Hingga menjelang larut malam barulah mobil Jaquer memasuki gerbang rumah utama. Setelah memberikan kunci pada pelayan, dia langsung melangkah masuk ke dalam dan disambut kepala pelayan. "Bagaimana dengan istri dan anakku, Ramon?" kata Jaquer sambil melempar mantel miliknya. "Mereka tidur dalam satu kamar, Tuan. Semua sudah saya siapkan, tetapi Nyonya inginkan tidur satu kamar dengan tuan muda."Jaquer terus melangkah tanpa memberi reaksi atas penjelasan Ramon hingga sampai di dalam kamarnya barulah dia bicara, "siapkan air hangat untukku!"Tanpa berkomentar, Ramon masuk lebih dalam ke kamar mandi pribadi milik Jaquer. Dia mulai menata dan mengatur suhu air sesuai yang diinginkan oleh majikannya. Tidak lupa dia menyiapkan wine dan gelas khusus serta aromaterapi. "Semua sudah siap, Tuan. Silakan!"Ramon berjalan menuju ke ruang ganti Jaquer, dia juga menyiapkan piyama khusus dan diletakkan di atas tempat tidur. Setelah merasa cukup, pria tua itu keluar dari kamar Jaquer. Saat pintu
Setelah yakin istrinya tidur, Jaquer bangun. Dia melangkah menuju ke ruang kerja, tidak lupa dengan handphone miliknya. Setelah berada di ruang kerja dia menghubungi Elang. "Bagaimana?""Ternyata saat itu nyonya sedang ditekan oleh kedua orang tuannya, Tuan. Dia harus memilih putranya atau nyawa Anda.""Tetapi untuk apa? Bukankah semua sudah diberikan istriku pada mereka?"Diam, tidak ada jawaban dari seberang. Hanya suara kertas yang dibolak-balik. Jaquer masih setia menunggu jawaban Elang. "Bagi mereka Anda adalah menantu yang tidak diinginkan. Miskin dan tidak berpendidikan. Untuk itulah mereka membuat Anda, Tuan.""Baiklah, lalu siapa itu Thomson?""Dia tuan muda kedua keluarga Thomson kota sebelah.""Berani sekali dia mendekati istri. Mungkinkah dia yang dijodohkan kala itu?" Jaquer menghentikan kalimatnya sesaat, lalu dia berkata, "selidiki lebih jelas lagi!"Sambungan telepon diputus secara sepihak oleh Jaquer. Untuk sesaat dia melihat kiriman email dari Elang dan Alexandria.
Jaquer tersenyum sendiri di balik kemudi. Setelah mengantar Leonard ke sekolah, dia langsung berbalik arah kembali ke rumah. Hingga mobil itu terparkir di depan rumah senyumnya masih terlukis sempurna. Jaquer masuk sambil sesekali bersiul menyuarakan kegembiraan hati. Hal ini membuat Meilani menatapnya heran. "Hai, sepertinya lagi dapat jempot ya!""Hanya rencana main kuda bersama jagoanku," jawab Jaquer santai sambil mencomot biskuit hasil karya istrinya. "Tidak bisakah permisi saat mengambil sesuatu yang bukan milikmu?!"Jaquer langsung berhenti melangkah dan berbalik menghadap pada Meilani. Pandangannya fokus pada manik mata wanita yang masih istrinya itu. Mendapat tatapan yang serius membuat nyali Meilani sedikit menurun. Namun, sesaat kemudian dia membalas tatapan itu. "Dimana letak salahku jika biskuit itu hasil karyaku?"Jaquer makin dingin, auranya menyebar menekan emosi Meilani membuat wanita itu merinding. Dia berjalan mundur berusaha menghindari interaksi berlebih yang
