Beranda / Pernikahan / Di Atas Ranjang Dokter Sonya / 1. Kenapa Kamu Bunuh Anak Kita?

Share

Di Atas Ranjang Dokter Sonya
Di Atas Ranjang Dokter Sonya
Penulis: Gallon

1. Kenapa Kamu Bunuh Anak Kita?

Penulis: Gallon
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Sonya aku turut berduka atas kematian Janu, anak kamu,” ucap Sugeng saat bertemu Sonya di salah satu acara seminar kedokteran.

Sonya berjuang menelan ludahnya saat mendengar perkataan Sugeng salah satu rekan sejawatnya di rumah sakit. Sonya berjuang menutupi kesedihannya dengan senyuman manis miliknya. “Terima kasih Dokter Sugeng.”

“Aku tidak menyangka musibah itu menimpa, Janu,” ucap Sugeng dengan wajah penyesalan.

Siapa yang menyangka musibah akan menimpa seseorang? Andai musibah bisa disangka, semua orang pasti berlomba-lomba mencegahnya. Sonya menelan ludah dengan susah payah tenggorokannya tercekat. Andai ia bisa mengulang waktu, ia akan melakukan apa pun untuk mengembalikan Janu ke dunia ini.

“Sonya ....” Sugeng menyentuh lengan Sonya berusaha untuk menyadarkan Sonya dari lamunannya.

“Ah ... iya, bagaimana?” tanya Sonya sembari kembali menunjukkan senyumannya untuk menutupi kegalauan dan kesedihan hatinya.

“Aku ....”

“Sonya, Sayang sudah selesai?”

Suara lelaki di belakang Sonya membuat Sugeng menghentikan perkataannya dan menatap lelaki pemilik suara yang ada di belakang tubuh Sonya.

“Pak Emir, saya mengucapkan bela sungkawa,” ucap Sugeng saat melihat Emir yang berdiri di belakang Sonya.

“Terima kasih, Pak ....” Emir menatap Sonya yang ada di sampingnya meminta bantuan karena dirinya tidak mengetahui siapa lelaki yang saat ini berdiri di hadapannya.

“Sugeng, dia Dokter Sugeng ahli bedah di rumah sakit aku.” Sonya langsung membantu suaminya yang tidak tahu siapa Dokter Sugeng.

“Terima kasih Dokter Sugeng, ucapan Anda sangat berarti,” ulang Emir sembari menjabat tangan Sugeng dan memberikan senyuman terbaik miliknya.

“Saya benar-benar kaget mendengar beritanya dan awalnya saya menyangka kalau kematian anak Anda akan mempengaruhi hubungan Anda karena menurut kabar burung anak Anda meninggal tercebur ke kolam saat dalam pengawasan Anda, Pak Emir,” ucap Sugeng polos, dia sama sekali tidak tahu imbas dari perkataannya akan membuat Sonya terguncang dan kembali mengingat peristiwa itu.

Tubuh Sonya bergetar saat mendengar perkataan Sugeng, “Say—“

“Kami baik-baik saja, pernikahan kami baik-baik saja dan terima kasih atas perhatiannya Dokter Sugeng tapi, saya dan Sonya tetap saling mencintai dan harmonis. Kami, tetap berjuang dengan perkawinan ini,” potong Emir sembari menyusupkan jemarinya ke pinggang Sonya dan merapatkan tubuh mereka berdua berusaha untuk menahan bobot tubuh Sonya yang sudah hampir terjatuh karena lututnya terlalu lemah untuk menahan bobotnya lagi akibat mendengar perkataan Sugeng.

“Wah ... saya bersyukur mendengarnya, saya berharap pernikahan kalian berjalan sebaik mungkin dan menjadikan kejadian ini sebagai perekat pernikahan kalian bukan sebagai pemecah.” Sugeng memberikan saran pada Sonya dan Emir, pasangan yang menurut Sugeng adalah pasangan yang sangat serasi dan akan sangat disayangkan bila pasangan di hadapannya itu berpisah.

“Terima kasih atas doanya, Dok, saya dan istri saya pamit dulu,” ucap Emir sembari merangkul lebih erat pinggang Sonya dan mendorong dengan lembut pinggang Sonya agar pergi menjauhi Sugeng.

