Di tengah perjalanan menuju lokasi yang disebutkan oleh Yi Xue, Xiu Juan dan Qian Feng menyadari bahwa mereka mulai memasuki wilayah yang dijaga ketat oleh penjaga bayangan dari Sekte Malam Abadi. Aura gelap menyelimuti tempat itu, seolah menyerap cahaya dan menyembunyikan setiap ancaman yang bersembunyi di kegelapan. Di udara, terdengar suara bisikan-bisikan tak kasatmata yang menimbulkan ketegangan tersendiri. Qian Feng berhenti sejenak, mengerutkan kening. "Kau merasakannya?" bisiknya pada Xiu Juan. Xiu Juan mengangguk. "Energi mereka berbeda. Ini seperti… kekuatan dari alam lain. Penjaga bayangan ini bukanlah manusia biasa." Saat mereka melangkah lebih dalam, sekelompok penjaga bayangan muncul di hadapan mereka, tubuh mereka menyatu dengan kegelapan seolah-olah mereka terbuat dari bayangan itu sendiri. Dengan wajah tertutup topeng hitam dan mata merah yang menyala dingin, mereka bergerak tanpa suara, mengelilingi Xiu Juan dan Qian Feng. Pemimpin para penjaga itu maju, dan dari
Ketika Xiu Juan dan Qian Feng melanjutkan perjalanan mereka menuju Cincin Dimensi, mereka menyadari bahwa semakin dekat mereka ke tujuan, semakin berat pula tantangan yang menghadang. Kekuatan dari empat sekte besar yang menguasai Nirvana Surgawi tidak main-main. Masing-masing sekte memiliki ribuan murid yang setia dan para tetua yang menguasai ilmu tingkat tinggi. Namun, tekad kedua pendekar ini tak tergoyahkan. Mereka bergerak dengan cepat, melewati pegunungan terjal dan lembah-lembah tersembunyi, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah area yang dikelilingi kabut tebal berwarna keunguan. Di tengah kabut, samar-samar terlihat gerbang Cincin Dimensi yang berdiri kokoh. Energinya berkilauan, menandakan bahwa hanya yang memiliki izin dari Patriark Sekte Awan Langit yang bisa melewatinya. Seketika, suara gemuruh terdengar dari arah belakang mereka. Qian Feng menoleh dan melihat puluhan murid dari Sekte Teratai Hitam muncul, dipimpin oleh Matriark Song Bi Hai. Wanita tua itu tampak anggu
Pertempuran epik di Nirvana Surgawi semakin memanas. Suara dentingan pedang, ledakan energi, dan auman naga menggetarkan langit, menciptakan pemandangan yang mencengangkan. Xiu Juan dan Qian Feng berhadapan dengan empat pemimpin sekte yang telah mengerahkan seluruh kekuatan mereka untuk mengakhiri jejak para pengganggu dari dunia luar ini. Patriark Wang Shing dari Sekte Awan Langit melayang di udara, tangan kanannya terulur, membentuk pola aneh. Dia melancarkan serangan angin bertekanan tinggi yang langsung melesat ke arah Xiu Juan dan Qian Feng. "Angin Surgawi Mengoyak Langit!" serunya. Angin itu berputar, menciptakan pusaran yang mampu memotong apa saja yang dilewatinya. Xiu Juan segera memanggil Naga Emasnya untuk menghalau serangan tersebut. Sang Naga mengaum keras, melingkari Xiu Juan dengan tubuhnya yang bercahaya emas, melindunginya dari angin tajam itu. Namun, Patriark Zhou Lei dari Sekte Naga Kembar sudah melancarkan jurus berikutnya. Dengan gerakan cepat, ia menyerang meng
