“Omong-omong, A-Yin. Bolehkah aku bertanya sesuatu?” Dalam perjalanan kembali ke kamar, Jing Xuan tiba-tiba bertanya. Yinlan diam, menyuruhnya melanjutkan pertanyaan. “Soal penawar yang kamu berikan padaku …, sejak awal aku penasaran, itu penawar apa?” Jing Xuan melihat ke arahnya. Yinlan terdiam dengan wajah separuh tegang separuh cemas. Dia ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi hatinya memintanya untuk merahasiakannya. “Itu, aku kurang tahu. Aku mendapatkannya dari Xi Feng.” Yinlan tersenyum kikuk. Jing Xuan tidak bertanya lagi. Mereka memasuki halaman istana tanpa bicara. Di ruang makan, sejumlah hidangan telah tersedia. Zhu Yan bilang itu baru disiapkan beberapa menit sebelum Yinlan sampai. Mereka masih mengepulkan uap. Jing Xuan menyeret kursi yang akan diduduki oleh Yinlan. Dengan penuh perhatian, bahkan menyiapkan makanan untuknya. Jing Xuan tersenyum tipis, “Sebenarnya aku tidak pandai menyenangkan hati wanita. Ini pertama kalinya aku benar-benar berperan seperti suami
Salju turun sangat lebat esok paginya. Menyelimuti seluruh Ibu Kota dengan warna putih. Juga Istana Guangping. Yinlan menghela napas kesal. Memeluk tubuhnya sendiri. Berdiri di depan jendela, menatap halaman kediamannya yang tertutup salju. Salju yang lebat sangat membosankan ketika hampir tiba di penghujung musim dingin. Belum lagi, hari ini seharusnya Pengurus Etiket Lu akan menjemputnya untuk belajar Etika Pernikahan Keluarga Kekaisaran.Tapi dengan salju selebat ini, dia malas keluar rumah, berharap bisa duduk di kediaman sambil menyulam atau melukis. Jing Xuan menutup pintu kamar, meletakkan payung di samping pintu, kemudian menghampirinya. “A-Yin.” Panggilnya, melingkarkan lengan di pinggangnya, memeluk dari belakang. “Rapat rutinnya sudah berakhir?” tanya Yinlan. Jing Xuan mengangguk, meletakkan dagunya di atas pundak Yinlan. “Ini sudah pukul sembilan, tentu saja sudah berakhir.”Yinlan mendengus. “Pengurus Etiket Lu sungguh terlambat.” “Hari ini, kamu tidak perlu belaja
Ketika hari semakin siang, hujan salju berhenti, menyisakan kesiur angin yang dingin menusuk kulit dan langit berwarna abu-abu yang suram. Jing Xuan duduk di dekat jendela, Yinlan berada di pangkuannya. Jing Xuan memeluknya dengan erat, mengusir hawa dingin ini. “A-Yin, apakah kau sungguh tidak merindukan orang tuamu?” Jing Xuan tiba-tiba menceletuk. Memilih untuk membahas hal yang selama ini selalu ia hindari. Yinlan tidak memberikan jawaban, menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jing Xuan, terlihat menghela napas pelan. “Maksudku adalah, kita akan menikah, tapi kau tidak pernah memintaku untuk datang kepada mereka untuk meminta restu. A-Yin, apakah hubunganmu dengan mereka baik-baik saja?” Jing Xuan bertanya lebih lembut. Ia takut pembahasan ini ternyata melukai hati Yinlan. Jika mengingat hubungan Yinlan dengan Qingyan yang memang tidak pernah akur, Jing Xuan tiba-tiba saja menebak kalau Yinlan memang tidak dekat dengan keluarganya. “Jing Xuan …, kamu mengetahuinya lebih ba
