Hening menyelimuti reruntuhan desa yang hancur. Xian Ling memutar tubuhnya dengan sisa tenaga, mencari sumber suara yang begitu mengguncang perasaan. Cahaya bulan yang sebelumnya redup kini tertutup oleh bayangan pekat yang melingkupi desa. Aura dingin semakin menekan, membuat kawanan harimau putih bersayap menahan gerakan mereka, merasakan bahaya yang lebih besar.Iblis Hantu, yang sebelumnya begitu angkuh, tampak berubah. Ia menoleh ke arah kegelapan dengan sorot mata tajam, seolah mengenali kehadiran tersebut. "Kau... Tidak mungkin kau di sini," desisnya dengan nada marah bercampur ketakutan.Xian Ling, yang masih memegang pedangnya, menatap Iblis Hantu dengan kening berkerut. "Apa maksudmu? Siapa yang kau bicarakan?"Iblis Hantu tidak menjawab. Sebaliknya, ia melayang mundur perlahan, sikapnya yang dominan kini berubah menjadi waspada. "Aku tidak datang untuk menghadapi itu," gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.Dari kegelapan, langkah kaki terdengar. Berat dan perlahan, setiap
"Tuan Putri, apa Kau baik-baik saja?" tanya Selir Song Yin yang datang bersama beberapapengawal istana.Xian Ling tahu kalau semua ucapan Selir Song Yin ini hanyalah basa basi belaka, karena selir ini membiarkan dirinya bertarung sendirian dan menghilang. Tentunya Selir Song berharap Iblis Hantu akan menghabisi nyawanya untuk memuluskan jalan selir istana ini menjadi permaisuri dan merebut tahta lewat putra mahkota yang akan dilahirkannya bersama Kaisar Xian Shen."Aku baik-baik saja!" jawab Xian Ling diplomatis. Ia juga tidak mau terlalu konfrontasi dengan Selir Song Yin karena selir ini memiliki banyak pengikut setia yang menjadi mata-matanya di istana. Selama ia menjaga ritme agar tidak bermusuhan maka hidupnya tidak akan terancam di dalam istana."Masalah sudah selesai, apa kita pulang saja, Tuan Putri?" tanya Selir Song Yin."Aku masih penasaran dengan Hutan Hantu ini, jadi aku akan masuk untuk menyelidikinya!" kata Xian Ling yang cukup mengejutkan Selir Song Yin.Langit di atas
Langit di atas Hutan Hantu semakin gelap. Suara angin yang melewati pepohonan besar menciptakan siulan rendah, seolah-olah ada bisikan tak kasat mata yang mengikuti setiap langkah Xian Ling. Ia berdiri di depan hutan yang dikenal sebagai tempat terlarang, tempat di mana orang-orang yang masuk jarang sekali kembali."Byakko, masuklah ke dalam kantong ajaib," perintah Xian Ling. Ia menatap harimau putih bersayapnya yang terlihat enggan untuk pergi."Tuan Putri, ini berbahaya. Kau seharusnya tidak masuk sendirian," ujar Byakko dengan suara yang lembut namun penuh peringatan."Aku tahu, tapi kehadiranmu bisa menimbulkan kecurigaan jika ada makhluk yang tinggal di sini. Aku akan memanggilmu jika situasinya memerlukan bantuanmu," jawab Xian Ling. Dengan enggan, Byakko menghilang ke dalam kantong ajaib, meninggalkan Xian Ling seorang diri di depan pintu masuk hutan.Langkah pertama yang diambil Xian Ling langsung disambut dengan hawa dingin yang menusuk tulang. Kabut tebal melayang rendah, m