“Saya permisi dulu, Dok, saya tadi sudah izin pada panitia acara untuk pulang duluan karena kami ada acara keluarga,” ucap Sonya seraya melambaikan tangannya ke arah Sugeng.

Sonya dan Emir pun berjalan ke arah parkiran mobil dan masuk ke dalam mobil Sonya berkata pelan, “Kita jadi ke tempat ibu?”

“Iya, kita jadi ke tempat ibu.”

Sonya mencium wangi mobil Emir yang tercium wangi parfum lain, dia sangat hafal wangi parfum suaminya dan juga wangi parfum dirinya. Tapi, dia tidak hafal dengan wangi parfum mawar yang ada di mobil Emir.

“Kenapa?” tanya Emir pada Sonya yang terlihat kebingungan.

“Ini wangi siapa? Kamu ganti parfum?” tanya Sonya dan membuat Emir kaget. “Kamu ganti wangi parfum kamu?”

“Hah ... nggak, apa sih ini wangi biasanya aja, kamu ngaco, Sayang,” ucap Emir sembari membuka kaca jendela Sonya dan dirinya, berusaha membuang wangi apa pun yang ada di mobil itu.

“Wanginya parfum mawar dan mirip kaya wangi parfum murahan, Emir,” ucap Sonya sembari mengendusi sekitarnya. “Kamu bawa Lo—“

“Ngarang aja kamu, Sonya,” potong Emir sembari menjalankan mobilnya ke arah kemacetan ibu kota.

***

“Sonya, Emir, Ibu senang kalian datang untuk makan malam, Ibu kesepian ini,” ucap Parwati yang datang menyambut Sonya dan Emir. Dengan cepat Parwati memeluk Sonya dan mengapit lengan Sonya.

“Kamu sehat, Sonya? Kamu makan benar kan? Kamu makan, makanan yang Ibu masakkan dan kirim ke rumah sakit setiap makan siang kan?” tanya Parwati yang sangat menyayangi Sonya seperti anaknya sendiri itu.

“Iya, Bu, Sonya makan makanan Ibu setiap hari,” jawab Sonya.

“Bagus, Ibu nggak mau kamu sakit karena makan-makanannya sembarangan ingat mag kamu,” ucap Parwati sembari berjalan ke arah meja makan dan mempersilahkan Sonya duduk.

“Emir nggak di tanya, Bu?” tanya Emir yang sedikit kesal karena tidak di sapa sama sekali oleh Parwati yang notabene adalah Ibu kandungnya.

“Emir kamu juga ibu suka kasih makan siang juga, kan.” Parwati mencium pipi anak semata wayangnya itu.

“Iya, sih, tapi, masa hanya Sonya yang di sapa aku nggak, kan aku anak Ibu,” keluh Emir.

“Eh ... kalian berdua anak-anak Ibu, Ibu sayang kalian berdua tidak ada beda,” ucap Parwati sembari duduk di kursi miliknya dan mulai meminta pembantunya untuk menyiapkan makanan.

“Ibu sehat?” tanya Sonya sembari melihat kondisi Parwati untuk memastikan kalau mertuanya ini dalam keadaan sehat walafiat walaupun memiliki penyakit jantung yang sudah parah hingga sudah dipasang tiga buah ring di jantungnya.

Parwati menggenggam tangan Sonya dan berkata lembut, “Ibu akan selalu sehat, Nak, selama kalian berdua sehat dan akur.”

Sonya memaksakan senyumannya saat mendengar perkataan Parwati, bahu Sonya terasa berat seolah tertimpa beton yang sangat besar dan membuat bahunya sangat sakit. “Iya, Bu ....”

“Walau Ibu tahu semenjak kematian Janu, ini semuanya akan berat. Ibu paham, Nak, Ibu ....” Parwati mengusap air matanya dengan menggunakan punggung tangannya.

“Bu, kami baik-baik saja, Ibu tidak usah khawatir,” ucap Sonya sembari menggenggam tangan Parwati berusaha memberikan kekuatan pada mertuanya walaupun sejujurnya saat ini dirinyalah yang sangat membutuhkan sokongan dari orang lain.

