Halaman luas Istana Dalam yang dikuasai Ibu Suri itu dipenuhi pelayan-pelayan wanita yang berjaga—tidak ada satu pun pria di istana ini, persis seperti Istana Harem. Xie Yinlan tak berhenti memainkan ibu jarinya karena gugup, sesekali menatap ragu saat keduanya sudah berada tepat di dalam Istana Dalam. Ini pertama kali baginya sepanjang hidup di Istana Kekaisaran Jing, mengunjungi Istana Dalam untuk bertemu secara khusus dengan Ibu Suri, itu pengalaman yang mendebarkan sekaligus mungkin tak akan terulang. Yinlan sangat khawatir karena terakhir kali Ibu Suri memang sudah membencinya. Sehingga dia berpikir peluang mendapatkan restu pernikahan dari Ibu Suri sangatlah kecil. Sekali lagi, dia mengembuskan napas berat. Jemarinya bermain semakin cepat, detak jantungnya berlari kencang seperti seekor kuda perang. ‘Astaga, aku gugup sekali.’ Yinlan menundukkan kepalanya. Sejak tadi, Jing Xuan memperhatikan gelagat aneh Yinlan sepanjang perjalanan. Jing Xuan menghentikan langkahnya sepuluh
Yinlan menelan ludah, tangannya mengepal saat melihat Ibu Suri duduk santai di sebuah kursi di tengah taman itu. Sulit sekali untuk tidak gugup. Di depannya, alat musik Qin terhampar, jemari tangan Ibu Suri memetiknya dengan lihai, menciptakan nada-nada tak dikenal namun menenangkan. Jing Xuan melipat lengannya di depan dada, terlihat menikmati permainan musik Ibu Suri yang menenangkan. Yinlan menatap wajahnya lamat-lamat, dia baru tahu Jing Xuan menyukai hal semacam ini juga. Mereka berdiri di sana sekitar lima menit sampai Ibu Suri mengakhiri permainannya. Kini, kepalanya sudah tertoleh menatap sepasang manusia yang sejak tadi memperhatikannya dari jauh. Jing Xuan menggenggam tangan Yinlan yang dingin. Berjalan mendekat ke arah Ibu Suri yang duduk diam. “Ibunda, berapa kali sudah kukatakan, jangan terlau sering duduk di luar saat cuaca sedang dingin. Tidak masalah bermain Qin di dalam kamar, kan? Ibunda bisa sakit jika tak pernah mendengar perkataanku.” Jing Xuan tiba-tiba saj
Jing Xuan tersenyum puas. “Kenapa kalian belum makan juga?” Yinlan tertawa, “Kenapa kau menghabiskan semuanya?” “Tentu saja tidak. Aku sudah menyeleksi semua hidangan ini, A-Yin. Untukmu sudah tersedia di mangkukmu. Lihat, sayuran yang bergizi ini, daging sapi dan kurma dari Xinjiang ini. Semuanya sangat bagus untuk kandunganmu.” Jing Xuan menggeser mangkuk dan piring yang dipenuhi hidangan itu di depan Yinlan. Ibu Suri mematung sejenak. “Mengandung?” Jing Xuan mengangguk penuh semangat. “Ibunda, aku lupa memberitahu Ibunda. Tapi sekarang A-Yin memang sedang mengandung. Jika dia seorang laki-laki, aku akan memberikan tahtaku padanya kelak. Dia ia perempuan, aku akan membiarkannya melakukan apa pun yang disukainya, tidak terbatas pada aturan etika wanita. Dia akan ku perbolehkan belajar di Akademi Kekaisaran, atau berkelana di Dunia Persilatan, atau belajar di militer, atau—”“Berhenti bicara, Jing Xuan, aku mual mendengar suaramu.” Yinlan mendengus. Jing Xuan menutup mulutnya rap
