Bentala Pradaya Byakta : Kamu harusnya dihukum, karena telah memuji pria lain di depanku. Mau itu asistenku sekali pun, kamu enggak boleh memuji siapa pun. Aku cemburu, tahu enggak?Hampir saja Rana tertawa saat membaca pesan dari Bentala. Rana pikir dulu Bentala hanya bersikap protektif padanya, tapi ternyata ia mengerti kalau Bentala adalah tipe pencemburu. Tiap ada laki-laki yang mendekatinya, pasti diseleksi dulu oleh Bentala. Padahal mereka bukanlah sepasang kekasih, hanya teman dekat yang Rana tolak perasaannya.Kini ia harus menghargai perasaan pria itu. Mungkin memang benar hubungan mereka belum benar-benar menemukan kejelasan. Tapi, Rana tak peduli. Status tak penting, dan seperti kata Bentala, kini dirinya hanya butuh Bentala di sampingnya, membuatnya bahagia.Rana Diatmika Husada : Kamu cemburu? Kalau begitu jangan berbohong padaku! Katamu tak bisa datang, tapi tiba-tiba saja berbagi kebahagiaan dengan orang banyak. Menyebalkan, tahu enggak?Rana melirik pada Bentala yang s
"Kamu mau ke mana besok? Aku ada waktu kalau kamu mau jalan-jalan. Mau makan? Belanja? Ngopi? Apa ada tempat yang mau kamu kunjungi? Oh, atau kamu mau pulang saja? Mumpung di Bali."Untuk kesekian kalinya, Rana menggeleng di pelukan Bentala. Mereka berpindah ke sofa, saling memeluk, dan menceritakan apa pun yang terjadi selama keduanya tak bertemu. Rana mengalungkan tangannya di pinggang Bentala, dan pria itu tampak asyik bermain-main di rambut kekasihnya yang panjang. Keduanya sangat menikmati momen itu, terlalu nyaman untuk saling melepas.Tak ada jawaban lanjutan, Bentala pun merenggangkan pelukannya, dan melihat kepada Rana. Ia menatap gadis cantik dalam pelukan yang sejak dulu ia harapkan. Rana tersenyum, dan hal tersebut kontan saja membuat Bentala gemas. Ia pun mencuri sebuah kecupan dari bibir gadisnya."Gelengan ini bermaksud apa, sayang? Aku enggak mengerti.""Aku akan pulang besok. Pagi-pagi sekali, Ben!" jawab Rana jujur, membuat Bentala menaikkan alisnya sebelah. Pria itu
"Papa, sudah tua. Tahu kan, artinya? Papa harusnya malu melakukan hal-hal enggak terpuji seperti itu. Indira itu sahabatnya Rana, Pa. Kenapa harus sama dia sih? Aku benar-benar enggak habis pikir sama Papa. Ya Tuhan!"Radhika Djatmiko Husada tampak geram saat menemukan perselisihan ayahnya dengan Indira, dan ibunya di rumah. Ia malu saat mengetahui kalau Indira hamil, dan keguguran akibat ulah ayahnya. Dhika memang tidak pernah mau tahu siapa pacar ayahnya, tapi kali ini dengan sahabat adiknya, sungguh membuat pria itu kesal setengah mati.Sungguh Dhika tak mengerti mengapa harus Indira yang jadi pelampiasan hasrat pria tua itu. Mengingat bagaimana dekatnya Indira dengan Rana, tentu saja membuatnya bersedih. Persahabatan mereka pasti hancur. Imbas yang lebih parah lagi adalah Ibunya Indira menganggap Rana sebagai pengaruh buruk untuk putrinya."Berhentilah bicara, Dhika!" seru Emir pada anak keduanya. "Hanya Zahir, dan Rana yang bisa memarahi Papa. Kamu sama Papa sama, sama-sama biang