Meilani terpaku di tempatnya semula tanpa berniat untuk mengikuti langkah Jaquer. Dia lebih memilih diam tanpa kata apapun menatap kepergian suaminya. Setelah tidak nampak punggung Jaquer, Meilani pun mulai menata peralatannya. Dia menyusun peralatannya di atas motor roda tiga. Tanpa Meilani ketahui sesungguhnya Jaquer sedang mengamati pergerakan yang dilakukan istrinya itu. "Hari makin siang, sebaiknya aku segera berangkat sebelum semua terlupakan."Melani bergegas melangkah keluar dari rumah mewah, dia menjalankan kendaraan roda tiganya dan tanpa disadari Jalur telah mengamati semua dari lantai dua. Bibir pria itu tersenyum. 'Mau sampai kapan kamu sembunyikan semua, Mei?'Jalan kota menuju taman terlihat sepi membuat kendaraan Meilani segera sampai. Wanita itu mulai berjualan di pinggir jalan yang sedikit lebih longgar. Rupanya tidak hanya Meilani saja yang berjualan di sana. "Hai, Ms. Meilani. Apakah cuaca hari ini mendukung kita?""Semoga saja, aku sedang berusaha untuk anakku
Jaquer menatap tajam pada Alex. Pria yang berusaha melecehkan wanitanya. Namun, Alex justru menertawakan tatapan dingin Jaquer. "Bagaimana rasanya dihina oleh wanita, Jaquer? Dia adalah milikku."Kedua tangan Jaquer mengepal kuat, dia tidak tahan lagi dengan ocehan Alex yang merendagkannya. "Apa kau tidak kenal denganku, Alex?""Hah, siapa kau hingga aku harus mengenalmu, Sampah!"Tanpa memberi aba-aba, Alex langsung melancarkan serangan ke arah Jaquer. Selarik cahaya meluncur deras mengarah ke Jaquer, tetapi dia sama sekali tidak bergerak dari posisinya. "Jaqu, awas!" Meilani berteiak memberi peringatan pada Jaquer akan serangan Alex. Akan tetapi, Jaquer tidak memedulikan suara istrinya. Hal ini membuat Meilani segera bangkit dari posisi jongkoknya lalu berlari mencoba menghadang sinar tersebut. Melihat perjuangan istrinya, hati Jaquer tercubit. Tanpa menggeser tubuhnya, Jaquer menjentikkan jari ke arah wajah Alex hingga seberkas sinar meluncur. Hal ini membuat Alex terhenyak ka
Langkah Jaquer berhenti di ambang batas antara ruang tamu dan ruang makan. Pandangannya terkunci pada sosok wanita yang menggunakan gaun santai yang menampilkan tulang selangka yang indah. "Makan siang dulu, bukankah kamu belum makan?" Suara Meilani yang lembut meluluhkan emosi Jaquer hingga membuat langkahnya memanjang agar segera sampai pada meja makan. "Duduklah!"Jaquer langsung mengikuti semua arahan istrinya dengan sopan. Dia masih diam menikmati semua layanan Meilani. Tidak hanya itu, otak Jaquer berkelana dan kedua mata memindai sosok istrinya yang berubah dalam waktu sebentar. "Ini aku siapkan khusus untukmu, semoga masih bisa kamu nikmati, Jaqu!" kata Meilani dengan lembut sambil menyiapkan menu makanan. Kepala Jaquer mendongak menatap pada wajah Meilani, dia mengulum senyum sesaat lalu menunduk fokus kembali pada piringnya dan mulai menyendok makanan. Meilani menarik kursi di samping kanan Jaquer lalu duduk di sana dan mulai mengambil makanan. Perlahan dia mulai menyuap
Apa yang dilakukan oleh Jaquer setelah mendengar inginnya sang istri pun mulai berpikir lagi. Meilani yang masih duduk di sebelah suaminya hanya menunduk dalam. Hatinya mulai berdebar kencang menunggu keputusan Jaquer akan usahanya Selama ini dia begitu bahagia bisa keluar dari keluarga menyesatkan, maka untuk alasan itulah dia merayu suaminya. Jaquer tersenyum melihat sikap istrinya yang cemberut. "Baiklah, akan kita usahakan untuk menebus lapak milikmu." Jaquer pun segera mengeluarkan selembar cek lalu diberikan pada Meilani, "tulis di sini berapa jumlah yang dibutuhkan agar lapak itu bisa kamu dapatkan lagi!"Meilani termangu melihat lembar kertas itu, lalu wajahnya menatap pada wajah Jaquer seakan tidak percaya. "Apakah ini nyata, bisa aku tulis sesuai harga yang mereka minta?""Hem."Meilani masih bimbang, lalu perlahan tangannya meraih bolpaint dan mulai menuliskan beberapa angka hingga delapan digit. Setelah selesai cek itu diberikan pada Jaquer dengan tatapan penuh harap. "