Malam harinya, setelah Ibu Suri puas ditemani Yinlan, ia memerintahkan pada Yin Hong untuk mengantarnya kembali ke Istana Guangping dengan selamat. Yinlan membungkuk takzim di depannya sebelum meninggalkan Paviliun Qixuan di Istana Dalam yang besar itu. Ketika tiba di halaman luas Paviliun Qixuan, Yinlan terdiam dengan mulut terbuka lebar, matanya berkedip beberapa kali, tidak percaya melihat sebuah tandu mewah yang seolah menunggunya naik. Yin Hong mendekati tandu itu, dengan senyum sopan, dia menjawab kebingungan Yinlan ketika melihat tandu itu. “Yang Mulia Ibu Suri menghadiahkannya secara khusus untuk Yang Mulia Permaisuri. Beliau khawatir kau kelelahan berjalan dari Istana Dalam menuju Istana Guangping. Maka, terimalah niat baik Ibu Suri ini, Yang Mulia.” Yinlan tersenyum kikuk, ragu-ragu mengangkat kakinya menaiki tandu mewah itu. ‘Padahal jaraknya tidak sampai lima ratus meter.’ Ada enam orang pelayan pria bertubuh gagah yang membawa tandu itu. Yinlan yakin saat melihat Per
“Omong-omong, A-Yin. Bolehkah aku bertanya sesuatu?” Dalam perjalanan kembali ke kamar, Jing Xuan tiba-tiba bertanya. Yinlan diam, menyuruhnya melanjutkan pertanyaan. “Soal penawar yang kamu berikan padaku …, sejak awal aku penasaran, itu penawar apa?” Jing Xuan melihat ke arahnya. Yinlan terdiam dengan wajah separuh tegang separuh cemas. Dia ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi hatinya memintanya untuk merahasiakannya. “Itu, aku kurang tahu. Aku mendapatkannya dari Xi Feng.” Yinlan tersenyum kikuk. Jing Xuan tidak bertanya lagi. Mereka memasuki halaman istana tanpa bicara. Di ruang makan, sejumlah hidangan telah tersedia. Zhu Yan bilang itu baru disiapkan beberapa menit sebelum Yinlan sampai. Mereka masih mengepulkan uap. Jing Xuan menyeret kursi yang akan diduduki oleh Yinlan. Dengan penuh perhatian, bahkan menyiapkan makanan untuknya. Jing Xuan tersenyum tipis, “Sebenarnya aku tidak pandai menyenangkan hati wanita. Ini pertama kalinya aku benar-benar berperan seperti suami
Salju turun sangat lebat esok paginya. Menyelimuti seluruh Ibu Kota dengan warna putih. Juga Istana Guangping. Yinlan menghela napas kesal. Memeluk tubuhnya sendiri. Berdiri di depan jendela, menatap halaman kediamannya yang tertutup salju. Salju yang lebat sangat membosankan ketika hampir tiba di penghujung musim dingin. Belum lagi, hari ini seharusnya Pengurus Etiket Lu akan menjemputnya untuk belajar Etika Pernikahan Keluarga Kekaisaran.Tapi dengan salju selebat ini, dia malas keluar rumah, berharap bisa duduk di kediaman sambil menyulam atau melukis. Jing Xuan menutup pintu kamar, meletakkan payung di samping pintu, kemudian menghampirinya. “A-Yin.” Panggilnya, melingkarkan lengan di pinggangnya, memeluk dari belakang. “Rapat rutinnya sudah berakhir?” tanya Yinlan. Jing Xuan mengangguk, meletakkan dagunya di atas pundak Yinlan. “Ini sudah pukul sembilan, tentu saja sudah berakhir.”Yinlan mendengus. “Pengurus Etiket Lu sungguh terlambat.” “Hari ini, kamu tidak perlu belaja
Ketika hari semakin siang, hujan salju berhenti, menyisakan kesiur angin yang dingin menusuk kulit dan langit berwarna abu-abu yang suram. Jing Xuan duduk di dekat jendela, Yinlan berada di pangkuannya. Jing Xuan memeluknya dengan erat, mengusir hawa dingin ini. “A-Yin, apakah kau sungguh tidak merindukan orang tuamu?” Jing Xuan tiba-tiba menceletuk. Memilih untuk membahas hal yang selama ini selalu ia hindari. Yinlan tidak memberikan jawaban, menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jing Xuan, terlihat menghela napas pelan. “Maksudku adalah, kita akan menikah, tapi kau tidak pernah memintaku untuk datang kepada mereka untuk meminta restu. A-Yin, apakah hubunganmu dengan mereka baik-baik saja?” Jing Xuan bertanya lebih lembut. Ia takut pembahasan ini ternyata melukai hati Yinlan. Jika mengingat hubungan Yinlan dengan Qingyan yang memang tidak pernah akur, Jing Xuan tiba-tiba saja menebak kalau Yinlan memang tidak dekat dengan keluarganya. “Jing Xuan …, kamu mengetahuinya lebih ba