“Kalau ada apa-apa kasih tahu Ibu, Ibu mohon Sonya, Ibu sayang sama kamu,” ucap Parwati yang langsung di jawab anggukkan oleh Sonya dan mereka kembali makan malam dengan penuh kehangatan keluarga yang menurut Sonya sangat semu.

***

Setelah sampai ke rumah Sonya langsung ke kamar mandi dan membersihkan dirinya, saat Sonya keluar dari kamar mandi ia mendapati Emir yang sedang duduk di sofa sembari menatap kolam renang yang ada di samping kamar mereka.

“Emir ....”

“Ya?” jawab Emir sembari mengalihkan pandangannya dari kolam renang ke arah Sonya.

“Kenapa kamu bunuh anak kita?” tanya Sonya.

“Maksud kamu apa, Sonya?”

***

Komen (25)
goodnovel comment avatar
Amril Putra
cerita sangat menarik
goodnovel comment avatar
andi rezky
menarikkkk
goodnovel comment avatar
Lia Helita
dokter sugeng ga sopan..kaya emak2 aja kepo
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   2. Aku Mau Ketemu Lonte?!

    “Kenapa kamu bisa lalai dan membuat Janu meninggal, Emir?” Sonya memperbaiki pertanyaannya yang tadi terlalu frontal. “Sonya, aku sudah bilang sama kamu berkali-kali aku ke kamar mandi dan aku nggak tahu kalau Janu jalan balik lagi ke kolam renang,” bisik Emir menahan amarahnya akibat pertanyaan awal Sonya sembari menyembunyikan wajahnya di antara kedua tangannya merutuki kebodohannya karena melakukan sebuah kesalahan fatal saat menjaga anak semata wayangnya yang mengakibatkan anaknya itu meninggal akibat tercebur ke kolam renang. “Kamu ngapain di kamar mandi? Kamu ngapain sampai selama itu di kamar mandi, setengah jam Janu berjuang di kolam, Emir?!” sentak Sonya sembari menunjuk kolam renang di samping rumahnya dengan telunjuk yang bergetar akibat menahan amarah dan kesedihan. “Aku sudah bilang kalau aku di kamar mandi, Sonya?!” teriak Emir dengan nada suara yang sama-sama tinggi, dia benar-benar tidak mau disalahkan atas kematian Janu. Ego lelakinya memaksa

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   3. Pernikahan Sampah?!

    Sonya mengambil botol air dari kulkas, lalu meminumnya hingga tandas. Berharap air itu bisa mencairkan kebekuan pikirannya karena ulah suami dan beban pekerjaan. Bayangan sosok Janu, membawa langkah kaki Sonya menuju kamar putra semata wayangnya. Janu yang didapatkannya dengan susah payah melalui proses bayi tabung, harus pergi meninggalkannya secepat itu. ia bahkan belum sempat menghabiskan banyak waktu bersama Janu karena kesibukannya di rumah sakit. Pukul sembilan malam dan itu hari kedua Emir meninggalkan rumah setelah pernikahan mereka. Langkahnya gontai menuju lemari menatapi rak demi rak di mana pakaian Janu berada. Air matanya keluar tak henti sejak tadi. Hatinya terasa sangat kosong seakan hidup yang dijalaninya sekarang pun tak ada gunanya. Sepasang pakaian rumah yang paling sering dikenakan Janu, tenggelam di tangannya. “Nak ... maafin, Mamah,” isak Sonya sembari berbaring di kasur milik Janu. Sonya meringkuk di ranjang anaknya itu berusaha untuk m