Xian Ling merasakan jantungnya berdegup kencang ketika hawa gelap yang mencekam memenuhi goa. Sosok gelap yang baru saja muncul di hadapannya memancarkan aura kematian, membuat udara terasa berat dan mencekik. Ia sudah bersiap-siap mengeluarkan pedang di pinggangnya, namun sebelum ia sempat bertindak, petapa tua yang duduk di depannya hanya mengangkat satu tangan. “Pergilah! Jangan ganggu kami!” seru petapa tua dengan suara yang menggema di dalam goa. Kibasan tangannya terasa seperti angin kencang yang menyapu sosok gelap itu hingga lenyap seketika. Xian Ling terpaku. Perlahan-lahan, hawa mencekam itu memudar, digantikan oleh keheningan yang nyaris magis. Udara kembali terasa ringan, dan nafasnya yang semula tersengal kini mulai normal. “Siapa yang sedang kamu cari, Putri Mahkota?” tanya petapa tua dengan nada tenang, tatapannya yang dalam seolah mampu membaca isi hati Xian Ling. Gadis itu terdiam sejenak sebelum menjawab, “Aku mencari seorang gadis muda. Apa paman melihatnya?” P
Xian Ling terdiam, kebimbangan tergambar jelas di wajahnya. Dalam benaknya, ia mendengar gema ajaran Dinasti Xian yang melarang keras keterlibatan dengan ilmu para petapa, dianggap sebagai pengkhianatan yang tak termaafkan. Namun, daya tarik dari ilmu yang dijanjikan petapa tua ini begitu kuat, seolah memanggilnya dari kedalaman jiwanya sendiri.“Apa yang akan paman ajarkan kepadaku jika aku menerimanya?” Xian Ling akhirnya bertanya, suaranya bergetar.“Tiga teknik utama,” jawab petapa tua itu sambil mengangkat tiga jari kurusnya. “Pertama, Teknik Pelepasan Roh, yang memungkinkanmu memisahkan roh dari tubuhmu untuk menjelajah dimensi lain. Kedua, Teknik Penguasaan Energi Alam, yang memanfaatkan kekuatan alam di sekitarmu untuk menyerang atau bertahan. Dan terakhir, Teknik Mata Bathin, yang dapat melihat kebenaran tersembunyi, bahkan membaca niat terdalam dari lawanmu.”Xian Ling menelan ludah. Ketiga teknik itu terdengar luar biasa, hampir seperti legenda yang hanya ada dalam cerita r
Xian Ling menatap makhluk itu, kemudian menoleh ke arah petapa tua. Dalam benaknya, peraturan Dinasti Xian berputar seperti mantra 'Menggunakan ilmu para petapa adalah pengkhianatan. Hukuman mati menanti siapa saja yang melakukannya.'Namun, di saat yang sama, instingnya berteriak bahwa ia tidak akan bertahan tanpa kekuatan baru ini.“Apa yang harus aku lakukan, Paman?” tanya Xian Ling dengan suara bergetar, hatinya dipenuhi kebimbangan. Makhluk itu melangkah mendekat, dan setiap langkahnya membuat goa bergetar."Kamu harus memutuskan yang terbaik bagimu, Xian Ling! Ilmu Petapa merupakan bagian dari sejarah tanah ini yang seharusnya tidak dilupakan oleh Dinasti Xian. Aku harap Kau sebagai Kaisar wanita pertama Benua Timur bisa membangkitkan Ilmu Petapa ini kembali."Xian Ling memandangi wajah Petapa Sakti yang penuh harap terhadap dirinya. "Tapi, aku tidak berminat untuk menjadi Kaisar wanita, paman ... aku ingin menjadi Cultivator dan menjelajahi dunia lain yang lebih luas!"Petapa S
Malam yang pekat berubah mencekam ketika cahaya merah darah menyelimuti horizon, melahap kegelapan dengan aura yang mengancam. Udara yang tadinya dingin menjadi panas, seakan diselimuti api yang tak terlihat. Energi jahat mengalir di sekitarnya seperti racun yang menyusup ke dalam tulang. Xian Ling berdiri mematung, tubuhnya kaku oleh ketegangan, sementara tangannya tanpa sadar meraih pedang di pinggangnya, jemarinya gemetar saat menyentuh gagangnya yang dingin.“Paman,” suaranya pecah di tengah ketegangan, matanya terpaku pada cahaya merah yang kian mendekat, “makhluk apa yang mendekati kita?”Petapa tua itu, yang sebelumnya duduk tenang, berdiri dengan gerakan yang tidak biasa. Tubuhnya tampak membesar, auranya berubah, seolah kekuatan yang telah lama tersembunyi kini membungkus dirinya. Mata tuanya memandang lurus ke arah cahaya itu, penuh kewaspadaan. “Itu bukan sekadar cahaya,” katanya dengan nada rendah, suaranya berat dan penuh beban. “Itu adalah Bayangan Merah yang telah berev