Beruntung, hari ini Balai Opera Jiulu sedang memiliki opera besar. Orang-orang di pinggir jalan membicarakannya. Bahwa itu adalah karangan Guru Bai Hua dari kelompok opera besar di Kota Qingzhou. Bai Hua datang ke Ibu Kota bersama tiga orang muridnya atas undangan Kekaisaran pada saat acara perayaan tahun baru beberapa hari yang lalu. Tapi insiden itu membuat penampilan mereka dibatalkan begitu saja. Ada banyak warga yang menyayangkan kegagalan itu.Jadi, pengelola Balai Opera Jiulu mengundang mereka untuk tampil atas izin pejabat pemerintah. Biaya pun ditanggung pemerintah untuk menebus pembatalan yang tiba-tiba itu. Mereka dijadwalkan akan tampil sore ini hingga malam hari di panggung opera utama Balai Jiulu. Meski banyak yang menyayangkan karena Shangguan Yan tidak berpartisipasi dalam pertunjukan besar ini, mereka tetap menantikannya dengan antusias. Kereta kuda berhenti di depan Balai Opera Jiulu, A-Yao membuka tirai di pintu, kepalanya melongok ke dalam, “Yang Mulia, apakah
Istana Guangping menjadi sangat ramai lima tahun ke depan. Dua orang anak yang terlihat sangat mirip setiap hari berlarian di halamannya, saling mengejar, saling mencoba menjatuhkan. Satu anak adalah perempuan, dia memegang pedang kayu dan terus mengarahkannya pada si anak laki-laki sambil berkata, “Berhenti, penjahat!” Semenatra yang laki-laki tertawa riang, terus berkata bahwa si anak perempuan tidak akan bisa menangkapnya. Di dalam istana, Yinlan sedang sibuk menatap sejumlah tusuk rambut di atas meja. Bingung memilih mau pakai yang mana. “Bagaimana dengan ini?” Jing Xuan menunjukkan tusuk konde yang berwarna perak dengan batu giok putih yang indah. Yinlan menggeleng, “Aku rasa aku sudah memakai itu kemarin lusa.” “Tidak apa, pakai lagi saja.” Jing Xuan menguap, sudah satu jam dia berdiri di depan meja rias Yinlan, dan gadis itu masih belum menentukan akan memakai apa. “Aku pakai ini saja lah.” Yinlan mengambil tusuk rambut bunga rong yang pernah Jing Xuan berikan padanya du
A-Yao tampak kerepotan, menerima sejumlah hadiah dari tamu-tamu luar Ibukota yang menghadiri pernikahan terbesar di seluruh Kekaisaran Jing ini. “A-Yao, sampaikan ucapan selamatku pada Permaisuri, ya?” terlihat Nona Kelima Jiang tersenyum ramah sambil menyerahkan sebuah kotak kayu besar. A-Yao mengangguk sambil tersenyum, “Terima kasih sudah datang.” Mao Lian berdiri di dekat pintu sambil menatapnya dengan tatapan remeh, “Kau tampak sibuk, A-Yao.” A-Yao mendengus sambil menatap tajam ke arahnya, “Dari pada diam menjadi pagar seperti itu, lebih baik kau membantuku.” Mao Lian terkekeh lalu menghampirinya. Sebelum mulai membantu, dia mendekatkan mulutnya ke telinga A-Yao dan berbisik, “Baru saja Yang Mulia memberkati pernikahan untukku, A-Yao. Apakah kau terkejut?” A-Yao terdiam kaku, matanya membulat sempurna, berkedip beberapa kali. “Be-benarkah? Bagaimana mungkin,” A-Yao menyeringai tipis, mencoba mengendalikan perasaannya yang tidak karuan. Dia membatin, ‘Diberkati pernikahan?
