Awan terus menggenggam tangan Sonya sepanjang jalan pulang dari pemakaman hingga sampai di rumah Sonya, Awan sama sekali tidak ingin melepaskan tangan mungil dan lentik itu dari genggaman tangannya, bahkan Awan mau bersusah payah mengendarai motornya hanya dengan menggunakan salah satu tangannya, saja.
Perasaan Awan seolah mengatakan bila dirinya melepaskan genggamannya, Sonya akan menghilang dan meninggalkan dirinya. Awan tidak mau itu terjadi, sudah cukup satu kali saja Awan merasakan perasaan ditinggalkan hingga Awan mengutuki dan menghukum dirinya sendiri akibat sebuah kesalahan yang membuat kehidupannya hancur berantakkan dulu. Dia tidak akan melakukan kesalahan yang sama dengan Sonya, dia bersumpah akan melindungi wanita yang sudah mengetuk dan memorak-porandakan hati juga pikirannya.
“Awan, udah sampai.”
Suara Sonya menyadarkan Awan dari lamunannya dan mulai menekan rem motornya sepelan mungkin, agar mengurangi kecepatan motor. Setelah sampai
“Sonya, boleh aku menyentuhmu?” bisik Awan sembari mengusap lengan Sonya sepelan mungkin, menggelitiknya.Sonya hanya bisa menggigit bagian bawah bibirnya, tidak bisa Sonya pungkiri kalau saat ini tubuhnya sedang meraung mengharapkan Awan untuk memuaskan ego wanitanya. Sonya ingin disentuh dan dipuaskan oleh Awan. Entah sejak kapan Sonya menginginkan dirinya disentuh oleh Awan, lelaki yang dengan lembut dan pelan tapi, pasti masuk ke kehidupannya dan memorak-porandakan perasaannya. Menyadarkan Sonya kembali rasa mencintai dan dicintai. Walaupun sampai detik ini Sonya tidak mau mengakui perasaannya sendiri. Tapi, Sonya sangat menikmati segala perhatian dan cinta yang Awan berikan pada dirinya tanpa pamrih.“Sonya, boleh aku menyentuh kamu?” bisik Awan sekali lagi, tangannya tidak bergerak lebih jauh. Hanya menyentuh lengan Sonya, menunggu jawaban dari wanita cantik itu, pantang bagi Awan menyentuh seorang wanita tanpa menanyakan kesediaannya, mas
“Aku benci ranjang, ini, Awan!”“Kenapa? Apa yang salah dengan ranjangnya.” Awan bingung dengan reaksi yang Sonya berikan. “Kenapa, ranjangnya Sonya?”“Awan, di sini di atas ranjang ini, Emir pernah berhubungan badan dengan selingkuhannya. Di atas ranjang ini, Emir ....” Sonya bingung untuk melanjutkan kalimatnya. Karena dia bingung dengan perasaannya, dia bersumpah sudah tidak mencintai Emir lagi. Tapi, rasa dendam benar-benar menguasainya bila sudah mengingat kejadian itu.Sonya kaget saat merasakan ujung jemari Awan mengusap dahinya dengan pelan dan turun ke ujung pucuk hidung Sonya, jemari itu terus turun dan berhenti di bagian atas bibir Sonya.“Kamu benci dan dendam sama Emir?” bisik Awan yang mulai mengerti mengapa Sonya membenci ranjang dan ruangan itu. Sonya menjawabnya dengan anggukkan.“Mau tahu cara balas dendam terbaik?” tanya Awan lagi sembari menggerakkan jarinya
“Sobek, Wan ... sobek celananya.” Perkataan Sonya meledakkan nafsu Awan, dengan sekali tarikan Awan menarik celana dalam berbahan renda berwarna hitam milik Sonya dan melemparkannya ke sembarang arah. “Awan, sentuh aku ...,” bisik Sonya dengan tatapan yang sudah ditutupi kabut gairah, dia sangat menginginkan Awan menyentuhnya, bahkan sejujurnya dia ingin merasakan Awan di dalam dirinya. Seolah tidak sabar untuk disentuh oleh Awan, Sonya membimbing salah satu tangan Awan untuk menyentuh tubuhnya. “Sebentar,” bisik Awan sembari menjauhkan tangannya dan berjalan mundur menjauh dari Sonya dan membuka satu persatu kancing celana jeans-nya. Sonya melebarkan kakinya dan mendongakkan kepalanya, sekejap kaget saat menyadari betapa besarnya tubuh Awan daripada tubuhnya yang mungil, bahu Awan yang lebar dan tegap tampak sensual di mata Sonya. Sonya menahan napasnya saat melihat Awan menurunkan celananya, dia tersentak saat melihat kejantanan Awan yang sudah meng
