Home / Fantasi / Dewi Kultivator Langit / 09. JALAN RAHASIA

Share

09. JALAN RAHASIA

Author: Zhu Phi
last update Last Updated: 2023-05-20 11:27:31

Xian Ling akhirnya berhasil membujuk pamannya, Xian Heng untuk membawanya keluar dari istana dan berjalan-jalan di pusat kota East City, yang merupakan ibukota dari Kekaisaran Benua Timur.

Selain lima kerajaan yang masing-masing dipimpin oleh seorang raja, Kekaisaran Benua Timur memiliki wilayah sendiri yang memanjang dari ujung utara ke ujung selatan Benua Timur yang disebut Dinasti Xian.

Sepanjang perbatasan ibukota Kekaisaran dibentengi dengan tembok raksasa setinggi lima meter dengan masing-masing penjaga sejarak seratus meter.

Kaisar Xian terdahulu tidak mempercayai lima kerajaan di bawah kekuasaannya yang kemungkinan memberontak suatu hari nanti sehingga membuat pertahanan untuk wilayahnya sendiri dengan membangun tembok raksasa ini.

Di balik dinding megah istana Kekaisaran Benua Timur, Xian Ling melangkah dengan semangat yang sulit disembunyikan, roknya yang ringan berayun seirama dengan langkahnya. Mata gadis itu bersinar saat ia memandang pamannya, Xian Heng, yang berjalan di sampingnya dengan tangan bersilang di punggung, seperti biasa.

“Paman, aku ingin mencoba jajanan di pusat kota. Apa aku boleh?” tanyanya, suaranya melenting penuh harap.

Xian Heng melirik keponakannya dengan senyuman kecil yang penuh kelicikan. “Tentu saja boleh. Tapi, paman akan mencicipinya dulu, ya?”

“Astaga, paman! Itu menjijikkan! Aku tidak mau makan bekas paman!” seru Xian Ling, bibirnya mengerucut dan alisnya berkerut, menampilkan ekspresi jijik yang menggemaskan.

Xian Heng terkekeh, gelak tawanya bergema lembut di lorong istana. “Kalau begitu, tidak boleh. Ayahmu pasti khawatir ada yang mencoba meracunimu.” Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan dengan nada penuh rahasia, “Begini saja, kamu menyamar. Kita bisa keluar lewat jalan rahasia istana ini.”

Mata Xian Ling membulat, wajahnya dipenuhi rasa penasaran. “Istana ini punya jalan rahasia? Kenapa aku tidak pernah tahu?”

Xian Heng tersenyum penuh kemenangan, seolah ia baru saja memenangkan permainan yang hanya dia yang tahu aturannya. “Ayahmu saja tidak tahu. Paman menemukannya saat masih kecil. Jalan itu selalu menjadi caraku keluar dari istana tanpa diketahui pengawal.”

“Benar-benar ada jalan rahasia? Aku ingin tahu, Paman! Tolong tunjukkan sekarang!” Xian Ling menarik lengan pamannya, rengekannya disertai tatapan mata yang tidak mungkin ditolak.

Xian Heng menghela napas panjang, pura-pura berat hati, tetapi senyumnya tetap ada. “Baiklah, tapi jangan beri tahu siapa pun. Ini rahasia kita.”

Langit biru di luar istana perlahan menyatu dengan keinginan gadis muda itu untuk melihat dunia di luar tembok raksasa yang melindungi ibu kota. Namun, di balik semangatnya, ada misteri besar yang menunggu di luar sana—misteri yang bahkan tembok tinggi Kekaisaran tidak mampu sembunyikan.

Xian Heng memimpin Xian Ling melalui koridor yang jarang dilewati, jauh dari hiruk-pikuk para pelayan istana. Cahaya obor yang tergantung di dinding menciptakan bayangan samar di sepanjang lorong sempit itu, membuat udara terasa sedikit mencekam.

“Apa benar kita akan keluar lewat sini?” tanya Xian Ling, suaranya berbisik meski tak ada orang lain di sekitar mereka. Ia merasa seperti sedang melanggar aturan besar, dan ketegangan itu membuat dadanya berdebar-debar.

Xian Heng menoleh dengan senyum kecil. “Jangan ragu, Ling’er. Ini adalah salah satu rahasia tertua keluarga kita.”