Begitu mereka keluar dari Cincin Dimensi, Xiu Juan dan Qian Feng menemukan diri mereka di wilayah asing yang tampak seperti gerbang antara alam manusia dan alam spiritual. Langitnya berwarna ungu gelap, dengan bintang-bintang yang bersinar terang di kejauhan. Udara terasa berat, penuh dengan energi yang aneh dan asing.“Dimana kita?” Qian Feng bertanya sambil mengerutkan kening. Luka di bahunya mulai berdenyut nyeri, tapi ia tetap waspada. Xiu Juan mengamati sekeliling, mencoba memahami medan yang asing ini.“Ini bukan jalan keluar menuju alam manusia,” jawab Xiu Juan. “Sepertinya kita masuk ke dalam lorong dimensi yang berbeda.”Suara langkah kaki yang berat terdengar mendekat dari kejauhan. Mereka berdua menoleh, dan tampak sosok berjubah hitam mendekat. Auranya penuh dengan tekanan yang menggetarkan, membuat mereka terpaksa menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk. Wajah sosok itu tertutup bayangan, namun energi gelap yang menyelimutinya menunjukkan bahwa ia bukan sekadar lawan b
Setelah melalui lorong dimensi yang misterius, Xiu Juan dan Qian Feng tiba di sebuah wilayah yang lebih luas namun sunyi, penuh dengan kabut tipis yang melayang-layang seperti arwah yang belum tenang. Cahaya ungu dan perak menyinari tempat itu dari sumber tak terlihat, menciptakan suasana yang tenang sekaligus mencekam.“Mereka tak akan berhenti memburu kita,” gumam Qian Feng. “Apalagi setelah tewasnya Patriark Cheng Tian. Sekte-sekte besar akan mengerahkan seluruh kekuatan mereka untuk menangkap kita.”Xiu Juan menyipitkan matanya, memandang ke depan dengan penuh tekad. “Jika mereka datang, kita akan lawan. Tapi sekarang, yang harus kita pikirkan adalah bagaimana keluar dari dimensi ini.”Belum sempat mereka melangkah lebih jauh, tiba-tiba sosok bayangan bergerak cepat dari kabut, dan dalam hitungan detik, tiga sosok berjubah gelap muncul di hadapan mereka. Aura mereka kuat, menandakan bahwa mereka bukan kultivator biasa. Salah satu dari mereka maju, tampak lebih berwibawa dan berusi
Xiu Juan dan Qian Feng berdiri di hadapan Cincin Dimensi, sebuah roda besar bercahaya yang terus berputar perlahan, mengatur keluar masuknya dimensi di seluruh alam. Aura kekuatan dari roda itu begitu besar, membuat udara di sekitarnya terasa berat. Tidak ada lagi jejak Patriark atau Matriark dari Nirvana Surgawi yang mengejar mereka, namun mereka tahu bahwa mereka masih belum sepenuhnya aman. Di hadapan mereka kini berdiri sosok penjaga yang mengerikan, berlapis baju besi emas yang mengeluarkan cahaya menyilaukan. Penjaga itu adalah manifestasi kekuatan Roda Dimensi, sosok abadi yang memiliki kekuatan setara Ranah Prajurit Surgawi.Qian Feng menatap Xiu Juan, sedikit khawatir. "Xiu Juan, kita sudah mengalahkan banyak musuh, tapi dia… energinya berbeda. Terasa seperti langsung tersambung ke Roda Dimensi itu sendiri."Xiu Juan mengangguk, wajahnya serius. “Aku tahu. Tapi tidak ada pilihan lain. Kita harus melewatinya atau kita akan terjebak di sini selamanya.”Penjaga itu memandang mer
Zhou Shen mengikuti langkah Ratu Savitri ke dalam istana, tatapannya terus mengawasi detail-detail di sekelilingnya. Dinding-dinding istana tampak memancarkan cahaya redup, seolah memiliki sumber energi sendiri. Relief naga berukuran besar menghiasi pilar-pilar, matanya tampak hidup, mengawasi setiap orang yang melintas. Zhou Shen merasa energi tempat ini berbeda dari tempat manapun yang pernah ia kunjungi.Saat mereka tiba di sebuah aula besar, seorang pelayan wanita dengan pakaian tradisional kerajaan muncul membawa nampan berisi dua cangkir teh. "Silakan, Tuanku," katanya sambil menunduk dalam kepada Ratu Savitri, lalu memberikan salah satu cangkir kepada Zhou Shen.Ratu Savitri mengambil cangkirnya dan duduk di atas singgasana kecil yang lebih menyerupai kursi berlapis sutra. Zhou Shen tetap berdiri, menjaga sikap sopan. "Silakan duduk, Zhou Shen," kata Savitri, menepuk kursi di hadapannya. "Di sini kita adalah rekan pembicara, bukan raja dan rakyat."Zhou Shen ragu sejenak sebelu