Setelah semua selesai, akhirnya lapak mie rebus yang diidamkan oleh Meilani pun sudah jadi. Bangunan cukup sederhana berasa di pinggir jalan telah selesai dibangun sendiri oleh tangan Jaquer. Kali ini dia benar-benar menunjukkan pada istrinya bagitu berharganya hadirnya untuk keluarga. Selama pembangunan warung mie rebus terlihat kerja sama antara suami istri itu. Bahkan, putranya pun ikut membantu penuh dengan senyum. "Akhirnya semua selesai. Kapan kamu memulai pekerjaan ini, Mei?" tanya Jaquer. Pria itu berdiri kokoh dengan tengadah menatap papan nama. Tubuhnya terlihat mengkilat karena keringat yang membasahi otot lengannya terpapar sinar mentari. Meilani terpaku menatap sosok suaminya yang telah lama tidak berjumpa. "Mei!" panggil Jaquer dengan melambaikan tangannya. Merasa istrinya tidak ada respon, maka Jaquer pun berdiri melangkah mendekat pada Meilani dan menyentuh dahinya. "Apakah kamu demam? Oh, ternyata tidak." Jaquer menatap lembut pada istrinya, "Mei." Kemudian kepa
Jaquer melangkah mengikis jaraknya dengan Angeli, dia tidak mengindahkan peringatan dari wanita itu. Tatapannya yang tajam menghujam jantung Angeli membuat tubuh wanita itu gemetaran. "Jaquer," keluh Angeli manja. Meskipun jantungnya berdetak lebih cepat dan tubuhnya tampak gemetaran, Angeli masih mampu mengeluarkan kemanjaannya. Tangan kekar Jaquer mencengkeram rahang Angeli lalu mendorongnya hingga tubuh wanita itu terjatuh di sofa. "Apakah selama ini masih kurang?"Angeli meraih telapak tangan itu dan mengusapnya lembut. Tubuhnya menggeliat pelan hingga rok mini yang dipakai sedikit naik lebih tinggi. Paha putih mulus terpampang nyata. Angeli tersenyum tipis, "Jaquer!"Suara manja nan lembut mengalun indah, tidak hanya suara yang digunakan oleh Angeli agar Jaquer tergoda. Dia juga melakukan gerakan. Tungkai yang panjang dan mulus diangkatnya dan bergerak menyentuh tubuh Jaquer. Pria itu mengulum senyum aneh, tetapi Angeli tidak peduli. Dia terus memancing gairah Jaquer. "Car
Sementara di ruang kerja Jaquer terlihat pria itu sedang memegang kepalanya dan memijatnya pelan. Elang hanya duduk diam di depannya yang terhalang oleh meja. "Apakah sesakit itu, Tuan?""Aku tidak mengerti apa yang terjadi dengan tubuhku, Elang.""Sejak kapan ini terjadi?""Sejak aku kembali dari pencarian Meilani dan Leonard. Sehari setelahnya rasa ini mulai tumbuh, serangan akan lebih dahsyat setelah aku makan bekal dari istri."Untuk sesaat Elang menatap pada atasannya dengan dahi berkerut, lalu bibirnya mulai bergerak pelan, "mungkinkah ada konspirasi antara penculik dan nyonya, Tuan?""Aku kira juga itu, tetapi semua belum jelas. Meilani terlihat santai dan tulus begitu juga dengan putraku." Keduanya terdiam dalam pikirannya masing-masing hingga lamunan itu buyar saat terdengar suara familiar yang datang menyapa manja. Elang langsung menatap pada Jaquer, atasannya itu mengangguk dan menggeleng sebagai tanda agar dia keluar meninggalkan Jaquer bersama pemilik suara itu. "Saya