Mereka berhenti di depan pintu kayu tua yang hampir menyatu dengan dinding batu. Xian Heng meraba bagian tengah pintu, mencari celah tersembunyi. “Ah, ini dia.” Dengan sentuhan lembut di salah satu ukiran, terdengar bunyi klik yang dalam. Pintu itu terbuka, mengeluarkan debu yang beterbangan. Di baliknya terbentang tangga batu yang menurun ke kegelapan.

Xian Ling menelan ludah, bulu kuduknya meremang melihat kegelapan di hadapan mereka. “Apa kita harus masuk ke situ?” tanyanya, langkahnya ragu.

Xian Heng menyalakan lentera kecil yang telah ia bawa, nyalanya memantulkan cahaya ke dinding-dinding lembab di sepanjang tangga. “Ini satu-satunya jalan keluar tanpa diketahui. Percayalah padaku, Ling’er. Aku sudah melewatinya ratusan kali.”

Meski masih diliputi keraguan, Xian Ling mengikuti pamannya menuruni tangga. Suara langkah kaki mereka bergema di lorong batu yang sempit. Bau lembab dan tanah basah menyusup ke hidungnya, membuatnya sesekali mengerutkan hidung.

Setelah beberapa menit berjalan dalam diam, mereka tiba di sebuah ruangan kecil. Di tengah ruangan itu berdiri sebuah pintu besi besar, dihiasi ukiran naga yang tampak hidup di bawah sinar lentera.

“Pintu ini… kenapa terlihat begitu megah?” gumam Xian Ling, jemarinya menyentuh ukiran naga yang dingin.

“Ini adalah pintu keluar istana yang hanya diketahui leluhur keluarga Xian,” jawab Xian Heng sambil mengeluarkan sebuah kunci kecil dari balik jubahnya. “Tapi aku harus memperingatkanmu. Begitu kita melewati pintu ini, tidak ada yang bisa melindungimu seperti saat di dalam istana.”

Xian Ling mengangguk perlahan. Meskipun rasa takut masih menggantung di hatinya, ada sesuatu yang lebih kuat—rasa penasaran yang menggelitik dan keinginan untuk melihat dunia di luar.

Ketika pintu besi itu terbuka, udara segar langsung menyeruak masuk. Cahaya matahari pagi menyusup melalui celah-celah pepohonan di luar, menyinari wajah Xian Ling yang penuh dengan rasa takjub. Di hadapannya, terbentang hutan lebat dengan jalan setapak kecil yang hampir tersembunyi di antara dedaunan.

“Ling’er,” suara Xian Heng memecah keheningan, “dunia di luar ini indah, tetapi penuh bahaya. Jangan pernah meremehkan apa yang tidak kau pahami.”

Xian Ling menarik napas dalam-dalam, menggenggam erat lentera di tangannya. “Aku tidak akan menyesal, Paman. Aku ingin melihat dunia ini dengan mataku sendiri.”

Namun, langkah pertama mereka ke hutan membawa sesuatu yang tak terduga. Suara gemerisik datang dari pepohonan, seperti bisikan halus yang ditiup angin. Mata Xian Heng menyipit, tatapannya tajam. “Ling’er, tetap di belakangku,” bisiknya.

Sebuah bayangan hitam melompat dari atas pohon, menghempaskan diri ke tanah dengan kecepatan luar biasa. Dari balik bayangan itu, muncul sosok berkerudung dengan sepasang mata merah menyala. Suara serak yang seperti berasal dari kedalaman bumi terdengar, “Putri istana akhirnya keluar dari sarangnya. Dunia luar telah menunggumu.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
semakin misterius
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dewi Kultivator Langit   10. EAST CITY

    East City, ibu kota Kekaisaran Benua Timur, adalah simbol kemegahan dan keagungan. Jalan-jalan besarnya dipenuhi pedagang, penduduk, dan pengelana dari berbagai kerajaan. Di tengah hiruk-pikuk ini, seorang gadis kecil berlari riang di antara kerumunan, rambut hitam panjangnya melambai-lambai seiring langkah kakinya."Paman, lihat! Taman ini penuh dengan pohon-pohon yang indah!" seru Xian Ling dengan mata berbinar. Tangannya menunjuk ke arah taman kota yang dipenuhi pohon-pohon besar dengan dedaunan hijau yang rimbun.Xian Heng, seorang pria gagah, yang dikenal sebagai panglima perang Benua Timur, tersenyum tipis. "Ling'er, kau memang memiliki semangat yang besar. Tapi, dunia luar tidak selalu seindah taman ini. Ada hutan lebat yang dipenuhi binatang buas dan desa-desa yang dilanda perang."Xian Ling berhenti sejenak, matanya berkedip memikirkan ucapan pamannya. "Kalau begitu, aku akan menjadi ratu yang kuat! Aku akan melindungi semua kota dan membuat taman seperti ini di setiap keraja