Beruntung, hari ini Balai Opera Jiulu sedang memiliki opera besar. Orang-orang di pinggir jalan membicarakannya. Bahwa itu adalah karangan Guru Bai Hua dari kelompok opera besar di Kota Qingzhou. Bai Hua datang ke Ibu Kota bersama tiga orang muridnya atas undangan Kekaisaran pada saat acara perayaan tahun baru beberapa hari yang lalu. Tapi insiden itu membuat penampilan mereka dibatalkan begitu saja. Ada banyak warga yang menyayangkan kegagalan itu.Jadi, pengelola Balai Opera Jiulu mengundang mereka untuk tampil atas izin pejabat pemerintah. Biaya pun ditanggung pemerintah untuk menebus pembatalan yang tiba-tiba itu. Mereka dijadwalkan akan tampil sore ini hingga malam hari di panggung opera utama Balai Jiulu. Meski banyak yang menyayangkan karena Shangguan Yan tidak berpartisipasi dalam pertunjukan besar ini, mereka tetap menantikannya dengan antusias. Kereta kuda berhenti di depan Balai Opera Jiulu, A-Yao membuka tirai di pintu, kepalanya melongok ke dalam, “Yang Mulia, apakah
Terlihat, Pangeran Chi berdiri dengan kondisi terkejut. Menyentuh pipinya yang merah, menatap pria tiba-tiba datang menamparnya. “Apa-apaan kau!” Pangeran Chi berseru marah. Matanya membulat sempurna begitu menyadari kalau pria ini adalah kakaknya, Kaisar Kekaisaran Jing. “Ka-Kakak …?” Pangeran Chi bungkam seketika. Wanita opera yang duduk di atas paha Pangeran Chi menundukkan kepala, bahunya bergetar, seolah takut diterkam oleh pria yang dipanggil Kakak oleh pria yang bersamanya. Tanpa mengatakan apa pun, dengan raut wajah menahan marah, Jing Xuan menyeret adiknya keluar dari gedung itu. Nyonya Zhao terlihat bingung kenapa pengusaha dari Yangzhou ini keluar lagi sebelum operanya dimulai. Yinlan bergegas menyusul. Jing Xuan memasukkan Pangeran Chi ke dalam kereta kuda, bersiap menginterogasinya di dalam sana. Saat A-Yao hendak membantu Yinlan naik ke dalam, Yinlan mengangkat tangannya, “Biarkan mereka mengobrol dulu, A-Yao. Lebih baik kita berkeliling di dekat sini sambil men
Matahari telah tenggelam. Kereta kuda itu kembali merangkak di jalanan Ibu Kota. Suasana di dalamnya sangat senyap, Yinlan sibuk memakan kue persik yang dibelinya di kedai itu. “A-Yin.” Jing Xuan memanggilnya dengan suara pelan. Yinlan menjawabnya hanya dengan gumaman. Terlihat sekali tidak ingin diganggu dengan kesenangannya. Jing Xuan menatapnya lamat-lamat. ‘Dia menggemaskan saat sedang lahap makan.’ “Ada apa?” Yinlan balas menatapnya, mulutnya masih penuh dengan kue persik. Jing Xuan mengulas senyum tipis. “Kamu mau pergi ke mana setelah ini?” Yinlan menelan makanannya, “Ke mana lagi? Kita tidak langsung pulang?” “Awalnya memang sepakat pulang setelah matahari tenggelam. Tapi sepanjang sore aku tidak menemanimu keliling ke mana pun. A-Yin, aku minta maaf atas kekacauan yang dibuat adikku. Acara jalan-jalanmu jadi tidak berjalan lancar. Jadi, aku ingin menemanimu di luar lebih lama lagi.” Jing Xuan memasang raut penuh rasa bersalah. Yinlan menyeringai, “Aku s
bab 156Tepat setelah rapat pagi dibubarkan, Jing Xuan kembali ke Istana Guanping untuk menemui dua tamu yang sudah ia undang. Di belakangnya, Mao Lian san Xi Feng tampak mengikuti. Masih memakai pakaian ringkas yang nyaman dikenakan saat bepergian. Sepertinya, mereka berdua langsung bertemu Jing Xuan yang dalam perjalanan menuju Aula Pertemuan untuk rapat pagi. Lalu merundingkan hasil perjalanan mereka bersama beberapa menteri yang terlibat. Sebelum itu, Jing Xuan mengutus bawahannya untuk mengirim pesan pada Shangguan Yan dan Shangguan Zhi untuk membicarakan hasil perundingan itu. Setelah mengetahui identitas asli Ning'er, yang merupakan seorang master bela diri tingkat tinggi dari sebuah sekte terpencil yang misterius bernama Ye Yunshang, yang juga sekaligus seorang Penyihir Hitam yang keberadaannya selalu dipertanyakan, Jing Xuan merasa harus melibatkan orang-orang yang terlibat dengan masa lalunya untuk menggali lebih banyak petunjuk. Seperti mengapa Ye Yunshang memiliki den
