran jarum jam yang mengunci kedua pasang netra mereka untuk terus menatap."Nurlela ...," gumam Dave dengan suara bergetar.'Mister Dave ....'Nur sendiri tidak hanya mampu membisikkan nama itu dalam hati, pertemuan ini terlalu mendadak, Nur sama sekali tidak siap, seolah seluruh perasaan yang terpendam di hatinya tercerabut paksa dalan dirinya, membuat mata Nur yang berkaca-kaca tak bisa mempertahankan bulir bening itu, akhirnya lolos seperti air bah, wanita itu tak bisa bertahan lama di tempatnya berdiri, dengan gugup
"Nurlela ...."Panggilan lelaki itu mengisyaratkan kerinduan yang begitu dalam. Dave memindai wanita yang berdiri di depannya, wanita itu semakin menua, namun kecantikannya tidak tergerus oleh waktu, tatapan matanya yang teduh dan sendu, tatapan mata yang membuatnya tergila-gila setengah mati itu masih tetap memancarkan binar yang sama. "Dave ...," gumam Nur, tak tahan air mata kembali lolos ke pipinya."Nur ... Sudah lama sekali, aku sangat merindukanmu."Tangan keriput itu mengusap air mata yang mengalir di pipi Nur dengan gemetar, Dave sendiri tidak bisa menahan air matanya, sudut-sudut mata tuanya mengenang air bening itu. "Nur, ke mana saja kau selama ini? Dua puluh tahun yang lalu, aku mencarimu ke mana-mana, kau hilang bagai ditelan bumi. Setelah kembali ke Jakarta, tiga Minggu kemudian aku datang ke lokalisasi, kata si Marta, kau sudah pergi dari sana ...," ujar Dave dengan suara gemetar dan serak.Nur mendongakkan wajahnya, memandang lelaki itu dengan terkejut? Benarkah? Ap
Nur melangkah dengan kaki gemetar kembali ke dapur, pertemuannya dengan Dave masih memberi efek kejut, apalagi mendengar perkataan lelaki itu membuat hatinya bertambah sesak. Sangat kebetulan Dito datang menemuinya sehingga anak itulah yang membawa kopi itu ke meja ruang tamu. Hari sudah menjelang sore, pada tamu sudah pulang. Hasan kembali mengantarkan mereka, tubuhnya sudah lebih baik, hanya saja dia benar-benar ingin pulang, jauh sebentar saja dari Aina membuatnya sudah gelisah tidak karuan. Laura masih duduk di bangku penumpang depan, bersebelahan dengan Hasan. Kondisi itu membuat Burhan sangat senang. Hasan bukannya tidak tahu apa yang dipikirkan ayahnya itu, dia sudah hapal luar kepala ekspresi yang dipantulkan lelaki paruh baya itu, membuatnya sedikit kesal. Mau menjodohkanku dengan Laura? Ngimpi! Haris tumben-tumbennya dengan semangat mengantarkan Laura, dia bahkan berbisik dengan provokatif ke arah gadis itu. "Ra, jagain Abang aku ya? Jangan sampai dia jatuh," candanya
"Duduklah ...," ujar Dave menunjuk ke sebuah sofa.Nur dengan perlahan menghenyakkan pantatnya ke sofa yang sangat empuk itu, sementara Dave menuju lemari pendingin mengambil dua botol minuman cola dan air mineral dan dua buah gelas yang langsung di letakkan di atas meja."Minum dulu, Nur. Pasti kamu haus, mau minum apa?""Air putih saja."Dave menuangkan air putih dingin itu ke dalam gelas dan memberikan pada Nur, wanita itu menerimanya dan menyesap minumannya perlahan, sementara Dave akan membuka minuman soda."Jangan terlalu banyak mengkonsumsi minuman soda, tidak baik untuk kesehatanmu."Tangan Dave yang siap memutar tutup botol, urung melakukannya. Dia juga menuang air mineral ke dalam gelasnya, meminum dengan sekali teguk.Dave memandangi Nur dengan intens, keheningan mencekam diantara mereka cukup lama, hingga suara helaan napas Dave terdengar begitu berat."Nur ....""Ya?""Aku sangat merindukanmu."Ada gelayar halus yang menyusup di hati Nur mendengar pernyataan terus terang