    Last Updated : 2023-05-21
  • Dewi Kultivator Langit   11. FORBIDDEN FOREST

    Langit senja di East City membalut bangunan-bangunan kuno dengan cahaya keemasan. Angin musim gugur yang sejuk membawa aroma dedaunan kering dan bunga-bunga liar yang tumbuh di pinggiran jalan. Xian Ling berdiri di ambang gerbang kota, pandangannya terarah ke kejauhan, ke batas hutan yang tampak seperti kabut hijau pekat di cakrawala. Sepasang matanya yang cerah memantulkan semangat, seperti obor kecil yang berkobar di tengah kegelapan."Paman Heng," suara lembutnya memecah keheningan, "kita bisa keluar dari gerbang East City tidak?"Xian Heng, seorang pria yang masih muda dan gagah tampak bagaikan bukan paman dari Xian Ling, melipat tangannya di dada. Matanya menelusuri wajah keponakannya, menilai dengan campuran keheranan dan kewaspadaan. "Kenapa memangnya? Kamu hendak kemana, Ling'er?""Aku ingin jalan-jalan ke Hutan Terlarang," jawab Xian Ling dengan nada ringan, seolah yang ia bicarakan bukanlah tempat penuh bahaya, melainkan taman bermain biasa."Hutan Terlarang?" Xian Heng tert

    Last Updated : 2023-05-22
  • Dewi Kultivator Langit   12. SERANGAN BYAKKO

    Hutan Terlarang terasa seperti kubah kegelapan, di mana hanya remang cahaya bulan yang menembus sela-sela dedaunan tebal. Udara dipenuhi aroma tanah basah dan getah kayu, tetapi kini tercampur dengan bau hewani yang tajam—bau yang membuat bulu kuduk meremang."Hati-hati, Ling'er!" seru Xian Heng dengan napas tertahan. Matanya menyapu sekeliling dengan tajam. Dari balik pepohonan besar dan semak-semak gelap, mata-mata bersinar keemasan bermunculan satu per satu."Aummm!" Raungan itu bergema, mengguncang udara seperti petir. Harimau putih yang mengepung mereka melangkah maju dengan gerakan anggun namun mematikan. Otot-otot mereka tampak seperti baja hidup, melentur di bawah bulu putih yang bercahaya samar dalam sinar bulan. Gigi-gigi taring mereka berkilat saat mereka membuka mulut, seolah siap melahap siapa saja yang melangkah lebih dekat.Namun, sebelum Xian Heng sempat menarik pedangnya, sesuatu yang jauh lebih besar muncul. Dari kegelapan hutan, muncul seekor harimau putih raksasa,

    Last Updated : 2023-05-25
  • Dewi Kultivator Langit   13. KANTONG AJAIB

    Xian Ling menguatkan cengkeraman pada pedang kayunya, mata bercahaya penuh tekad meski dadanya berdegup kencang. Di sisinya, Xian Heng berdiri siaga, auranya berangsur-angsur berubah, memancarkan tekanan seorang pendekar sejati."Ujian macam apa yang kau maksud?" tanya Xian Ling dengan suara lantang, meskipun jantungnya terasa seolah ingin melompat keluar.Makhluk setengah harimau itu tersenyum tipis, memperlihatkan taring tajamnya. "Ujian keberanian, kekuatan, dan jiwa. Kalian harus melawan kami tanpa ampun, namun tanpa kebencian. Jika mampu bertahan hingga Byakko mengaum untuk ketiga kalinya, maka kalian layak mendapatkan penghormatan dari kami.""Ketiga kalinya?" gumam Xian Heng, menyadari bahwa raungan pertama tadi mungkin baru permulaan.Seketika, harimau-harimau bersayap mengeluarkan suara rendah, serempak melangkah maju. Xian Heng tak menunggu lebih lama, pedangnya keluar dari sarung dengan kilatan tajam. "Ling'er, jangan meremehkan mereka. Harimau-harimau ini tak hanya buas, t