"Kamu pikir bisa menang, hanya karena sebuah teknologi? Bali akan menjadi tempat untuk kubu kami, Gandhi. Pemilih muda tidak akan membuat kamu menang. Bahkan politisi muda seperti mereka tidak akan mudah mendapat kepercayaan masyarakat. Mereka saja baru belajar, bagaimana bisa membangun negeri ini? Jangan bermimpi, Gandhi!"Tak ada yang salah dari perkataan ketua parpol kubu sebelah. Ia mungkin sudah tua, tapi eksistensi, dan juga pengaruhnya di dunia politik Indonesia masih sangat kuat. Siapa pun tak bisa menyangkal bahwa pria itu memang hebat. Kharismanya kuat meskipun ia sedang merendahkan orang lain sekali pun.Tim Pranata jelas tidak ingin bertengkar. Namun, Gandhi sudah jengah. Segala ejekan yang mereka berikan kepada dirinya juga sudah membuat calon wakil presiden itu benar-benar geram. Ia tak akan tinggal diam kali ini."Anda berada di tempat yang salah, Pak. Ini adalah acara kami. Lagipula anda bukan pemilik negara atau pulau ini. Jangan bersikap sombong, karena Bali benar-be
"Bagaimana perjalanannya, Mas? Sukses, kan? Saya dengar dari Mas Danish, tim Pak Gandhi sempat bertemu dengan Pak Manggala. Saya juga mendapat kabar dari rekan saya, bahwa ada yang sedang mencari tahu seluk beluk anda. Tampaknya ada harus lebih berhati-hati mulai sekarang, Mas." Dengusan sontak keluar secara spontan dari diri Bentala saat mendengar hal tersebut. Gandhi benar, Manggala menyukainya. Tindakannya memang ceroboh, tapi kemungkinan besar Manggala Adi Putra akan mendukungnya di pemilihan kepala daerah mendatang, menjadi terasa nyata. Bentala bukannya sengaja. Ia hanya tak suka dengan pria yang bersikap sombong, dan seenaknya. Jadi, tanpa tahu diri, Bentala menginterupsi segala hal yang dapat mengganggu kampanye Pak Pranata, dan Pak Gandhi. Ia akan memenangkan mereka berdua, dan membiarkan Manggala Adi putra makin penasaran pada kemampuannya. "Ya, saya akan lebih hati-hati." "Apa orang-orang yang mencari tahu ini adalah suruhannya Pak Manggala?" tanya Fahmi mencari tahu. "K
"Ya Tuhan, Bentala! Kamu di situ? Aku pikir siapa. Kenapa enggak bangunin aku? Kenapa masuk tiba-tiba? Kamu seperti penguntit aja, tahu enggak sih?"Saat Rana jelas-jelas kaget setengah mati, Bentala justru tertawa melihat ekspresi gadis yang ia cintai. Bentala tahu ini tidak sopan sama sekali. Tapi, ia tak peduli mengenai hal itu. Dirinya yang bodoh ini merindukan Rana-nya.Bentala dengan cepat memberikan Rana air mineral di gelas. Melihat bagaimana terkejutnya Rana, membuat pria itu sedikit menyesal. Walau bagaimana pun memang di jam dua pagi dengan status sebagai aktris papan atas, mungkin Rana was-was kalau benar-benar ada penguntit masuk ke unit apartemennya."Sejujurnya, aku suka kalau kamu tinggal sendirian. Tapi, di sisi lain aku juga takut akan ada penguntit beneran memasuki unit apartemen kamu. Kamu mestinya minta ditemani seseorang, sayang."Rana menandaskan isi gelas yang diberikan oleh Bentala. Ia menggeleng singkat, lalu menjawab, "aku akan memikirkanny
"Saya akan pulang lebih cepat besok malam. Saya akan mengadakan makan malam keluarga bersama mertua, dan istri saya. Jadi, segala jadwal, tolong dicancel ya, Danish. Satu lagi, lusa hingga jum'at saya juga pergi ke Semarang untuk kampanye. Kalau ada yang dibutuhkan, kamu hubungi saja saya, atau Fahmi. Mengerti?""Mengerti, Pak." Jawaban itu lantang, tapi dengan berani Danish bergumam, "akhir-akhir ini anda suka sekali membuat makan malam dadakan."Bentala menengadah, dan Danish langsung meminta maaf, karena gumamannya terdengar oleh sang bos. Bentala yang tadinya tak berekspresi, langsung tertawa. Asisten pribadinya itu memang cukup aneh. Terkadang menyebalkan, tapi juga lucu di lain waktu.Bentala menggeleng pelan. Kembali menekuri segala laporan yang harus ia baca, dan tandatangani. Namun, dengan suara pelan yang bisa terdengar oleh Danish, Bentala menyuarakan pikirannya."Kamu tahu enggak, akhir-akhir ini kamu suka sekali melawak. Tapi, juga menyebalkan di kesempatan yang lain. Say