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   4. Titik Terendah Hidup

    Air hangat mengguyur kepalanya dengan deras, suara gemercik air terdengar hampa di kuping Sonya, sehampa kehidupannya yang porak-poranda. Sonya menutup mata dan meremas spons yang sudah bercampur sabun, perlahan ia mengusap bagian tubuhnya yang tadi dikecupi Emir dengan keras, berusaha menghilangkan setiap jejak yang Emir torehkan di tubuhnya. “Mama ... jangan pulang lama, ya. Bantu aku susun puzzle. Sama papa nggak asyik.” Entah dari mana tiba-tiba saja suara Janu masuk ke dalam kepala Sonya, mengingatkannya pada kenangan manis antara dirinya dan Janu. “Ma ... Janu sayang Mama nggak banyak. Janu bisa sayang yang banyak kalau Mama pulang cepet dan peluk Janu sambil tidur, Janu kangen dipeluk Mama.” Sonya kembali menangis saat mengingat apa yang dikatakan oleh Janu, sebuah permintaan kecil yang sangat diinginkan oleh Janu yang belum bisa Sonya penuhi karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya di rumah sakit. Andai waktu bisa diputar kembali, Sonya pasti

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   5. Kenyataan Yang Harus di Hadapi

    "Kamu udah enakan, Sonya?" tanya Lidya sembari menyodorkan teh hangat ke tangan Sonya yang bergetar. "Aku mau mati, Lid ... aku nggak kuat, aku nggak sanggup," bisik Sonya dengan tatapan hampa dan kosong menatap dinding putih di hadapannya. Entah bagaimana caranya Sonya bisa menjalankan mobilnya dan selamat sampi di rumah Lidya dalam keadaan histeris dan menangis di sepanjang jalan. Mungkin semesta masih menginginkan Sonya hidup dan menyiksanya lebih berat lagi, Sonya tidak tahu padahal Sonya sangat menginginkan dirinya kecelakaan dan mati, dia benar-benar sudah lelah dengan hidupnya ini. "Sonya ... jangan ngomong gitu," bisik Lidya sembari merangkul sahabatnya itu dan menahan tangisnya, hatinya terenyuh melihat penderitaan Sonya yang disia-siakan suaminya. "Aku udah nggak sanggup, Lidya, ke mana suami aku yang dulu sayang dan cinta sama aku? Ke mana laki-laki yang selalu menghargai aku dan mendukung aku meraih semua mimpi aku? Ke mana dia?" tanya Son

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   6. Ke mana Emir?

    "Kenapa aku nggak mati aja, sih, Bu?" tanya Sonya dengan tatapan kosong. "Nak, nggak boleh ngomong gitu," Parwati yang sedang menyuapi Sonya menahan tangisnya saat mendengar perkataan Sonya, hatinya benar-benar sakit saat mendengar perkataan menantu kesayangannya itu. "Kadang aku ngerasa kalau semua kesakitan di hidupku, nggak ada habisnya," ungkap Sonya pelan. "Sonya Tuhan tidak akan mungkin memberikan cobaan pada umatnya bila umatnya tidak sanggup melaluinya, Sonya," bisik Parwati mencoba menyemangati Sonya sembari menyuapkan makan siang ke mulut Sonya. Dengan malas Sonya membuka mulutnya dan berjuang mendorong makanan yang mertuanya itu suapkan. "Tapi, Sonya udah nggak sanggup, Bu. Sonya nggak sanggup, Sonya mau mati aja, Bu," isak Sonya. "Sonya ... Sonya maafkan Ibu, tapi, Ibu harus menandatangani surat persetujuan tindakan medisnya, mereka bilang kamu harus secepatnya dioperasi kalau tidak nyawa kamu tidak tertolong," isak Parwati sembari

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   7. Mokondo

    "Gimana?" tanya Sonya santai sama sekali tidak terpancing emosinya sama sekali."Maksudnya apa? Kenapa kamu tiba-tiba menjalani operasi pengangkatan rahim tanpa persetujuan aku!? Kamu gila atau apa? Kamu nggak mau punya anak lagi, hah!?" tanya Emir yang marah karena mengetahui kalau istrinya saat ini sudah tidak memiliki rahim lagi dan tidak mungkin bagi mereka berdua mendapatkan kembali anak. Padahal, Emir sangat menginginkan Sonya untuk hamil kembali."Kamu dari mana aja?" Sonya sama sekali tidak menjawab pertanyaan Emir.Emir menatap manik mata Sonya tidak percaya karena istrinya ini malah bertanya balik dan bukan menjawab pertanyaannya sama sekali. Dengan kesal Emir menutup pintu kamar rumah sakit, "Sonya, aku tanya sama kamu. Kenapa kamu melakukan prosedur operasi pengangkatan rahim tanpa persetujuan aku?"