Zhou Shen tidak membiarkan kecurigaan yang muncul di hatinya terlihat. Ia hanya mengangguk ringan kepada Ratu Savitri sebelum mengalihkan pandangannya ke ruangan besar yang mengelilinginya. Kepalanya masih dipenuhi gambaran medan perang yang mengerikan, wajah pembunuh orangtuanya, dan yang paling mengganggunya adalah sosok Savitri yang berbeda dari apa yang ia lihat saat ini.Ratu Savitri tersenyum lembut, namun sorot matanya seperti menembus lapisan pertahanan Zhou Shen. “Istirahatlah, Zhou Shen. Petualanganmu belum dimulai, tapi aku bisa merasakan bahwa jalanmu akan penuh ujian.”Sebelum Zhou Shen sempat menjawab, seorang pelayan lain masuk, membungkuk hormat sebelum berbicara. “Yang Mulia, Panglima Adheswara meminta izin untuk menghadap.”“Suruh dia masuk,” jawab Savitri dengan anggukan kecil.Tak lama, Panglima Adheswara masuk dengan langkah tegas, membawa aura yang berbeda dari saat ia mengawal Savitri sebelumnya. Kali ini, ia tampak lebih serius, bahkan sedikit tergesa. “Yang Mu
Kemenangan besar yang diraih Negeri Ming tidak serta merta membuat negeri ini aman. Raja Dunia Persilatan yang mulai melihat kelemahan Negeri Ming mulai bergerak untuk menguasai Negeri Ming sehingga Negeri Ming akhirnya terbagi menjadi lima daerah kekuasaan yaitu :Dewa Racun Utara/Zhao Yun : Raja Dunia Persilatan Distrik Utara MingPendekar Pedang Barat/Chen Tian : Raja Dunia Persilatan Distrik Barat MingDewi Naga Timur/Liu Yin : Ratu Dunia Persilatan Distrik Timur MingPendekar Mabuk Selatan/Zhao Long : Raja Dunia Persilatan Distrik Selatan MingKaisar Bela Diri Pusat/Huang Ming : Raja Dunia Persilatan Distrik Pusat MingZhou Shen yang akhirnya memilih Sasha untuk menjadi pasangan hidupnya, kembali ke Eternity Nirvana bersama cinta sejatinya, membawa dendam membara di hati Dewi Naga Emas.Kepergian Zhou Shen ke Eternity Nirvana inilah yang membuat Negeri Ming terbagi menjadi lima kekuasaan besar yang dipimpin oleh masing-masing Raja Dunia Persilatan.Putri Qian Feng akhirnya memaafk
Kekalahan Naga Shankar adalah pukulan telak bagi Khan Agung. Sang raja Mongol, yang dikenal sebagai penguasa tak terkalahkan, berdiri di atas medan perang yang kini mulai berbalik melawan dirinya. Namun, amarahnya tidak surut. Dengan tatapan penuh kebencian, dia mengangkat tangannya ke langit, melafalkan mantra kuno yang menggema seperti gemuruh badai."Aku tidak akan kalah di tangan kalian, manusia lemah!" serunya, suaranya mengguncang bumi. Dari balik langit yang mulai memerah, aura hitam pekat berkumpul di sekeliling tubuh Khan Agung. Di kejauhan, sosok naga berwarna hitam legam dengan mata merah membara muncul dari balik awan.“Naga Hitam Tiamat!” seru Sasha dengan kengerian di wajahnya.Semua pasukan Ming dan Eternity Nirvana terpaku, termasuk Zhou Shen. Naga itu tidak hanya besar tapi ia adalah legenda, makhluk purba yang dianggap sebagai perwujudan kehancuran.“Zhou Shen, kita harus menghentikannya sebelum dia menghancurkan semuanya!” seru Kalindra, pedangnya menyala dengan kek
