" Hallo, kantor Polisi? Saya sedang mengikuti pelaku Penculikan. Segera datang ke Lokasi yang saya kirim,” hanya respon anggukan dari seberang telepon.
“Tuttt ...” telepon terputus.
Mobil jeep hitam itu berhenti di Rumah bercat putih. Rumah minimalis dengan hiasan beberapa pohon mangga itu terlihat asri. Siapa penculik dan korban penculikan itu? Bertanya-tanya, masih dalam mobil sedan putih miliknya.
“Cepat, turunkan dia!” perintahnya dengan wajah sangar.
Ada masalah apa sampai dia menculik perempuan tersebut? Jika demi uang tebusan, sepertinya tidak mungkin. Melihat ada dua sepeda motor dibagian garasi miliknya. Dia teihat tidak kekurangan apapun dari segi materi.
“Tolong ... Lepaskan Saya! Kenapa kalian menculik saya? Ada masalah apa dengan saya? Hiks,”
“Ada masalah apa kamu tanya?! Hah?! Lupa dengan adik saya yang kamu penjarakan?!” Keluar sudah amarahnya kali ini. Membalaskan dendam sang adik yang perempuan sok suci ini penjarakan.
“T-tapi, dia bersalah dan harus bertanggung jawab atas kesalahannya,” dengan ketakutan, Izza menatap pria sangar dihadapannya.
“Hahaha, kenapa? Takut?! Bawa dia masuk!” perintahnya. Diangguki kedua anak buahnya.
Tak tega melihat perempuan berjilbab hitam syar'i itu menangis. Semakin ia menangis dan banyak bertanya, semakin kasar anak buah itu menyeretnya.
“Bugh!” sebelum pintu dibuka, pemuda itu lebih dulu menyerang mereka.
“Lepaskan dia! Jangan kasar sama perempuan!” ia tak tahan lagi untuk tidak menghajar mereka.
Tak terima ada Malaikat disiang bolong, terjadilah perkelahian yang tak bisa dielakkan. Satu lawan tiga. Tak adil, bukan?
Dengan gesit, pemuda tersebut segera menangkis serangan lawan. Dua orang sudah tumbang.
“Hahahaa! Angkat tangan, kalo mau selamat! Atau, perempuan ini gue tembak!” ancamnya.
Menodongkan pistol kepelipis Izza. Tentu pemuda itu panik dan segera mengangkat tangan sesuai perintahnya.
“Bugh!”
“Perbuatan rendahan, menyerang lawan setelah angkat tangan,” darah segar keluar dari mulutnya.
Licik! Meski sudah mengangkat tangan, ia masih ditembak tepat di dada bidangnya.
Sebelum pandangannya gelap sempurna, terdengar ledakan pistol kembali.
“Dorr! Angakat tangan kalian, tempat ini sudah dikepung oleh Polisi!”
“Po-Polisi ...” lepas sudah cahaya menjadi gelap sempurna.
“Ngiungg ... Ngiungg ... Ngiungg ...”
Sirine mobil Polisi telah pergi bersamaan dengan Ambulance yang membawa korban Penculikan dan tembakan yang tak sadarkan diri.
Dimobil lain, Polisi sudah meringkus ketiganya untuk diadili.
“Izzaaa! Kamu gak pa-pa, sayang?” Lisa datang setelah diberitahu pihak berwajib.
“Ibu ... Gak pa-pa, kok. Tadi ada yang nolongin Izza, ibu udah ketemu sama dia?” suara yang masih lemas, membuat Izza kesusahan saat bertanya.
“Hah?! Si-siapa? Ibu gak tau, Nak. Polisi hanya memberitahu kamu korban penculikan dan dilarikan ke Rumah sakit ini,”
Memang benar. Polisi tak memberihatu identitas yang menolong Izza atas permintaan seseorang.
“Baiklah. Semoga dia baik-baik saja dan semoga, suatu saat aku dipertemukan untuk berterimakasih padanya, Bu,” harapnya. Menatap nanar dinding bercat putih dihadapannya.