"Apa? Papa menyabotase perusahaan kamu? Kamu enggak bercanda, Ben? Benar-benar deh, Papa. Kekhawatirannya membuat dia waspada, tapi orang yang dia kirim justru membuat segalanya berantakan. Kamu beruntung, karena mengetahuinya lebih cepat."Apa pun yang dikatakan oleh Tanaya adalah kebenaran. Bentala beruntung, karena bila ia tidak mengetahui soal sabotase ini lebih cepat, mungkin ia akan goyah, dan berakhir lumpuh saat Mahaka Gunawan benar-benar menyerangnya. Sekarang saja, ia sudah mengalami kerugian yang cukup membuatnya tercengang. Hanya dalam enam bulan, suruhan Mahaka berhasil menggerogoti uang perusahaan hingga mencapai lima ratu juta lebih."Apa kita batalakan saja makan malam ini?" tawar Tanaya pada Bentala. Bentala memang sangat marah pada Mahaka, tapi ia tidak mau membenarkan keraguan Mahaka. Ia akan membuat mertuanya itu merasa bersalah, karena telah bersikap jahat padanya. "Kamu tampaknya sedang menyusun strategi jitu untuk membalas Papaku ya, Ben?"Bentala menoleh pada T
"Kamu tahu enggak arti dari cincin ini?"Delapan bulan kemudian segalanya berjalan dengan sangat cepat. Rana membutuhkan waktu lebih dari lima bulan untuk menyiapkan segala pernikahannya. Karena kegiatannya di dunia entertainment yang memang sedang rehat, maka tak ada satu pun media, atau rekan artis yang mengetahui rencana pernikahannya. Rana, dan Bentala pun dengan tenang menjalankan pernikahan mereka di Bali dengan sangat tenang, dan intim.Kini, di bulan kedua pernikahan mereka, Bentala akhirnya bisa benar-benar menemukan waktu untuk berbulan madu. Meskipun tak lagi menjadi aktris, Rana tetap saja disibukkan dengan kegiatannya sebagai salah satu direksi di rumah sakit Husada. Ia bersama-sama dengan Latisha bekerja, meskipun kini berada di dunia yang sama sekali berbeda."Aku enggak tahu," jawab Rana sambil menggelengkan kepala. "Memang apa artinya? Aku pikir ini hanya sebuah bentuk. Karena cantik, jadi kupikir itu alasan kamu memilihnya. Ternyata ada artinya, ya?"Bentala terkekeh
"Besok bahkan baru malam tahun baru. Tidak bisakah kamu menunggu hingga besok? Ya, aku memang menyuruhmu untuk pulang, tapi maksud aku pulanglah setelah tahun baru. Bukannya sekarang. Ben, kamu mendengarkan aku, kan?"Pertanyaan itu membuat Rana benar-benar kesal, karena Bentala tampak tak mengacuhkannya sejak tadi. Pria itu sejak tadi hanya mondar-mandir merapikan segala barangnya ke dalam koper besar yang Rana pastikan kalau isinya terlalu sedikit di sana. Rana pun beranjak dari kasur, mendekati Bentala yang sibuk memasukkan semua kemejanya ke koper. Ia tarik kerah pria itu, agar Bentala bisa fokus hanya padanya.Bentala tersenyum. Ia melingkarkan tangannya di pelukan Rana dengan erat. Ia bawa gadis itu ke pelukannya, dan ia cium gadis itu dengan sepenuh jiwa. Rana jelas tak menolak, bersama Bentala memang membuat kepalanya selalu bodoh dalam hal tolak menolak."Kamu sekarang merengek, agar aku tak pergi." Bentala berkata setelah ia melepaskan ciumannya. "Kemarin, kamu melepaskan ak