Mao Lian mengangguk, “Sepanjang perjalanan, kami berhenti di banyak tempat. Yang pertama kami datangi tepat setelah Ning'er kabur dari Biro Pusat Keamanan adalah Rumah Lianhong.”“Kami mendapatkan kesaksian dari Nona Mu Dan. Yang mengatakan ada seorang pria aneh yang datang tepat saat terjadi kebakaran di Biro Pusat Keamanan.”“Pria itu meminta tolong padanya untuk dipinjamkan surat jalan atas namanya, dia berkata akan pergi ke Tingzhou.” “Lalu kami melakukan perjalanan menuju Tingzhou. Bertemu lima saksi lain yang melihat pria muda, atau wanita paruh baya, bahkan seorang nenek tua yang datang ke tempat-tempat tertentu sesuai perkiraan waktu kami.” “Xi Feng berkata kalau Penyihir Hitam selalu menyamar menjadi orang lain sepanjang jalan. Jadi kami mengikuti petunjuk itu, mencurigai nenek tua, wanita paruh baya, hingga seorang pria muda yang datang di waktu yang sesuai dengan perkiraan kami.”“Ternyata dugaan itu tepat. Nenek tua muncul setelah kami kehilangan wanita paruh baya. Juga
Matahari sempurna tenggelam. Salju mulai turun tepat setelah malam tiba, Shangguan Zhi dan Liu Xingsheng berjalan sambil menuntun kuda, keluar dari Lembah Qian, memasuki kawasan hutan tempat vila Jing Xuan berada. Shangguan Zhi tertawa, “Ternyata aku menyebalkan sekali saat dulu, ya?” Liu Xingsheng tersenyum lebar, “Bukan hanya itu, kau juga keras kepala, sulit diajak bernegosiasi, sok paling kaya, sok paling pintar. Kau tidak tahu saja level pengetahuanku sudah tiga kali lebih tinggi darimu.” Bibir Shangguan Zhi mengerucut, hanya sesaat, lalu tertawa lebar, “Sekarang kau yang menyebalkan, bodoh! Bisa-bisanya menyebut aku sok pintar, lantas dengan sombong membandingkan level pengetahuan.”“Memangnya kepintaranmu yang berkali-kali lipat itu sudah pantas dibanggakan, heh? Di luar sana, masih banyak orang yang jauh-jauh lebih pintar lagi darimu.” Shangguan Zhi menggeleng miris, “Kau terlalu cepat merasa puas, Liu Xingsheng.” Liu Xingsheng terdiam. Membahas itu, dia tiba-tiba teringat
Matahari tepat berada di atas kepala. Angin semakin kencang dan terasa dingin, menggoyangkan rambut panjang Shangguan Zhi yang melesat di atas kudanya. Liu Xingsheng tak berhenti memandanginya yang lebih indah dari hamparan rumput ini. Shangguan Zhi tampak serius mengamati hamparan rumput di bawah kaki kudanya. Berlari di antara rumput-rumput setinggi mata kaki itu. Liu Xingsheng berseru, “Kau itu namanya berkeliling, Shangguan Zhi. Bukan memeriksa!” Shangguan Zhi menoleh ke belakang, “Apa yang salah?” bertanya ketus. “Tidak ada orang yang memeriksa sambil berlari, bodoh.” Liu Xingsheng melompat turun dari kudanya, kakinya menginjak hamparan rumput itu, lantas menuntun kudanya sambil berjalan mengitari beberapa tempat. Shangguan Zhi mendengus malas. “Tapi padang rumput ini sangat luas, Liu Xingsheng, akan memakan banyak waktu memeriksanya sambil berjalan kaki. Lagi pula, belum tentu benar-benar ada Ular Mahkota Biru di sini. Ini masih jauh dari wilayah Perbatasan Utara.” Liu Xin