“Aamiin ...”
Izza hanya syok, terdapat beberapa luka lebam dibagian lutut dan lengan. Ia diperbolehkan pulang hari ini.
Izza rindu Madrosah dan kuliahnya. Acara Madrosah kemarin ia tak hadir karena insiden penculikan dan Kuliah ia kembali izin tidak masuk sampai benar-benar pulih.
Bosan. Izza menyalakan televisi. Beberapa channel menayangkan adegan yang menurutnya kurang berfaedah. Adegan bucien, perebutan materi dan perebutan kasih sayang suami. Segera mengganti channel, menekan beberapa nomor.
“Pemirsa. Barita hari ini, pemuda yang mempunyai karis gemilang. Dengan ilmu bela diri yang mumpuni. Shalih, rajin ibadah, serta pintar mengaji. Membuat para kaum Hawa tergila-gila, siapakah sosok pemuda tersebut?
Hilmi Khoirullah. Pemuda asal jabodetabek ini menggebrak dunia dengan karirnya yang gemilang. Berikut data keseharian beliau ...”
“Bentar, kok kayak pernah lihat, ya,” Izza mencoba mengingat setelah melihat foto Hilmi Khoirullah. Nihil, Izza malah menjadi pusing dan tak mengingat apapun.
“Ah, sudahlah. Mungkin nanti juga ingat sendiri. Lebih baik aku segera bersiap mengajar ke Madrosah. Sebentar lagi Ashar tiba,” peringatnya pada diri sendiri. Mematikan televisi dan menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Allahuakbar ... Allahuakbar ...
Panggilan dari Sang Kuasa tiba. Mensucikan diri. Menggelar sajadah dan melaksanakan sunnah dua rakaat sebelum wajibnya. Sayang jika Izza lewatkan, pahalanya sama dengan shalat dua rakaat sebelum shubuh.
“Assalamualaikum warohmatullah ... Assalamualaikum warohmatullah ...” mengucapkan salam kekanan dan kekiri. Kemudian berdoa, meminta hajat pada Illahi.
“Ceklek ...”
“Izza? Kamu sudah selesai Nak, shalatnya?”
“ Alhamdulillah, sudah, Bu,” menatap sang Ibu sejenak, kembali melipat mukenahnya.
“Kamu hari ini mau ngajar ke Madrosah, Nak?”
“Iya, Bu. Kenapa? Ibu khawatir?”
Lisa mengangguk lesu. Pertanda meng-iyakan ungkapan puterinya.
“Bu ... Ibu tenang aja. Allah kan ada sama aku, Allah akan menjaga aku, kok. Lagipun, ini kan, menuju jalan kebaikan, Allah pasti selalu ada. Yaudah, kalo ibu masih khawatir, satu minggu ini aku diantar jemput sama Pak Eman ke Madrosah dan Kuliah. Asal ibu kasih izin aku buat keluar, gimana?”
“Baiklah, ibu kasih izin. Tapi tetap harus hati-hati, ya. Kabari ibu kalo ada apa-apa,” memeluk puteri bungsunya.
Deru mesin mobil hitam BMW pribadi milik keluarga Almarhum Kamal Hendrawan melaju membelah jalan raya pagi ini. Izza diantar Pak Eman-supir pribadi keluarga. Sudah lima hari ini, Izza selalu diantar jemput olehnya. Sesuai perjanjian Izza dan Lisa-ibunya.
Padahal mentari baru muncul menyinari, jalanan kota sudah dipadati kendaraan. Semoga tidak terlambat masuk kuliah. Batinya.
“Alhamdulillah. Terimakasih, Pak,” pamitnya membuka pintu sendiri. Ia tak ingin merepotkan Pak Eman seperti majikan muda yang lain. Selalu semena-mena pada pekerjanya.