    Last Updated : 2023-05-26
  • Dewi Kultivator Langit   14. BANDIT HUTAN TERLARANG

    "Tolong…!"Sebuah jeritan putus asa membelah keheningan, bergema dari kedalaman Hutan Terlarang. Suara itu memancar rasa takut yang begitu nyata hingga membuat dada Xian Ling berdenyut."Paman! Ada seseorang yang membutuhkan pertolongan!" serunya, wajahnya menegang.Xian Heng, yang berdiri di dekatnya, mengerutkan kening. “Ling’er, bukankah semua harimau putih sudah ada dalam kantong ajaibmu?” tanyanya dengan nada curiga."Tapi ini suara manusia. Jangan-jangan masih ada kawanan Bandit Hutan Terlarang yang tersisa!" jawab Xian Ling cepat.Tanpa ragu, Putri Kerajaan itu meraih kantong ajaib di pinggangnya, menyematkannya dengan sigap. Udara di sekitarnya terasa bergetar saat ia mengaktifkan jurusnya. Dalam sekejap, tubuhnya meluncur ke arah asal suara, melintasi pohon-pohon besar dan akar yang menjulur seperti tangan-tangan kegelapan. Xian Heng mengekor di belakangnya, napasnya terengah karena mengikuti gerakan lincah keponakannya.Mereka tiba di sebuah tempat terbuka yang diterangi rem

    Last Updated : 2024-12-14
  • Dewi Kultivator Langit   15. KECURIGAAN XIAN HENG

    Raut wajah Xian Heng mengeras, matanya menatap tajam pada wanita muda yang berdiri di depannya. Suara bass-nya memecah keheningan. “Siapa sebenarnya dirimu, Nona? Dan untuk tujuan apa kau datang ke East City?” tanyanya dengan nada penuh kecurigaan.Wanita itu mengangkat dagunya sedikit, menunjukkan martabat yang tak terbantahkan meski tubuhnya masih menunjukkan jejak ketegangan dari insiden sebelumnya. “Aku adalah Putri Song Yin dari Kerajaan Song,” jawabnya, suaranya tegas namun lembut. “Ayahku, Raja Song Fei, mengutusku untuk menyampaikan pesan kepada Kaisar Xian Shen mengenai pengangkatan Putri Xian Ling sebagai Putri Mahkota.”Sebuah tawa pendek dan sinis lolos dari bibir Xian Heng. “Kenapa bukan ayahmu sendiri yang datang?” tanyanya, nadanya nyaris mengejek.Tatapan Xian Heng tak pernah lepas darinya, sementara suasana di sekitar mereka terasa semakin tegang. Angin membawa aroma daun basah dan tanah, namun hawa di antara keduanya terasa seperti pedang yang siap dihunuskan kapan s

    Last Updated : 2024-12-15
  • Dewi Kultivator Langit   16. MISI RAHASIA PUTRI SONG

    Xian Heng tampak enggan. Rahangnya mengeras, namun ia akhirnya mengangguk kecil, menyadari bahwa adu argumen lebih jauh hanya akan mengurangi wibawa mereka di mata Song Yin.“Terima kasih, Putri Xian Ling,” kata Song Yin, suaranya nyaris berbisik. “Aku berjanji tidak akan membuat kekaisaran malu dengan kehadiranku.”Xian Ling mengangguk singkat, lalu memandang Song Yin. “Kita lihat nanti, Putri Song. Segala sesuatu akan menjadi jelas di hadapan Kaisar.”Kelompok kecil mereka mulai bergerak keluar dari hutan, langkah kaki mereka memecah keheningan yang diselingi suara dedaunan kering yang terinjak. Udara di sekitar mereka terasa semakin berat, seperti memuat beban yang tidak terlihat.Di tengah perjalanan, Song Yin tidak bisa menahan untuk berbicara lebih jauh. “ Panglima Xian Heng… kenapa kau begitu membenciku?” tanyanya, nada suaranya penuh rasa ingin tahu, meski tetap berhati-hati. Xian Heng hanya menatap lurus ke depan. “Bukan kau secara pribadi yang kubenci, Song Yin. Tapi tindak