Cahaya merah darah itu semakin mendekat, melumatkan kegelapan malam seperti luka terbuka yang menganga. Suara gemuruh yang menyertainya mengguncang tanah di bawah kaki Xian Ling, membuat udara seolah penuh dengan bisikan-bisikan putus asa. Goa yang semula sunyi kini dipenuhi suara ratapan panjang, seperti tangisan jiwa-jiwa yang tersesat.Xian Ling mencengkeram pedangnya, dinginnya bilah perak terasa menusuk kulit telapak tangannya. Napasnya terputus-putus, namun matanya tetap fokus pada kegelapan yang terus berubah warna. Ia melirik ke arah petapa tua di sebelahnya. “Paman, apa itu?” tanyanya dengan suara yang mencoba tetap tegar, meski ketakutan mulai menyusup ke dalam nada suaranya.Petapa tua itu berdiri dengan punggung tegak, auranya seolah berubah, menjadi sosok yang tampak jauh lebih besar dari sebelumnya. “Itu bukan sekadar cahaya,” katanya pelan, tapi cukup untuk membuat bulu kuduk Xian Ling berdiri. “Itu adalah Bayangan Merah yang telah berubah menjadi Cahaya Darah, utusan k
Kaisar Xian Shen berdiri di balkon istananya, memandang luas ke arah cakrawala Benua Timur yang terbentang di hadapannya. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah dan dedaunan, namun hatinya bergolak dengan amarah yang membara. Para raja di bawah kekuasaannya telah mengabaikan panggilannya untuk bersatu dalam pertempuran penting, meninggalkan kekaisaran dalam keadaan rentan.Raja-raja ini lebih mementingkan wilayahnya sendiri dan menolak untuk mengirim pasukan ke East City untuk meredam invasi dai Necromancer beserta asukannya yang ingin menghancurkan Dinasti Xian."Bagaimana mungkin mereka berani mengkhianati kepercayaan dan sumpah setia mereka?" gumamnya dengan suara bergetar, tinjunya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.Dengan tekad yang tak tergoyahkan, Kaisar Xian Shen memerintahkan pengerahan pasukan besar untuk menaklukkan semua kerajaan yang membangkang. Satu per satu, kerajaan-kerajaan itu ditundukkan dan diubah menjadi distrik provinsi yang langsung berada di bawah
Awan kelam menggulung di langit malam, kilatan petir menyambar tanpa ampun, menerangi medan pertempuran yang dipenuhi jeritan dan denting senjata. Di tengah kekacauan itu, Necromancer Agung melangkah maju, jubah hitamnya berkibar liar, mengeluarkan semburan energi gelap yang membangkitkan pasukan mayat hidup dengan rintihan mengerikan.Kaisar Xian Shen berdiri di garis depan, matanya menatap tajam ke arah musuh. "Pasukan Dinasti Xian, jangan gentar! Pertahankan tanah air kita!" serunya, suaranya menggema di antara deru pertempuran.Di sampingnya, Panglima Xian Heng menghunus pedangnya, kilauan tajam memantulkan cahaya petir. "Majulah! Hancurkan mereka!" teriaknya, memimpin serangan langsung ke barisan mayat hidup.Sun Wu Long, dengan pedang spiritualnya, mengeluarkan mantra api yang membakar musuh-musuhnya menjadi abu. "Kekuatan elemen akan membersihkan kegelapan ini!" katanya, semburan api memancar dari tongkatnya, menerangi medan perang.Sakuntala Dewa, dengan gerakan anggun, memang