"Gue benar-benar senang, karena lo sudah sadar, Na. Maaf ya, gue enggak bisa melihat lo langsung ke Australia. Karena gue pikir-pikir keadaannya pasti enggak memungkinkan dan gue enggak pernah ke Australia sebelumnya. Gue takut jatuhnya ngerepotin Indira yang lagi sibuk ngurusin lo, dan kerjaannya."Hanya sebuah gelengan yang mampir di wajah Rana saat mendengar managernya, Latisha meminta maaf. Ia tak pernah mempermasalahkan siapa yang berada di sampingnya saat sakit. Baginya di mana pun berada, Rana sudah cukup dengan doa. Rana tahu obat mujarab terampuh bagi orang sakit adalah doa dari orang yang benar-benar tulus menginginkan kesembuhan diri kita.Latisha sendiri merasa sangat bahagia. Meskipun hanya bisa melihat Rana dari panggilan video, tapi gadis itu sudah merasa cukup puas. Melihat Rana meresponnya dengan senyum tercantik yang Rana punya, sudah membuat Latisha merasa sangat lega."Tidak masalah kok," jawab Rana jujur. Ia tersenyum lemah. "Lo jangan maksain diri buat ke sini. L
"Indira, boleh saya bicara sama kamu sebentar?"Tak mungkin Indira tak kaget. Ia menengadah, dan memastikan kalau yang bicara padanya memang benar-benar seorang Emir Dikara Husada. Selama hampir dua minggu, pria itu pura-pura tak mempedulikannya, hari ini, di hari di mana Rana sadar sepenuhnya, Emir akhirnya mau mengajaknya bicara. Bukannya Rana berharap, tapi ia ingin antara dirinya, dan Emir berhenti memikirkan menyoal masa lalu, serta terjebak di dalamnya.Indira pun mengangguk, meskipun Arnold sempat menggeleng. Ia menatap Arnold seraya tersenyum meminta pengertian. Arnold pun melihat pada Indira, dan akhirnya memperbolehkan gadis itu menyelesaikan segala masalahnya dengan pria brengsek yang ternyata adalah sahabat baik Rana. Jujur, saat mengetahuinya, Arnold jelas kaget bukan main. Ia sungguh merasa luar biasa, karena ternyata Rana, dan juga Indira masih bisa menjalin pertemanan yang sangat baik."Tunggulah di sini," pinta Indira yang langsung disanggupi oleh Arnold. "Aku akan ba
"Maaf, mengganggu waktumu, Ben. Tapi, saya harus memberikan ini secara langsung untukmu. Kamu diundang khusus sebagai best man-saya dalam pernikahan saya dengan Tanaya. Ya, saya tahu kondisinya tidak memungkinkan. Tapi, tak apa-apa. Saya hanya ingin memberikan ini sebagai tanda bahwa hanya kamu yang berhak untuk posisi itu."Tentu saja Bentala terhenyak. Bukan soal undangannya, tapi bagaimana Edward selalu memperlakukannya dengan spesial. Berbeda dengan dua temannya yang lain, Edward baginya sudah seperti saudara yang ia temukan di benua lain. Dia selalu merawat, memperhatikan, bahkan memperlakukan Bentala seperti dirinya adalah orang yang layak mendapat perlakuan tersebut. Tak hanya Edward, Tanaya pun demikian.Untuk itulah, Bentala rela melakukan banyak hal bodoh hanya untuk menjaga mereka tetap bahagia. Sebab, di saat ia tak punya siapa-siapa di negeri orang, hanya Edward, dan Tanaya yang membantunya. Hanya mereka berdua yang rela bersusah payah untuk seorang Bentala."Kamu membuat
"Aku tahu harusnya enggak ninggalin kamu. Tapi, aku minta maaf. Aku tahu kamu pasti mengerti. Hanya tiga hari, aku janji. Senin, aku akan kembali ke sini. Aku janji akan nemenin kamu lagi di sini. Kamu pasti akan merasa sedih kan, kalau pekerjaanku enggak beres? Jadi, aku pulang sebentar ya. Aku tahu, aku akan kangen kamu banget, Rana."Tatapan Bentala begitu dalam, dan berat. Ia sama sekali enggan meninggalkan Rana dalam kondisi yang masih belum ada kejelasan, tapi ia juga tak bisa meninggalkan pekerjaannya. Ada banyak orang yang bergantung hidupnya pada Bentala, dan ia tak serta merta melupakan mereka hanya untuk memajukan keinginannya. Bila Rana bangun pun, gadis itu pasti memilih untuk melepasnya.Dengan erat, ia genggam tangan kekasihnya. Ia cium tangan itu penuh rasa sayang. Meskipun hampir dua minggu di rumah sakit, wangi lavender yang khas masih tercium begitu nyata dari tubuh Rana, membuat Bentala makin berat untuk melepasnya. Tapi, apa mau dikata. Hidup nyatanya harus tetap