"Oh my God ... Oh my God ... Really? Benarkah?" Dave sangat terkejut, dia bahkan berdiri dari duduknya, dengan gugup dia berjalan mondar-mandir bahkan memegang kepalanya. Kabar ini sungguh mengejutkannya, betapa kejamnya takdir, dua puluh tahun dia terpisah dengan buah hati yang diharapkan dari wanita yang sangat dia cintai. "Ya. Itu anakmu, Dave. She is daughter." "What?" Dave terlihat begitu shock, seorang putri? Dia sangat mendambakannya. Selama hidupnya dia sangat mendambakan seorang putri cantik yang sangat menggemaskan, manja dan manis. Dave tentu akan memanjakan putri kecil seperti itu, menjadi pelipur hati dan hiburan diri. Memiliki dua putra yang keras kepala membuatnya selalu frustasi, kedua putranya bahkan tidak akur. Duke dengan sikap arogan dan mau menang sendiri, Steven yang selalu bersikap dingin dan sulit didekati, selalu membuat emosinya tidak stabil. Untung ada Laura yang sangat manja padanya, sehingga selama ini Dave sangat menyayanginya lebih dari siapapun di d
"Kau harus tahu, Dave. Putra keluarga Latief itu membantu Aina bukan karena apa-apa, dia berkorban demikian besar karena dia sangat mencintai Putri kita, dia tidak tahu jika Aina itu sangat cantik, dia hanya tahu Aina dalam tampilan buruk rupa, tetapi dia sudah jatuh cinta pada Putri kita, bukankah itu cinta sejati?""Yah, siapa pemuda yang kau maksud itu?""Hasan. Hasan Basri Latief."Mendengar nama itu Dave bagai disengat lebah. Tentu saja putrinya akan sangat mengenal anak-anak dari keluarga Latief karena ibu mereka seorang pelayan di rumah itu. Namun mendengar Hasan sangat mencintai putrinya, Dave seolah-olah seperti tengah di potong lehernya, dia sudah jelas-jelas ingin membuat pemuda itu menjadi cucu menantunya."Apakah ....?" Dave tidak bisa melanjutkan kata-katanya."Yah, Hasan adalah menantu kita. Enam bulan lalu, dia sudah mengucapkan ikrar di depan penghulu. Dia sudah berjanji menjadi pelindung Putri kita selamanya."Dave tidak mampu berkata-kata. Suasana menjadi hening dan
Aina pulang dari hotel langsung masuk ke dalam rumah, tubuhnya yang nyeri dan pegal membuatnya sangat tidak nyaman. Dia ingin langsung tiduran, namun rasa lapar membuatnya harus mencari sesuatu untuk di makan. Untunglah lauk rendang yang ibunya bawa kemarin masih disimpan di kulkas tinggal dihangatkan. Ketika membuat magicom, dia sangat kecewa, nasi di sana sudah mengering. Tentu saja, semalam Hasan tidak pulang ke rumah untuk makan malam, sehingga nasi satu Magicom terbuang sia-sia. Akhirnya Aina kembali harus menanak nasi. Menunggu nasi matang, dia melaksanakan salat Zuhur dahulu, dia hanya masak nasi sedikit sehingga cepat matang. Ketika mengambil nasi di meja makan, dia mengingat jika suaminya kini mungkin tengah makan siang dengan meriah di rumah keluarganya, rasa sesak kembali menggelayut di dadanya, kapan dia bisa dengan bebas mendampingi suaminya bertandang ke rumah keluarganya? Aina merasa lebih baik ketika menyuap lauk rendang ke mulutnya, Hasan mungkin sedang makan lauk y