Yinlan merebahkan tubuhnya di ranjang, Jing Xuan menjadikan pahanya sebagai bantal. Tangannya bergerak mengusap pelan helai rambut panjangnya. Aroma wangi ini, Jing Xuan sangat merindukannya. Sejak baru tiba sore lalu, Yinlan sama sekali tak mau melepaskannya. Dia selalu tersenyum dan berkata harus selalu bersama untuk menebus hari-hari saat berpisah. “A-Yin, berapa bulan lagi sampai hari kelahirannya?” tanya Jing Xuan, memecah keheningan. “Hm …,” Yinlan berpikir sejenak, “Ini sudah lama memasuki bulan ke-tujuh. Sebentar lagi bulan ke-delapan.” “Sebentar lagi, ya ….” Jing Xuan menghela napas, “Tapi dua bulan lagi sangat lama.”“Jika melewatinya bersama-sama, harusnya tidak terlalu lama.” Yinlan tersenyum lebar sampai matanya menyipit. “A-Yin, aku tidak bisa menepati janjiku untuk menikahimu di ujung musim dingin.” Jing Xuan menunduk merasa bersalah. Yinlan menepuk punggung tangannya, “Kita menikah di awal musim semi saja. Bukankah itu bagus?” “Apakah menurutmu begitu?” Yinlan
Dua minggu kemudian. Kabar mengenai kepulangan Jing Xuan telah tiba di Istana. Semua orang menyambutnya di depan gerbang istana, termasuk Yinlan dan Ibu Suri. Kabar peperangan dengan Negara Shang yang mendadak itu juga telah sampai di Ibukota sejak dua minggu lalu. Para warga merasa bersyukur saat tahu sang Kaisar berada di sana untuk meredakan kekacauan. Kini, mereka sudah berkumpul di tepian jalan untuk menyambut Kaisar mereka. Melempar bunga dengan wajah tersenyum lebar, sambil memanjatkan do’a dan pujian untuk pahlawan nomor satu itu. Jing Xuan hanya menaiki seekor kuda hitam, tidak ada tandu atau kereta kuda yang mewah yang menemaninya. Di belakangnya hanya ada dua orang tabib, dan sepuluh orang prajurit yang mengantar kepergiannya. Itu sungguh hanya kepulangan sederhana yang tidak disiapkan secara khusus. Namun semua orang justru merasa senang untuknya dan mengucapkan beribu-ribu kata syukur. Jing Xuan juga secara khusus turun dari kudanya dan menggendong anak-anak usia tig
Kamp Militer Perbatasan Utara. Jing Xuan duduk tegak di kursi, wajahnya sangat serius. Dia sedang membaca sebuah buku. Buku medis kuno yang Shangguan Yan bawa dari ruang bawah tanah beracun milik Ye Qing di Tingzhou. Dalam buku itu, tertulis bahwa Teratai Hitam bukanlah racun. Melainkan sejenis obat mujarab yang bisa membentuk ketangguhan fisik luar biasa, obat yang bisa menetralisir semua jenis racun yang tumbuh di dunia ini. Obat itu memberikan efek samping yang cukup kejam bagi pemakainya. Semua gejala menyakitkan yang Yinlan alami setiap bulan itu adalah efek sampingnya. Dan selamanya tidak bisa dihilangkan. Dalam setiap bulan, akan selalu ada hari di mana tubuh itu sendiri tiba di titik terlemahnya. Jing Xuan menggeram, “Kenapa aku tidak mengalami siklus bulanan ini juga? Padahal aku jelas-jelas meminumnya, kan?” Xi Feng menghela napas, “Yang Mulia, Teratai Hitam yang kau minum itu hanya semangkuk penawar racun saja, bukan lagi jenis obat yang sama. Permaisuri meminum selur