Kebahagiaan turun setelah adanya awan gelap. Akankah benar seperti itu? Ia selalu mendapat bullyan dari teman-temannya, karena jilbab lebarnya. Entah sebutan ‘Ibu-ibu, ukhty, sok alim dan sebagainya'. Tak pedulikan, tetapi tetap menohok meski sudah terbiasa sejak masuk kuliah. Izza belum menemukan Orang yang tepat untuk dijadikan seorang Sahabat. Berbagi suka dan duka. Kebanyakan, Temannya hanya datang disaat butuh saja. Memanfaatkan Izza yang baik hati dengan kepintarannya, memanfaatkan materinya, atau lainnya.Semurni itu hati seorang Izzatun Nisa. Meski ia tau hanya ‘Memanfaatkan' Izza tetap melakukannya dengan ikhlas dan lapang dada. Izza pernah mendengar hadist. “Orang yang paling baik, ialah orang uang paling bermanfaat bagi orang lain”. Meski dimanfaatkan, selama itu bisa membantu dalam kebaikan, kenapa tidak? Prinsif Izza.Awan menjadi gelap. Turun rahmat Allah lewat guyuran hujan yang membasahi bumi. Ciri khas bau tanah ini sangat Izza
Orang bilang; Hujan turun dari awan yang gelap. Begitu juga kehidupan. Adanya kebahagiaan, setelah guyuran hujan membasahi pipi. Setiap hal yang ada dibumi, ada sebab akibatnya. Kerugian dan keuntungan.“Titttttt ...”Decitan rem dan klakson mobil saling bersahutan memekakkan telinga. Riuh piuh warga berbondong-bondong melihat, siapa korban tabrak lari dekat lampu merah sore ini.Darah segar mengalir dari pelipis seorang gadis yang terbalut jilbab. Warga segera membopong korban ke trotoar, agar tak menghalangi jalan pengemudi lain. Beberapa warga ada yang sibuk saling tatap muka, bertanya ‘Siapa pelaku tabrak larinya?’. Salah satu warga segera menghubungi pihak Rumah Sakit untuk segera mengirim Ambulance. Sebagian warga ada yang segera melaporkan kepihak berwajib, agar pelaku segera di adili.“Ngiungg ... Ngiungg ... Ngiungg ...”Suara sirine Ambulance menjauh. Pertanda sang korban telah di bawa ke Rumah Sakit.
Seserahan lamaran sudah tertata rapih dikediaman mempelai wanita. Cincin pertunangan sudah dibeli tepat saat hari dimana Izza pulang dari Rumah Sakit.Izza melihat Raka dengan mata sendu. Khawatir, cinta dan sayang dari Abangnya akan berkurang karena akan dibagi dengan kekasih halalnya kelak.Izza tertunduk lesu saat melihat calon kakak iparnya datang keruang pertunangan. Berbeda dengan Ibu dan Abangnya. Terlihat nampak jelas binar bahagia dari raut wajah mereka. Terekah senyum tak henti-hentinya menghiasi wajah Raka.Raka yang menyadari mimik muka sang Adik, ia mengerti dan faham betul apa yang difikirkannya. Ia akan menjelaskannya nanti, setelah acara selesai.Acara demi acara telah usai digelar. Dari penyambutan dari kedua belah pihak, pemasangan cincin yang dilakukan ibu dari mempelai pria-Lisa, penetapan tanggal pernikahan dan ditutup dengan makan-makan.Para tamu sudah pulang kerumah masing-masing. Begitu juga dengan tanggal pernikahan yang s