    Last Updated : 2024-12-16
  • Dewi Kultivator Langit   17. KLAN HITAM LANGIT

    Song Yin melangkah maju, tatapannya tegas meski jantungnya berdegup keras. Di hadapan Kaisar Xian Shen, ia merasa seluruh tubuhnya tertimpa beratnya otoritas yang memancar dari sosok di atas singgasana itu."Yang Mulia," ucap Song Yin, suaranya jernih namun menggantung tegang di udara. "Ancaman ini berasal dari negeri yang jauh di utara. Klan Hitam Langit telah bangkit kembali, membawa kekuatan yang telah lama terkubur, kekuatan yang mampu menghancurkan kerajaan demi kerajaan tanpa ampun."Mata Xian Heng menyipit, sedangkan Xian Ling, yang berdiri di sisi ayahnya, tetap tenang meski pikirannya bergerak cepat. Nama Klan Hitam Langit bukanlah hal asing bagi mereka. Klan itu pernah menjadi momok yang hampir menghancurkan tatanan dunia sebelum akhirnya dibasmi oleh kekaisaran beberapa dekade silam."Klan Hitam Langit?" Suara Kaisar Xian Shen bergema rendah, seperti guntur yang jauh. "Bagaimana mungkin mereka bisa bangkit kembali? Mereka telah dimusnahkan hingga ke akar-akarnya."Song Yin

    Last Updated : 2024-12-22

Latest chapter

  • Dewi Kultivator Langit   ENDING

    Kaisar Xian Shen berdiri di balkon istananya, memandang luas ke arah cakrawala Benua Timur yang terbentang di hadapannya. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah dan dedaunan, namun hatinya bergolak dengan amarah yang membara. Para raja di bawah kekuasaannya telah mengabaikan panggilannya untuk bersatu dalam pertempuran penting, meninggalkan kekaisaran dalam keadaan rentan.Raja-raja ini lebih mementingkan wilayahnya sendiri dan menolak untuk mengirim pasukan ke East City untuk meredam invasi dai Necromancer beserta asukannya yang ingin menghancurkan Dinasti Xian."Bagaimana mungkin mereka berani mengkhianati kepercayaan dan sumpah setia mereka?" gumamnya dengan suara bergetar, tinjunya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.Dengan tekad yang tak tergoyahkan, Kaisar Xian Shen memerintahkan pengerahan pasukan besar untuk menaklukkan semua kerajaan yang membangkang. Satu per satu, kerajaan-kerajaan itu ditundukkan dan diubah menjadi distrik provinsi yang langsung berada di bawah

  • Dewi Kultivator Langit   176. PERTEMPURAN AKBAR BENUA TIMUR - II

    Awan kelam menggulung di langit malam, kilatan petir menyambar tanpa ampun, menerangi medan pertempuran yang dipenuhi jeritan dan denting senjata. Di tengah kekacauan itu, Necromancer Agung melangkah maju, jubah hitamnya berkibar liar, mengeluarkan semburan energi gelap yang membangkitkan pasukan mayat hidup dengan rintihan mengerikan.Kaisar Xian Shen berdiri di garis depan, matanya menatap tajam ke arah musuh. "Pasukan Dinasti Xian, jangan gentar! Pertahankan tanah air kita!" serunya, suaranya menggema di antara deru pertempuran.Di sampingnya, Panglima Xian Heng menghunus pedangnya, kilauan tajam memantulkan cahaya petir. "Majulah! Hancurkan mereka!" teriaknya, memimpin serangan langsung ke barisan mayat hidup.Sun Wu Long, dengan pedang spiritualnya, mengeluarkan mantra api yang membakar musuh-musuhnya menjadi abu. "Kekuatan elemen akan membersihkan kegelapan ini!" katanya, semburan api memancar dari tongkatnya, menerangi medan perang.Sakuntala Dewa, dengan gerakan anggun, memang