Beizhou, Lembah Qian. Empat ekor kuda berjalan beriringan di lembah hijau yang luas. Tempat ini berada di sisi paling selatan Beizhou. Di dekatnya, persis setelah hamparan rumput ini berakhir, berdiri sebuah vila tersembunyi milik Keluarga Kekaisaran. Suatu hari ketika Perbatasan Utara dalam keadaan paling genting, dan Kaisar berjuang di medan perang, beberapa anggota keluarga wanita akan menunggunya pulang membawa kemenangan di vila itu. Lalu bersama-sama pulang ke Istana. Sejak peperangan terakhir dengan Negara Shang beberapa tahun lalu, vila ini sudah tidak digunakan lagi. Seringkali menjadi tempat berlibur anggota Kekaisaran yang beristirahat dari pekerjaan. Namun karena jarang ada yang mau berpergian jauh hingga Beizhou, Jing Xuan menggunakan vila ini sebagai tempat persembunyian. Dia mempekerjakan beberapa pengawal tangguh untuk menjaga tempat itu. Menyamarkannya menjadi rumah tua yang dihuni pasangan paruh baya dan dua orang anaknya yang masih balita. “Yang Mulia, bagai
“Nona Yin Hong?” Yin Hong berjalan tanpa suara ketika keluar dari persembunyiannya. Wajahnya datar-datar saja, seolah sengaja menunggu Zhu Yan sendirian untuk keluar. Dalam arti, dia memang sudah bersembunyi di sana selama beberapa saat. “Kenapa kau bersembunyi di sana?” Zhu Yan bertanya heran. Maksudnya adalah, Yin Hong ini kepala pelayan di Istana Dalam sekaligus tangan kanan Ibu Suri. Kenapa dia harus diam-diam memasuki kediaman Permaisuri dan bahkan bersembunyi?“Bisakah kita bicara?” Yin Hong bertanya serius. Zhu Yan mengangguk. “Kau mau bicara di mana?” “Di kamarmu saja.” Yin Hong menjawab cepat. Zhu Yan merasa bingung, “Kenapa kamarku? Nona Yin Hong, jika ini memang sesuatu yang harus dirahasiakan, bukankah lebih aman membawaku ke Istana Dalam dan kita berbicara di sana? Aku yakin kau melakukan ini karena perintah Ibu Suri.” “Itu sama sekali tidak aman.” Yin Hong menggeleng keberatan. “Tapi tempat ini ramai.” Zhu Yan juga keberatan, “Kalau sampai ada orang lain yang me
A-Yao kembali ke Istana Guangping setelah menghabiskan satu jam di Danau Huayuan bersama Mao Lian. Dia melambaikan tangan pada Mao Lian yang mengantarnya pulang. Selama perjalanan kembali ke Istana Guangping, A-Yao berkali-kali membujuk Mao Lian agar tak perlu mengikutinya pulang. Namun pria itu memaksa dan berkata kalau hari sudah malam. “Meski pun ini di dalam istana, suatu kejahatan tidak bisa kita duga, A-Yao. Aku baru bisa tenang setelah memastikanmu kembali ke Istana Guangping dengan mataku sendiri.”A-Yao menghela napas pasrah, terpaksa pulang sambil mengendap-endap supaya tidak terlihat oleh pelayan lain yang kebetulan melintas. A-Yao merasa gelisah sejak Yinlan mengatakan kalau dia melihatnya digendong Mao Lian turun dari atap. Jika ada orang lain yang melihat mereka berdua lagi, A-Yao tentu tidak tahu masalah apa yang akan timbul di masa depan. A-Yao mengembuskan napas, melihat Mao Lian yang menghilang di ujung jalan. Dia memasuki Istana Guangping dengan raut tenang. La
A-Yao berdiri di depan Ruang Baca. Wajahnya ragu-ragu, sesekali menelan ludah. Sambil menimbang-nimbang, ‘Haruskah aku masuk sekarang?’‘Mao Lian pasti sedang sibuk karena ini hari pertama Pangeran Ming mengerjakan tugas-tugas Yang Mulia. Jadi mungkin dia akan lembur juga.’‘Jadi, apakah aku hanya bisa menemuinya besok pagi? Sekarang sudah larut.’ A-Yao menghela napas, ‘Sepertinya memang hanya bisa menunggu besok.’A-Yao berbalik untuk meninggalkan ruang baca itu. Kakinya sudah melangkah, lantas sebuah suara menghentikannya. “A-Yao.” A-Yao berbalik ke belakang lagi, matanya membulat melihat Mao Lian sudah berdiri di depan pintu. Dia menjadi gugup seketika, entah apa yang salah, dia seolah tidak siap bertemu dengannya sekarang. “Apakah ada sesuatu, Mao Lian?” suara Pangeran Ming terdengar dari dalam. Mao Lian kembali masuk untuk menjawabnya, “Tidak ada, Yang Mulia. Seorang pelayan dari Kediaman Permaisuri sudah menungguku, mungkin aku harus pergi.” “Pergilah, kau bisa beristirahat