Gong perang berdentang nyaring, suaranya menggema hingga ke sudut-sudut Pelabuhan East City. Di bawah langit yang mulai gelap, ribuan prajurit Dinasti Xian bergegas mengenakan baju zirah yang berkilauan di bawah cahaya obor. Mereka membentuk barisan kokoh di sepanjang tembok kota, tombak-tombak terangkat tinggi, busur-busur siap dengan anak panah yang mengarah ke cakrawala, sementara katapel raksasa diisi dengan batu-batu besar yang dilumuri minyak, siap dilemparkan.Di atas mereka, Naga Vikrama melayang gagah, sayapnya yang luas membelah angin malam. Raungannya menggetarkan hati, mata tajamnya memantau setiap gerakan di bawah.Di kejauhan, pasukan Kegelapan mulai tampak seperti gelombang hitam yang mendekat. Barisan Orc dengan armor berat berderap maju, langkah mereka mengguncang tanah. Di samping mereka, Dark Dwarf mengoperasikan mesin perang besar—menara pengepung dan katapel raksasa yang mampu meruntuhkan tembok dalam satu serangan. Para Necromancer berjubah hitam mengangkat tanga
Langit di atas Pelabuhan East City mendadak gelap. Awan hitam pekat bergulung-gulung, seakan-akan hendak menelan kota dalam kegelapan abadi. Angin kencang berdesir tajam, menerbangkan debu dan menerjang ombak hingga membantingnya ke tebing-tebing batu dengan suara gemuruh. Para penjaga di menara pengawas, yang tadinya berjaga dengan santai, kini menegang. Salah satu dari mereka nyaris menjatuhkan tombaknya saat melihat bayangan besar melayang di antara awan."NAGA!" teriak seorang prajurit dengan suara melengking, segera meraih palu besar dan membunyikan lonceng tanda bahaya. Dentang logamnya menggema ke seluruh pelabuhan, mengguncang ketenangan kota ini.Di atas punggung Naga Vikrama, Xian Ling berdiri dengan gagah. Rambut panjangnya menari liar ditiup angin, sementara jubah putihnya berkibar seperti bendera perang yang mengancam. Matanya menyala penuh keyakinan. Di belakangnya, Sakuntala Dewa dan Sun Wu Long duduk waspada, jari-jari mereka sudah menggenggam gagang senjata, siap mena
Pertempuran di Lembah Iblis benar-benar di luar dugaan Xian Ling. Angin dingin menyapu lembah, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang gugur. Suara dentingan senjata dan teriakan pertempuran masih terngiang di telinganya. Xian Ling berdiri di tengah medan yang porak-poranda, napasnya tersengal, sementara matanya menyapu sekeliling dengan penuh kewaspadaan.Ia tidak berhasil mendapatkan informasi mengenai Mahasura Arya, Pendekar Dewa Naga yang diyakini oleh Kitab Nirvana Surgawi mampu menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Kekecewaan menyelimuti hatinya, seperti kabut tebal yang menutupi pandangannya.Bahkan, ia juga tidak mengetahui mengapa Qirani dan Qirana terjerumus ke dalam kegelapan dan menentangnya, padahal ia sama sekali belum pernah bertemu dengan pemimpin Lembah Iblis ini. Pengkhianatan mereka menusuk hatinya lebih dalam daripada luka fisik yang ia derita."Tuan Putri, apakah kita akan melanjutkan perjalanan kita di Benua Selatan ini?" tanya Sun Wu Long, suaranya penu
Sakuntala dan Sun Wu Long yang dikepung oleh puluhan murid Perguruan Lembah Iblis mulai merasakan kesulitan menghadapi mereka. Sakuntala memutar tongkatnya dengan kecepatan luar biasa, menciptakan badai angin yang menghantam musuh-musuhnya, melempar mereka ke segala arah. Sun Wu Long bergerak seperti bayangan, pedangnya menari-nari, memotong setiap lawan yang mendekat dengan presisi mematikan.Tiba-tiba, dari balik kabut tebal yang menyelimuti medan pertempuran, muncul sosok tinggi dengan aura gelap yang menakutkan. Dia adalah Panglima Kegelapan, tangan kanan Qirana, yang dikenal karena kekejamannya. Dengan satu gerakan tangan, dia memanggil makhluk-makhluk bayangan yang langsung menyerbu ke arah Sakuntala dan Sun Wu Long.Sakuntala mengerutkan kening, menyadari ancaman baru ini. "Wu Long, kita harus bekerja sama untuk mengalahkannya!" Sun Wu Long mengangguk, dan mereka berdua bergerak serentak, menyerang Panglima Kegelapan dengan kombinasi serangan yang terkoordinasi. Namun, Panglima