  • Dewi Kultivator Langit   175. PERTEMPURAN AKBAR BENUA TIMUR

    Gong perang berdentang nyaring, suaranya menggema hingga ke sudut-sudut Pelabuhan East City. Di bawah langit yang mulai gelap, ribuan prajurit Dinasti Xian bergegas mengenakan baju zirah yang berkilauan di bawah cahaya obor. Mereka membentuk barisan kokoh di sepanjang tembok kota, tombak-tombak terangkat tinggi, busur-busur siap dengan anak panah yang mengarah ke cakrawala, sementara katapel raksasa diisi dengan batu-batu besar yang dilumuri minyak, siap dilemparkan.Di atas mereka, Naga Vikrama melayang gagah, sayapnya yang luas membelah angin malam. Raungannya menggetarkan hati, mata tajamnya memantau setiap gerakan di bawah.Di kejauhan, pasukan Kegelapan mulai tampak seperti gelombang hitam yang mendekat. Barisan Orc dengan armor berat berderap maju, langkah mereka mengguncang tanah. Di samping mereka, Dark Dwarf mengoperasikan mesin perang besar—menara pengepung dan katapel raksasa yang mampu meruntuhkan tembok dalam satu serangan. Para Necromancer berjubah hitam mengangkat tanga

  • Dewi Kultivator Langit   174. KRISIS DI BENUA TIMUR

    Langit di atas Pelabuhan East City mendadak gelap. Awan hitam pekat bergulung-gulung, seakan-akan hendak menelan kota dalam kegelapan abadi. Angin kencang berdesir tajam, menerbangkan debu dan menerjang ombak hingga membantingnya ke tebing-tebing batu dengan suara gemuruh. Para penjaga di menara pengawas, yang tadinya berjaga dengan santai, kini menegang. Salah satu dari mereka nyaris menjatuhkan tombaknya saat melihat bayangan besar melayang di antara awan."NAGA!" teriak seorang prajurit dengan suara melengking, segera meraih palu besar dan membunyikan lonceng tanda bahaya. Dentang logamnya menggema ke seluruh pelabuhan, mengguncang ketenangan kota ini.Di atas punggung Naga Vikrama, Xian Ling berdiri dengan gagah. Rambut panjangnya menari liar ditiup angin, sementara jubah putihnya berkibar seperti bendera perang yang mengancam. Matanya menyala penuh keyakinan. Di belakangnya, Sakuntala Dewa dan Sun Wu Long duduk waspada, jari-jari mereka sudah menggenggam gagang senjata, siap mena

  • Dewi Kultivator Langit   173. KABAR BURUK DARI BENUA TIMUR

    Pertempuran di Lembah Iblis benar-benar di luar dugaan Xian Ling. Angin dingin menyapu lembah, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang gugur. Suara dentingan senjata dan teriakan pertempuran masih terngiang di telinganya. Xian Ling berdiri di tengah medan yang porak-poranda, napasnya tersengal, sementara matanya menyapu sekeliling dengan penuh kewaspadaan.Ia tidak berhasil mendapatkan informasi mengenai Mahasura Arya, Pendekar Dewa Naga yang diyakini oleh Kitab Nirvana Surgawi mampu menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Kekecewaan menyelimuti hatinya, seperti kabut tebal yang menutupi pandangannya.Bahkan, ia juga tidak mengetahui mengapa Qirani dan Qirana terjerumus ke dalam kegelapan dan menentangnya, padahal ia sama sekali belum pernah bertemu dengan pemimpin Lembah Iblis ini. Pengkhianatan mereka menusuk hatinya lebih dalam daripada luka fisik yang ia derita."Tuan Putri, apakah kita akan melanjutkan perjalanan kita di Benua Selatan ini?" tanya Sun Wu Long, suaranya penu

  • Dewi Kultivator Langit   172. AKHIR PERTEMPURAN

    Sakuntala dan Sun Wu Long yang dikepung oleh puluhan murid Perguruan Lembah Iblis mulai merasakan kesulitan menghadapi mereka. Sakuntala memutar tongkatnya dengan kecepatan luar biasa, menciptakan badai angin yang menghantam musuh-musuhnya, melempar mereka ke segala arah. Sun Wu Long bergerak seperti bayangan, pedangnya menari-nari, memotong setiap lawan yang mendekat dengan presisi mematikan.Tiba-tiba, dari balik kabut tebal yang menyelimuti medan pertempuran, muncul sosok tinggi dengan aura gelap yang menakutkan. Dia adalah Panglima Kegelapan, tangan kanan Qirana, yang dikenal karena kekejamannya. Dengan satu gerakan tangan, dia memanggil makhluk-makhluk bayangan yang langsung menyerbu ke arah Sakuntala dan Sun Wu Long.Sakuntala mengerutkan kening, menyadari ancaman baru ini. "Wu Long, kita harus bekerja sama untuk mengalahkannya!" Sun Wu Long mengangguk, dan mereka berdua bergerak serentak, menyerang Panglima Kegelapan dengan kombinasi serangan yang terkoordinasi. Namun, Panglima