Waktu terus berlalu, Jaquer merasakan perlakuan Meilani banyak berubah sejak menghilang beberapa waktu lalu. Namun, dia tidak mau berkata hanya bawahannya yang digerakkan untuk mencari kebenaran atas peristiwa menghilangnya itu. Jaquer mengikuti saja semua apa yang diinginkan oleh istri dan anaknya tanpa bentak membantah. Seperti hari ini, dia diberi arahan untuk mulai membawa bekal makan siang. Jaquer hanya memberi senyuman dan setuju saja toh hanya bekal makan siang. "Jangan lupa dimakan, Jaqu!" pesan Meilani. Melihat sikap ayahnya yang makin patuh dengan apa yang dikatakan oleh ibunya membuat Leonard menjadi bimbang. Dia tidak ingin ada perubahan pada ayahnya yang akan membawa dampak tidak baik. "Ibu, apakah ini tidak akan merubah semua?" tanya Leonard saat bayangan Jaquer sudah jauh. Meilani menatap punggung suaminya yang menghilang di balik tirai pembatas. Kemudian pandangannya berpaling pada putranya. Senyumnya mengembang tipis, dengan tatapan gelisah. "Semoga saja tidak,
Sudah sekian waktu ternyata Jaquer masih belum mampu menemukan keluarganya. Dia mendesah panjang dan berat. Maka untuk menghilangkan kegelisahan dan rasa khawatir yang terus mendera dia pun memutuskan untuk kembali pulang. Tidak butuh waktu lama, kaki Jaquer sudah menapaki lantai halaman mansion miliknya. Dia berjalan lesu, tetapi pintu langsung terbuka saat tangannya meraih gagang pintu. "Mei!" Tanpa banyak suara, Meilani meraih lengan suaminya dan membawanya masuk. Jaquer hanya mengikuti langkah istrinya dalam diam. "Duduklah, kamu pasti lelah!" Usia berkata, Meilani berdiri dan melangkah meninggalkan Jaquer. Namun, baru saja bergerak dua langkah tangannya sudah di raih Jaquer dan ditarik hingga wanita itu jatuh terduduk di paha. "Menghilang kemana?""Aku tidak hilang, hanya keluar bersama Leonard berbelanja setelah itu pulang. Aku juga belikan kamu pakaian, sebentar aku ambil dulu," kata Meilani. Jaquer meraup wajahnya, dia tidak semudah itu percaya akan penjelasan istrinya.
Jaquer masih fokus dengan layar laptopnya, dia meneruskan pekerjaan Elang yang tertunda akibat pencarian istri dan anaknya. Pekerjaan bisnis di kota sebelah membuat otak Jaquer terus berputar dan bercabang. Keresahan yang menjalar di jiwa tidak dia pedulikan. Saat ini gelisah itu harus ditekan demi sebuah pekerjaan yang lebih pantas. Tiba-tiba telinga Jaquer bergerak ke atas, kedua matanya menyipit dengan dahi berkerut. Dia pun mengangkat kepalanya menatap pada pintu berharap ada kabar dari sana. Cukup lama Jaquer diam menatap pintu dengan menopang dagu. Selang beberapa menit, pintu terbuka dengan menampilkan wajah sendu Alexandria. "Tuan, Nyonya dan Tuan Muda telah ditemukan."Mendengar kabar itu seketika Jaquer bangkit dari duduknya dan saat itu juga tangannya menyambar jas hitam yang ada di sandaran kursi. "Segera ke sana!"Tanpa banyak bicara, Alexandria pun berjalan mengikuti arah Jaquer hingga sampai di pintu lift. Jaquer menghentikan langkahnya dan berbalik badan menghadap
Mobil yang membawa Meilani dan Leonard telah memasuki jalan khusus yang mana di sekelilingnya dipenuhi dengan pohon pinus menjulang tinggi. Angin bertiup sepoi, pandangan Meilani semakin berkabut. "Leon, segera kabari ayah kamu!" perintah Meilani dengan nada sangat rendah. Tanpa bersuara Leonard menunjukkan layar ponselnya yang sudah berada di dinding chat bersama ayahnya. Melihat riwayat chat itu seketika Meilani menghela napas panjang. Kemudian dia pun melihat ke sisi luar. Hanya ada deretan pohon pinus yang sesekali terdapat rumput liar yang cukup tinggi. Mobil akhirnya berhenti di depan sebuah bangunan megah, tetapi bukan seperti gambar yang dikirim ayahnya. Hal ini membuat kepala Leonard menggeleng. "Selamat datang!" Terdengar suara yang familiar di telinga Meilani. Begitu pintu terbuka barulah dia sadar sedang berhadapan dengan siapa. Bibir tipis Meilani tersenyum masam. "Apa maksud kamu membawa kami ke sini, Nona?"Angeli tersenyum, dia memberi isyarat pada bawahannya aga
