"Saya sangat yakin dengan digantikannya posisi saya dengan yang lebih muda bisa membuat kemajuan yang signifikan pada sekolah akedemi keperawatan ini," ucap Romli saat mereka sudah berpindah ruang ke ruangan rapat yang lebih kecil dan hanya dihadiri beberapa orang saja. Hanya orang-orang penting saja yang ada di ruangan itu dan mereka tampak sangat antusias mendengarkan penjelasan dan harapan Romli akan masa depan sekolah keperawatan Abdi Kencana. Romli menginginkan sekolah keperawatan itu berubah menjadi universitas dan bisa lebih banyak mencetak calon-calon pekerja yang mumpuni di dunia kesehatan. "Jadi, saya harap kerja samanya dari yang ada di sini," ucap Romli menutup pidatonya sambil duduk kembali dikursi dan mendengar tepukkan tangan dari orang-orang yang ada di ruangan itu.Mata Romli beralih dari semua orang yang ada di sana ke arah Awan. Romli memicingkan matanya yang sudah tidak lagi awas itu untuk melihat raut wajah Awan yang terlihat tak tentu arah bahkan terlihat bingu
Awan melemparkan pulpennya ke atas kertas yang ada di meja, kepalanya lagi-lagi pusing bukan kepalang karena kembali mengingat tatapan wanita tadi. Untungnya setelah Awan selesai rapat dan kembali keruangannya ia tidak bertemu dengan wanita itu lagi.Dengan kesal ia memutarkan kursinya membelakangi pintu masuk ruangannya, pandangannya melihat kesekeliling ruangan yang terasa pengap dan tertutup karena satu-satunya jendela hanya ada di bagian atas ruangan memanjang, membuat tidak mungkin orang di luar dapat melihat ke dalam dan begitu pula sebaliknya, tapi, bila terdengar suara gaduh dari dalam ruangan akan terdengar keluar dan suara dari luar akan terdengar ke dalam. Sirkulasi udara ruangan itu lumayan sejuk namun, bila sedang dalam kondisi sangat panas, satu-satunya udara dingin yang Awan dapatkan hanya dari AC. Awan mengetuk-ngetuk telunjuknya ke pegangan kursi mencoba untuk menenangkan dirinya."Ngapain dia di sana?" bisik Awan sambil menghela napas."Siapa?"Awan kaget saat mende
"Ah ... Awan," desah Sonya dengan suara lebih keras saat merasakan liukkan lidah Awan di bagian ceruk kenikmatan miliknya, Sonya memekik kecil saat merasakan gigitan kecil Awan di bagian bawah tubuhnya. Pinggul Sonya terangkat seolah meminta lebih dari lelaki yang saat ini sedang membenamkan bibirnya di kewanitaan miliknya. Rasa sakit dari gigitan Awan berubah nikmat saat lidah Awan menyapu dengan sensual permukaan ceruk kenikmatan Sonya, bibir Sonya terbuka dan terus mendesah beriringan dengan jilatan Awan yang melambungkannya ke pusaran kenikmatan. Kriet .... Awan terdiam, lidahnya berhenti memanjakan Sonya. Indra pendengarannya seolah mengambil alih dan menyadarkan dirinya kalau saat ini mereka sedang berada di kantornya. Kantornya ini tertutup tapi, suara desahan Sonya mampu membuat bulu kuduk siapa pun berdiri sangking sensualnya. "Wan," bisik Sonya yang sadar kalau Awan menghentikan apa pun yang sedang ia lakukan di bawah sana. "Kenapa?" Awan terduduk dengan menggunakan lut
Keheningan yang mencengkam benar-benar membuat Awan mual dan ingin melarikan diri dari sana, suara detik jarum jam terdengar hingga membuat gendang telinganya sakit bukan main. Awan benci keheningan seperti ini, sebuah kesenyapan yang dibalut tatapan tajam penuh emosi yang saat ini Awan dapatkan. Rasanya Awan ingin berdiri dan melarikan diri dari ruangan kerjanya, menjauh dari wanita yang sudah Awan torehkan lukanya hingga merenggut apa yang selama ini sudah ia harapkan. Manik mata Awan beralih dari melihat wajah wanita itu ke arah sofa yang ada di sampingnya, pikirannya kembali melayang dengan apa yang baru saja ia dan Sonya lakukan di sana. Sebuah hal yang sangat ia sukai, rasanya ruangan itu awalnya terasa penuh dengan gairah dan birahi, panas dengan cara yang Awan suka. Sekarang ruangan itu memang masih terasa panas namun dibalut emosi marah dan kekecewaan yang sangat terasa menusuk kesetiap inci tubuh Awan, perasaan yang seolah menampar Awan dan meluluhlantakan dirinya hingga