Saat pertarungan memuncak, medan perang menjadi ajang pertunjukan kekuatan yang melampaui batas manusia. Naga Shankar, raksasa hitam yang kini mengamuk, menyerang pasukan Ming tanpa henti. Kepakan sayapnya menciptakan badai yang menggulingkan barisan pertahanan, sementara api birunya membakar segala yang disentuhnya.Zhou Shen berdiri di hadapan Zhang Ming. Nafas mereka berat, masing-masing menggenggam senjata dengan penuh kebencian. "Kau mengkhianati segalanya, Zhang Ming. Aku akan memastikan kau tidak melangkah lebih jauh!""Pengkhianatan?" Zhang Ming terkekeh, suaranya penuh ejekan. "Aku melakukan apa yang harus kulakukan untuk bertahan hidup. Kau hanya anak kecil yang terjebak dalam masa lalu. Lihatlah siapa yang menjadi pemenang sekarang!"Zhang Ming meluncur ke depan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa. Pedangnya, yang berselimut aura kegelapan, menebas ke arah Zhou Shen. Namun, Zhou Shen, dengan reflek yang terlatih selama bertahun-tahun, menangkis serangan itu denga
Di tengah kemegahan Istana Mongol, Khan Agung duduk di atas takhta emasnya, wajahnya gelap seperti badai yang mengancam. Suara dentang lonceng perang bergema di seluruh aula, menandakan bahwa amarah sang raja telah mencapai puncaknya.“Shanxi tidak boleh berdiri setelah ini!” bentak Khan Agung, suaranya menggema keras. “Aku tidak akan membiarkan Negeri Ming memandang rendah kekaisaranku. Siapkan Naga Shankar. Kita akan menyapu Shanxi hingga menjadi abu!”Di hadapan Khan Agung, Ryu Zhen berdiri dengan kepala tertunduk, meskipun matanya memancarkan api dendam. Kekalahan di Shanxi telah menghancurkan egonya, tetapi itu juga membakar tekadnya untuk membuktikan bahwa ia adalah pendekar sejati.“Aku akan menuntaskan semuanya,” katanya lirih namun penuh keyakinan. “Aku akan menghancurkan Zhou Shen dan saudara kembarku. Dendam lama ini akan berakhir di medan perang berikutnya.”*****Kota Shanxi kembali dilanda kekacauan saat ribuan pasukan Mongol menyerbu di bawah naungan malam. Namun, yang
“Aku tidak akan lupa penghinaan ini, Ryu Zhin,” gumamnya dengan nada berapi-api, matanya membara penuh tekad. “Kita akan bertemu lagi, dan kali itu kau tidak akan selamat!”Di sisi lain, kemenangan ini tidak dirayakan dengan gegap gempita. Zhou Shen memimpin para pasukan naga yang masih utuh untuk mengevakuasi Shanxi dari kerusakan lebih lanjut. Sasha dan Kalindra, meskipun memimpin dengan karisma luar biasa, menyadari bahwa medan perang ini hanya sebagian kecil dari ancaman besar yang sedang berkembang.Zhou Shen berjalan mendekati Zixuan yang kini duduk di punggung Meraharani yang terluka. Naga merah itu mengerang pelan, napasnya berat, namun tatapannya tetap tajam. Zixuan memandang Zhou Shen dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.“Kau datang tepat waktu, seperti biasanya,” ujar Zixuan, mencoba tersenyum meski wajahnya memucat.“Kau bertahan lebih lama dari yang kuduga,” balas Zhou Shen, suaranya tenang namun penuh penghargaan. “Tidak mudah melawan naga emas dan Ryu Zhen.”Zixuan me
Setelah berhasil mendapatkan Nagarium dan menyegel perjanjian damai antara Heaven Eden dan Eternity Nirvana, Queen Savitri merasa utangnya kepada Zhou Shen tak akan terbalas dengan mudah. Di dalam hati, dia tahu ada rasa yang lebih dalam—sebuah cinta yang perlahan tumbuh terhadap Pendekar Naga Putih itu.Namun, Zhou Shen tetap memandang lurus pada tujuannya. Dia harus menemukan Paman Zhang, pria yang kini terungkap sebagai pembunuh orang tuanya. Kebencian yang membara di dalam dirinya membuatnya menolak untuk menyerah pada perasaan apa pun, termasuk cinta.Di aula besar kerajaan, Queen Savitri memanggil Zhou Shen dan menyerahkan Artefak Naga Waktu, sebuah artefak kuno yang mampu membuka portal waktu dan mengembalikan Zhou Shen ke masanya. "Dengan ini," ujar Savitri, suaranya bergetar, "kau bisa kembali dan menghadapi takdirmu di masa depan. Aku ingin kau tahu, Zhou Shen, aku akan selalu mendukungmu."Namun, Zhou Shen mengejutkan semua orang dengan keputusannya. "Aku tak bisa kembali s