  • Dewi Kultivator Langit   171. PERTEMPURAN DI LEMBAH IBLIS

    Xian Ling meluncur ke udara, tubuhnya berputar seperti bidadari yang berputar turun dari kahyangan, pedangnya berkilau saat menyapu gelombang energi hitam yang dilemparkan Qirana. Dentuman keras menggelegar, menggetarkan tanah di bawah mereka, seakan seluruh lembah bergetar dalam gemuruh kekuatan yang saling bertabrakan. Getaran itu merembet hingga ke tulang, mengusik kedamaian yang hanya ada dalam sekejap sebelum kekuatan itu menghancurkan segalanya.Qirana melesat ke samping, tubuhnya membengkok dalam kecepatan luar biasa, lengan kirinya bergerak dengan gesit, menciptakan lingkaran cahaya hitam yang menyelimuti tangannya. Dengan satu gerakan cepat, lingkaran tersebut berubah menjadi pedang energi yang berkilau tajam, siap meluncur menembus langit.“Kau hanya mengulur waktu, Xian Ling!” seru Qirana, suaranya penuh ejekan, terdengar seperti suara angin dingin yang berbisik. Senyumannya terlukis sinis di wajahnya, seakan kemenangan sudah ada di ujung jari. “Sejak Mahasura menghilang, k

  • Dewi Kultivator Langit   170. LEMBAH IBLIS

    Angin kencang bertiup membuat pakaian mereka berkibar-kibar. Langit yang kelam seakan menelan cahaya matahari, menciptakan bayangan-bayangan mencekam di antara pepohonan yang melingkupi Desa Naga. Aroma tanah basah bercampur bau logam menyelubungi udara, menambah kesan bahwa akan ada kejadian yang buruk di tempat tujua mereka."Apa kita tetap akan masuk ke Lembah Iblis, Tuan Putri?" tanya Sakuntala, suaranya mengandung kegelisahan. Mata tajamnya memandang jauh ke depan tempat Lembah Iblis berada, seolah-olah mengawasi mereka dari kejauhan. Ia merasa bahwa pencarian Pendekar Dewa Naga ini hanya akan membawa mereka ke jalan buntu. Namun, membawa pulang Naga Vikrama adalah keuntungan besar bagi Benua Timur.Xian Ling menoleh, sorot matanya tegas. "Aku harus mengetahui nasib Pendekar Dewa Naga. Ramalan Artie hanya menyebutkan bahwa Mahasura Arya akan berperan penting dalam menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Aku sengaja menyimpan ramalan ini agar kerajaan-kerajaan di bawah Kekaisar

  • Dewi Kultivator Langit   169. NAGA VIKRAMA

    Ki Seno menggelengkan kepalanya perlahan. Sorot matanya tajam namun menyiratkan keteguhan yang tak tergoyahkan."Aku tak tahu di mana Mahasura sekarang," ucapnya dengan suara berat, nyaris berbisik. "Tapi aku yakin ia masih hidup!"Xian Ling menatap Ki Seno dengan penuh tanda tanya. Tiba-tiba, pikirannya menangkap sesuatu yang terpendam di benaknya."Kata Chandani, Ki Seno selalu pergi ke Gunung Awan Putih setiap pagi... Apa yang Ki Seno lakukan di sana?" tanyanya, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu.Ki Seno tertawa kecil, nada misterius tersemat di dalamnya. "Hahaha... Kau ingin tahu? Tapi berjanjilah untuk menjaga rahasia ini!"Tanpa menunggu jawaban, tubuh Ki Seno melesat, ringan bak sehelai daun yang ditiup angin. Kakinya nyaris tak menyentuh tanah saat ia berlari dengan ilmu meringankan tubuh. Bayangan tubuhnya berkelebat di antara pepohonan, mendaki gunung dengan kecepatan yang mencengangkan.Xian Ling, Sun Wu Long, Sakuntala, dan Chandani segera menyusul. Sun Wu Long, meski memi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status