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   8. Panggung Sandiwara

    1 tahun kemudian ...."Sonya udah," bisik Lidya yang kaget melihat Sonya mencabik-cabik tisu seperti orang kurang waras."Kenapa ibu maksa bangat bikin acara kaya gini, sih?" tanya Sonya semaput karena Parwati tiba-tiba meminta dirinya untuk mengadakan acara ulang tahun perkawinan dirinya dengan Emir."Ya ... mungkin dia ingin liat kamu sama Emir bahagia?" canda Lidya sembari mengambil gumpalan tisu yang sudah Sonya cabik-cabik."Wow ... bahagia banget hidup aku sama Emir, saking bahagianya aku senang banget dia nggak pernah pulang ke rumah," jawab Sonya sembari membawa gelas berisikan champagne dan menegaknya hingga habis."Dia beneran nggak pulang?" tanya Lidya yang mulai khawatir dengan kehidupan pernikahan Sonya yang benar-

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   09. Cara Memuaskan Ala Emir

    15 menit sebelumnya ...."Kamu kenapa?" tanya Miska bingung saat melihat Emir yang menekuk wajahnya selama mereka berduaan di pojokkan rumah Sonya, bersembunyi dari para tamu undangan.Miska sudah tau status dirinya yang hanya dijadikan selingkuhan oleh Emir, Miska sama sekali tidak berkeberatan karena dia tahu kalau hubungan Emir dan Sonya sama sekali tidak bisa diselamatkan lagi tapi, mereka masih bersama demi kesehatan ibu kandung Emir."Kamu kenapa, Emir? Kamu sakit?" tanya Miska sembari menyapukan jemarinya di rambut Emir yang tebal.Emir yang merasakan sentuhan di kepalanya langsung menepis tangan Miska, dia sedang tidak mood untuk disentuh oleh selingkuhannya ini. Hatinya benar-benar panas saat mendengar perkataan Sonya yang mengatakan kalau selama ini tidak pernah terpuaskan olehnya. Ingin rasanya Emir sobek mulut Sonya saat mendengar hal tersebut, apakah dirinya semenyedihkan itu sampai tidak bisa membuat Sonya orgasme?"Mir, kamu kenapa?"

Bab terbaru

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   389. From Gallon With Love

    Hai semua pembacaku sayang ....Gallon ucapkan terima kasih sudah membaca hingga akhir kisa perjalanan cinta Awan dan Sonya. Sebuah kisah yang pelik, berat dan penuh gairah dari Awan dan Sonya.Kisah yang dimulai dari sebuah pengkhianatan, rasa benci, dan mamaki diri akibat sebuah kekurangan yang menjadikan diri Sonya membenci dirinya dan melupakan rasa dicintai juga mencintai.Sebuah kisah dengan akhir yang manis namun dibalut sebuah kenyataan hidup, sebuah kenyataan yang membuat kita sadar kalau kita hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Secinta apa pun kita pada seseorang ingatlah ada maut yang memisahkan namun, yakinlah maut juga yang akan menyatukan kalian kembali. Cerita ini harus berakhir di sini, cerita manis ini harus berakhir secara sedih namun tetap dibalut senyum bukan sebuah tangis. Cerita cinta Sonya dan Awan tidak akan ada kelanjutannya, semuanya sudah jelas dan mereka sudah sangat berbahagia dengan kehidupannya. Gallon harap semua yang membacanya puas dengan akhir ki

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   388. Sebuah Akhir Dari Kisah yang Manis

    Tit ... tit ... tit ....Suara alat yang memonitor jantung Awan terdengar memilukan di kuping Hana dan Haikal, sudah lima hari mereka berdua berjaga di sana bergantian dan tidak mau meninggalkan Awan, semenjak Awan terjatuh dari kamar mandi."Hana, Haikal bisa keluar?" tanya Daniel melalui celah pintu kamar.Hana dan Haikal saling tatap lalu keluar dari kamar, sebelumnya mereka berdua mengecup kening Awan pelan. Setelah di luar Hana dan Haikal bertemu dengan Daniel dan juga Adara bersama seorang dokter. Mereka tahu siapa dokter itu, dokter itu adalah Dokter Intan, adik almarhum mama mereka."Tante ada apa?" tanya Hana sambil berdiri di samping Daniel, spontan suaminya itu merangkul bahunya pelan mencoba menguatkan Hana."Ada yang salah sama Daddy?" tanya Haikal sambil merangkul pinggang istrinya, mencoba mencari ketenangan dari tubuh istrinya itu.Intan mencoba tersenyum sebaik mungkin walau ia sadar kalau ia tidak bisa menipu Hana dan Haikal yang sudah mengenal dirinya dengan sangat b

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   387. Sebuah Ketetapan Tuhan

    Tangan Awan terus bergerak mengelus nisan Sonya, disetiap tarikan napasnya ia merasakan rasa rindu yang menusuk nan sakit. Ia rindu memeluk Sonya, mengecupi tubuh istrinya, dan tidur di samping wanita yang sudah menemaninya selama 37 tahun. Jemari Awan terus bergerak, sesekali terdengar suara tarikan napas berat Awan. Matanya mulai buram akibat menahan air mata yang selalu jatuh ke tanah setiap ia datang ke sana untuk bertemu Janu dan Sonya.Masih segar di ingatannya saat Sonya pergi meninggalkan dirinya di pelukkannya. Sonya kalah dan menyerah pada penyakitnya, wanita itu pergi meninggalkan dirinya tiga tahun lalu. Sonya menyerah pada penykitnya, Sonya meninggalkan dirinya sendirian di dunia. Maut sudah memisahkan mereka, mengakhiri sebuah dongeng cantik nan bahagia yang selama ini Awan dan Sonya rajut. Menikah dengan Sonya adalah sesuatu yang sangat Awan sukai. Setiap harinya selalu Awan lewati dengan perasaan senang dan bahagia, walau ada beberapa kali mereka menemui hambatan ke

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   386. Selamat Pagi Sonya

    37 Tahun Kemudian .....Awan mematut dirinya di depan kaca sambil menarik-narik kemejanya. Ia sesekali tersenyum sambil mengusap-usap bagian rambutnya yang sudah memutih termakan usia. Ia sekali lagi memutar tubuhnya memastikan kalau tampilannya sudah sesuai dengan apa yang ia harapkan.Tangan Awan mengambil parfume yang sudah ia pakai semenjak dahulu kala, seketika itu juga wangi laut menyeruak ke indera penciumannya. Mencium itu semua membuat ia ingat perkataan Sonya kalau menciumnya wangi tubuhnya seolah ia sedang berlibur ke pantai."Sonya," bisik Awan sambil tersenyum kembali ke arah cermin. Ah ... ia rindu pada istrinya, ia rindu pada celotehan istrinya itu. Tanpa sadar pikirannya menghitung sudah berapa lama ia menikahi Sonya. "37 tahun," bisik Awan yang mulai menghitung berapa lama ia sudah menikah dengan Sonya, wanita yang sangat ia cintai hingga masa tuanya itu. Tok ... tok ... tok ....Awan menoleh melalui bahunya dan mendapati pintu kamarnya di buka. Senyumannya melebar

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   385. Sebuah Kesepakatan Awan dan Sonya

    "Mereka tidur di sini," ucap Lidya sambil membuka pintu kamar Tara.Sonya melihat Hana dan Haikal yang tidur di ranjang bersama Tara dan Amia. Terlihat kedua anaknya itu mengenakan piayama yang sama sambil memeluk sesuatu yang mereka bagi, Sonya tanpa sadar tersenyum melihat apa yang anak kembarnya itu peluk. "Aku nggak paham kenapa Hana dan Haikal meluk handuk, mereka tiap tidur selalu meluk handuk itu. Aku sampai sangka itu selimut tapi, aku liat-liat itu ternyata handuk," terang Lidya sambil mengambil tas si kembar yang sudah rapih di pojok kamar. "Itu anduk aku, mereka minta katanya buat mereka bawa." Sonya menahan tawanya sendiri saat mengingat keinginan si kembar, tanpa sadar tangan Sonya mengusap kening si kembar. "Ya ampun, manis banget ... padahal mereka bukan anak kamu secara biologis tapi, manis banget," ucap Lidya sambil mengusap kedua lengannya. "Iya ... aku bersyukur mendapatkan mereka berdua ... aku bersyukur dipertemukan dengan Awan dan diberkahi dua malaikat ini,"