Beberapa bawahan Jaquer membawa Jordan dan yang lainnya keluar dari ruangan itu atas perintah Jaquer. Setelah semua yang melakukan perundingan telah disingkirkan, barulah Alexandra berjalan mendekati Meilani."Mari, Nyonya!"Meilani meraih telapak tangan Alexandria, keduanya naik ke atas panggung dimana Jaquer dan Leonard sudah berdiri tegak di sana. Dengan penuh kasih, Jaquer menjemput wanitanya. Lalu dibawa lebih ke tengah. "Wanita ini adalah istri saya, ke depannya kalian harus menjaganya," kata Jaquer sambil mengangkat tangannya yang bertautan dengan Meilani. Jawaban serempak terdengar jelas, kemudian Jaquer kembali berkat untuk memperkenalkan putranya. Semua anggota Istana Naga tampak gembira atas kabar yang disampaikan oleh Jaquer. Waktu terus berlalu hingga akhirnya perjamuan itu selesai. Jaquer pun melangkah lebih dulu meninggalkan ruangan itu, ada pekerjaan yang harus dilakukan. "Bawa pulang istriku dan anakku, langsung mansion Venus!" Usai berkata Jaquer melangkah panja
Leonard menatap manik mata ayahnya yang sedang menunduk. Pria kecil itu menggelengkan kepalanya. "Aku hanya ingin agar ibuku kembali seperti semula, Ayah," ujar Leonard datar. "Baik." Jaquer berpaling menatap pada bawahannya, "bersihkan tanpa sisa!"Mendengar perintah Jaquer, beberapa pria berpakaian serba hitam pun melangkah menuju ke sekumpulan orang yang telah melakukan perundungan pada Meilani dan Leonard. "Jaquer, apakah ini balasannya?" teriak Angeli sambil menatap penuh harap. Jaquer menatap dingin pada sosok Angeli. Dia menggerakkan dagunya pelan. Saat itu juga dia orang pria menyeret tubuh Angeli dan beberapa orang yang telah menyiksa istrinya. "Berhenti! Aku masih disini, Jaqu," tegas Jordan. Jaquer berpaling pada sosok pria berusia senja--Jordan Wang. Bibir tipisnya menyeringai, "aku tidak peduli!"Mendengar kata tidak peduli keluar dari mulut Jaquer, maka kedua pria itu melanjutkan tindakan mereka yang menyeret tubuh Angeli secara tidak hormat. "Bangsat, kau berkhia
Seorang pria paruh baya berjalan dengan diiringi oleh beberapa pria berjas hitam. Dia melangkah dengan bantuan tongkat berkepala naga menuju ke arah Miss. Angeli. "Salam Sejahtera, Tuan Jordan!" Semua orang yang hadir membungkuk sambil memberi salam pada pria tersebut. Jordan Wang, pemimpin sekte bulan sabit. Dia datang ingin menegaskan atas janji yang dulu pernah diucapkan oleh sang pemimpin naga. Akan tetapi semua telah berubah tudak sesuai dengan janji pemimpin terdahulu, dia tidak tahu siapa pemimpin yang baru. Selama ini yang dia tahu adalah putrinya lah yang akan mewarisi pedang panjang naga itu. "Papa, akhirnya kamu datang juga. Lihatlah wanita dan pria kecil itu!" adu Angeli dengan kemanjaannya. Pandangan Jordan Wang seketika tertuju pada sosok wanita yang masih berdiri di sekitar kursi khusus dengan menggandeng tangan mungil seorang pria kecil dengan gestur yang mirip seseorang. Dahi Jordan Wang berkerut, pikirannya melayang pada sosok pria muda yang dulu pernah dia tol