Langit Shanxi memerah oleh api dan energi yang melesat dari pertarungan sengit antara naga merah Meraharani dan naga emas yang dikendarai Ryu Zhen. Namun, kekuatan gabungan naga Mongolia dan kehebatan Ryu Zhen perlahan memukul mundur para penjaga Shanxi. Meraharani terluka parah, sayapnya compang-camping, dan Arlang terempas ke tanah dengan raungan lemah.Zixuan berdiri di punggung Meraharani yang limbung, darah mengalir dari luka di lengannya. Napasnya berat, namun matanya tetap menatap Ryu Zhen yang bersiap mengakhiri perlawanan mereka."Ini akhirnya, Putri Zixuan," ujar Ryu Zhen, mengangkat pedangnya yang bercahaya emas. "Shanxi akan jatuh, dan kau akan menyaksikan kehancurannya!"Namun, sebelum pedangnya terayun, langit mendadak terbelah oleh kilatan cahaya putih. Dari celah dimensi yang terbuka di tengah angkasa, seekor naga putih raksasa muncul. Ia bergerak dengan kecepatan luar biasa, seperti bayangan yang tak dapat dilacak. Dengan raungan yang mengguncang bumi, naga itu mengha
Pemanah menarik busur mereka, api membara di ujung panah. Ketika pasukan musuh mendekat, aba-aba diberikan, dan panah-panah itu dilepaskan, melesat seperti hujan meteor ke arah barisan depan Mongolia. Suara panah menghantam perisai dan tubuh terdengar nyaring, namun pasukan musuh terus maju, tidak terhentikan.Di sisi lain, Zixuan mengeluarkan sesuatu dari kantong kecil di ikat pinggangnya—sebuah kristal berwarna biru kehijauan. Itu adalah Artefak Jiwa Langit, peninggalan kuno yang mampu memanggil kekuatan besar, tetapi dengan harga yang mahal."Aku tidak punya pilihan lain," gumamnya. Ia mengangkat kristal itu tinggi-tinggi, memusatkan energinya. Angin di sekitar Zixuan berputar kencang, rambutnya melayang, dan suara gemuruh datang dari dalam kristal itu. Cahaya biru terang meledak, menarik perhatian semua orang, termasuk Darjikhun.Di kejauhan, salah satu naga penjaga, seekor naga putih dengan tubuh yang ramping dan gerakan anggun, mendekati Zixuan. Namanya Arlang, naga angin yang d
Pertarungan di langit Shanxi dimulai dengan ledakan besar. Meraharani menerjang dengan kekuatan yang luar biasa, mulutnya terbuka, menyemburkan api merah menyala yang menembus langit kelabu. Naga hitam Mongolia menghindar dengan manuver tajam, sayapnya yang besar menciptakan pusaran angin yang membuat debu dan batu kecil beterbangan di bawah. Raungan mereka menggema, memenuhi udara dengan ketegangan dan kengerian.Di atas tembok kota, para pemanah Shanxi bersiap, busur mereka terangkat, ujung panah mengarah ke naga Mongolia. Perwira yang memimpin mereka, seorang pria dengan wajah keras dan mata tajam, berteriak, "Tunggu aba-aba dari Tuan Putri! Jangan tembak sebelum waktunya!"Di alun-alun, Zixuan memejamkan matanya sesaat, menghubungkan pikirannya dengan Meraharani. Ia tidak hanya memanggil naga itu, tetapi juga menyatukan tekad mereka. Suara Meraharani menggema dalam benaknya, tenang namun penuh kekuatan."Aku bersamamu, Zixuan. Kita tidak akan kalah."Di langit, naga hitam meluncur