Xian Ling meluncur ke udara, tubuhnya berputar seperti bidadari yang berputar turun dari kahyangan, pedangnya berkilau saat menyapu gelombang energi hitam yang dilemparkan Qirana. Dentuman keras menggelegar, menggetarkan tanah di bawah mereka, seakan seluruh lembah bergetar dalam gemuruh kekuatan yang saling bertabrakan. Getaran itu merembet hingga ke tulang, mengusik kedamaian yang hanya ada dalam sekejap sebelum kekuatan itu menghancurkan segalanya.Qirana melesat ke samping, tubuhnya membengkok dalam kecepatan luar biasa, lengan kirinya bergerak dengan gesit, menciptakan lingkaran cahaya hitam yang menyelimuti tangannya. Dengan satu gerakan cepat, lingkaran tersebut berubah menjadi pedang energi yang berkilau tajam, siap meluncur menembus langit.“Kau hanya mengulur waktu, Xian Ling!” seru Qirana, suaranya penuh ejekan, terdengar seperti suara angin dingin yang berbisik. Senyumannya terlukis sinis di wajahnya, seakan kemenangan sudah ada di ujung jari. “Sejak Mahasura menghilang, k
Angin kencang bertiup membuat pakaian mereka berkibar-kibar. Langit yang kelam seakan menelan cahaya matahari, menciptakan bayangan-bayangan mencekam di antara pepohonan yang melingkupi Desa Naga. Aroma tanah basah bercampur bau logam menyelubungi udara, menambah kesan bahwa akan ada kejadian yang buruk di tempat tujua mereka."Apa kita tetap akan masuk ke Lembah Iblis, Tuan Putri?" tanya Sakuntala, suaranya mengandung kegelisahan. Mata tajamnya memandang jauh ke depan tempat Lembah Iblis berada, seolah-olah mengawasi mereka dari kejauhan. Ia merasa bahwa pencarian Pendekar Dewa Naga ini hanya akan membawa mereka ke jalan buntu. Namun, membawa pulang Naga Vikrama adalah keuntungan besar bagi Benua Timur.Xian Ling menoleh, sorot matanya tegas. "Aku harus mengetahui nasib Pendekar Dewa Naga. Ramalan Artie hanya menyebutkan bahwa Mahasura Arya akan berperan penting dalam menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Aku sengaja menyimpan ramalan ini agar kerajaan-kerajaan di bawah Kekaisar
Ki Seno menggelengkan kepalanya perlahan. Sorot matanya tajam namun menyiratkan keteguhan yang tak tergoyahkan."Aku tak tahu di mana Mahasura sekarang," ucapnya dengan suara berat, nyaris berbisik. "Tapi aku yakin ia masih hidup!"Xian Ling menatap Ki Seno dengan penuh tanda tanya. Tiba-tiba, pikirannya menangkap sesuatu yang terpendam di benaknya."Kata Chandani, Ki Seno selalu pergi ke Gunung Awan Putih setiap pagi... Apa yang Ki Seno lakukan di sana?" tanyanya, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu.Ki Seno tertawa kecil, nada misterius tersemat di dalamnya. "Hahaha... Kau ingin tahu? Tapi berjanjilah untuk menjaga rahasia ini!"Tanpa menunggu jawaban, tubuh Ki Seno melesat, ringan bak sehelai daun yang ditiup angin. Kakinya nyaris tak menyentuh tanah saat ia berlari dengan ilmu meringankan tubuh. Bayangan tubuhnya berkelebat di antara pepohonan, mendaki gunung dengan kecepatan yang mencengangkan.Xian Ling, Sun Wu Long, Sakuntala, dan Chandani segera menyusul. Sun Wu Long, meski memi