Satu minggu kemudian, Selir Agung Qin ditemukan di Prefektur Barat Ibukota. Jubah kekaisarannya entah hilang ke mana, semua perhiasan emas yang melekat di tubuhnya juga telah raib. Pangeran Ming menggunakan kereta kuda untuk membawanya kembali ke Istana. Sepanjang perjalanan, Selir Agung tidak mengeluarkan sepatah kata pun meski Pangeran Ming berada tepat di depannya. Pangeran Ming tidak berharap wanita itu akan bertanya tentang kenapa dia ditangkap, atau mau membawanya ke mana. Dia berpikir wanita ini akan menanyakan keadaan putranya. Namun keduanya sama sekali tidak terdengar keluar dari mulutnya. Pangeran Ming menghela napas, dia mengeluarkan sapu tangan dengan bordir lambang Keluarga Jing miliknya. Lalu dia meletakkannya di atas paha Selir Agung dan berkata, “Sekalah kotoran di wajahmu. Haoyu tidak akan suka melihatnya.” Selir Agung tersenyum tipis, “Aku bahkan tidak pantas mengambil barang milik Keluarga Jing kalian.”“Memang benar …, lagi pula, untuk apa kau memedulikan pen
Yu adalah marga sebenarnya Selir Agung Qin. Pangeran Ming menatap punggungnya, “Ibumu bahkan tidak memedulikan nasibmu, Haoyu.” Ruangan penjara itu semakin senyap, Pangeran Chi mengangkat kepala, lantas terkekeh pelan, “Kau tidak berhak menilai hubungan ibu dan anak di antara kami, Jing Tian.”“Satu hari setelah tindakan bodohmu, aku terus mencari keberadaan Selir Agung Qin di mana pun. Dia melarikan diri, bersembunyi di suatu tempat menunggu kesempatan pergi dari Ibukota yang sudah seperti neraka baginya ini. Tanpa memedulikan putranya.” Pangeran Ming diam sejenak. Dia menunggu Pangeran Chi berbalik dan menatapnya sebelum dia melanjutkan perkataan yang kian lama semakin menyakitkan itu. Namun Pangeran Chi tidak sebaik hati itu untuk mendengarkan penjelasannya. Dia tampak tidak begitu peduli dengan apa yang ibunya lakukan padanya. “Jing Haoyu.” Pangeran Ming menggeram dengan tangan mengepal. “Apa? Kau mau berkata bahwa aku ditelantarkan? Hah, kau juga tidak berhak.” Pangeran Mi
Pangeran Ming menutup rapat pintu Istana Guangping, sebelum meninggalkan tempat itu, dia menghela napas pelan. “Yang Mulia, Biro Pusat Keamanan dan Kementerian Hukum sudah menunggu.” pengawalnya melaporkan. “Ada berapa orang yang terlibat dalam pemberontakan itu?” tanya Pangeran Ming, langkahnya dengan cepat meninggalkan Istana Guangping. “Kementerian Ritus dan Adipati Wei terlibat. Mereka bersekongkol mengadakan pernikahan palsu agar Tuan Muda Wei tidak dicurigai. Dia yang membantu Pangeran Chi menculik Tuan Muda Ouyang dari Suzhou untuk dicuri identitasnya.” “Nona Kelima Jiang mengalami depresi karena pernikahannya ternyata tidak sungguh-sungguh. Selir Agung Qin melarikan diri. Sementara waktu, dia mungkin masih berada di Ibukota karena semua gerbang telah ditutup sejak hari pemberontakan.” Pangeran Ming mengangguk-angguk, menerima semua laporan itu dengan cepat. “Jangan pernah membuka gerbang itu sebelum Selir Agung ditemukan. Berikan kompensasi atas kerugian yang dialami Nona
BRUK! Jing Xuan meringis, tersungkur beberapa meter dari lokasi pertarungan. Pedangnya terlepas dari genggaman, berkelontang. Dia kembali berdiri dengan tubuh bergetar. Tangannya bergerak menyeka ujung bibir yang masih menyisakan jejak darah. Sudah lama dia tidak mengeluarkan banyak kekuatan. Tubuhnya terkejut menerima hantaman demi hantaman, terlebih, Ye Qing lebih berpengalaman, jelas lebih kuat berkali-kali lipat darinya. Jing Xuan memungut pedangnya. Memasang kuda-kuda kokoh, dia harus bisa segera mengakhirinya. Seseorang masih menunggunya dengan cemas. Shangguan Yan berteriak kencang, tubuhnya melesat cepat, melompat ke udara dengan Pedang Baijiu yang sudah berlumuran darah meski belum membunuh satu orang pun. Ye Qing mendengus, “Bocah merepotkan. Pergi kau ke neraka!” Shangguan Yan menyeringai, Liu Xingsheng melemparkan tombak Jing Xuan yang sebelumnya dibuang oleh Ye Qing. Dengan langkah halus, Shangguan Yan menjejakkan kakinya pada tombak yang masih melesat itu. Tangan