Sonya dengan gusar berjalan di sepanjang lorong, sesekali dia melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. "Aduh telat."Sonya sadar kalau dirinya sudah telat menjemput si kembar, perjalanan dari rumah sakit ke sekolah si kembar membutuhkan waktu kurang lebih satu jam dan saat ini bila Sonya memaksakan menjemput si kembar pasti dia tetap akan terlambat 20 menit.Tiba-tiba saja Sonya merasa tidak enak pada Hana dan Haikal yang harus menunggunya di sekolah selama itu, dengan cepat ia melangkahkan kakinya. Suara sepatunya terdengar di sepanjang lorong rumah sakit dan membuat beberapa pegawai rumah sakit yang mengenalnya menyapa dirinya. "Dokter Sonya.""Iya kenapa?" tanya Sonya sambil melirik kek kiri tapi tidak menghentikan langkahnya. "Ada apa Dokter Bana? Apa ada operasi?""Oh, bukan ... nggak ada operasi, saya hanya ingin menyapa dan ini kenapa buru-buru sekali?" tanya Bana bingung melihat Sonya berjalan seperti di kejar setan. "Iya, saya telat jemput anak-anak saya. Nggak tega s
Kring ... Kring ....Suara telepon terdengar dari dalam tas Sonya, dengan cepat Sonya mematikan mobilnya dan mengambil ponsel dari dalam tasnya. "Halo.""Kamu di mana? Udah sampai belum?" tanya Awan tanpa menjawab sapaan Sonya."Udah di parkiran, tadi di lampu merah macet banget," jawab Sonya sambil mengambil barang-barang miliknya dan keluar dari mobil."Oh ... oke," ucap Awan sambil mematikan sambungan telepon."Lah ... hei, Awan ...." Sonya melihat layar ponsel miliknya karena kaget Awan mematikan sambungan telepon, "Wan ... hei, Awan."Sonya dengan kesal memasukkan ponselnya ke tas dan bersiap keluar mobil, saat ia membuka pintu mobil ia merasakan hentakkan di pintu mobilnya."Ah ... ampun, Awan!" pekik Sonya kaget karena Awan sudah ada di sebelah mobilnya, wajahnya terlihat kelelahan dan rambutnya berantakan. Sonya ingat siang tadi lelaki itu pun berpenampilan sama. Rambut dan pakaian yang berantakan namun raut wajahnya penuh dengan kepuasan karena sudah menggauli dirinya. Sedangk
"Wah saya sangka Anda sudah tiada Om Fuad, karena dari kemarin saya sering berbincang dengan cucu Anda tidak satu pun dari mereka mengenal Anda," sahut Sonya dingin, sudahlah Sonya tidak peduli bila ia dibilang kurang ajar atau wanita hina sekali pun oleh kelurga Intan. Sonya sudah muak dengan prilaku mereka yang selalu menghina Awan.Mendengar jawaban Sonya sontak Fuad membanting garpu dan pisaunya ke meja membuat suara dentingan yang sangat keras hingga membuat beberapa orang yang ada disekitar mereka melirik penuh keingin tahuan."Kenapa? Merasa bersalah?" tanya Sonya santai sambil melepaskan genggaman Awan dan duduk di samping Hana dan Haikal. Sonya langsung menoleh pada Awan dan berbisik pelan, "duduk, Wan."Awan hanya bisa pasrah berada disituasi sangat canggung ini, ia berharap dengan kedatangan Sonya bisa membantunya keluar dari situasi tidak enak yang ia rasakan bersama Intan, Nirmala dan terlebih lagi Fuad, tapi setelah kedatangan Sonya situasi malah makin terasa tak enak aki
Mendengar pertanyaan Sonya, wajah Fuad otomatis memerah karena menahan amarah. Benar apa yang ia pikirkan, wanita bernama Sonya ini mengerikan bila sudah melontarkan kata-kata. Kata-katanya biasa namun penuh kebenaran dan sangat menusuk juga meluluhlantahkan harga dirinya. Parahnya, Sonya mengatakan itu semua di depan kedua cucunya.Tak dapat dipungkiri Fuad menyukai Hana dan Haikal, kedua anak itu terlihat ramah, rapi, baik, berpendidikan dan sangat terurus dengan baik. Rasanya melihat kedua cucunya itu seperti anak yang dilimpahkan berjuta kasih sayang oleh orang yang merawatnya, walaupun orang yang merawatnya adalah seorang pembunuh tapi, dia bisa mengurus Hana dan Haikal dengan baik. Bahkan, Fuad melihat seragam yang dikenakan Hana dan Haikal pun bukan seragam sekolah sembarangan."Bisa kamu ajarkan sopan santun calon istri kamu itu?" tanya Fuad sambil menahan amarahnya yang sudah di titik didihnya."Kenapa saya harus di ajarkan sopan santun, Om Fuad?" tanya Sonya dingin sambil me
Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki
Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b
Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke
37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar
"Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"
"Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y
Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil
"Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan