Home / Romansa / Di Antara Dua Senja / 01. Tabrak Lari

Share

Di Antara Dua Senja
Di Antara Dua Senja
Author: StarBlue

01. Tabrak Lari

Author: StarBlue
last update Last Updated: 2021-07-06 22:09:27

Orang bilang; Hujan turun dari awan yang gelap. Begitu juga kehidupan. Adanya kebahagiaan, setelah guyuran hujan membasahi pipi. Setiap hal yang ada dibumi, ada sebab akibatnya. Kerugian dan keuntungan.

“Titttttt ...”

Decitan rem dan klakson mobil saling bersahutan memekakkan telinga. Riuh piuh warga berbondong-bondong melihat, siapa korban tabrak lari dekat lampu merah sore ini.

Darah segar mengalir dari pelipis seorang gadis yang terbalut jilbab. Warga segera membopong korban ke trotoar, agar tak menghalangi jalan pengemudi lain. Beberapa warga ada yang sibuk saling tatap muka, bertanya ‘Siapa pelaku tabrak larinya?’. Salah satu warga segera menghubungi pihak Rumah Sakit untuk segera mengirim Ambulance. Sebagian warga ada yang segera melaporkan kepihak berwajib, agar pelaku segera di adili.

“Ngiungg ... Ngiungg ... Ngiungg ...”

Suara sirine Ambulance menjauh. Pertanda sang korban telah di bawa ke Rumah Sakit.

Seorang Pria muda berjas putih dengan stetoskop yang selalu stay melingkar di leher keluar dari ruang periksa.

“Keluarga pasien?”

“Saya Ibunya, Dok.” Wanita paruh baya itu berdiri menanyakan keadaan sang buah hatinya.

“Anak Ibu, baik-baik saja. Hanya perlu dirawat beberapa hari untuk pemulihan. Jika Putri Ibu ada keluhan, segera beritahu kami."

“Baik, Dok. Terimakasih,”

“Silahkan, Ibu boleh melihat keadaanya. Saya permisi.”

Ceklek ...

“Yaa Allah, Izza! Kamu gak pa-pa, Nak?”

“Alhamdulillah, gak pa-pa, Bu. Hanya sedikit pusing saja,” angguknya sambil tersenyum.

“Cerita sama ibu. Kamu kenapa bisa kayak gini, hum?” tanyanya pada sang buah hati, sambil menarik kursi dekat brankar.

“Emm, anu, Bu. Tadi aku liat Nenek-nenek mau nyebrang, terus pas udah nolongin nyebrang aku gak liat ada motor yang laju kencang menuju kearahku, akhirnya pandanganku gelap dan gak sadarkan diri,” dengan suara yang masih lemas, Izza menceritakan kronologis insiden tadi sore yang menimpanya.

“Terus, Nenek-nenek yang kamu tolongin, gak pa-pa?”

“ Alhamdulillah, enggak, Bu. Neneknya udah duluan ke trotoar, insiden itu pas aku mau balik arah,” menatap langit ruangan serba putih, menerawang kembali insiden tadi sore.

“MaaSyaa Allah, ibu bangga sama kamu, Nak. Sesuai nama pemberian Ayahmu, Izzatun Nisa. Kemuliaan seorang wanita. Hati kamu begitu mulia, Nak. Kamu mau menolong orang lain, sampai nyawa sendiri pun, kamu tak pedulikan,” memeluk Sang Putri dengan tangis bangga.

“ Alhamdulillah ... “

Satu minggu berada di Rumah Sakit. Akhirnya, Izza diperbolehkan pulang. Menghirup kembali udara segar nan asri dihalaman rumahnya. Kembali menginjkan kaki diteras rumah, membuat gadis berjilbab biru dongker itu tersenyum haru. Ia rindu mengajar anak-anak di Madrasah. Sangat.

“Pelaku tabrak lari itu sudah ditangkap Polisi,” suara berat itu, milik Abangnya.

“Abang!” Izza berlari kearah suara berat itu, memeluk sang empu yang meninggalkannya tiga tahun lalu untuk mencapai cita-citanya. Kuliah di Yaman.

“Uluh, uluh. Adek Abang, manjanya,” Canda sang Abang.

“Abang kok pulang gak bilang-bilang? “

“Gimana mau bilang? Kamunya aja lagi di Rumah Sakit,” mengacak-ngacak pucuk jilbab sang adik.

“Ish, Abang! Berantakan tau,” rajuknya, memajukan bibir. Merapikan jilbabnya kembali.

Sang Abang dan Lisa-ibunya tertawa melihat sikap ke kanak-kanakan putri bungsu keluarganya. Meski umurnya sudah delapan belas tahun, dimata keluarga Izza tetaplah gadis kecil yang perlu diperhatikan dengan kelembutan dan penuh kasih sayang.

Diumur delapan belas, Izza lebih memilih mengajar ngaji anak-anak dimadrosah ketimbang kuliah atau bekerja. Katanya; ia ingin menggunakan masa mudanya untuk mencari amal jariyyah lewat pengamalan ilmu agamanya.

Keputusan itu sangat diapresiasi oleh sang Ibu. Terutama Raka-Abangnya. Dengan syarat, ia tetap harus kuliah. Karena seorang ibu madrosah utama bagi anak-anaknya kelak. Jadi, jika masih ada umur, gunakan untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya dan mengamalkannya. Ilmu Dunia dan Akhirat harus seimbang, nasehat sang Abang.

Izza menyetujuinya. Membenarkan ungkapan nasehat sang Abang, untuk menyeimbangkan urusan Dunia dan Akhirat.

“Tadi Abang bilang; pelaku tabrak larinya udah ditangkap?” meleatkan nampang berisi minuman dan cemilan keatas meja.

“Iya. Kemarin Abang tiba dibandara langsung kerumah gak ada orang. Ibu bilang, kamu korban tabrak lari. Abang langsung urus semuanya. Alhamdulillah, pelakunya udah ditangkap, Dek. Dia masih anak SMA, pantas dia langsung kabur. Masih labil,” jelas Raka panjang lebar. Menjawab pertanyaan sang adik.

“Ohh, iya-iya,” angguknya.

“ Tapi kasihan, Bang, dia kan masih sekolah. Kalo dipenjara, otomatis sekolahnya keganggu,” menyodorkan secangkir teh.

“Iya, si. Tapi mau gimana, Dek? Dia kan, harus tanggung jawab. Siapa suruh dijalanan kebut-kebutan sampe nabrak orang, lari lagi,”

“Bener juga,”

“Abang sendiri, kenapa pulang?” heran. Harusnya Raka-Abangnya, pulang lebaran nanti. Ini baru tahun baru, dah nangkring dirumah. Gak bilang- bilang lagi, pulangnya. Kek jalngkung, ehh!

“Byurrr ...”

Bukan karena rasa teh itu pahit atau terlalu manis. Tapi perkataan sang adik yang membuatnya tertohok. Bagaimana dia bisa lupa, bahwa tahun baru ini Abangnya mau melamar seseorang. Ahh, pasti karena efek tabrakan itu. Fikirnya.

“Lah, kamu lupa apa amnesia, Dek?” tanyanya dengan nada khawatir mengecek kening sang adik.

“Hahahaa ... Abang santai kali. Aku gak amnesia, kok. Ngetes aja. Jangan kaget gitu, napa,” Izza tak bisa menahan tawanya, melihat ekspresi sang Abang. Sangat menggemaskan dimatanya.

Lisa yang baru datang, terkekeuh melihat keakraban kedua saudara tersebut. Alhamdulillah. Suaminya pasti bangga, melihat putra dan putrinya rukun begini.

Meski tak bisa menyaksikan secara langsung, tapi ia yakin, suaminya melihat ini. Didikan kamu pada Raka, membuatnya menjadi pengganti Ayah untuk adiknya, Mas. Batinya.

Kamal-Suaminya. Ayah dari Izza dan Raka. Meninggal karena kecelakaan tepat saat empat bulan kehamilan Izza. Raka yang berumur lima tahun saat itu, belum mengerti apa-apa. Ia hanya melihat dan memperhatikan Ayahnya yang terbujur kaku putih membeku dengan balutan kain kafan. Putih, bersih.

Sifat pengertian dan sikap tegas sang Ayah, menurun pada Raka. Ia sangat pengertian pada dua bidadari dalam kehidupannya. Sebentar lagi, menjadi tiga. Dengan istrinya kelak.

Tegas dalam hal peraturan, kedisiplinan dan norma-norma agama. Tegas dalam waktu.

Raka. Menjadi penerus Ayahnya. Baik dalam memipin perusahaan atau keluarga. Sebelum Raka lulus kuliah di Yaman, saat ini perusahaan di urus oleh orang kepercayaan Ayahnya. Rudi. Adik dari Sang Ayah.

Saat mengetahui Izaa-Adik bungsunya menjadi korban tabrak lari. Bukanlah hal yang sulit, untuk menemukan pelakunya. Nama Kamal Hendrawan-Ayahnya, sudah dikenal banyak orang. Bahkan luar kota dan mancanegara. Dengan kewirausahaan yang selalu jujur dan amanah, serta sikap dan sifat beliau yang sangat berbudi luhur, mengikuti panutannya-Rasulullah. Tentulah sangat disegani Masyarakat.

Lusa Raka akan melamar salah satu guru di Madrosah Anharul ‘ulum. Tepatnya, putra dari sahabat baik Almarhum Ayahnya.

Bukanlah hal yang mudah menerima perjodohan. Apalagi, ini zaman 2021. Bukan lagi zaman Siti Nurbaya. Karena kapatuhan Raka pada perintah Orang Tua, ia menyetujuinya. Selama itu baik, kenapa tidak? Fikirnya.

Saat masa ta'aruf. Raka hanya bisa geleng-geleng kepala. Bagaimana bisa ia menolak? Sedang yang akan menjadi penyempurna ibadahnya itu sangatlah shalihah. Alim, cantik, dewasa dan keibuan. Manis pula. Tak mungkin Raka menolak. Sedang didepan mata ialah Bidadari jelita yang dikirim Tuhan untuknya.

Meski umurnya hanya terpaut satu tahun, tapi Ajeng-calon istri Raka itu sangatlah dewasa. Berpakauan syar'i seperti adiknya. Tentulah Raka sangat tergila-gila meski hanya satu pertemuan saja. Raka tak bisa lepas dari pandangannya. Ia ingin segera menggenggam tangannya, meraihnya, berjalan berdua dimuka bumi menuju kenikamatan abadi. Jannatullah.

Ahh, fikiran Raka terlalu jauh. Baru juga mau lamaran, sudah memikirkan momongan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nurasyikin Ikin
NICE!!!...️...️......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Di Antara Dua Senja   02. Lamaran

    Seserahan lamaran sudah tertata rapih dikediaman mempelai wanita. Cincin pertunangan sudah dibeli tepat saat hari dimana Izza pulang dari Rumah Sakit.Izza melihat Raka dengan mata sendu. Khawatir, cinta dan sayang dari Abangnya akan berkurang karena akan dibagi dengan kekasih halalnya kelak.Izza tertunduk lesu saat melihat calon kakak iparnya datang keruang pertunangan. Berbeda dengan Ibu dan Abangnya. Terlihat nampak jelas binar bahagia dari raut wajah mereka. Terekah senyum tak henti-hentinya menghiasi wajah Raka.Raka yang menyadari mimik muka sang Adik, ia mengerti dan faham betul apa yang difikirkannya. Ia akan menjelaskannya nanti, setelah acara selesai.Acara demi acara telah usai digelar. Dari penyambutan dari kedua belah pihak, pemasangan cincin yang dilakukan ibu dari mempelai pria-Lisa, penetapan tanggal pernikahan dan ditutup dengan makan-makan.Para tamu sudah pulang kerumah masing-masing. Begitu juga dengan tanggal pernikahan yang s

    Last Updated : 2021-07-06
  • Di Antara Dua Senja   03. Malaikat Penolong

    " Hallo, kantor Polisi? Saya sedang mengikuti pelaku Penculikan. Segera datang ke Lokasi yang saya kirim,” hanya respon anggukan dari seberang telepon.“Tuttt ...” telepon terputus.Mobil jeep hitam itu berhenti di Rumah bercat putih. Rumah minimalis dengan hiasan beberapa pohon mangga itu terlihat asri. Siapa penculik dan korban penculikan itu? Bertanya-tanya, masih dalam mobil sedan putih miliknya.“Cepat, turunkan dia!” perintahnya dengan wajah sangar.Ada masalah apa sampai dia menculik perempuan tersebut? Jika demi uang tebusan, sepertinya tidak mungkin. Melihat ada dua sepeda motor dibagian garasi miliknya. Dia teihat tidak kekurangan apapun dari segi materi.“Tolong ... Lepaskan Saya! Kenapa kalian menculik saya? Ada masalah apa dengan saya? Hiks,”“Ada masalah apa kamu tanya?! Hah?! Lupa dengan adik saya yang kamu penjarakan?!” Keluar sudah amarahnya kali ini. Membalaskan dendam s

    Last Updated : 2021-07-06
  • Di Antara Dua Senja   04. Hilmi Khoirullah

    Kebahagiaan turun setelah adanya awan gelap. Akankah benar seperti itu? Ia selalu mendapat bullyan dari teman-temannya, karena jilbab lebarnya. Entah sebutan ‘Ibu-ibu, ukhty, sok alim dan sebagainya'. Tak pedulikan, tetapi tetap menohok meski sudah terbiasa sejak masuk kuliah. Izza belum menemukan Orang yang tepat untuk dijadikan seorang Sahabat. Berbagi suka dan duka. Kebanyakan, Temannya hanya datang disaat butuh saja. Memanfaatkan Izza yang baik hati dengan kepintarannya, memanfaatkan materinya, atau lainnya.Semurni itu hati seorang Izzatun Nisa. Meski ia tau hanya ‘Memanfaatkan' Izza tetap melakukannya dengan ikhlas dan lapang dada. Izza pernah mendengar hadist. “Orang yang paling baik, ialah orang uang paling bermanfaat bagi orang lain”. Meski dimanfaatkan, selama itu bisa membantu dalam kebaikan, kenapa tidak? Prinsif Izza.Awan menjadi gelap. Turun rahmat Allah lewat guyuran hujan yang membasahi bumi. Ciri khas bau tanah ini sangat Izza

    Last Updated : 2021-07-06

Latest chapter

  • Di Antara Dua Senja   04. Hilmi Khoirullah

    Kebahagiaan turun setelah adanya awan gelap. Akankah benar seperti itu? Ia selalu mendapat bullyan dari teman-temannya, karena jilbab lebarnya. Entah sebutan ‘Ibu-ibu, ukhty, sok alim dan sebagainya'. Tak pedulikan, tetapi tetap menohok meski sudah terbiasa sejak masuk kuliah. Izza belum menemukan Orang yang tepat untuk dijadikan seorang Sahabat. Berbagi suka dan duka. Kebanyakan, Temannya hanya datang disaat butuh saja. Memanfaatkan Izza yang baik hati dengan kepintarannya, memanfaatkan materinya, atau lainnya.Semurni itu hati seorang Izzatun Nisa. Meski ia tau hanya ‘Memanfaatkan' Izza tetap melakukannya dengan ikhlas dan lapang dada. Izza pernah mendengar hadist. “Orang yang paling baik, ialah orang uang paling bermanfaat bagi orang lain”. Meski dimanfaatkan, selama itu bisa membantu dalam kebaikan, kenapa tidak? Prinsif Izza.Awan menjadi gelap. Turun rahmat Allah lewat guyuran hujan yang membasahi bumi. Ciri khas bau tanah ini sangat Izza

  • Di Antara Dua Senja   03. Malaikat Penolong

    " Hallo, kantor Polisi? Saya sedang mengikuti pelaku Penculikan. Segera datang ke Lokasi yang saya kirim,” hanya respon anggukan dari seberang telepon.“Tuttt ...” telepon terputus.Mobil jeep hitam itu berhenti di Rumah bercat putih. Rumah minimalis dengan hiasan beberapa pohon mangga itu terlihat asri. Siapa penculik dan korban penculikan itu? Bertanya-tanya, masih dalam mobil sedan putih miliknya.“Cepat, turunkan dia!” perintahnya dengan wajah sangar.Ada masalah apa sampai dia menculik perempuan tersebut? Jika demi uang tebusan, sepertinya tidak mungkin. Melihat ada dua sepeda motor dibagian garasi miliknya. Dia teihat tidak kekurangan apapun dari segi materi.“Tolong ... Lepaskan Saya! Kenapa kalian menculik saya? Ada masalah apa dengan saya? Hiks,”“Ada masalah apa kamu tanya?! Hah?! Lupa dengan adik saya yang kamu penjarakan?!” Keluar sudah amarahnya kali ini. Membalaskan dendam s

  • Di Antara Dua Senja   02. Lamaran

    Seserahan lamaran sudah tertata rapih dikediaman mempelai wanita. Cincin pertunangan sudah dibeli tepat saat hari dimana Izza pulang dari Rumah Sakit.Izza melihat Raka dengan mata sendu. Khawatir, cinta dan sayang dari Abangnya akan berkurang karena akan dibagi dengan kekasih halalnya kelak.Izza tertunduk lesu saat melihat calon kakak iparnya datang keruang pertunangan. Berbeda dengan Ibu dan Abangnya. Terlihat nampak jelas binar bahagia dari raut wajah mereka. Terekah senyum tak henti-hentinya menghiasi wajah Raka.Raka yang menyadari mimik muka sang Adik, ia mengerti dan faham betul apa yang difikirkannya. Ia akan menjelaskannya nanti, setelah acara selesai.Acara demi acara telah usai digelar. Dari penyambutan dari kedua belah pihak, pemasangan cincin yang dilakukan ibu dari mempelai pria-Lisa, penetapan tanggal pernikahan dan ditutup dengan makan-makan.Para tamu sudah pulang kerumah masing-masing. Begitu juga dengan tanggal pernikahan yang s

  • Di Antara Dua Senja   01. Tabrak Lari

    Orang bilang; Hujan turun dari awan yang gelap. Begitu juga kehidupan. Adanya kebahagiaan, setelah guyuran hujan membasahi pipi. Setiap hal yang ada dibumi, ada sebab akibatnya. Kerugian dan keuntungan.“Titttttt ...”Decitan rem dan klakson mobil saling bersahutan memekakkan telinga. Riuh piuh warga berbondong-bondong melihat, siapa korban tabrak lari dekat lampu merah sore ini.Darah segar mengalir dari pelipis seorang gadis yang terbalut jilbab. Warga segera membopong korban ke trotoar, agar tak menghalangi jalan pengemudi lain. Beberapa warga ada yang sibuk saling tatap muka, bertanya ‘Siapa pelaku tabrak larinya?’. Salah satu warga segera menghubungi pihak Rumah Sakit untuk segera mengirim Ambulance. Sebagian warga ada yang segera melaporkan kepihak berwajib, agar pelaku segera di adili.“Ngiungg ... Ngiungg ... Ngiungg ...”Suara sirine Ambulance menjauh. Pertanda sang korban telah di bawa ke Rumah Sakit.

DMCA.com Protection Status