Kebahagiaan turun setelah adanya awan gelap. Akankah benar seperti itu? Ia selalu mendapat bullyan dari teman-temannya, karena jilbab lebarnya. Entah sebutan ‘Ibu-ibu, ukhty, sok alim dan sebagainya'. Tak pedulikan, tetapi tetap menohok meski sudah terbiasa sejak masuk kuliah. Izza belum menemukan Orang yang tepat untuk dijadikan seorang Sahabat. Berbagi suka dan duka. Kebanyakan, Temannya hanya datang disaat butuh saja. Memanfaatkan Izza yang baik hati dengan kepintarannya, memanfaatkan materinya, atau lainnya.Semurni itu hati seorang Izzatun Nisa. Meski ia tau hanya ‘Memanfaatkan' Izza tetap melakukannya dengan ikhlas dan lapang dada. Izza pernah mendengar hadist. “Orang yang paling baik, ialah orang uang paling bermanfaat bagi orang lain”. Meski dimanfaatkan, selama itu bisa membantu dalam kebaikan, kenapa tidak? Prinsif Izza.Awan menjadi gelap. Turun rahmat Allah lewat guyuran hujan yang membasahi bumi. Ciri khas bau tanah ini sangat Izza
" Hallo, kantor Polisi? Saya sedang mengikuti pelaku Penculikan. Segera datang ke Lokasi yang saya kirim,” hanya respon anggukan dari seberang telepon.“Tuttt ...” telepon terputus.Mobil jeep hitam itu berhenti di Rumah bercat putih. Rumah minimalis dengan hiasan beberapa pohon mangga itu terlihat asri. Siapa penculik dan korban penculikan itu? Bertanya-tanya, masih dalam mobil sedan putih miliknya.“Cepat, turunkan dia!” perintahnya dengan wajah sangar.Ada masalah apa sampai dia menculik perempuan tersebut? Jika demi uang tebusan, sepertinya tidak mungkin. Melihat ada dua sepeda motor dibagian garasi miliknya. Dia teihat tidak kekurangan apapun dari segi materi.“Tolong ... Lepaskan Saya! Kenapa kalian menculik saya? Ada masalah apa dengan saya? Hiks,”“Ada masalah apa kamu tanya?! Hah?! Lupa dengan adik saya yang kamu penjarakan?!” Keluar sudah amarahnya kali ini. Membalaskan dendam s
Seserahan lamaran sudah tertata rapih dikediaman mempelai wanita. Cincin pertunangan sudah dibeli tepat saat hari dimana Izza pulang dari Rumah Sakit.Izza melihat Raka dengan mata sendu. Khawatir, cinta dan sayang dari Abangnya akan berkurang karena akan dibagi dengan kekasih halalnya kelak.Izza tertunduk lesu saat melihat calon kakak iparnya datang keruang pertunangan. Berbeda dengan Ibu dan Abangnya. Terlihat nampak jelas binar bahagia dari raut wajah mereka. Terekah senyum tak henti-hentinya menghiasi wajah Raka.Raka yang menyadari mimik muka sang Adik, ia mengerti dan faham betul apa yang difikirkannya. Ia akan menjelaskannya nanti, setelah acara selesai.Acara demi acara telah usai digelar. Dari penyambutan dari kedua belah pihak, pemasangan cincin yang dilakukan ibu dari mempelai pria-Lisa, penetapan tanggal pernikahan dan ditutup dengan makan-makan.Para tamu sudah pulang kerumah masing-masing. Begitu juga dengan tanggal pernikahan yang s
Orang bilang; Hujan turun dari awan yang gelap. Begitu juga kehidupan. Adanya kebahagiaan, setelah guyuran hujan membasahi pipi. Setiap hal yang ada dibumi, ada sebab akibatnya. Kerugian dan keuntungan.“Titttttt ...”Decitan rem dan klakson mobil saling bersahutan memekakkan telinga. Riuh piuh warga berbondong-bondong melihat, siapa korban tabrak lari dekat lampu merah sore ini.Darah segar mengalir dari pelipis seorang gadis yang terbalut jilbab. Warga segera membopong korban ke trotoar, agar tak menghalangi jalan pengemudi lain. Beberapa warga ada yang sibuk saling tatap muka, bertanya ‘Siapa pelaku tabrak larinya?’. Salah satu warga segera menghubungi pihak Rumah Sakit untuk segera mengirim Ambulance. Sebagian warga ada yang segera melaporkan kepihak berwajib, agar pelaku segera di adili.“Ngiungg ... Ngiungg ... Ngiungg ...”Suara sirine Ambulance menjauh. Pertanda sang korban telah di bawa ke Rumah Sakit.