A-Yao yang sebelumnya sudah meninggalkan paviliun taman belakang tiba-tiba kembali lagi. Yinlan menoleh kepadanya yang berdiri di ambang pintu, “Apakah ada yang tertinggal, A-Yao?” “Bukan, Yang Mulia.” A-Yao menggeleng, “Di depan, Tuan Adipati dan Nyonya Besar datang mengunjungimu.” “Ayah dan Ibu? Tiba-tiba sekali.” Yinlan berdiri dan menghampiri A-Yao. Dia membenarkan posisi jubahnya sambil berjalan keluar dari paviliun. A-Yao mengikutinya di belakang. Sebenarnya, dia berencana mendatangi Mao Lian di Ruang Baca Pangeran Ming. Tapi melihat Tuan Adipati Xie dan istrinya berjalan menuju Istana Guangping ini. A-Yao terpaksa mengurungkan rencananya. Dia sendiri terkejut karena melihat Tuan Adipati datang malam-malam seperti ini. Saat Yinlan tiba di sana, Tuan Adipati dan istrinya sudah duduk manis di ruang keluarga. Zhu Yan menuangkan teh panas untuk mereka. “Ayah, Ibu.” Yinlan tersenyum saat melihat keduanya. Nyonya Xie berdiri, tersenyum senang lalu berjalan ke arahnya. “Yinlan
A-Yao termenung, bahkan dia saja baru menyadarinya. Dan langsung bergerak untuk membantu Yinlan berdiri.Yinlan sedikit mendengus kesal dengan kedua tangan di pinggang. “Astaga, dengan usia kandungan yang semakin besar, aku jadi tidak bebas bergerak seperti dulu lagi. Maaf karena aku merepotkanmu, Jin Pei.” Jin Pei menyeringai, “Tentu tidak, Yang Mulia. Lagi pula, kondisi itu hanya sementara. Setelah melahirkan putra atau putri yang cantik, kau akan kembali seperti dulu lagi.” Yinlan duduk di kursi panjang itu sambil bersandar pada bantal dan meluruskan kaki. Dia menghela napas lega. “Lalu, apa saja petunjuk yang Shangguan Yan temukan di Tingzhou? Apakah dia sedang dalam perjalanan pulang?” Yinlan kembali ke pembicaraan penting. “Tuan Muda menemukan buku-buku kuno yang semuanya hanya akan dibaca seorang wanita. Di dalam sebuah kuil bobrok di lereng gunung itu, ada ruang bawah tanah tempat dia menemukan buku-buku itu.”“Dinding ruangan itu tertanam racun, ada beberapa orang yang su
Jin Pei berdiri saat Yinlan memasuki paviliun kecil itu. Lalu membungkuk memberinya penghormatan. “Selamat sore, Yang Mulia. Terima kasih karena sudah bersedia menemuiku.” Yinlan menatap wajahnya penuh selidik. “Benar, aku sepertinya pernah melihat wajahmu.”“Eh?” Kelopak mata Jin Pei berkedip-kedip, merasa bingung harus menanggapinya seperti apa. “M-mungkin karena wajahku memang terlalu umum, Yang Mulia.” Mata Yinlan semakin menyipit, “Tidak, aku benar-benar pernah bertemu denganmu.” “Be-benarkah?” Jin Pei menyeringai sambil menggaruk tengkuknya. “Kurasa kau salah, Yang Mulia. Ini pertama kalinya kita saling bertatap muka.”Yinlan mendengus sambil memalingkan wajah, “Kau adalah penjaga gerbang Balai Opera Jiulu yang melarangku masuk hanya karena aku tidak membawa pelat keluarga.” Sekarang, Jin Pei benar-benar terkejut, setelah menatap Yinlan dari atas sampai bawah, kedua bola matanya nyaris melompat keluar. Tidak menyangka bahwa wanita hamil berpangkat tinggi ini ternyata pernah