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   384. Nafsu yang Terganggu

    "Bener-bener si kupret!" maki Eka sambil berjalan berlalu lalang di hadapan Lidya yang sedang membaca majalah dan sesekali melirik ke arah Eka.Eka kembali melihat jam yang ada di dinding rumah dengan geram, bagaimana tidak, waktu sudah menunjukkan jam 12 malam di hari senin dan bila jarum panjang jam bergerak sedikit saja maka hari sudah berganti menjadi hari selasa. "Bisa duduk nggak, sih?" tanya Lidya yang akhirnya kesal melihat Eka terus bergerak hilir mudik seperti setrikaan. "Duduk, sini." Lidya menepuk sofa yang ada di sampingnya berharap suaminya duduk di sana dan tenang. Sayangnya keinginannya tidak tercapai, Eka menggeleng sambil kembali hilir mudik dan memainkan ponselnya."Ini kupret satu, kebiasaannya ya Tuhan, dia bilang hari senin ... ini hari senin, bahkan ...." Eka melihat jam dinding dan menyadari jarum panjangnya sudah bergeser. "Udah hari selasa ... dasar manusia tanah sengketa, hobi bener bikin susah orang."Lidya hanya bisa menahan tawanya melihat kelakuan Eka y

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   383. Menjilat Manisnya Madu

    Awan mengambil madu dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi menyusul Sonya yang sudah menghilang di dalam kamar mandi. Saat sampai di ambang pintu kupingnye mendengar suara gemericik air dari dalam tempat shower.Langkah kaki Awan terhenti saat ia melihat Sonya sedang membasahi sekujur tubuhnya dengan air hangat yang keluar dari pancuran. Siluet tubuhnya terlihat menggoda, tubuh sintal Sonya seolah meminta Awan untuk menyentuhnya. Napasnya makin tertahan saat ia melihat tangan Sonya menyentuh setiap inci tubuhnya dengan pelan dan sensual, ia suka melihat Sonya menyentuh tubuhnya sendiri, birahinya seolah dipuaskan melalu visual Sonya yang entah bagaimana caranya selalu menjadi magnet untuk dirinya. Sonya berbalik dan mendekati Awan selangkah demi selangkah, seolah setiap langkah yang Sonya lakukan sebagai sebuah tombol yang lagi-lagi membuat pria itu menggemeretakkan giginya menahan hasrat liar yang sudah meronta untuk dilepaskan detik itu juga."Nggak buka baju?" tanya Sonya sambil

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   382. Sebotol Madu

    "Aku nggak sanggup lagi, Wan," tolak Sonya sambil mendorong piring sejauh mungkin dari hadapannya, perutnya seolah akan meledak karena sudah menghabiskan banyak sekali hidangan laut yang tersaji."Terus ngapain kamu pesen makanan sebanyak ini?" tanya Awan kesal sambil menunjuk hidangan laut yang ada di hadapannya. "Yah tadi, keliatannya enak semuanya jadi aku pesen," kilah Sonya sambil mengambil garpu dan menusuk-nusuk udang yang ada di atas piring. Sonya mengakui kalau makanan itu enak tapi, rasanya perutnya sudah tidak mampu lagi menerima makanan lebih banyak lagi."Terus ini gimana? Aku udah bilang tadi, pesen seperlunya aja, jangan lapar mata, Sonya," ucap Awan sambil melihat meja makannya yang masih terhidang cumi saus padang, udang galah asam manis, kepiting bakar dan juga ikan bakar.Awan ingat tadi saat Sonya memesan semuanya ia sudah mengingatkan Sonya kalau mereka tidak akan mampu menghabiskan semuanya tapi, istrinya ini tetap pada pendiriannya ingin memesan semua makanan y

  • Di Atas Ranjang Dokter Sonya   381. Bulan Madu yang Manis

    "Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan

DMCA.com Protection Status