"Mr. James sangat menyukai apa yang anda lakukan dengan kebun kelapa sawit keluarga anda. Dia berharap kerja sama ini akan sangat menguntungkan bagi anda, dan juga Mr. James. Terima kasih banyak, Mr. Byakta. Nanti kita bertemu lagi di Jakarta dua minggu ke depan. Have a nice day."Tak hanya Bentala, Danish pun menunjukkan senyum profesionalnya kepada CFO Perusahaan yang akan bekerja sama dengan Bentala dalam pembuatan pabrik kelapa sawit di Riau. Bentala sungguh bersyukur, karena CFO perusahaan yang ia tuju adalah orang Indonesia. Ibu Martina Larasati Adams yang adalah orang Sulawesi Utara pergi jauh ke Sydney untuk bekerja bersama suaminya yang berasal dari London. Bentala pun teringat pada Edward yang melobi CEO perusahaan ini untuk bekerja sama dengannya. Bentala harus mentraktirnya nanti saat sampai di Jakarta.Bentala, dan Danish pun sangat puas. Tak sia-sia waktu yang mereka habiskan untuk meraih kontrak kerja sama. Sekarang setelah segala kontrak sudah ditandatangani, Bentala b
"Ben, lo bisa pulang ke hotel buat urus kepindahan lo. Di depan juga sudah ada asisten lo nungguin. Jangan lupa makan. Terakhir lo makan tuh, kemarin sore. Lo skip makan malam, sama sarapan, Ben. Jangan sampai deh, lo ikut-ikutan tumbang. Makan ya, Ben."Hanya sebuah anggukan yang Bentala berikan kepada Indira. Gadis itu sudah jauh lebih rapi, sedangkan Bentala tampak kusut tak terurus. Tiga hari sudah, dan tak ada tanda-tanda Rana akan bangun. Dokter hanya mengatakan kalau Rana hanya trauma. Hanya butuh waktu sampai gadis itu siap, dan membuka matanya.Sayangnya Bentala tak sabar. Masalahnya rindunya sudah menggunung, dan butuh dituntaskan. Hausnya masih terasa meskipun ia sudah menenggak kehadiran Rana sejak tiga hari lalu. Tapi, apalah arti raga, tanpa jiwa yang benar-benar hidup."Tolong ya, jaga Rana. Kalau ada kabar baik, hubungi gue." Bentala berpesan, dan Indira langsung mengiyakan apa yang pria itu inginkan. "Kalau bisnis ini enggak penting, gue mungkin akan ada di sini terus
"Ben, kamu sudah berangkat kerja? Ben? Hei, Ben! Kamu sedang apa di sana? Ada apa?"Dengan cepat, Edward menghampiri Bentala yang terduduk di karpet dekat tempat tidurnya. Pria itu tampak terdiam, kaku, dan belum benar-benar menyadari keberadaannya. Sebelum berangkat lari pagi, Edward melihat Bentala masih baik-baik saja dengan makan makanan cepat saji, minum kopi, dan kemudian mandi. Namun setelah Edward kembali, ia mendapati pria itu tampak tak berdaya, dan tak baik-baik saja.Edward pun mencoba membuat pria itu berhenti melamun dengan menggoyangkan bahunya. Bentala akhirnya menengadah, namun baru kali itu tatapan pria itu benar-benar kosong. Edward pun menjadi ikut takut."Ben, ada apa?" tanya Edward lagi lebih keras. "Katakan, ada apa?""Rana, Ed, Rana," lirih Bentala dengan suara tercekat. Kalau dia adalah Tanaya, mungkin tangisnya sudah merebak keluar. "Dia kecelakaan Ed. Bagaimana ini? Bagaimana, Ed? Aku harus ke Australia. Aku harus ke sana. Sekarang juga. Ya Tuhan, mengapa in