Sinar matahari pagi mengelus wajah Sonya seolah menjadi sebuah alarm yang meminta Sonya untuk bangun karena hari sudah pagi. Dengan malas-malasan Sonya membuka kelopak matanya perlahan, sembari menggerakkan kepalanya ke arah depan dan mendapati keningnya menabrak sesuatu yang keras dan hangat. Sonya tersenyum saat menyadari kalau apa yang ada di hadapannya saat ini adalah dada Awan yang hangat. Tangan Sonya bergerak mengusapnya, merasakan rasa hangat di setiap ujung jemarinya. “Awan ...,” bisik Sonya sembari mengangkat kepalanya untuk melihat wajah Awan, dan memastikan apakah Awan sudah bangun atau belum. “Awan ... hai,” ulang Sonya lagi. Awan hanya bergerak sedikit saat mendengar panggilan Sonya dan sedikit bergumam tidak jelas, tangan Awan bergerak mengelus pinggul Sonya dan menariknya agar lebih mendekat. Tangan Awan menarik selimut berbahan kain tipis dari katun yang terasa sangat lembut di kulit Sonya yang telanjang. Kenangan semalam memenuhi benak Sonya, bayangan sensual dirin
Awan mengerang frustrasi karena Sonya sama sekali tidak bergerak di atasnya, Sonya hanya diam seolah memberikan jeda pada Awan untuk merasakan letupan kenikmatan yang akan berubah menjadi gulungan hasrat yang meledak.“Awan,” pekik Sonya kaget saat Awan mengentaknya dengan keras dan cepat membuat Sonya kelabakan mencari pegangan karena tubuhnya bergerak tak tentu arah.Dengan sigap Awan menangkap tubuh Sonya sembari beringsut duduk dan memeluk tubuh Sonya, “Gerak Sonya, atau aku buat kamu minta ampun seperti tadi malam,” bisik Awan di kuping Sonya.Sonya mengangguk dan bergerak memompa turun dan naik, berusaha meraih kenikmatannya sembari menengadahkan kepalanya.Melihat leher mulus Sonya Awan dengan cepat mengecupinya, sedangkan kedua tangannya terulur untuk menangkup payudara Sonya dan mengangkatnya, lalu meremasnya. Awan menundukkan kepalanya lalu meraih satu puting Sonya dengan mulutnya, menghisapnya sekeras mungkin.
Sonya melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi hanya mengenakan pakaian dalam merah berbahan renda kesukaannya, matanya menyisir setiap sudut kamar yang dulu sangat ia benci itu. Senyuman merekah saat melihat ranjangnya yang sudah berantakkan dan terlihat sensual bagi dirinya, ranjang yang dulu ia benci itu saat ini berubah menjadi ranjang yang akan selalu menjadi saksi bisu betapa panasnya ia dan Awan bercinta.Tanpa sadar Sonya menyentuh bagian bawah perutnya seraya menutup kelopak matanya, dan seperti rekaman sebuah film, Sonya kembali melihat menyaksikan dirinya yang sedang digauli dengan liar oleh Awan. Tubuhnya bergidik saat merasakan kembali kejantanan Awan yang melesak masuk ke tubuhnya. Sesak dan keras."Sonya ...."Suara bariton menyadarkan Sonya dari khayalan sensualnya."Iya ...." Sonya membuka matanya sembari mengambil kimono berbahan handuk tebal yang ada di kursi dan mengenakannya.
Sonya bangkit dari duduknya, "Awan ... kamu mau ini lanjut?" tanya Sonya sembari menunjuk wajahnya dan wajah Awan bergantian. Kaget, mungkin itu adalah kata-kata yang tepat menggambarkan apa yang Sonya rasakan saat ini. Walaupun tadi malam Sonya sempat berpikir kalau Awan adalah miliknya tapi, kali ini akal sehatnya seolah menyadarkan dirinya kalau apa yang mereka lakukan itu salah.Sonya gamang dan bimbang, dia benar-benar bingung dengan perasaannya yang tidak berjalan beriringan dengan akal sehatnya. Perasaannya saat ini sedang bersorak-sorai mendengarkan pengakuan Awan, tapi, akal sehatnya saat ini sedang memarahinya, dan berjuang untuk menyadarkan dirinya kalau apa yang ia lakukan ini salah."Kamu nggak mau?" Awan balik bertanya pada Sonya. "Kamu nggak mau lanjuti ini semuanya? Kamu ingin sama suami kamu? Disiksa secara lahir dan batin?"
Tarian lidah Awan terus bergerak ke sepanjang kaki Sonya, bokong, punggung hingga bahu Sonya, menggigit bahu Sonya hingga Sonya yakin kalau itu semua akan meninggalkan bekas.Tangan Awan yang hangat membuka tali bra dan melepaskannya dari tubuh Sonya. Jemari Awan menggelitik rusuk Sonya dan terus bergerak ke bagian pinggang celana dalam Sonya, terus bergerak ke bagian depan di mana ceruk kenikmatan milik Sonya berada."Awan ... ah," desah Sonya saat merasakan jemari Awan menyentuh benda terkecil tubuhnya dengan gerakkan memutar, membuat Sonya terus meracau dan melebarkan kakinya.Dengan posisi tubuh Awan yang seolah memeluk Sonya dari belakang, Awan memasukkan jemarinya ke dalam tubuh Sonya, memaju mundurkannya dengan gerakan yang sangat ahli hingga membuat Sonya mendesahkan terus nama Awan."Suka?" tanya Awan sembari menggerakkan telunjuk dan jari tengah tangan kanannya di dalam tubuh Sonya. Sedangkan tangan kirinya mulai bergerak ke payudara Sonya yang
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan